Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rofiq Muharam Ishaq

NPM : 1710631190130
Kelas : 2 D ( Ilmu Komunikasi )
MK : Dasar – Dasar Logika

1. Jenis – Jenis Logika


a. Logika Alamiah/Kodratiah dan Ilmiah/Saintifika
Logika Alamiah, yaitu kecakapan dalam berlogika berdasarkan
kemampuan akal bawaan manusia.(Mundiri:2016:15). Setiap akal manusia yang
normal dapat bekerja secara spontan sesuai dengan hukum – hukum logika
dasar. Meskipun tingkat intelegensi seseorang itu rendah, tetapi dia dapat
membedakan sesuatu hal itu berbeda dengan suatu hal yang lain, dan
apapun yang bertentangan itu tidaklah sama. Kemampuan dalam berlogika
alamiah pada setiap orang itu berbeda – beda tergantung dari luasnya
pengetahuan orang tersebut. Contohnya seperti para politikus, ahli pidato,
mereka yang sering berukar pikiran dapat menyampaikan jalan pemikiran
mereka secara logis, meskipun barangkali mereka tidak pernah belajar atau
membuka buku tentang Logika sekalipun.
Logika Ilmiah, yaitu logika yang bertugas membantu logika alamiah.
Logika ini memperhalus, mempertajam, serta menunjukan jalan pemikiran
agar akal dapat bekerja lebih teliti, efisien, mudah dan aman. (Mundiri:2016:15).
Dalam menghadapi suatu permasalahan yang rumit dan dalam berpikir,
kebanyakan manusia dipengaruhi oleh kecenderungan pribadi disamping itu
dengan terbatasnya pengetahuan manusia yang mengakibatkan tidak
mungkin terhindar dari kesalahan. maka dari itu logika ilmiah bertugas
membantu logika alamiah, karena dalam logika ini manusia menyusun
hukum – hukum patokan – patokan, rumus-rumus berpikir lurus. Logika ini
dimaksudkan untuk menghindari kesesatan pemikiran atau mengurangi
kekeliruan.
b. Logika Klasik/Tradisional dan Modern
Logika Klasik, adalah logika Aristoteles, dan Logika dari pada Logikus
yang lebih kemudian, tetapi masih mengikuti sistem dari logika Aristoteles.
Para Logikus setelah Aristoteles tidak membuat perubahan ataupun
menciptakan sistem baru dalam berlogika, kecuali hanya membuat komentar
yang menjadikan Logika Aristoteles lebih elegant dengan sekedar
mengadakan perbaikan-perbaikan dan membuang hal-hal yang tidak penting
dari Logika Aristoteles.(Mundiri:2016:16). Dalam pandangan logika Aristoteles,
logika itu adalah sebuah alat untuk mempraktikan ilmu. Aristoteles
mengembangkan suatu aturan-aturan untuk penalaran silogistik yang benar.
Menurutnya, suatu silogisme adalah suatu argument yang terbentuk dari
pernyataan-pernyataan dengan salah satu atau keempat bentuk berikut :
Semua A adalah B (Universal Affirmative).
Tidak A adalah B (Universal Negative).
Beberapa A adalah B (Particular Affirmative).
Beberapa A adalah tidak B (Particular Negative).
Suatu silogisme yang berbentuk sempurna disebut well-formed syllogism
jika ia memiliki dua buah premis dan satu kesimpulan, di mana setiap
premis memiliki satu pokok (term) bersama dengan kesimpulan dan satu
lagi pokok bersama dengan premis lainnya.
Logika Modern, tumbuh dan dimulai pada abad XIII. Mulai abad ini
sistem baru ditemukanmetide yang baru yang berlainan dengan Logika
Aristoteles. Dimulai saat Raymundus Lullus menemukan metode yang
disebut Ars magna(Mundiri:2016:16). yaitu jenis logika yang menerapkan prinsip-
prinsip matematik terhadap logika tradisional dengan menggunakan
lambang-lambang (non-bahasa). Dengan kata lain logika jenis ini
menggunakan cara berpikir matematis. Fakta yang dipakai adalah fakta-
fakta obyektif yang andal, sehingga daya tahan logika ini agak lama.
Dengan kata lain logika jenis ini mempelajari hukum-hukum, prinsip-
prinsip, dan bentuk-bentuk pikiran manusia yang jika dipatuhi akan
membimbing manusia untuk mencapai kesimpulan-kesimpulan yang lurus
dan sah (Suwardi Endraswara: 2012: 181-186). Sebagai contoh:
A > B (A lebih besar dari B)
A = C (A sama dengan C)
C > B (C lebih besar dari B) atau B < C (B lebih kecil dari C)
c. Logika Formal dan Material
Logika Formal, yaitu cara berfikir deduktif yang mempelajari dasar –
dasar persesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dalam
mempergunakan hukum-hukum, rumus-rumus, patokan-patokan berpikir
yang benar(Mundiri:2016:16). Disebut deduktif karena pembuktian diambil dari
premis mayor yang dipandang mutlak benar, untuk membuktikan kasus
(yang disebut premis minor) dan apabila terdapat kecocokan (dalam makna
implisit) dengan premis mayor, maka kesimpulan kasus itu benar.
Sedangkan disebut formil karena kebenaran diuji berdasarkan sinkrunnya
proposisi-proposisi mayor-minor dan term tengahnya, bukan diuji
berdasarkan kebenaran materiil(Noeng Muhadjir:2011:23-24). Contoh:
Semua manusia (subyek mayor) dapat mati (predikat mayor)
Si Ali (term tengah) itu manusia (subyek mayor)
Jadi: Si Ali (term tengah) dapat mati (predikat mayor)
Susunan penalaran diatas adalah tepat sebab konklusinya diturunkan secara
logis dari titik pangkalnya.
Logika Material, yaitu cara berpikir induktif yang mempelajari dasar-
dasar persesuaian pemikiran dengan kenyataan. Ia menguji hasil pekerjaan
dari logika formal dengan menguji benar tidaknya sesuai dengan kenyataan
empiris(Mundiri:2016:16). Logika jenis ini disebut materiil karena pembuktian
kebenaran berdasarkan bukti empiris. Kebenarannya didasarkan pada
cocoknya rasio dengan bukti empiris. Logika ini juga disebut axiomatik
karena pembuktian kebenaran berdasar axioma atau kebenaran universal.
Contohnya:
Semua binatang adalah makhluk hidup.
Kucing adalah makhluk hidup.
Jadi, kucing adalah binatang.

Kalau kita sesuaikan dengan kenyataan, jelaslah bahwa isi dari tiga
pertanyaan yang membentuk argumen di atas adalah benar (sesuai dengan
kenyataan) dengan demikian argumen tersebut memiliki kebenaran isi. 
d. Logika Deduktif dan Induktif
Logika Deduktif, adalah suatu cara penarikan simpulan pada suatu proses
berpikir yang sebaliknya dari logika induktif. Dalam proses berpikir ini dari
pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus.
Penarikan simpula deduktif biasanya mempergunakan pola pikir
silogismus(Fuad Ihsan:2015:124). Contoh silogismus :
- Semua logam jika dipanaskan akan memuai (premis mayor)
- Besi termasuk logam (premis minor)
- Maka jika besi dipanaskan akan memuai (konklusi)
Kunci untuk mengerti argumen di atas adalah istilah “Logam” pada
pernyataan pertama dan pernyataan kedua. Artinya kalau diketahu bahwa
“Semua logam jika dipanaskan akan memuai” dan “Besi termasuk logam
maka konsekuensi logisnya adalah “Maka jika besi dipanaskan akan
memuai”. Kesimpulan bahwa “Besi dipanaskan akan memuai” merupakan
hasil analisa dari dua pernyataan alasan (“Semua logam jika dipanaskan
akan memuai”). Silogismus menjadi cara untuk menyelidiki identitas atau
diversitas dua konsep objektif dengan memperbandingkannya dengan
konsep ketiga secara berurutan.
Logika Induktif, adalah suatu cara penarikan simpulan pada suatu proses
berpikir dengan menyimpulkan suatu yang bersifat umum dari berbagai
kasus yang bersifat individual. Suatu penalaran dengan logika induktif
dimulai dengan mengemukakan pernyataan-penyataan yang mempunyai
ruang lingkup yang khas dan terbatas sebagai argumentasi dan kemudian
diahkiri dengan pernyataan umum(Fuad Ihsan:2015:123). Penalaran induktif adalah
proses penarikan kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/banyak)
atas dasar pengetahuan tentang kasus-kasus individual (khusus). Penalaran
induktif berkaitan erat dengan pengamatan inderawi (observasi) atas kasus-
kasus sejenis lalu disusunlah pernyataan-pernyataan yang sejenis pula
sebagai dasar untuk menarik kesimpulan yang berlaku umum. Misalnya
observasi terhadap 10 batang logam yang dipanasi berturut-turut dengan
hasil “sama” yakni memuai. Pengamatan itu secara formal dapat disusun
sebagai suatu bentuk penalaran formal sebagai berikut:
Logam 1 dipanasi dan memuai.
Logam 2 dipanasi dan memuai.
Logam 3 …
Logam 10 dipanasi dan memuai.
Jadi, semua logam dipanasi dan memuai.
Dari contoh di atas terlihat bahwa kesimpulan dalam penalaran induktif
merupakan generalisasi sehingga kesimpulan itu pasti lebih luas dari premis
atau titik pangkal pemikiran. Dengan demikian selalu ada bahaya bahwa
orang menarik kesimpulan umum dari alasan yang tidak mencukupi, atau
menganggap sudah pasti sesuatu yang belum pasti. Generalisasi tergesa-
gesa dapat menjerumuskan kita sehingga kita menarik kesimpulan umum
tentang sesuatu yang sebenarnya tidak berlaku umum. Untuk itu perlu
dipelajari secara ilmiah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar dari jumlah
kejadian yang kecil atau sedikit – sebagai sample kita dapat menarik
kesimpulan yang berlaku umum tanpa melanggar kebenaran.
Deduksi Induksi
Proses pemikiran yang di dalamnya
akal kita bertolak dari pengetahuan Proses pemikiran yang di
tentang beberapa dalamnya akal kita bertolak dari
kejadian/peristiwa/hal yang lebih pengetahuan yang lebih “umum”
konkret atau “khusus” lalu untuk menyimpulkan hal yang
menyimpulkan hal yang lebih lebih “khusus”.
“umum”.
Kesimpulan dalam penalaran
Kesimpulan dalam penalaran
deduktif bersifat analitis karena itu
induktif bersifat generalisasi,
pasti seratus persen kalau
sintesis karena itu tidak menjamin
argumentasinya sahih dari sudut
kepastian mutlak.
logika formal.
Penalaran induktif tidak bersifat Penalaran deduktif bersifat sahih
sahih/tidak sahih melainkan apakah kalau kesimpulan relevan pada
satu penalaran induktif lebih
probabel (tergantung sampel yang
dijadikan alasan penyimpulan) dari
yang lain. Tinggi rendahnya kadar alasan/premis atau tidak sahih
kebolehjadian dalam kesimpulan kalau kesimpulan tidak relevan
bergantung pada alasan. Kalau pada proses.
alasan cukup, kesimpulan benar,
kalau alasan tidak cukup
kesimpulan mungkin benar.
Penalarn induktif tidak bisa siap Penalaran deduktif adalah dasar
dipakai untuk membenarkan untuk membangun dan menilai
induksi. prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.

2. Kegunaan Logika
Logika membantu manusia berpikir lurus, efisien, tepat dan teratur untuk
mendapatkan kebenaran dan menghindari kekeliruan(Mundiri:2016:17). Jadi dalam
menjalankan kehidupan logika itu hal yang sangat penting, menunjukan apa
itu kebenaran yang lurus, menghindari dari pikiran – pikiran yang
menyesatkan tentunya dengan tidak mengesampingkan nurani. Mendidik
manusia bersikap objetif tegas dan berani, menuntun untuk berpikir benar,
jauh dari prasangka emosi dan keyakinan seseorang. Merupakan suatu sikap
yang dibutuhkan dalam suasan dan tempat. Dengan logika juga, dapat
mengantarkan kita kepada siapa Dzat Yang Maha Kuasa yang berhak
disembah dan diyakini.
Daftar Pustaka

Mundiri, H. 2016. Logika. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada

Ihsan, H.A.Fuad. 2015. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rineka Cipta

Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu, Konsep, Sejarah, dan Pengembangan


Metode Ilmiah. Yogyakarta : PT. Buku Seru.

Muhadjir, Noeng. 2011. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistemologi, Axiologi First


Order, Second Order & Third Order of Logics dan Mixing Paradigms
Implementasi Methodologik (Edisi IV). Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin.

Anda mungkin juga menyukai