Anda di halaman 1dari 21

BUKU TUGAS KELOMPOK KERJA V

PROGRAM LATIHAN REHABILITASI ATLET RENANG


DENGAN RIWAYAT MINIMAL INVASIVE SURGERY PADA ROBEKAN OTOT ROTATOR CUFF

TIM POKJA
dr. Igor Hermando, Sp.N, FIN, M.Kes
dr. Machyono, Sp.N, M.Kes
dr. Peter Michel Souisa, Sp.N, FIN, M.Kes
dr. Muhammad David Perdana Putra, Sp.B, FInaCS, FICS
dr. Nolli Kressoni, Sp.Rad
dr. Aristida Cahyono Putro, Sp.OT
dr. Putu Kermawan, Sp.OT, M.Biomed(IKD), FICS
dr. Nilton Do Carmo Da Silva, Sp.OT
dr. Inge Kurniawati Adipratama, Sp.KFR
dr. Margaretha KArtikawati, Sp.KFR
dr. Muthia Mukharoma, Sp.KFR
dr. Rosa Amanda Salim, Sp.KFR, DFIDN
dr. Annisa Fauziah, Sp.GK
Dr. dr. Riyo Kristian Utomo, MH.Kes

WORKSHOP DAN SERTIFIKASI PROFESI


AHLI ILMU FAAL OLAHRAGA KLINIS
14-17 DESEMBER 2023
DAFTAR ISI

JUDUL..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
RINGKASAN...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................1
1.3 Tujuan Proyek Kerja..........................................................................2
1.4 Manfaat Proyek Kerja........................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP


2.1 Tinjauan Pustaka................................................................................3
2.1.1 Nutrisi Berbasis Nabati................................................................3
2.1.2 Biomarker Pemeriksaan Otot.......................................................3
2.1.2.1 Myoglobin..............................................................................3
2.1.2.2 Kreatin Kinase (CK)..............................................................4
2.1.2.3 Laktat Dehidrogenase............................................................4
2.1.2.4 C-Reactive Protein.................................................................4
2.1.3 Antropometri dan Komposisi Tubuh...........................................5
2.1.4 Penyakit Metabolik......................................................................5
2.2 Kerangka Konsep...............................................................................6

BAB III METODE DAN RENCANA PROGRAM LATIHAN


3.1 Metode dan Target Hasil Latihan .....................................................7
3.2 Rencana Periodisasi Latihan..............................................................7
3.3 Perencanaan Latihan..........................................................................7
3.4 Pelaksanaan Latihan...........................................................................10
3.5 Evaluasi Latihan.................................................................................10
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian.............................................................10

BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan 1.....................................................................................11
4.2 Pembahasan 2.....................................................................................12
4.3 Dst......................................................................................................12

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI......................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Susunan Organisasi dan Pembagian Tugas................................39
Lampiran 2 Program Periodisasi Latihan berbasis TrainMeNow..................40
Lampiran 3 Foto-foto.....................................................................................
Lampiran 4 dst…

ii
RINGKASAN

Salah satu olahraga yang cukup banyak diminati adalah renang. Sejak pertama kali diperk
enalkan sebagai olimpiade olahraga pada pertandingan musim panas tahun 1896, olahraga ini
pada dasarnya telah berkembang menjadi olahraga dengan atlet yang mempertahankan beban l
atihan yang signifikan.
Berenang merupakan salah satu olahraga yang bergerak menggunakan bahu dan ekstremit
as atas, serta disaat yang bersamaan memerlukan fleksibilitas dan range of motion shoulder (R
OM) yang maksimal.
Cidera yang cukup sering terjadi pada atlit renang adalah, cidera pada otot rotator cuff,
berupa robekan (rotator cuff tear), yang mana membutuhkan tatalaksana yang komprehensif
hingga tindakan oepratif. Atlet yang telah menjalani tindakan operatif, tentu saja memerlukan
tindakan rehabilitasi yang adekuat, untuk menjalani kembali program pelatihannya.

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Olahraga merupakan salah satu aktivitas fisik yang ditujukan untuk meningkatkan keb
ugaran jasmani. Olahraga dapat bersifat sebagai olahraga kompetitif maupun sebagai rekre
asi yang bermanfaat untuk fisik dan mental. Salah satu olahraga yang cukup banyak dimin
ati adalah renang. Sejak pertama kali diperkenalkan sebagai olimpiade olahraga pada perta
ndingan musim panas tahun 1896, olahraga ini pada dasarnya telah berkembang menjadi o
lahraga dengan atlet yang mempertahankan beban latihan yang signifikan. (badung)
Berenang merupakan salah satu olahraga yang bergerak menggunakan bahu dan ekstremit

as atas, serta disaat yang bersamaan memerlukan fleksibilitas dan range of motion shoulde
r (ROM) yang maksimal. Gerakan renang saat dibawah air memiliki beban yang lebih bes
ar daripada saat gerakan di udara 1.
Beban saat di air lebih besar dikarenakan adanya gaya gesek gelombang (wave drag) y

ang timbul akibat gelombang air ya dari diri perenang sehingga menimbulkan turbulensi. S
emakin besar kecepatan awal perenang, maka panjang gelombang yang dihasilkan juga se
makin besar. Semakin besar gelombang air yang dihasilkan, maka hambatan yang dialami
perenang untuk menambah kelajuan renangnya akan semakin besar juga. Dilihat dari prins
ip biomekanik cabang olahraga, saat berenang melewati suatu media zat cair. Zat cair terse
but memiliki tingkat kepekatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan media di udara, seh
ingga hal ini akan menyebabkan tingginya tahanan atau hambatan saat berenang di dalam
air 1.
Hampir 90% daya dorong ke depan saat berenang berasal dari ekstremitas atas dan sek

itar 10% dari ekstremitas bawah. Pada ekstremitas atas bagian tubuh yang paling berperan

adalah bahu. Selama satu minggu rata-rata gerakan bahu atlet renang sekitar 16.000 kali, a
ngka tersebut menyatakan beban yang diterima oleh bahu atlet renang saat berenang sanga
t besar . Padatnya jadwal perlombaan renang membuat pelatih dan atlet menambah jadwal
latihan dari biasanya dengan tujuan meningkatkan waktu performa atlet. Penambahan jad
wal latihan renang ini mencapai 6 sampai 8 kali per minggu, hal tersebut tidak menutup ke
mungkinan akan menyebabkan cedera pada atlet. Salah satu cedera yang sering dialami ol
eh perenang adalah rotator cuff injury 1.

iv
Sindrom rotator cuff ialah kumpulan gejala yang timbul akibat kerusakan atau lesi dari
rotator cuff yang bisa ditimbulkan akibat overuse, trauma, dan degenerasi. Sindrom ini
terdiri dari bicipital tendinitis, calcific tendinitis, impingement sindrom dan bursitis 2.
Atlit renang dengan cidera rotator cuff, yang mebutuhkan pengobatan hingga tindakan
operasi, tentu saja tidak serta merta dapat langsung kembali bertanding ataupun berlatih
seperti sedia kala. Oleh karena itu memerlukan tatalaksana rehabilitasi medik yang
adekuat.

1.2 Rumusan Masalah


Rehabilitasi atlet paska minimal invasive surgery pada minimal invasive surgery pada
cidera robekan otot rotator cuff, dengan mempertimbangkan perhitungan kebutuhan kalori
Latihan, perhitungan kebutuhan cairan saat latihan, penentuan dan evaluasi target
performa dan kondisi fisik, penentuan target komposisi tubuh untuk atlet renang.

1.3 Tujuan
Mengetahui bagaimana rehabilitasi atlet minimal invasive surgery pada rotator cuff tear,
dengan mempertimbangkan perhitungan kebutuhan kalori Latihan, perhitungan kebutuhan
cairan saat Latihan, penentuan dan evaluasi target performa dan kondisi fisik, penentuan
target komposisi tubuh untuk atlet renang.

v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 DEFINISI DAN ANATOMI
Rotator Cuff merupakan jaringan ikat fibrosa yang mengelilingi bagian atas
tulang humerus yang berfungsi untuk menjaga stabilitas sendi glenohumeral dengan
menarik humerus ke arah skapula untuk gerakan- gerakan sendi glenohumeral seperti
abduksi- adduksi, rotasi dan fleksi-ekstensi 1
Rotator cuff injury adalah kerusakan pada rotator cuff, yang merupakan bagian dari
bahu. Rotator cuff adalah kelompok empat otot yang berada di sekitar sendi bahu dalam
pola seperti manset. Rotator cuff menempel dari skapula, atau tulang belikat, dengan
humerus, atau tulang lengan, dan berfungsi untuk menarik lengan ke soket bahu,
menstabilkan lengan, sehingga gerakan melewati kepala dapat dilakukan 2,3.
Rotator cuff adalah empat otot yang berorigo dari scapula dan memiliki insersi
pada tuberositas humerus. Rotator cuff terdiri dari : M.Teres minor, M.Supraspinatus,
M.Infraspinatus dan, M. Subscapularis.

Gambar 1. Anatomi Rotator Cuff

vi
Gambar 2. Anatomi Rotator Cuff

Otot-otot rotator cuff saling berhubungan satu sama lainnya dan dikarenakan oleh
lokasinya yang unik, rotator cuff memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Memutar humerus sesuai dengan posisi scapula
 Memberikan stabilitas sendi glenohumeral dngan menekan caput humerus terhadap
fossa glenoid, menguncinya pada posisi yang aman sementara tetap menjaga
mobilitas sendi glenohumeral.
 Memberikan keseimbangan otot. Otor rotator cuff bekerja secara sinergi dan
antagonistic untuk menciptakan gerakan dengan satu arah tertentu. Untuk fungsi ini
juga rotator cuff bekerja sama dengan otot lain seperti M.Deltoid, M.Latissimus
dosrsi, M. Pectoralis mayor dan M.pectoralis minor
Berperan sebagai stabilisator dinamik sendi glenohumeral. Persarafan otot- otot
rotator cuff berasal dari : 1) N. suprascapularis (untuk M. Supraspinatus dan M.
Infraspinatus), 2) N. Axillaris (untuk M . Teres minor), dan 3) N. Subscapularis
superior et inferior (untuk M. Subscapularis). Vaskularisasi otot-otot rotator cuff
berasal dari cabang- cabang arteri dan vena subclavia.

vii
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Banyak data mengenai insidensi Rotator cuff injury diseluruh dunia yang telah
dipublikasikan. Rotator cuff injury bertanggung jawab pada 70% dari semua

1
kunjungan pasien ke dokter yang berhubungan dengan nyeri bahu. Keadaan ini
umumnya lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan wanita. Namun, beberapa
studi terbaru membuktikan pria dan wanita memiliki resiko yang sama untuk
menderita Rotator cuff injury. Hal ini terjadi karena penggunaan terus menerus atau

2,3
gerakan bahu dalam arah yang sama untuk periode yang lama.

Berdasarkan usia rotator cuff injury jarang ditemukan pada usia muda. Angka

1,4
kejadiaannya meningkat seiring usia. Pada tahun 2009, sebuah institusi yang
mempelajari penyakit dengan dengan ultrasonografi pada 237 pasien tanpa gejala

3
menyebutkan 17,3% diantaranya ditemukan robekan rotator cuff unilateral. Prevalensi
berdasarkan usia yang diamati adalah 20% pada usia 60-69 tahun dan 40,7% pada
subjek 70 tahun usia atau lebih tua. Sebuah review sistematik dan analisis prevalensi
Rotator cuff injury lainnya menyebutkan bahwa keadaan patologis ini 20% ditemukan

4
pada usia kurang dari 60 tahun dan 60% pada usia diatas 60 tahun. Pasien di atas 60
ditemukan dua kali lebih mungkin mengalami robekan rotator cuff dan tiga kali lebih
mungkin mengalami robekan rotator cuff masif dibandingkan dengan pasien yang
5
lebih muda. Pada usia muda, umumnya rotator cuff injury disebabkan oleh trauma.

viii
4
Grafik 1. Prevalensi rotator cuff injury berdasarkan usia
2.1.3. FAKTOR RISIKO
Pekerja yang beresiko untuk terkena sindrom rotator cuff adalah pekerja yang
yang dibutuhkan untuk memindahkan beban berat berulang kali di atas kepala mereka,
seperti pelukis, tukang las. Sindrom ini juga telah dilaporkan pada operator mesin jahit.
Hal ini juga dapat terjadi pada atlet yang terlibat dalam olahraga seperti berenang, tenis,
angkat besi, dan bisbol di mana lengan berulang kali mengangkat di atas kepala. Pada
usia yang lebih muda lebih mungkin untuk mengalami sindrom rotator cuff sebagai
akibat dari trauma, ketidakstabilan sendi bahu, atau ketidakseimbangan otot. Pada orang
tua, sindrom ini lebih sering berhubungan dengan penyakit kronis dan degenerasi bahu.
4,3
Rotator cuff syndrome paling umum terjadi di lengan yang lebih dominan .
2.1.4 ETIOLOGI
Ada dua penyebab utama robekan rotator cuff: cedera dan degenerasi.
 Cedera
Terjadi apabila jatuh pada lengan terentang atau mengangkat sesuatu yang terlalu
berat dengan gerakan menyentak sehingga dapat merobek rotator. Jenis robekan ini
dapat terjadi pada cedera bahu lainnya, seperti patah tulang selangka atau bahu
4
terkilir .
 Degenerasi

ix
Sebagian besar cedera rotator adalah hasil dari melemahnya tendon yang terjadi
perlahan seiring waktu. Kemunduran ini secara alami terjadi seiring bertambahnya
usia. Robekan rotator cuff lebih sering terjadi pada lengan yang dominan. Jika
memiliki robekan degeneratif di satu bahu, ada kemungkinan robekan rotator cuff
lebih besar di bahu yang berlawanan walaupun tidak merasakan sakit di bahu itu.
Seiring bertambahnya usia, pasokan darah di tendon rotator cuff data berkurang.
Tanpa pasokan darah yang baik, kemampuan alami tubuh untuk memperbaiki
kerusakan tendon terganggu. Ini pada akhirnya dapat menyebabkan robekan tendon.
 Stres berulang.
Mengulangi gerakan bahu yang sama berulang-ulang dapat menekankan otot dan
tendon rotator cuff Anda. Baseball, tenis, mendayung, dan angkat besi adalah
contoh kegiatan olahraga yang dapat menempatkan Anda pada risiko cedera.

2.1.5 KLASIFIKASI
Rotator cuff syndrome dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap I, pembengkakan
(edema) atau terjadi perdarahan. Tahap I sering dikaitkan dengan cedera overuse yang
berlebihan. Pada tahap ini, sindrom dapat membaik atau malah bertambah parah. Pada
tahap II adalah peradangan pada tendon (tendinitis) dan pengembangan jaringan parut
(fibrosis). Tahap II dapat diakibatkan oleh karena sering mengangkat lengan sebatas
atau melebihi tinggi akromion. Posisi yang sedemikian ini bila berlangsung terus-
menerus juga akan menyebabkan terjadinya iskemia pada tendon. Tendinitis pada bahu
yang sering terjadi adalah tendinitis supraspinatus dan tendinitis bisipitalis. Tahap III
sering melibatkan robeknya tendon atau robeknya otot dan sering menandakan fibrosis
dan tendinitis yang menahun. Tahap Sindrom rotator cuff paling sering ditemukan
pada pasien berusia di bawah 25, tahap II terjadi paling sering pada orang antara 25
dan 40. Tahap III terjadi terutama pada pasien di atas usia 50. Pada pria dapat terjadi
rotator cuff syndrome dua kali lebih sering daripada perempuan, mungkin karena
aktivitas kerja seperti disebutkan di atas.

x
Gambar 3 (Kiri) Overhead view dari empat tendon yang membentuk rotator cuff. (Kanan)
Robekan ketebalan penuh pada tendon supraspinatus. Rasa nyeri saat mengangkat dan
menurunkan lengan atau dengan gerakan tertentu

2.1.6 DIAGNOSIS

 Anamnesis
Gejala paling umum dari robekan rotator cuff yaitu: Nyeri saat istirahat terutama jika
berbaring dibahu yang sakit. Kelemahan saat mengangkat atau memutar lengan,
sensasi krepitasi saat menggerakkan bahu
 Pemeriksaan Fisik
Untuk mendiagnosis robekan rotator cuff, selain melakukan anamnesis perlu dilakukan
pemeriksaan fisik yaitu dengan inspeksi (apakah ada atrofi, scar) palpasi (apakah nyeri
tekan), pemeriksaan rentang gerakan bahu (fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, eksternal
rotasi, internal rotasi) dan sejumlah uji spesifik. Uji spesifik yang umumnya dilakukan
antara lain :

 Supraspinatus – empty can test (Jobe test). Pasien melakukan fleksi bahu kedepan
tangan dengan posisi ibu jari menghadap ke inferior. Adanya nyeri menandakan uji
yang positif.
 Infraspinatus – resisted external rotation. Pasien berdiri dengan perapatkan kedua
lengannya ke tubuh dan siku dalam posisi fleksi 90 derajat. Pasien diintruksikan
untuk melakukan eksternal rotasi kedua lengan disetai tahanan oleh pemeriksa.
Nyeri menandakan uji yang positif.
 Infraspinatus dan posterior cuff – the lag sign dan drop sign. Untuk eksternal rotasi
lag sign, lengan pasien diangkat sedikit menjauhi tubuh dan ditempatkan pada

xi
posisi eksternal rotasi penuh. Uji positif yaitu jika pasien tidak dapat
mempertahankan posisi tersebut dan membiarkan lengan jatuh ke posisi yang
neutral. Hal ini menandakan robekan pada m. infraspinatus dan m. supraspinatus.
Drop sign – pemeriksa mengangkat dan menempatkan lengan pada posisi abduksi
90 derajat, siku pada 90 derajat dan lengan eksternal rotasi penuh; ketika pemeriksa
melepaskan lengannya, pasien biasanya dapat menahan posisi tersebut, namun jika
lengannya jatuh menandakan uji yang positif. Uji Hal ini tampak pada robekan
infraspinatus dan teres minor.
 Subscapularis – the lift off test. Pasien diminta untuk berdiri dan menempatkan satu
lengan dibelakang punggung dengan punggung tangan merapat pada punggung
bawah. Pemeriksa kemudian mengangkat tangan ke belakang dan pemeriksa
menahannya. Ketidakmampuan dan nyeri untuk mengankat tangan menandakan uji

yang positif. Hal ini digunakan untuk mendeteksi robekan m.subscapularis.

xii
Gambar 4. Pemeriksaan fisik untuk rotator cuff 12

xiii
 Pemeriksaan penunjang

Untuk menunjang diagnosis robekan rotator cuff, diperlukan pemeriksaan radiologis


sebagai berikut : a. X-Ray shoulder. Pemeriksaan sinar-X bahu umumnya normal pada
gangguan tahap awal, namun pada tendinitis kronik dapat ditemukan sklerosis dan kista
pada insersi rotator cuff di tuberkulum mayor. Osteoarthritis sendi Akromioklavikular
banyak ditemukan pada orang tua. Kadang dapat juga dilihat kalsifikasi tendon
supraspinatus Dapat juga ditemukan penyempitan jarak Akromion-Humerus.
Magnetic resonance imaging (MRI). MRI adalah gold standar dari rotator cuff injury
karena dapat mendiangnosis robekan lengkap dan sebagian serta menunjukan ukuran
sobekan, jumlah retraksi tendon, atrofi oto dan degenerasi lemak.
Ultrasonografi (USG). USG memiliki akurasi mendekati MRI untuk mendeteksi dan
mngukur robekan partial atau total. Namun kerugiannya adalah tidak mampu
mendeteksi sisa robekan otot.

2.1.8 TATA LAKSANA


Non operatif

Pada sekiar 80% pasien, perawatan dengan non operatif dapat mengurangi rasa sakit dan
membantu meningkatkan fungsi bahu. Keuntungan utama dari perawatan non operatif
adalah menghindari risiko utama operasi.

Pilihan perawatan non operatif yaitu :

 Istirahat.

 Perubahan aktivitas. Yang dimaksud adalah hindari aktivitas yang menyebabkan sakit
pada bahu.

 Terapi fisik. Latihan khusus akan mengembalikan gerakan dan memperkuat bahu.
Terapi fisik yang dilakukan adalah peregangan untuk meningkatkan fleksibilitas
dan gerak.

 Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)

 Suntikan steroid. Jika istrirahat, obat-obatan dan terapi fisik tidak menghilangkan rasa
sakit dapat diberikan suntikan anastesi lokal dan kortison.

xiv
Gambar 5. Pemberian steroid

Operatif

Hal ini ditujukan untuk mengurangi konsumsi obat obatan dan imobilisasi lama pada
modalitas konservatif. Terutama jika memang ditemukan robekan rotator cuff pada usia muda.
Indikasi untuk terapi bedah adalah : nyeri yang tdk berkurang setelah terapi konsevatif 3
bulan, atau jika gejala kambuh secara menetap setelah 6 hingga 12 bulan, memiliki robekan
besar ( lebih dari 3 cm) dan kualitas jaringan tendon disekitarnya baik, memiliki kelemahan
dan kehilangan fungsi yang signifikan pada bahu.

Terapi pembedahan yang dapat dilakukan antara lain :

1. Repair rotator cuff terbuka

2. Repair rotator cuff arthroskopik

xv
Setelah operasi rotator cuff, sebagian kecil pasien mengalami komplikasi. Selain
risiko secara umum, seperti kehilangan darah atau masalah yang terkait anastesi,
komplikasi operasi rotator cuff dapat meliputi : Neuroinjury, biasanya melibatkan saraf
yang mengaktifkan M. Deltoid, Infeksi. Pasien diberikan antibiotik selama prosedur
untuk mengurangi risiko infeksi. Jika infeksi berkembang operasi tambahan atau
perawatan antibiotik yang berkepanjangan mungkin diperlukan. Kontraktur. Rehabilitas
awal mengurangi kemungkinan kekakuan permanen atau kehilangan gerak. Sebagian
besar kasus, kekakuan akan membaik dengan terapi dan olahraga yang lebih adekvat,
tendon kembali sobek kemungkinan tendon mengalami robekan kembali, semakin besar
robekan semakin tinggi risiko robekan.

2.1.9 KOMPLIKASI
Komplikasi utama dari sindrom rotator cuff terjadi ketika robekan rotator cuff
tidak terdiagnosis. Gejala akan bertahan sampai rotator cuff diperbaiki melalui
pembedahan. Komplikasi lain akibat perawatan yang tidak memadai. Jika bahu tidak
digunakan (misal saat penggunaan arm sling), dapat terjadi Frozen shoulder (adhesive
capsulitis). Kondisi seperti rotator cuff robek atau sindrom impingment juga dapat
menyebabkan berbagai penurunan gerak di bahu. Diperkirakan 4% dari rotator cuff yang
robek mengakibatkan penyakit sendi (arthropathy) dari bahu. Perawatan yang tepat,
apakah konservatif atau bedah, dan tindak lanjut yang tepat mengurangi kemungkinan
penyakit sendi dan konsekuensi jangka panjang lain dari sindrom rotator cuff.

2.1.10 PROGNOSIS

Komplikasi utama dari sindrom rotator cuff terjadi ketika robekan rotator cuff
tidak terdiagnosis. Gejala akan bertahan sampai rotator cuff diperbaiki melalui
pembedahan. Komplikasi lain akibat perawatan yang tidak memadai. Jika bahu tidak
digunakan (misal saat penggunaan arm sling), dapat terjadi Frozen shoulder (adhesive
capsulitis). Kondisi seperti rotator cuff robek atau sindrom impingment juga dapat
menyebabkan berbagai penurunan gerak di bahu. Diperkirakan 4% dari rotator cuff
yang robek mengakibatkan penyakit sendi (arthropathy) dari bahu. Perawatan yang
tepat, apakah konservatif atau bedah, dan tindak lanjut yang tepat mengurangi

xvi
kemungkinan penyakit sendi dan konsekuensi jangka panjang lain dari sindrom rotator
cuff.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Data Atlet


Nama : Tn.L
Usia : 26 th
Pekerjaan : Atlet renang
Status antopometri : BB: 52 kg, TB : 168 cm, BMI : 18.57 kg/cm2 (normal)
Denyut nadi istirahat : 60 x / menit
Riwayat penyakit dahulu : menderita rotator cuff tear post repair minimal
invasive surgery

3.2 Program Latihan Pada Tahap Persiapan Umum

BAB IV
METODE DAN RENCANA PROGRAM LATIHAN

3.1 Metode dan Target Hasil Latihan


….….

xvii
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan 1 tentang……

xviii
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

xix
DAFTAR PUSTAKA
1.

1. Maheswari DADA, Dewi AANTN, Saraswati NLPGK, Tianing NW . 2021. Hubungan Glenohum
eral Instability terhadap Terjadinya Swimmer’s Shoulder pada Klub Renang di Kabupaten Badung.
Majalah Ilmiah Fisioterapi Indonesia. Vol 9 No 3 (2021)
2. Kurniawan M., Suharjanti I., Pinzon RT. 2016. Acuan Panduan Praktik Klinis
Neurologi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
3. Hermann,S.J et.al. 2014. Tears Of The Rotator Cuff. Causes – Diagnosis –
Treatment.Departement of Orthopedic and Trauma Surgery, University of Freiburg
Medical Center, Freiburg im Breisgau. Germany. Acta Chirurgiae Orthopaedicae Et
Traumatologiae Cechosl., 81, 2014, P. 256–266

4. Quintana, Eileen C., and Richard Sinert. 2016. "Rotator Cuff Injuries.”, eMedicine.
Eds Joseph A. Salomone, et al. Medscape

5. Roy, Andre. 2018. "Rotator Cuff Disease." eMedicine Eds. Robert E Windsor, et al.
Medscape

6. Piper C, Hugnes A, Ma Y. 2017. Operative versus nonoperative treatment for the


management of full-thickness rotator cuff tears: a systematic review and meta-analysis.
Elsivier : J Shoulder Elbow Surg.

7. Revathi B, Monhanraj KG, Babu KY. 2018. Rotator cuff tear - A review. Drug
Invention Today Vol. 10. Issue 12.

8. Sambandam SN, Khanna VK, Mounasamy V. 2015. Rotator cuff tears: An evidence
based approach. World Journal of Orthopedic. World J Orthop 2015 December 18;
6(11): 902-918 ISSN 2218-5836

9. New Zealand Orthopedic Association. 2018. Rotator Cuff Tears: Consideration


Factors for ACC Cover.

xx
LAMPIRAN 1
Dst….

xxi

Anda mungkin juga menyukai