Anda di halaman 1dari 6

Lima Bentuk Kejujuran Menurut Imam Ghazali oleh Habib Ali Akbar bin Aqil Published on June 16,

2011 in Artikel Islam.

Kata dan tema kejujuran tengah menjadi buah bibir banyak orang. Di koran, televisi, warung, ruang perkuliahan, kejujuran hadir dengan gaung yang membahana. Kita seakan baru mengenal kata dan sifat mulia, jujur. Entah karena seringnya berseliweran dusta dan kebohongan oleh perilaku kita sendiri ataukah karena seringnya kita dibohongi sehingga kita menjadi heboh dengan kejujuran. Padahal, melakukan dan mengucapkan kebenaran telah diajarakan dalam Kitab Suci. Melaksanakan dan melafalkan dengan penuh kejujuran telah diungkap oleh Rasulullah. Padahal, mengamalkan dan melontarkan kebenaran telah disinggung oleh para Ulama. Allah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (Qs. At-Taubah 119). Rasulullah SAW bersabda, Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa pada surga. (HR. Bukhari). Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad berkata, Langkah awal kejujuran itu adalah menjauhi dusta di semua ucapan. Kejujuran menjadi pintu masuk dalam perbuatan, niat, kenyataan hidup, dan di semua lini kedudukan. Imam Al-Ghazali menyebut ada Lima Bentuk Kejujuran. Pertama, jujur dalam ucapan. Tiap kata yang meluncur dari bibir dan lisan seseorang wajib memuat dan mengandung kebenaran. Bukan gunjingan, gossip, dan fitnah. Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendakah ia berkata yang baik atau diam. (HR. Bukhari-Muslim) Kedua, jujur dalam berniat. Tanda niat yang benar, salah satu tandanya, berbanding lurus dengan perbuatan di lapangan kehidupan. Niat saja belum cukup jika tidak diiringi dengan kemauan dan kejujuran bahwa dirinya akan berupaya sekuat tenaga mewujudkan niatnya tersebut. Dalam kasus contekan masal beberapa waktu lalu, menjadi pertanyaan besar buat kita, apakah selama ini para guru dan orangtua telah membiasakan siswa dan anak-anaknya untuk memasang niat yang baik dalam mencari ilmu? Apakah niat mereka sudah tepat yaitu mencari ilmu karena Allah ataukah supaya memperoleh nilai yang bagus, lalu lulus, dan selanjutnya memperoleh gelar dan ijazah? Dari niat, semuanya berawal dan padanya berakhir. Ketiga, jujur dalam kemauan. Jujur dalam kemauan merupakan usaha agar terhindar dari kesalahan-kesalahan

dalam menyampaikan kebenaran. Berpikir masak sebeleum bertindak, menimbang baik-buruk dengan kacamata Allah adalah tanda jujur dalam kemauan ini. Pada saat seseorang telah jujur dalam kemauan, tidak ada hal yang ingin ia gapai selain melakukan perkara yang dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Keempat, jujur dalam menepati janji. Janji adalah hutang, demikian kalimat yang sering terngiang. Karena hutang, maka wajib untuk dibayar sesuai dengan nilainya. Menepati janji bukan sembarang sikap. Menepati janji berarti mempertaruhkan harkat dan martabat dirinya di hadapan orang lain demi memberi keyakinkan pada orang tersebut bahwa ia sanggup untuk membayarnya. Dengan sikap jujur, janji akan tertunai dan amanah akan dijalankan. Kelima, jujur dalam perbuatan. Sebagaimana Al-Ghazali menerbitkan makna jujur dalam niat dan perkataan, pada traktak bentuk kejujuran yang kelima ini, Ghazali menggarisbawahi agar kita melengkapi diri dengan jujur dalam perbuatan. Ucapan yang baik dan niat tulus akan menjadi semakin indah jika ada wujud amal dalam kenyataan. Jujur dalam perbuatan artinya memperlihatkan sesuatu apa-adanya. Tidak berbasabasi. Tidak membuat-buat. Tidak menambah dan mengurangi. Apa yang ia yakini sebagai kejujuran dan kebenaran, ia jalan dengan keyakinan kuat bahwa Allah bersama orang-orang yang benar-benar benar. Ibu Siami baru melewati sebagian bentuk kejujuran dalam pandangan Imam Al-Ghzali, kejujuran dalam mengungkap sebuah fakta yang mencoreng dunia pendidikan nasional di tanah air. Ada bentuk-bentuk kebenaran yang menunggu untuk kita laksanakan. Mampukah kita ?

http://blog.its.ac.id/syafii/2011/06/16/lima-bentuk-kejujuran-menurut-imam-ghazalioleh-habib-ali-akbar-bin-aqil/

Lima Bentuk Kejujuran


On June 16, 2011, in Nasehat, Pengertian, by majelisvirtual oleh Ali Akbar Bin Agil pada 16 Juni 2011 jam 12:12 Kata dan tema kejujuran tengah menjadi buah bibir banyak orang. Di koran, televisi, warung, ruang perkuliahan, kejujuran hadir dengan gaung yang membahana. Kita seakan baru mengenal

kata dan sifat mulia, jujur. Entah karena seringnya berseliweran dusta dan kebohongan oleh perilaku kita sendiri ataukah karena seringnya kita dibohongi sehingga kita menjadi heboh dengan kejujuran. Padahal, melakukan dan mengucapkan kebenaran telah diajarakan dalam Kitab Suci. Melaksanakan dan melafalkan dengan penuh kejujuran telah diungkap oleh Rasulullah. Padahal, mengamalkan dan melontarkan kebenaran telah disinggung oleh para Ulama. Allah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. (Qs. At-Taubah 119). Rasulullah SAW bersabda, Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa pada surga. (HR. Bukhari). Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad berkata, Langkah awal kejujuran itu adalah menjauhi dusta di semua ucapan. Kejujuran menjadi pintu masuk dalam perbuatan, niat, kenyataan hidup, dan di semua lini kedudukan. Imam Al-Ghazali menyebut ada Lima Bentuk Kejujuran. Pertama, jujur dalam ucapan. Tiap kata yang meluncur dari bibir dan lisan seseorang wajib memuat dan mengandung kebenaran. Bukan gunjingan, gossip, dan fitnah. Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendakah ia berkata yang baik atau diam. (HR. Bukhari-Muslim) Kedua, jujur dalam berniat. Tanda niat yang benar, salah satu tandanya, berbanding lurus dengan perbuatan di lapangan kehidupan. Niat saja belum cukup jika tidak diiringi dengan kemauan dan kejujuran bahwa dirinya akan berupaya sekuat tenaga mewujudkan niatnya tersebut. Dalam kasus contekan masal beberapa waktu lalu, menjadi pertanyaan besar buat kita, apakah selama ini para guru dan orangtua telah membiasakan siswa dan anak-anaknya untuk memasang niat yang baik dalam mencari ilmu? Apakah niat mereka sudah tepat yaitu mencari ilmu karena Allah ataukah supaya memperoleh nilai yang bagus, lalu lulus, dan selanjutnya memperoleh gelar dan ijazah? Dari niat, semuanya berawal dan padanya berakhir. Ketiga, jujur dalam kemauan. Jujur dalam kemauan merupakan usaha agar terhindar dari kesalahan-kesalahan dalam menyampaikan kebenaran. Berpikir masak sebeleum bertindak, menimbang baik-buruk dengan kacamata Allah adalah tanda jujur dalam kemauan ini. Pada saat seseorang telah jujur dalam kemauan, tidak ada hal yang ingin ia gapai selain melakukan perkara yang dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Keempat, jujur dalam menepati janji. Janji adalah hutang, demikian kalimat yang sering terngiang. Karena hutang, maka wajib untuk dibayar sesuai dengan nilainya. Menepati janji bukan sembarang sikap. Menepati janji berarti mempertaruhkan harkat dan martabat dirinya di hadapan orang lain demi memberi keyakinkan pada orang tersebut bahwa ia sanggup untuk membayarnya. Dengan sikap jujur, janji akan tertunai dan amanah akan dijalankan.

Kelima, jujur dalam perbuatan. Sebagaimana Al-Ghazali menerbitkan makna jujur dalam niat dan perkataan, pada traktak bentuk kejujuran yang kelima ini, Ghazali menggarisbawahi agar kita melengkapi diri dengan jujur dalam perbuatan. Ucapan yang baik dan niat tulus akan menjadi semakin indah jika ada wujud amal dalam kenyataan. Jujur dalam perbuatan artinya memperlihatkan sesuatu apa-adanya. Tidak berbasabasi. Tidak membuat-buat. Tidak menambah dan mengurangi. Apa yang ia yakini sebagai kejujuran dan kebenaran, ia jalan dengan keyakinan kuat bahwa Allah bersama orang-orang yang benar-benar benar. Ibu Siami baru melewati sebagian bentuk kejujuran dalam pandangan Imam Al-Ghzali, kejujuran dalam mengungkap sebuah fakta yang mencoreng dunia pendidikan nasional di tanah air. Ada bentuk-bentuk kebenaran yang menunggu untuk kita laksanakan. Mampukah kita ?

http://majelisvirtual.com/2011/06/16/lima-bentuk-kejujuran/

Bersama Para Salaf Terdapat banyak ungkapan tentang kejujuran dan hakikatnya yang disampaikan oleh para salaf, di antaranya sebagai berikut:

1. Umar radhiyallahu anhu berkata, Kalian wajib untuk jujur,meskipun membawamu kepada kematian. 2. Dan perkataan beliau yang lainnya, Kejujuran yang membuatku menjadi terhina lebih aku sukai daripada kedustaan yang mengangkat kedudukanku. 3. Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, Jika engkau ingin menjadi orang-orang yang benar (jujur) maka wajib atasmu sikap zuhud dalam urusan dunia dan menahan diri dari menyakiti ahlul millah (sesama muslim). 4. Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, Seandainya kejujuran diletak- kan pada luka, maka tentu luka itu akan sembuh. 5 Abu Said al Qurasyi rahimahullah berkata, Orang jujur adalah orang yang siap menghadapi kematian dan dia tidak malu terhadap keburukan dirinya seandainya tersingkap, sebagaimana firman Allah, Katakanlah, Jika kamu (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untukmu di sisi Allah, bukan untuk orang lain, maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar. (QS. Al-Baqarah:94); 6. Abdul Wahid bin Zaid rahimahullah berkata, Jujur adalah menepati janji ter-hadap Allah dengan beramal. 7. Bisyar al-Haafi rahimahullah mengatakan, Barang siapa yang bermuamalah dengan Allah I secara jujur maka dia akan merasa sepi dari manusia. Dan juga dikatakan, Jujur adalah kesesuaian antara yang tersembunyi dengan yang terucap. 8. Dikatakan juga bahwa jujur adalah kesamaan antara yang disembunyikan dengan yang tampak. Artinya bahwa orang yang berdusta adalah orang yang menampak-kan kebaikan tetapi batinnya menyembunyikan keburukan seperti halnya orang munafik yang secara lahir adalah seperti orang yang baik padahal batinnya tidak demikian. 9. Ada sebagian yang mengatatakan, Kejujuran adalah mengucapkan kebenaran dalam kondisi yang membahayakan. 10. Ada pula yang lain mengatakan, Jujur adalah berkata benar di hadapan orang yang kau takuti dan kau harapkan. 11. Ada pula seseorang yang berkata, Barang siapa yang tidak melakukan kewajiban yang kontinyu, maka tidak akan dapat melaksanakan kewajiban yang temporer. Ditanyakan, Apakah kewajiban yang kontinyu itu? Lalu dijawab, Jujur. 12. Dikatakan pula, Barang siapa yang mencari keridhaan Allah dengan jujur maka Allah akan memberikan kepadanya cermin yang dengannya dia bisa melihat yang haq dan yang batil. 13. Juga dikatakan, Wajib atasmu berlaku jujur meskipun engkau khawatir bahwa jujur itu akan memberikan madharat kepadamu, padahal sesungguhnya dia akan memberikan manfaat

kepadamu. Dan tinggalkan dusta meskipun engkau melihat bahwa dusta itu memberimu manfaat, sebab ia jutru akan mendatangkan madharat kepadamu. Macam dan Buah Kejujuran Kejujuran ada bermacam-macam dan bukan hanya satu macam saja. Oleh karena itu merupakan kekeliruan jika ada orang yang berkeyakinan bahwa jujur itu hanya terbatas pada lisan saja. Yang benar adalah kejujuran itu ada dalam ucapan, perbuatan dan segenap keadaan. Imam Ibnul Qayyim berkata, Orang yang jujur adalah orang yang segala urusannya adalah kejujuran, baik dalam ucapan, perbuatan dan keadaannya. Penjelasan secara global dari tiga macam kejujuran ini yaitu: 1. Jujur dalam ucapan ialah lurusnya lisan di dalam berbicara sebagaimana sesuainya ranting dengan batang pohon. 2. Jujur dalam perbuatan yaitu kesesuaian perbuatan dengan perintah dan mutabaah (selaras) sebagaimana kesesuaian kepala dengan badan; 3. Jujur dalam keadaan yaitu kesesuaian perbuatan hati dan anggota badan dengan keikhlasan, dengan memanfaat-kan kesempatan dan mencurahkan kemampuan secara maksimal. Dengan ini semua maka seorang hamba akan tergolong sebagai hamba yang jujur dengan sebenarnya. Dengan melaksanakan segala macam kejujuran tersebut secara utuh dan terus menegakkannya, maka akan diperoleh predikat shiddiqiyyah. Oleh karena itu Abu Bakar radhiyallahu anhu mendapat gelar as-Shiddiq secara mutlak dan beliau telah meraih puncak kejujuran (shiddiqiyyah) yang tertinggi. (Madarij as-Salikin 2/270). Ke tiga macam kejujuran di atas dapat dijelaskan secara lebih terinci sebagai berikut:
http://salam-online.web.id/2007/03/06/kejujuran-4.html

Anda mungkin juga menyukai