Anda di halaman 1dari 8

Nilai Pertama: MERDEKA

Definisi merdeka: Saat ketakutan kita, ketergantungan kita, dan pengharapan kita hanya
kepada Allah dan karena Allah yang akan membebaskan kita dari rasa itu semua, bahkan kita
rela dikuasai oleh-Nya. Itulah kemerdekaan tertinggi umat manusia yang sesungguhnya.
Sebaliknya, hal yang membuat kita tidak merdeka: rasa takut, hormat, kekaguman, dan
ketergantungan yang berlebihan yang ditujukan pada manusia. Kenapa? Karena walaupun
manusia makhluk sempurna yang diciptakan oleh Allah, Allah lah yang tetap berkuasa dan
bisa mengubah apapun jika Ia menghendaki-Nya.

Dalam nilai merdeka ini juga, manusia tidak akan terikat kepada suatu hal pun, melainkan
Tuhannya sendiri. Kenapa manusia terikat dengan Tuhan termasuk dalam nilai merdeka?
Karena Tuhan adalah sesuatu yang tidak terbatas, sedangkan kemerdekaan kita sendiri tentu
akan terbatas. Oleh karena itu, kita perlu berpegangan pada suatu yang tidak terbatas
sehingga sekalipun kita dibatasi, batasannya adalah ketidakterbatasan Tuhan yang membuat
kita tetap merdeka walaupun terikat.

Nilai Kedua: JUJUR

Jujur dalam bahasa Arab disamakan maknanya dengan “ash-shidqu” atau “shiddiq” yang
memiliki arti benar, nyata, atau berkata benar. Dimana memiliki lawan kata yaitu dusta dan
disebut “al-kadzib” dalam Bahasa Arab. Secara istilah, jujur memiliki empat makna, yaitu:

1. Kesesuaian antara ucapan dengan perbuatan


2. Kesesuaian informasi dengan kenyataan
3. Ketegasan serta kemantapan hati
4. Sesuatu yang baik yang di dalamnya tidak dicampuri dengan kedustaan

Dari poin-poin di atas dapat kita simpulkan makna kejujuran sebenarnya. Selanjutnya,
terdapat pembagian dalam sifat jujur ini. Menurut Imam Al-Ghazali, terdapat 3 pembagian
sifat jujur berikut diantaranya:
1. Jujur dalam niat atau berkehendak, yakni seseorang tidak memiliki dorongan di dalam
tindakannya kecuali semata-mata karena Allah.
2. Jujur dalam perbuatan atau amaliyah, yakni melakukan amalan dengan kesungguhan
hati sehingga perbuatan zahirnya tidak menampakkan apa yang ada di dalamnya.
3. Jujur dalam perkataan atau lisan, yakni kesesuaian kabat=r yang diterima dengan
yang disampaikan, oleh karena itu setiap orang wajib menjaga ucapannya dan tidak
boleh berkata apapun selain kejujuran. Firman Allah dalam Al-Quran Surah Al-Ahzab
(33):70

۟ ُ‫وا ٱهَّلل َ َوقُول‬


‫وا قَوْ اًۭل َس ِدي ۭ ًدا‬ ۟ ُ‫وا ٱتَّق‬
۟ ُ‫يَ ٰـَٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
َ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah
perkataan yang benar” (Q.S. Al-Ahzab (33): 70)

Dalam surah ini Allah memerintahkan orang-orang yang beriman untuk selalu bertakwa
kepada Allah dan selalu berucap perkataan yang benar dalam hal ini jujur. Jujur pula
diibaratkan sebagai mata uang yang berlaku di mana saja, karena kejujuran akan selalu
berlaku dimana saja dan kapan saja. Untuk itu, mari sama-sama menerapkan budaya jujur
dalam kehidupan sehari-hari yang diawali dengan selalu berkata benar dalam setiap aktivitas
yang kita lakukan.

Nilai Ketiga: HANIF

Hanif berasal dari kata hanafa yang berarti cenderung, sedangkan dalam bentuk jamak,
hunafa, berarti lurus atau betul, sehingga hanif secara bahasa berarti cenderung kepada
kebenaran.

Sebagai seorang muslim, kita wajib untuk senantiasa berada di jalan yang lurus. Karena akhir
dari kehidupan kita ditentukan dari apa yang kita lakukan selama di dunia. Oleh karena itu,
sebagai seorang muslim kita tidak boleh berhenti untuk memperbaiki diri dan
menyempurnakan diri.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk terus memperbaiki diri adalah dengan selalu
menyibukkan diri dengan hal yang bermanfaat. Allah berfirman dalam Q.S. Al-Insyirah ayat
7

َ ‫فَِإ َذا فَ َر ْغتَ فَا ْن‬


ْ‫صب‬

“Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk
urusan yang lain).”

Jangan pernah berhenti melakukan kebaikan dan jangan pernah merasa belum layak,
sehingga menghindar dari melakukan sesuatu. Paksakan diri untuk terus bergerak, mengambil
amanah, dan berkarya. Maka dengan sendirinya kita akan ‘terpaksa’ untuk terus belajar dan
memperbaiki diri.

Nilai Keempat: SABAR DAN SYUKUR

Sabar artinya menahan. Dalam kata lain, sabar memiliki arti yang dekat dengan khabsu.
Sabar secara bahasa berarti menahan diri dari rasa cemas. Secara istilah sabar artinya
menahan diri dari apa-apa yang dilarang oleh Allah. Dalam Al-Quran kalimah sabar
disebutkan lebih dari 100 kali dan salah satunya terdapat pada SQ.S. Al-Baqarah ayat 153:

ّ ٰ ‫صب ِْر َوالص َّٰلو ِة ۗ اِ َّن هّٰللا َ َم َع ال‬


َ‫صبِ ِر ْين‬ َّ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا ا ْستَ ِع ْينُوْ ا بِال‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar
dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”

Dari ayat diatas, terlihat bahwa salah satu perintah Allah kepada orang yang beriman ialah
untuk meminta kepada Allah juga menegaskan bahwa Allah dengan sabar dan bersama
orang-orang yang sabar. Ternyata, sabar tidak hanya perihal bersabar atas ujian atau bencana
yang dialami, melainkan juga kepada nikmat yang telah Allah berikan. Bentuk-bentuk sabar
diantaranya,
1. Syukur atau tidak mengingkari nikmat yang telah Allah beri
2. Qanaah atau merasa cukup (tidak mengeluh)
3. Lemah-Lembut
4. Pemaaf
5. Iffah atau menjaga kesucian diri
6. Bertutur kata yang baik.

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya syukur merupakan bentuk dari sabar. Secara bahasa
syukur merupakan bentuk jama’ dari syakr yang berarti rasa atau ungkapan dari sebuah
kebaikan. Pada pembahasan sebelumnya, makna dari kata syukur ialah tidak mengingkari apa
yang telah Allah beri.

Salah satu bentuk rasa syukur ialah meyakini bahwa setiap makhluknya diberikan rezeki yang
cukup oleh Allah. Siapapun dia, apapun pekerjaannya. Perlu disadari bahwa tidak ada yang
dapat membatasi rasa syukur kepada manusia, karena sejatinya rasa itu muncul dari hati dan
diucapkan oleh lisan. Rasa syukur tidak terbatas pada bentuk lisan atau tertulis saja,
melainkan harus juga dalam bentuk perilaku seperti bertambahnya kenikmatan atas nikmat
yang Allah beri.sebagaimana kita akan lebih bahagia ketika barang yang kita hadiahkan
kepada orang lain digunakan oleh mereka.
Dalam pengertian lain, sabar dan syukur ditandai dengan sifat pantang menyerah yang
dimiliki oleh manusia.

Nilai Kelima: AMAL JAMA’I

Amal Jama’i yaitu mengerjakan sesuatu bersama-sama atau secara singkat disebut kerja
sama. Merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk membangun peradaban.
Mengapa demikian? Karena saat ini, jumlah umat islam terbilang banyak. Bahkan di
Indonesia terdapat sekitar 204,8 juta penduduk muslim. Penduduk muslim di negara ini
memiliki semangat berhijrah yang cukup tinggi, jika dilihat dari banyaknya
komunitas-komunitas dakwah dan maraknya syiar-syiar islam kekinian yang bermunculan
saat ini. Ditambah lagi, berdasarkan World Giving Index 2018, Indonesia merupakan negara
paling dermawan di dunia dengan Skor Indonesia untuk membantu orang lain sebesar 46%,
berdonasi materi 78%, dan melakukan kegiatan sukarelawan 53%.

Berdasarkan firman Allah dalam surat Ash-Shaff ayat 4:

ٌ َ‫صفًّا َكاَنَّهُ ْم بُ ْني‬ ‫هّٰللا‬


ٌ‫ان َّمرْ صُوْ ص‬ َ ‫اِ َّن َ ي ُِحبُّ الَّ ِذ ْينَ يُقَاتِلُوْ نَ فِ ْي َسبِ ْيلِ ٖه‬
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang
teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh”

Yang dimaksud dalam melakukan pekerjaan bersama-sama adalah bukan melakukan


pekerjaan yang sama dengan kuantitas orang yang banyak, tetapi melakukan pekerjaan
dengan satu tujuan yang sama dengan terorganisir dengan baik. Karena setiap manusia
dianugerahi kekuatan dan juga diberikan kelemahan pada hal-hal lainnya sehingga kerjasama
untuk saling melengkapi dalam tujuan yang sama sangatlah penting. Amal Jama’i tidak hanya
terbatas untuk sesama muslim. Kerjasama yang baik demi tujuan yang sama dapat terjalin
dengan non-muslim. Karena pada dasarnya semua agama mengajarkan untuk membangun
peradaban yang memungkinkan adanya kolaborasi antar umat beda agama.

Nilai Keenam: RAHMATAN LIL’ALAMIN

Perlu disadari kehadiran Islam di dunia merupakan rahmat bagi seluruh alam. Maknanya
Islam harus memberikan kasih sayang kepada seluruh alam, tak terbatas kepada Muslim atau
bahkan manusia saja. Lantas bagaimana Islam menjadi rahmat seluruh alam? Analoginya,
kita akan lebih memilih untuk menjual bubur ayam yang enak daripada resep bubur ayam
yang enak kepada pelanggan. Ketika kita menjual bubur yang enak, pelanggan akan
penasaran dengan resep yang digunakan. Begitu pulalah Islam ada. Islam beserta syariatnya
merupakan resep, sedangkan Muslim merupakan para penjualnya atau orang yang
menggunakan resep tersebut. Orang lain akan penasaran dengan resep rasa enaknya dalam
berislam. Sebagaimana yang diperintahkan melalui surat Al-Anbiya’ ayat 107,

َ‫ك ِإاَّل َرحْ َمةً لِ ْل َعالَ ِمين‬


َ ‫َو َما َأرْ َس ْلنَا‬

"Dan tidaklah kami utus engkau (Muhammad) kecuali agar menjadi rahmat bagi seluruh
alam”

Lalu bagaimana islam meramu rahmat bagi seluruh alam ? Maka carl itu islam
memberlakukan sebuah perintah yakni untuk beramar ma'ruf nahi mungkar.
Amar ma'ruf berarti memerintahkan kepada kebaikan . Menurut hadist Rasul SAW , kebaikan
adalah apa - apa yang menyenangkan hati nurani manusia . Maka dari itu dengan muslim
yang menjalankan amar ma'ruf atau menyeru kepada kebaikan maka islam akan tercermin
sebagai lambang kebaikan bagi seluruh alam.
Nahi munkar berarti melarang kepada keburukan atau dosa dan kejahatan yang telah dikutuk
oleh watak manusia . Sebagaimana konsep awal islam yang ada untuk menghilangkan
kejahilan di dunia , umat islam diperintahkan untuk senantiasa melarang kebaikan karena
apalah artinya seruan kepada kebaikan jika masih saja banyak keburukan di dunia . Oleh
karena itu , islam memberikan konsep yang seimbang kepada manusia .

Nilai Ketujuh: IHSAN

Insan berasa dari lafazh ahsana-ihsanan yang artinya kebaikan/berbuat baik. Ihsan terbagi
menjadi dua jenis, yaitu:

● Ihsan Kepada Allah

Ketika Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab pertanyaan malaikat


Jibril tentang ihsan, “Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan
apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”(HR.Muslim)

Pada ihsan kepada Allah ini terdapat 2 tingkatan, yaitu kita yang seakan-akan melihat Allah
(merasakan keberadaan Allah) ketika mengimani seluruh sifatnya dan yakin bahwa Allah
maha melihat. Tapi, bukan berarti bahwa Allah menakutkan karena kasih sayang Allah lebih
besar daripada siksaannya, bahkan dalam siksaannya pun ada kasih sayangnya. Maka dari itu
kita perlu merasakan keberadaan Allah juga bukan hanya Allah yang maha melihat
melainkan Allah maha pemaaf, maha pemberi petunjuk, maha penolong, dan sifat Allah
lainnya agar kita dapat merasakan bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang sempurna
dengan mengimani seluruh sifatnya.

● Ihsan Kepada Manusia

Terbagi menjadi 2 hukum, wajib dan sunnah.


1. Wajib: Berbuat kebaikan yang sifatnya wajib/ harus. Contohnya berbakti kepada
kedua Orang Tua dan berbuat baik kepada sesama Muslim lainnya.
2. Sunnah: Berbuat kebaikan kepada sesama yang apabila dilakukan menjadi tambahan
pahala, jika tidak dilakukan orang yang (akan) menerimanya tidak dalam bahaya.
Contohnya berinfaq.

Anda mungkin juga menyukai