Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN KERJASAMA INDONESIA DENGAN RUSIA

Kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Rusia pada masa


pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dimulai ketika pemerintah
Rusia menawarkan kerjasama pertahanan dengan Indonesia pada tahun 2005.
Indonesia dan Rusia sepakat untuk membentuk Komisi Kerjasama Teknik Militer
(KKTM). Pembentukan KKTM ditandatangani dalam Sidang Komisi Pertama di
Rusia pada tanggal 22 September 2005.
Penentuan dan pelaksanaan kerjasama pertahan militer Indonesia dengan
Rusia pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono sangat dipengaruhi
oleh kondisi pertahanan militer negara yang mencakup perkembangan alutsista
indonesia saat ini. Walaupun Amerika telah mencabut embargo terhadap
Indonesia, hal ini tidak menutup Indonesia tetap melakukan kerjasama
pertahanan militer dengan Rusia, dan tetap berhubungan baik dengan Amerika
Serikat. Kerjasama pertahanan ini juga bermanfaat bagi Indonesia selanjutnya,
karena Indonesia tidak hanya tergantung pada satu negara saja dalam hal
pengadaan peralatan teknik militer dan penyediaan persenjataan.
Kerjasama dengan Rusia bukan berarti Indonesia telah mengubah
kebijakan luar negeri yang selama ini cenderung ke Barat. Tetapi, menunjukkan
bahwa membuka kerjasama dengan Rusia adalah upaya pelurusan kembali
praktek kebijakan politik luar negeri yang bebas aktif. Indonesia tidak pernah
memusuhi barat dan Amerika Serikat. Tetapi Indonesia menjaga keseimbangan
dalam memenuhi kebutuhan yang besar agar tidak selalu terhambat. Baik oleh
hambatan politik atau hambatan lainnya.1
Dimata negara-negara Asia Tenggara, Indonesia disebut sebagai
bangsa yang besar. Besar karena luas wilayah darat dan perairannya, besar juga
karena jumlah penduduknya. Jumlah alutsista (alat utama sistem senjata) untuk
melakukan pengamanan, tidak sebanding dengan luas wilayah NKRI. Untuk
menghadapi situasi dan perkembangan ancaman maupun bentuk perang yang
tidak lagi konvensional, penguasaan atas teknologi bagi TNI merupakan suatu
keharusan. Tetapi kondisi riil alutsista TNI masih sangat memprihatinkan, karena
Kerjasama Indonesia-Rusia Dalam Bidang Pertahanan Militer 2004-2009 (Rindu)
sebagian besar alat utama sistem pertahanan mereka adalah warisan peralatan
tahun 1960-an, 1970-an dan 1980-an.
Sistem persenjataan Tentara Nasional Indonesia terutama setelah hampir
empat belas tahun diembargo oleh sejumlah negara produsen khususnya
Amerika Serikat menunjukkan kondisi yang sudah tidak layak guna. Sudah
seharusnya pemerintah meremajakan secara bertahap semua alat utama sistem
senjata (alutsista) tidak layak pakai yang dapat membahayakan keselamatan
prajurit. Hanya 40-50% kesiapan operasional minimum sistem persenjataan TNI
saat ini diseluruh matra angkatan, persentase tersebut jauh di bawah persentase
kesiapan minimal operasional TNI. Dapat dikatakan separuh kekuatan peralatan
utama sistem persenjataan (alutsista) TNI tidak sanggup beroperasi maksimal.
Penyebabnya, baik karena faktor usia peralatan maupun terbatasnya pengadaan
komponen dan suku cadang. Alutsista yang dipakai TNI AL dan AU sampai
sekarang 70 persen buatan Amerika Serikat.2
Kesenjangan antara kebutuhan dan alokasi anggaran yang ada
mengharuskan Indonesia melakukan kerja sama teknologi alat-alat militer dengan
negera-negara yang memiliki kemampuan teknologi kemiliteran yang jauh lebih
maju daripada Indonesia. Menunggu Amerika Serikat mencabut secara penuh
embargonya memerlukan waktu yang lama, sementara kebutuhan pertahanan
Indonesia semakin mendesak.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian secara
kualitatif dengan menggunakan model eksplanatif analisis, yaitu bersifat
menjelaskan secara rinci pokok permasalahan dan menjelaskan secara
keseluruhan variabel-variabel hasil yang telah diamati berdasarkan kerangka
pemikiran yang digunakan Penelitian ini lebih ditekankan pada perkembangan
politik luar negeri yang telah dibuka kembali oleh Indonesia terhadap rusia dalam
bidang pertahanan pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang
Yudhoyono tahun 20042009.
Dalam pengumpulan data-data yang dibutuhkan peneliti menggunakan
studi kepustakaan (library research), dengan merujuk pada buku-buku, artikel,
jurnal, dan berita-berita media yang relevan. Dalam mengumpulkan data-data
tersebut peneliti lebih banyak memanfaatkan media internet sebagai source of
data, karena keterbatasan peneliti untuk mencari data-data yang original, ataupun
untuk melakukan wawancara serta orbservasi langsung.
Untuk semakin mengarahkan penelitian ini dalam mengkaji fenomena yang
ada diperlukan teori yang relevan dengan fenomena yang akan dianalisa pada
penelitian ini. Dalam dimensi kebijakan luar negeri suatu negara, dikenal teori
Policy Influencer System yang diajukan oleh William D. Coplin. Teori ini digunakan
Coplin untuk menganalisis hubungan antara para pengambil keputusan politik luar
negeri dengan policy influencers yang berada dalam konteks politik dalam negeri
dan juga dalam kajian perbandingan pembuatan kebijakan luar negeri antar
negara.3 Coplin memandang teori ini ini sebagai salah satu kunci untuk
memahami efek perilaku aktor politik domestik terhadap pengambilan keputusan
kebijakan luar negeri dengan menganalisi hubungan keduanya. Aktor politik
domestik disebut Coplin sebagai policy influencers.
Hubungan antara pengambil keputusan dengan policy influencers terjadi
secara timbal balik.4 Di satu sisi, pengambil keputusan membutuhkan policy
influencers karena mereka merupakan sumber dukungan baginya. Di sisi lain,
policy influencers membutuhkan pengambil keputusan untuk mempermudah jalan
tuntutannya diputuskan sebagai suatu kebijakan. Apabila tuntutan policy
influencers tidak dipenuhi pengambil keputusan, maka dapat dipastikan sebagian
atau bahkan seluruh dukungan policy influencers kepada pengambil keputusan
akan hilang. Pengambil keputusan tidak selalu menanggapi tuntutan itu secara
positif. Tetapi, para pengambil keputusan pada akhirnya akan mengakomodasi
sampai batas tertentu untuk bisa mengabaikan tuntutan itu.
Coplin membedakan policy influencers menjadi empat macam.5 Pertama,
bureaucratic influencer, misalnya beberapa individu atau organisasi dalam
lembaga pemerintah yang membantu para pengambil keputusan dalam
menyusun dan melaksanakan kebijakan luar negeri. Anggota birokrasi yang
bertindak sebagai policy influencer kadang juga menjadi pengambil keputusan.
Kerjasama Indonesia-Rusia Dalam Bidang Pertahanan Militer 2004-2009
Bureaucratic influencer memiliki akses langsung kepada para pengambil
keputusan dengan memberikan informasi kepada mereka sekaligus
melaksanakan kebijakan luar negeri yang diputuskan. Karenanya, bureaucratic
influencer memiliki pengaruh sangat besar dalam pengambilan keputusan.
Kedua, partisan influencer, kelompok yang bertujuan untuk
menerjemahkan tuntutan-tuntutan masyarakat menjadi tuntutan-tuntutan politis
terkait kebujakan pemerintah. Kelompok tersebut berupaya mempengaruhi
kebijakan dengan cara menekan para penguasa dan dengan menyediakan orangorang
yang bisa berperan dalam pengambilan keputusan. Misalnya partai politik
dalam sistem demokrasi.
Ketiga. Interest influencer, yakni sekelompok individu yang bergabung
bersama karena mempunyai kepentingan yang sama. Interest influencer
memakai beberapa metode untuk membentuk dukungan terhadap
kepentingannya. Kelompok ini biasanya melancarkan kampanye dengan menulis
surat yang tidak hanya diarahkan kepada para pengambil keputusan, tapi juga
bureaucratic dan partisan influencer. Mereka juga bisa menjanjikan dukungan
financial atau mengancam menarik dukungan. Jika tidak berperan dalam
menentukan kebijakan luar negeri, interest influenver pasti berperan dalam
mengkritisi para pengambil keputusan kebijakan luar negeri.
Keempat, mass influencer, yang terwujud dalam opini publik yang dibentuk
oleh media massa. Para pengambil keputusan menggunakan opini publik bukan
untuk membentuk kebijakan luar negeri tetapi untuk merasionalisasinya.
Pendapat dari kelompok ini sering menjadi pertimbangan para pengambil
keputusan untuk menyusun kebijakan luar negeri. Keempat tipe policy influencers
itu tidak selalu memiliki pandangan sama terhadap suatu kebijakan. Perbedaan
juga kerap dimiliki oleh para pengambil keputusan.
Teori Coplin dapat digunakan dalam mengkaji proses pengambilan luar
negeri Indonesia, yaitu begitu kuatnya pengaruh (influence) dari kelompokkelompok
yang berada disekitar para pembuat keputusan (decisions maker)
dalam usaha mereka untuk meloloskan keinginan mereka agar diputuskan atau
dikeluarkan menjadi sebuah kebijakan luar negeri. Dalam hal ini, bureaucratic
influencers yang paling berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan atau
pembuatan kebijakan luar negeri Indonesia adalah Departemen pertahanan.
Dephan yang memberikan masukan kepada Presiden untuk membuka kembali
kerjasama pertahanan militer berdasarkan data-data yang dimilikinya sebagai
lembaga yang mewadahi TNI dalam hal kelengkapan dan persenjataan yang
bertujuan untuk ketahanan negara. Dephan sebagai salah aktor yang menerima
masukan dari setiap matra TNI mengenai kondisi kelengkapan persenjataan dan
peralatan yang TNI miiliki dan gunakan.
Sejarah Kerjasama Indonesia-Rusia
Tahun 1956 merupakan tonggak kesepakatan perdagangan pertama antara
Indonesia-Rusia. Hubungan diplomatik diantara kedua negara dimulai pada
tanggal 3 Februari 1950, pada saat Uni Soviet berada dibawah pemerintahan
Nikita Khruschev dan Indonesia berada dibawah kepemimpinan Presiden
Soekarno. Persamaan sikap dan pandangan antara pemimpin kedua negara
membuat persahabatan menjadi erat. Uni Soviet adalah negara pertama yang
mengakui kedaulatan RI. Pengakuan Uni Soviet terhadap kedaulatan RI diberikan
pada tanggal 26 Januari 1950.
Hubungan kerjasama Indonesia dengan Rusia terjalin diberbagai bidang,
seperti dalam bidang politik, ekonomi, kebudayaan, pendidikan, olahraga, dan
pertahanan militer. Dalam bidang pertahanan militer, Rusia memberikan
dukungan penuh terhadap Indonesia. Pada saat operasi pembebasan Irian Barat,
Uni Soviet memberikan dukungan militer bagi Indonesia. Kekuatan Angkatan Laut
(AL) meningkat 5 kali lipat, dengan didatangkannya peralatan tempur dari Rusia
seperti: 1 buah kapal penjelajah, 8 Destroyer, 12 kapal selam, termasuk 100 Tank
Amphibi PT-76. Sementara itu Angkatan Udara (AU) memiliki 160 pesawat
tempur, diantaranya: 30 buah pesawat pembom jarak jauh TU-16 KS, 50 TU-16,
80 buah Jet tempur MIG-19, dan MIG-17.6 Dalam bidang pendidikan, kedua
kepala negara sepakat untuk mendirikan Universitas Persahabatan Bangsa-
Bangsa di Moskow, yang kemudian berganti nama menjadi Universitas Patrice
SEJARAH NEGARA RUSIA
Sejarah bangsa Russia dimulai sejak jaman purba, ketika nenek moyang orang-orang Rusia, yaitu
Slavia, muncul di Eropa. Di wilayah Rusia, fosil manusia purba (homo sapiens) ditemukan yang
usianya diperkirakan 45-35 ribu tahun SM.
Sementara itu, sejarah Rusia sendiri dimulai sejak tahun 862 M ketika Pangeran Rurik
memerintah di Novgorod, Pada tahun 862 bangsa Slavia yang tinggal di utara sekitar Novgorod
selalu bertikai satu sama lainnya. Untuk mengakhiri permusuhan, mereka menghubungi
tetangganya di utara, yaitu bangsa Skandinavia yang disebut orang Rusia sebagai bangsa
Varangian yang dipimpin oleh Rurik. Rurik bersama pasukannya memasuki Novgorod dan
menjadi pemegang kekuasaan terhadap orang-orang Rusia.
Penerus Pangeran Rurik, seperti Pangeran Oleg meluaskan pemerintahannya hingga ke wilayah
utara dan menguasai Kiev. Pusat
pemerintahan dialihkan ke Kiev yang dijadikan sebagai ibukota. Pada awal abad X bangsa Slavia
yang sebelumnya terpisah-pisah, seperti Novgorod, Kiev dan lainnya bergabung di bawah
pemerintahan Pangeran Oleg dan pemerintahan tersebut disebut Rus.
Pada tahun 988 di masa pemerintahan Vladimir, Kiev Rus memeluk agama Orthodox dari
Yunani. Pemerintahan Kiev Rus berkembang baik di bidang ekonomi, perdagangan dan
hubungan dengan pemerintahan-pemerintahan yang ada di Eropa Barat dan lainnya. Selain itu
berkembang pula bidang pendidikan, antara lain munculnya tulisan bangsa Slavia setelah
masuknya agama Orthodox. Huruf tulisan Slavia tersebut diciptakan oleh dua orang pendeta
bersaudara, Kiril dan Mefodiy yang disebut Cyrillic.
Pada masa pemerintahan Yaroslav Mudry (Yaroslav the Wise), Kiev Rus menjadi salah satu
pemerintahan yang besar dan kota Kiev menjadi salah satu pusat kebudayaan terpenting di
Eropa. Kemudian pada masa pemerintahan Vladimir Monomakh, cucu Yaroslav Mudry, Kiev Rus
mengembangkan hubungan dengan Barat. Akan tetapi, setelah kematian Vladimir Monomakh
mulai terjadi perebutan kekuasaan di antara anak-anak dan cucu-cucunya sehingga Kiev Rus
terpecah-pecah dan runtuh. Selanjutnya, Kerajaan Kiev Rus berakhir setelah serangan Mongol
pada tahun 1237 oleh Batu Khan, cucu Genghis Khan.
Moskow yang saat ini menjadi ibukota Rusia, berdiri pada tahun 1147 oleh Pangeran Yury
Dolgoruky. Sementara itu, St. Petersburg
didirikan tahun 1703 oleh Kaisar Peter I sebagai kota pelabuhan dan pintu gerbang ke Eropa.
Pada masa pemerintahannya, Peter I melakukan reformasi kebijakan dalam dan luar negeri
pemerintahan Rusia, antara lain pembaharuan di tubuh angkatan bersenjata, aparatur
pemerintahan dan pendidikan. Pada tahun 1712 St. Petersburg dijadikan ibukota Rusia.
Pada masa imperator Aleksander II di Rusia dihapus sistem perbudakan tahun 1861. Pada tahun
1917 kekuasaan monarhi runtuh sebagai akibat Revolusi Februari dan Kaisar Nikolai II diminta
turun tahta dan pemerintahan beralih kepada pemerintahan sementara. Tanggal 1 (14
Gregorian) September 1917 berdasarkan dekrit Kepala Pemerintahan Sementara, Aleksandre
Kerensky, imperium Rusia beralih menjadi Republik Rusia.
Setelah Revolusi Februari 1917 pemerintahan sementara revolusi tidak dapat menghentikan
kekacauan di Rusia. Sebagai akibatnya,
pemerintahan Rusia dikuasai Partai Bolshevik (Partai Pekerja Sosial Demokrasi Rusia/RSDRP)
dibawah pimpinan Vladimir Lenin. Sementara itu, sebagai akibat revolusi 25 Oktober (7
November Gregorian) 1917, terbentuk Republik Soviet Rusia berdasarkan hasil keputusan
Kongres Dewan Seluruh Rusia ke-2.
Tahun 1918 hingga 1922 menjadi catatan penting dalam sejarah Rusia. Pada malam tanggal 16
ke tanggal 17 Juli 1918 di Yekaterinburg dieksekusi keluarga Tsar. Sedangkan pada tahun 1918-
1922 terjadi perang saudara antara penentang kaum Bolshevik (putih) dan pendukung kaum
Bolshevik (merah).
Pada tahun 1918-1922 terjadi perang saudara antara penentang kaum Bolshevik (putih) dan
pendukung kaum Bolshevik (merah).
Tanggal 30 Desember 1922 Soviet Rusia bersama Ukraina dan Belarus dan Federasi Wilayah
Kaukasus membentuk Uni Republik
Sosialis Soviet. Setelah kematian Lenin tahun 1924, pemerintahan dilanjutkan oleh Joseph Stalin.
Tahun 1929-1939 terjadi periode industrialisasi.
Tahun 1939-1940 sebagai akibat dari serangkaian aksi politik dan peperangan, beberapa wilayah
lainnya bergabung ke Uni Soviet, seperti Belarus barat, Ukraina barat, Moldova, Karelia barat
dan kawasan Baltik. Wilayah-wilayah tersebut sebelumnya pernah menjadi bagian Rusia.
Sehubungan dengan agresi menentang Finlandia, Uni Soviet dikeluarkan dari Liga Bangsa-
Bangsa.
Tanggal 22 Juni 1941 terjadi perang melawan Jerman. Jerman dan sekutunya berhasil menguasai
banyak wilayah, tetapi tidak dapat menguasai Moskow dan Leningrad. Peperangan berakhir
bulan Mei 1945. Setiap tanggal 9 Mei Rusia memperingati sebagai Hari Kemenangan atas
Jerman pada PD II.
Pertengahan abad XX merupakan era perang dingin antara blok timur yang dipimpin Uni Soviet
dan blok barat yang dipimpin Amerika Serikat. Uni Soviet dibantu oleh Pakta Warsawa. Sebagian
besar anggaran negara baik Uni Soviet maupun Amerika Serikat diperuntukan kebutuhan
persaingan persenjataan. Beberapa pemimpin Uni Soviet lainnya adalah Leonid Brezhnev, Yuri
Andropov dan Konstantin Chernenko.
Pada tahun 1985 pimpinan pemerintahan dipegang oleh Mikhail Gorbachev yang menggagas
glasnost/keterbukaan dan perestroika/
restukturisasi. Akan tetapi, politik tersebut menyebabkan krisis yang mendalam dan kehancuran
Uni Soviet, serta peralihan dari sosialis ke kapitalis. Negara-negara bagian Uni Soviet meminta
kepada pemerintah pusat untuk menjadi negara berdaulat. Pada tangal 12 Juni 1990 Kongres
Wakil Rakyat Soviet Rusia memutuskan Deklarasi pemerintahan berdaulat Soviet Rusia.
Pada tanggal 18 Agustus 1991 pihak konservatif Uni Soviet melakukan upaya penyelamatan
pemerintahan Soviet yang dilakukan oleh
Komisi Pemerintah Keadaan Darurat (GKCP) Uni Soviet. Tujuannya yaitu mengasingkan Mikhail
Gorbachev dari pemerintahan, pembatasan pembentukan demokratisasi 1990-1991 dan
pencegahan runtuhnya negara. Akan tetapi tanggal 21 Agustus pada saat aksi massa
besarbesaran, GKCP memerintahkan menarik pasukan militer dari Moskow yang menunjukan
kegagalan GCPK dalam menjaga kestabilan negara.
Kemudian negara-negara bagian Soviet menyatakan kedaulatannya dan keluar dari Uni Soviet.
Tanggal 8 Desember 1991 Kepala Soviet Rusia, Ukraina dan Belarus menandatangani
Persetujuan pembentukan Persemakmuran Negaranegara Merdeka (Commonwealth of
Independent States/CIS). Pada tanggal 25 Desember 1991 di Kremlin secara simbolis
berlangsung penggantian bendera Uni Soviet dengan bendera tiga warna Rusia.
Setelah Runtuhnya Uni Soviet, pemerintahan Federasi Rusia dipimpin oleh Presiden Boris Yeltsin
sejak tahun 1991. Pembangunan
politik Rusia saat itu diiringi dengan reformasi ekonomi. Akan tetapi hal ini tidak membawa
perkembangan pembangunan perekonomian Rusia yang berarti.
Pada awal tahun 1990-an sebagian besar perusahaan diprivatisasi. Kebijakan ini tidak dapat
membantu menutupi utang negara yang jumlahnya sangat besar. Pada bulan Agustus 1998
terjadi kemerosotan nilai mata uang Rusia, rubel tehadap mata uang utama dunia. Devaluasi
tahun 1998 sangat menyulitkan kehidupan rakyat Rusia. Mulai tahun 1999 perekonomian Rusia
mulai bangkit kembali.
Menjelang pergantian tahun 2000, Presiden Boris Yeltsin mengundurkan diri dan digantikan oleh
pejabat sementara Vladimir Putin.
Pada pemilihan presiden bulan Maret 2000, Putin terpilih menjadi Presiden Federasi Rusia. Putin
berupaya mengembalikan Rusia sebagai negara kuat dan berpengaruh di dunia.
Pada tahun 2000-an pemerintah melakukan serangkaian reformasi sosial dan ekonomi, seperti
perpajakan, pertanahan, dana pensiun, perbankan, ketenagakerjaan, energi listrik dan
transportasi kereta api.
Pada saat itu, dalam ekonomi Rusia terjadi kestabilan anggaran negara, pertumbuhan GDP,
pertumbuhan produksi industri dan pertanian, pembangunan, pendapatan penduduk yang
nyata dan juga penurunan inflasi.
Untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup rakyat, pada bulan September 2005
dicanangkan Program Nasional yang dititikberatkan pada sektor kesehatan, pendidikan,
perumahan dan pertanian. Pada tahun 2000-2008 terjadi pertumbuhan ekonomi Rusia,
investasi, pendapatan penduduk sebagai hasil dari reformasi yang dilakukan, kestabilan politik
dan juga peningkatan harga barang-barang ekspor Rusia.
Sejak menjabat sebagai presiden, Putin memperkuat pemerintahan pusat atau federal dan
melakukan nasionalisasi sejumlah perusahaan. Hal ini untuk memperbesar pengaruh
pemerintah pusat dan menghindari perpecahan Rusia.
Pada bulan Mei 2012, Vladimir Putin, kembali terpilih menjadi Presiden Federasi Rusia, dan
Dmitry Medvedev terpilih sebagai Perdana Menteri.

Anda mungkin juga menyukai