Anda di halaman 1dari 19

PSIKOLOGI PAKAIAN IHRAM

Oleh: Lydia Vania Maimuunissa


NIM: 11170700000188
No. HP: 0895361069203
Email: Ldyvania@yahoo.co.id

Abstrak

Pakaian ihram yang berwarna putih identik dengan kesucian sehingga memunculkan
positive-thinking yang merupakan aktivitas berpikir yang dilakukan bertujuan untuk
membangkitkan aspek positif dalam diri yang berupa semangat, potensi, keyakinan, dan tekad
yang lalu mengantarkan diri kita menghasilkan perasaan dan perilaku yang baik. Terdapat 7
indikator positive-thinking menurut Dornan dan Maxwell yaitu Kepemimpinan, Ketekunan, Self-
Confidence, Inisiatif, Kreativitas, Produktivitas, Perkembangan. Sedangkan menurut Muhsin ada 4
indikator yaitu Keberanian & Mandiri, Paham Emosi, Action-Oriented, dan Bersyukur & Sabar.
Ada 3 ciri-ciri positive-thinking menurut Elfiky yaitu Memandang realistis masalah,
berprasangka baik dan optimis, dan Tindakannya rasional. Menurut Albrecht positive-thinking
memiliki 4 aspek yaitu Harapan yang positif, Afirmasi diri, Non-Judgement Thinking, dan
Realistic Adaptation.
Ketika seseorang memakai pakaian ihram, identitas diri sehari-harinya ditinggalkan dan
muncul identitas sesungguhnya. Self-Identity adalah suatu persepsi subjektif terhadap diri sendiri
yang konsisten dan dapat berkembang maupun berubah dari waktu ke waktu. Identitas diri berusaha
menunjukkan keluar siapa dirinya, bagaimana Ia mau dikenal oleh orang lain.
Aspek self-identity menurut Marcia ada 4 yaitu Achievement, Foreclosure, Moratorium, dan
Diffussion. Terdapat 2 dimensi self-identity yaitu Ideologi dan Interpersonal. Dimensi ideologi
mengandung indikator pekerjaan atau karir, gaya hidup. Politik, dan agama. Dimensi interpersonal
mengandung indikator pasangan, persahabatan, rekreasi, dan peran jenis kelamin. Self-identity
dalam perspektif islam ditinjau dari Q.S. Sajadah ayat 7-9 dan Q.S. Luqman ayat 20.

Kata kunci: pakaian ihram, positive-thinking, self-identity.

1
PENDAHULUAN
Semua orang yang beriman kepada Allah Subhanallahu Wa Ta’ala meyakini kalau dimana
pun dan kapan pun Ia berdoa pasti akan didengar oleh-Nya. Jadi mengapa harus pergi jauh-jauh dan
mengeluarkan ongkos yang banyak ke Arab sana untuk berdoa dan beribadah? Ya, karena itu sudah
ketetapan dari Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, dan kita manusia tidak berhak menentangnya sekecil
apapun, karena sesungguhnya kecil maupun besar ketetapan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala pasti
bermaksud memberikan yang terbaik bagi seluruh hamba-Nya.
Pergi menunaikan ibadah haji maupun umrah sebenarnya memiliki makna pulang menuju
rumah Allah Subhanallahu Wa Ta’ala karena diciptakan oleh-Nya dan akan kembali kepada-Nya
pula. Maka seharusnya ibadah haji dan umrah merupakan kepulangan umat muslim yang sangat
dinantikan, ketika tidak berada disana seorang muslim akan merasa rindu dengan rumah-Nya.
Ibadah Haji dan Umrah ditetapkan harus dilaksanakan pada waktu tertentu dan tempat tertentu yaitu
di Mekkah, Arab Saudi. Tercatat sekitar 2 juta umat muslim seluruh dunia hadir di Mekkah untuk
melaksanakan ibadah Haji mengikuti Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam. Umat muslim berkumpul di
dekat Ka’bah membawa dosa yang melimpah namun juga hajat yang begitu besar pula untuk
diminta kepada satu-satunya Maha Pemberi.
Haji termasuk rukun islam yang kelima. Ibadah haji adalah ritual tahunan yang wajib
dilakukan bagi kaum muslimin yang telah mampu secara material, mental, dan fisik. Umrah adalah
salah satu kegiatan ibadah lainnya dalam agama Islam. Umrah sering disebut pula dengan haji kecil.
Perbedaan haji dan umrah terletak salah satunya pada waktu menunaikannya. Ibadah haji hanya
dilakukan pada bulan Dzulhijjah, sedangkan umrah dapat dilakukan kapan saja kecuali tanggal 10
Dzulhijjah yaitu hari Arafah dan tanggal 11, 12, 13 Dzulhijjah yang merupakan hari Tasyrik.
Perbedaan antara haji dan umrah yang lainnya terdapat juga pada rukun yang wajib
dilaksanakan. Sesuai dengan Mahdzab Imam Syafi’i, terdapat 5 rukun haji yaitu Ihram, Wukuf di
Arafah, Thawaf Ifadhah, Sa’i, dan Tahallul. Sedangkan pada umrah terdapat rukun yang sama
dengan haji, hanya saja ketika umrah tidak dilaksanakan rukun yang kedua dari haji yaitu Wukuf di
Arafah. Rukun haji dan umrah dilakukan secara tertib dan berurutan.
Rukun yang pertama pada haji dan umrah yaitu Ihram. Ihram berasal dari bahasa Arab “Al-
Haram” yang artinya tercegah atau terlarang. Ihram sebagai rukun haji dan umrah adalah berniat
untuk haji atau umrah di dalam hati. Sedangkan Ihram sebagai wajib haji dan umrah adalah
mengenakan Pakaian Ihram dari Miqat.
Pakaian Ihram adalah pakaian yang wajib dikenakan bagi jamaah haji dan umrah berupa
kain yang disunnahkan berwarna putih. Pakaian ihram untuk lelaki yaitu dua helai kain Ihram
yang dipakai sebagai sarung dan penutup tubuh bagian atas dan tidak berjahit. Bagi wanita,
pakaian Ihramnya telah disyari’atkan yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak
tangan.
Suatu ilmu apapun mau itu sains, matematika, dan terkhususnya psikologi pasti selalu
didasari oleh ilmu islam, karena tidak berguna ilmu duniawi kita jikalau tidak berlandaskan atau
bahkan bertentangan dengan ajaran islam. Pakaian Ihram pasti memiliki makna yang banyak
secara islam, namun selain itu banyak pula makna yang bisa dikaji dari segi psikologi karena
pakaian ihram yang identik dengan bagian dari ibadah agama islam tidak hanya mengandung
makna dari segi islami saja namun juga dapat dilihat menurut pandangan psikologi. Pakaian
Ihram mengandung nilai-nilai psikologis yang berkaitan dengan nilai islam yang sangat menarik
untuk dibahas. Sehingga penulis sangat tertarik untuk mendalami makna psikologis dari pakaian
ihram menggunakan teori-teori psikologi, dengan begitu makalah ilmiah ini dibuat berdasarkan
latar belakang tersebut, dan tulisan ini penulis beri judul “Psikologi Pakaian Ihram”.

2
PEMBAHASAN

A. POSITIVE-THINKING
Ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah, ada tempat yang ditentukan untuk mulai
mengenakan pakaian ihram yaitu Miqat Makani. Pakaian yang dikenakan serba berwarna putih
yang menjadi tanda dimulainya perjalanan ibadah ke rumah Allah Subhanallahu Wa Ta’ala.
Selama mengenakan pakaian ihram, umat muslim baik laki-laki dan perempuan dilarang melakukan
beberapa hal. Hikmahnya adalah sebagai bentuk Tawadhu kepada sesama umat muslim dan
Tadarru yaitu tunduk atau merendahkan diri dihadapan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Dengan
hanya memakai helai kain yang tidak berjahit, seorang umat muslim akan merasa seperti anak bayi
yang baru saja dilahirkan, itulah dimana kita menyadari bahwa manusia tidak memiliki apapun yang
dapat dibanggakan, dan manusia tidak mampu berbuat apapun tanpa pertolongan dari Allah
Subhanallahu Wa Ta’ala. Dengan berpakaian ihram, seseorang meninggalkan perhiasan dan
pakaian duniawinya dan beristirahat sejenak dari hal-hal yang selama ini kita kerjakan, yaitu hal
yang tidak dibawa mati.
Muslimin dan muslimah yang sedang menunaikan ibadah haji maupun umrah, dengan
mengenakan pakaian ihram yang berwarna putih maka akan memunculkan pikiran yang positif
(positive-thinking). Hal itu karena, warna putih identik dengan “kesucian”. Dengan berpakaian
ihram maka seseorang yang sedang beribadah haji atau umrah akan merasa berada dalam keadaan
yang suci atau sedang mensucikan diri, sehingga memberikan sugesti otomatis atau sugesti pada
diri sendiri (Auto-Suggestion) untuk menghadirkan pikiran-pikiran yang positif.
Positive-thinking sangat erat kaitannya dengan auto-suggestion. Auto-sugesti adalah salah
satu jenis sugesti yang artinya mempengaruhi diri sendiri sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi diri kita sendiri agar mempunyai keyakinan yang kokoh atas keputusan atau
pilihan yang dibuatnya.
Pikiran alam bawah sadar bisa menjadi mekanismen untuk mencapai kesuksesan maupun
juga kegagalan diri kita. Apabila kita mengsugesti diri dengan sesuatu yang baik dan optimism
aka akan terbentuknya mekanisme kesuksesan, dan begitu juga sebaliknya. Mekanisme kegagalan
akan terbentuk ketika kita menjadi pesimis dan memasukkan pikiran negatif kedalam alam bawah
sadar kita.1
Dalam hadits Qudsy, auto-sugesti digambarkan sebagai “Aku (Allah) sesuai dengan
prasangka dari hamba-Nya”. Ketika seseorang berprasangka buruk maka Allah Subhanallahu Wa
Ta’ala akan memberikan sesuatu yang buruk kepadanya, dan sebaliknya ketika prasangka hamba-
Nya baik maka akan diberikan-Nya pula hal yang baik.
Bentuk praktek auto-sugesti dalam islam antara lain adalah shalat, berdzikir, dan berdo’a.
Ibadah-ibadah tersebut yang dilakukan akan mengakan mengakibatkan efek sugesti pada diri
sendiri. Karena auto-sugesti akan memberikan semacam hypnosis kepada diri sendiri, sehingga
seseorang berpikir positif. 2

1
Yunita Nurzainina “Sugesti, Koneksi antara Islam dan Psikologi” Buku Sidu, Jakarta, 2014, hal.11
2
Yunita Nurzainina “Sugesti, Koneksi antara Islam dan Psikologi” Buku Sidu, Jakarta, 2014, hal.12
3
a) Pengertian Positive-Thinking
Positive-thinking atau berpikir positif adalah kemampuan seseorang dalam pikirannya
tentang nilai pengalaman dalam hidup sebagai bahan berharga untuk pengalaman hidup
selanjutnya dan menganggap semua hal yang terjadi merupakan bagian dari proses hidup yang
harus diterima. Peale berpendapat bahwa seseorang yang positive-thinker akan mendapat hasil
yang positif, sedangkan sebaliknya, seseorang yang negative-thinker akan mendapat hasil yang
negatif pula.3
Menurut Arifin, Positive-thinking adalah cara berpikir seseorang yang datang dari hal-hal
baik dan mampu meningkatkan semangat untuk membuat perubahan menuju hidup yang lebih
baik. Positive-thinking bisa dikatakan juga sebagai sebuah sistem dalam pikiran yang menuntun
seseorang agar meninggalkan hal-hal negatif yang dapat menurunkan semangat perubahan dalam
jiwanya.
Lebih jauh lagi Arifin mengatakan bahwa positive-thinking merupakan sikap mental
dimana terdapat proses memasukkan pikiran, gambaran, dan kata yang konstruktif secara baik
untuk perkembangan pikiran. 4
Dari definisi beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa positive-thinking adalah
aktivitas berpikir yang dilakukan bertujuan untuk membangkitkan aspek positif dalam diri yang
berupa semangat, potensi, keyakinan, dan tekad yang lalu mengantarkan diri kita menghasilkan
perasaan dan perilaku yang baik, dengan begitu perasaan dan perilaku negatif ditinggalkan
sehingga aspek-aspek positif dalam diri tersebut tidak berubah ataupun melemah.

b) Psikologi Warna pada Pakaian Ihram


Pada kajian Psikologi Warna dalam jurnal An-nida’, dibahas tentang warna dalam islam.
Warna sendiri di dalam al-Qur’an disebut Laun atau bentuk jamaknya Alwan yang artinya corak
atau warna. Warna secara psikologis adalah sebagai bagian dari pengamatan indera penglihatan.
Cahaya yang berarti putih dalam bahasa Arab disebut “baidhun/ bayadhun”. Warna putih adalah
cahaya dari sinar dan kilat yang muncul dari kegelapan lalu menjadi terang.
Pada zaman Mesir kuno, warna putih dipakai untuk menjadi lambang mahkota yang
menghiasi kepala Oasir. Di Eropa Barat, warna putih digunakan sebagai pakaian kebesaran
pengantin perempuan. Pendeta Romawi mengenakan jubah berwarna putih sebagai tanda pimpinan
agama yang suci dan bersih. Di Sunda Indonesia, warna putih artinya lambang kekalahan atau
menyerah dalam perang. Sedangkan dalam islam, warna putih memiliki makna tersendiri yaitu: 5

o Sebagai warna cahaya (Nur) yang berarti kekuatan maha tinggi


o Warna yang bersih dan suci saat menghadap Allah Subhanallahu Wa Ta’ala
o Warna kemenangan yang mengalahkan kegelapan
o Warna pakaian yang mencerminkan ketenangan (Muthmainnah), bermarwah suci lahir dan
batin.

3
Peale N. V. “Berpikir Positif untuk Remaja” Baca!, Yogyakarta, 2006, hal. 135
4
Arifin Yanuar “100% Bisa Selalu Berpikir Positif” DIVA Press, Yogyakarta, 2011, hal. 18
5
Achmad Ghozali Syafi’I “Warna dalam Islam” UIN Sultan Syarif Kasim Press, Pekanbaru, 2015, hal. 6
4
Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa pakaian ihram yang disunnahkan berwarna putih
terkandung esensi yang sangat bermakna bagi pemakainya yaitu kaum muslimin dan muslimah
yang sedang beribadah haji ataupun umrah. Dilihat dari beberapa poin diatas, bahwa pakaian ihram
yang berwarna putih sesungguhnya memiliki arti yang sangat baik.
Pada poin pertama dari makna warna putih diatas, jika dikaitkan dengan seseorang yang
sedang mengenakan pakaian ihram akan merasakan kekuatan yang positif baginya, kekuatan maha
tinggi tentu hanya dimiliki Allah Subhanallahu Wa Ta’ala namun manusia juga dapat mendapatkan
kekuatan tersebut yang dibagikan oleh Allah Subhanallahu Wa Ta’ala tanpa jadi mennyamakannya.
Poin kedua yaitu bersih dan suci, ketika berpakaian ihram yang berwarna putih, warna
tersebut menggambarkan hal yang suci dan bersih sesuai dengan agama islam. Jamaah haji atau
umrah akan merasa dirinya selalu dalam keadaan suci dan bersih sehingga senantiasa akan lebih
berhati-hati menjauhi larangan-Nya.
Poin ketiga pun juga merupakan gambaran yang identik dengan umat muslim. Agama islam
ditakdirkan sebagai agama pemenang diatas agama-agama lainnya. Terdapat pula pada salah satu
kalimat adzan “Hayya ‘alal falah” yang artinya Marilah menuju kemenangan, bahwa Allah
Subhanallahu Wa Ta’ala sesungguhnya menyeru manusia untuk mengejar kemenangan yaitu yang
utama adalah surga. Dengan berpakaian ihram, para umat muslim berkumpul di satu tempat yang
sama dan berpakaian yang setara menunjukkan kesederhanaan dan solidaritas umat dalam
melaksanakan ibadah haji atau umrah dengan bersama-sama berusaha menuju kemenangan dan
meninggalkan kegelapan yaitu maksiat atau dosa yang kerap dilakukan.
Poin terakhir yaitu warna putih pada pakaian ihram yang cerah dan netral menunjukkan
ketenangan. Selain itu, martabat dan kehormatan seorang muslim terjaga secara lahir dan batin
dengan pakaian ihram tersebut. Maka, timbullah kebanggaan (pride) sebagai umat muslim.
Surah An-Nur ayat 35 berbunyi, “Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya Allah seperti sebuah lubang yang tidak tembus yang didalamnya ada
pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan bintang (yang bercahaya) seperti
mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang bercahaya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak disebelah timur (sesuatu) dan tidak pula disebelah barat yang minyaknya (saja)
hampir menerangi walaupun tidak disentuh api”, surah tersebut menjelaskan bahwa al-Qur’an
memberi pentunjuk tentang terbentuknya cahaya sebagai sumber warna putih. Cahaya putih
memiliki beberapa karakter sebagai berikut: 6
o Suci
o Polos
o Murni
o Cemerlang
o Jujur
o Ringan
o Sederhana
o Menarik
o Positif

6
Achmad Ghozali Syafi’I “Warna dalam Islam” UIN Sultan Syarif Kasim Press, Pekanbaru, 2015, hal. 7
5
Kesembilan poin diatas semuanya menunjukkan karakteristik warna putih yang bernilai
baik. Hal itu karena memang warna yang cerah dan netral seperti warna putih akan cenderung
memberikan stimulus yang positif bagi mata yang melihatnya. Stimulus itu lalu di representasikan
dan akan memberikan pengaruh yang baik kepada diri kita.
Warna putih banyak mencerminkan hal-hal baik, karena memang warna putih identik
dengan islam. Selain itu, warna putih juga merupakan warna favorit Rasulullah Salallahu ‘Alaihi
Wassalam. Bahkan seorang tokoh psikologi yaitu Carl G. Jung menggunakan warna sebagai metode
psikoterapinya, karena warna memiliki makna tertentu yang kuat. Perilaku, emosi, produktivitas,
dan mood seseorang dapat dipengaruhi dengan warna. Maka tak heran jika warna putih
mempengaruhi otak dan membuat seseorang berpikir positif.

c) Indikator Positive-Thinking
Kembali ke pembahasan tentang positive-thinking, seseorang yang memakai pakaian ihram saat
beribadah haji atau umrah maka akan membentuk pikirannya menjadi positif, orang yang positive-
thinking akan memiliki beberapa indikator yang baik dalam dirinya. Menurut Dornan dan Maxwell
(1996) dalam Asmani (2009) orang yang selalu berpikir positif memiliki beberapa indikator sebagai
berikut:7
o Kepemimpinan
Jiwa kepemimpinan akan terbentuk saat seseorang berpikiran positif. Mereka yakin
akan kapabilitas dirinya untuk menjadi panutan dan menuntun diri sendiri maupun orang
lain ke jalan yang benar. Memang sudah menjadi fitrah seorang muslim sebagai pemimpin,
karena umat muslim ditakdirkan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala sebagai khalifah di muka
bumi. Dengan pakaian ihram seseorang sadar bahwa ia adalah seorang muslim, maka akan
mendorong dirinya untuk mampu menjadi panutan bahkan ketika sudah kembali ke
kehidupan sehari-harinya.

o Tekun
Ketika seseorang berpikiran positif maka orang tersebut akan mengerahkan usaha
maksimal dengan kerja keras untuk mencapai tujuannya karena orang tersebut yakin bahwa
hasilnya akan baik. Pakaian ihram yang dikenakan saat ibadah haji atau umrah akan
membentuk ketekunan seseorang karena berpikiran positif. Sifat tekun tersebut bahkan bisa
bertahan hingga orang tersebut tidak lagi dalam keadaan melaksanakan ibadah ke tanah
haram.

o Self-Confidence
Orang yang berpikir positif otomatis akan memiliki self-confidence (kepercayaan
diri) yang baik dan mengurangi rasa rendah dirinya. Dengan memakai pakaian ihram,
kepercayaan diri seseorang akan naik. Bukan karena materialnya, karena kalau dilihat dari
segi material, pakaian ihram yang hanya berupa helai kain dan polos pastilah tidak seperti
pakaian kita sehari-hari. Kepercayaan diri pun tidak berarti seseorang menjadi sombong atau
tinggi hati. Namun kepercayaan diri itu terbentuk dari keyakinan.

7
Jamal Ma’mur Asmani “The Law of Positive Thinking” Garailmu, Yogyakarta, 2009, hal. 26-30
6
Mereka yang mengenakan pakaian ihram saat ibadah haji atau umrah, rela
meninggalkan sejenak kehidupan duniawinya lalu beribadah dengan sepenuh hati lillahi
ta’ala mengharap karunia dan ampunan dari sang Maha Pemberi dan Pengampun,
keyakinan yang muncul adalah Allah Subhanallahu Wa Ta’ala pasti sangat menyayangi dan
memelihara hambanya dengan baik, memberikan yang terbaik, dan akan selalu menjaga
hambanya. Dengan pakaian ihram yang melambangkan kesucian dan kemurnian, seseorang
yakin dan percaya bahwa dirinya pasti bisa terus memperbaiki diri karena memang fitrah
manusia sesungguhnya adalah baik.

o Inisiatif
Selain pikiran positif akan memunculkan kepercayaan diri, orang yang berpikir
positif akan memiliki sifat inisiatif tinggi. Sifat inisiatif tersebut juga berkaitan dengan
kepercayaan diri, mereka akan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk mencoba hal-hal
baru, mengahasilkan ide, dan bergerak melakukan kebaikan. Inisiatif itu muncul saat
berpakaian ihram karena seseorang sadar bahwa ia harus menjadi pribadi muslim yang baik.

o Kreativitas
Dengan berpikir positif maka kreaativitas seseorang akan tumbuh, kreativitas
tumbuh sejalan dengan inisiasi diri kita. Seseorang akan berkeinginan besar untuk tahu
sesuatu yang belum diketahui, menyelidikinya dan bertanya, dan mencari tantangan baru.

o Produktivitas
Orang yang berpikir positif cenderung lebih produktif daripada orang yang
berpikiran negatif. Positive-thinking yang muncul dari orang yang mengenakan pakaian
ihram akan mengahasilkan produktivitas yang tinggi.

o Perkembangan
Jika kita berpikir positif maka akan termotivasi untuk mengembangkan dan
memperbaiki diri. Pikiran yang positif akan menghasilkan sikap yang positif, orang yang
berpakaian ihram dan sedang melaksanakan ibadah haji atau umrah pasti akan melakukan
usaha untuk membuat dirinya menjadi lebih baik di hadapan Allah Subhanallahu Wa
Ta’ala.

Indikator lainnya dari orang yang positive-thinking juga dipaparkan oleh Muhsin (2007)
dalam Asmani (2009), beberapa indikatornya sebagai berikut: 8
o Brave & Autonomy
o Memahami Emosi
o Action-Oriented
o Bersukur & Sabar
Muhsin berpendapat bahwa positive-thinking adalah pilihan paling baik bagi setiap orang
dalam segala situasi, dan jika seseorang ingin hidup bahagia dan sukses maka seseorang harus
berpikir positif. Orang yang sedang beribadah haji atau umrah dan berpakaian ihram, mereka
berpikir positif dan menghasilkan beberapa indikator tersebut.

8
Jamal Ma’mur Asmani “The Law of Positive Thinking” Garailmu, Yogyakarta, 2009, hal. 31-33
7
d) Ciri-Ciri Positive-Thinking
Seseorang yang berpakaian ihram akan memunculkan pikiran yang positif akibat dari
auto-suggestion yang dilakukannya kepada diri sendiri. Sesuai pendapat Muhsin, orang itu akan
memiliki keberanian dan juga kemandirian dalam dirinya. Lalu dengan begitu orang tersebut juga
lebih dapat memahami emosi diri sendiri maupun emosi orang lain, Disebutkan juga orang
tersebut menjadi pribadi yang action-oriented yang artinya berorientasi pada tindakan,
maksudnya adalah karakteristik seseorang yang selalu ingin bertindak walaupun situasi yang
didapatkan belum pasti (uncertain situation), orang tersebut tidak banyak bicara, mengumbar,
berwacana atau hanya bermimpi, bisa dibilang orang tersebut bicara lebih sedikit dan bertindak
lebih banyak. Ia akan langsung merealisasikan idenya,
menurutnya resiko yang ada bukan untuk ditakuti ataupun dihindari namun Ia akan
menghadapinya, karakteristik action-oriented adalah salah satu sifatnya orang sukses. Terakhir,
bersyukur dan sabar. Seseorang yang positive-thinking pasti akan senantiasa bersyukur karena Ia
percaya apapun yang hadir di hidupnya adalah yang terbaik baginya sehingga Ia merasa cukup,
lalu Ia pun akan selalu menjadi pribadi yang bersabar dalam menghadapi segala situasi karena
ketika situasi yang buruk sekalipun dating Ia percaya ada hal baik dibalik itu semua.
Dari kedua tokoh diatas, mereka telah memaparkan indikator-indikator orang yang
berpikir positif, seperti yang dapat dilihat semua indikatornya positif. Hal itu berarti positive-
thinking yang didapat dari seseorang yang berpakaian ihram akan mengantarkan kepada positive-
vibes. Dengan berpikir positif tidak ada kerugian yang didapatkan diri kita. Selain indikator orang
yang berpikir positif, orang yang positive-thinking juga memiliki beberapa ciri-ciri yang dapat
dikenali menurut Elfiky sebagai berikut: 9
o Dapat melihat secara realistis masalah yang dihadapi sesuai fakta-fakta yang muncul.
Orang yang berpikir positif tidak mudah langsung terpengaruhi oleh masalahnya, Ia akan
teguh menghadapinya karena prinsip dan nilai yang dipegangnya. Dengan begitu
seseorang akan mudah bergaul dan memiliki sikap pro-social/social-oriented, yaitu suka
membantu orang lain dan tidak egois.

o Selalu berprasangka baik dan optimis yang ditunjukkan dengan beriman, tawakkal, dan
memohon pertolongan kepada Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Sehingga seseorang selalu
berusaha dan yakin bahwa Ia akan menemukan jalan keluar terbaik bagi masalahnya,
setelah masalahnya selesai seseorang pun mampu mengambil pembelajaran berharga,
menyukai perubahan yang baik, dan berani dengan tantangan.

o Tindakan yang diambil akan rasional daripada emosional (spontan). Individu akan
mengeluarkan pandangan yang positif dan proyeksi yang positif maka hidupnya akan
berorientasi pada cita-cita yang mau diperjuangkannya dengan sabar.
Dari ciri-ciri orang yang positive-thinking yang telah dipaparkan oleh Elfiky maka kita
sekarang dapat mengenali orang-orang yang suka berpikir positif dan juga kita secara pribadi
dapat belajar menjadi orang yang suka positive-thinking.

9
Ibrahim Elfiky “Terapi Positive-Thinking” Hikam Pustaka, Yogyakarta, 2010, hal. 220-223
8
Dari poin-poin diatas jika dihubungkan dengan seseorang yang berpakaian ihram,
keterkaitannya sangat kuat. Pada poin pertama, orang yang mendapatkan positive-thinking karena
berpakaian ihram menghadapi masalah dengan realistis dengan melihat fakta-fakta yang ada.
Orang yang beriman kepada Allah Subhanallahu Wa Ta’ala akan meyakini fakta bahwa masalah
atau ujian yang diberikan-Nya tidak mungkin melebihi kemampuan hambanya dan makna
dibaliknya pasti positif. Sehingga seseorang pasti mampu menghadapi masalahnya dengan sangat
baik.
Poin kedua diatas adalah prasangka baik dan optimis. Orang yang berprasangka baik pasti
akan optimis menghadapi masalahnya. Orang yang berpakaian ihram akan memiliki prasangka
yang baik terhadap masalah yang dihadapinya yaitu di tanah haram, disana pun Allah
Subhanallahu Wa Ta’ala sering menguji hambanya, maka orang tersebut pasti akan selalu
berprasangka baik terhadap masalah yang dihadapinya, dan juga optimis menuntaskan
masalahnya. Sifat itupun jika kita tanamkan kedalam diri kita sebaik-baiknya maka akan terus
menetap walaupun kita tidak sedang beribadah haji ataupun umrah lagi.
Poin terakhir menjelaskan kalau orang yang berpakaian ihram saat di Mekkah dalam
mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah akan lebih rasional daripada mengandalkan
emosi. Emosi cenderung memutuskan hal secara spontan sehingga keputusan yang diambil baru
disadari di akhir bahwa itu langkah yang salah. Dengan cara rasional, orang akan lebih sabar dan
memikirkan dulu secara matang baru mengambil keputusan. Ciri yang ada di poin ini maupun dua
poin sebelumnya jika kita tanamkan kedalam diri kita sebaik-baiknya maka akan terus menetap
walaupun kita tidak sedang beribadah haji ataupun umrah lagi.
Setelah membahas indikator dan ciri orang yang berpikir positif, adapula tujuan dari berpikir
positif. Berikut beberapa tujuan positive-thinking menurut beberapa tokoh. Menurut El-Bantanie
(2010), tujuan pikiran positif adalah untuk menghasilkan performance yang baik dan hubungan
yang harmonis dengan orang lain. Tujuan berpikir positif kepada Allah Subhanallahu Wa Ta’ala
adalah agar kita senantiasa diikuti oleh kebahagiaan dan kebaikan. 10 Dengan begitu orang yang
berpakaian ihram dengan ikhlas menanggalkan pakaian sehari-harinya semata-mata untuk
mengharap kebahagiaan dan kebaikan dari Allah Subhanallahu Wa Ta’ala. Orang yang
berpakaian ihram juga akan selalu berusaha memberikan kinerja yang terbaik dan menjaga
keharmonisan dengan orang lain, hal itu juga dipelajari saat ibadah haji maupun umrah, dimana
sangat banyak umat muslim yang berkumpul dan tidak dihilangkan kemungkinan akan ada saja
hal yang kurang mengenakan terjadi, namun dengan sadarnya seseorang sebagai seorang muslim
yang baik, Ia akan berpikiran positif dan tidak membesar-besarkan masalahnya.
Wiranata (2010) memiliki pandangan bahwa tujuan dari positive-thinking adalah agar
seseorang menjadi pribadi yang bermotivasi dan berkemampuan melihat kemungkinan yang baik
pada tiap situasi yang dihadapi. Orang-orang pun juga akan senang ada di sekitar diri kita.
Dengan mengenakan pakaian ihram orang akan termotivasi untuk mengerjakan hal-hal baik dan
menyucikan diri agar sesuai dengan pakaian yang dikenakannya. 11 Selain itu, pakaian ihram yang
mempengaruhi seseorang menjadi positive-thinking juga membuat orang tersebut mampu melihat
hal baik pada masalah yang dihadapinya.
Antoni (1993) berkata bahwa tujuan dari berpikir positif adalah untuk membantu seseorang
memfokuskan pikiran dan perhatiannya pada hal yang positif dalam kehidupannya dan untuk
mendominasi pikirannya dengan hal yang baik dan benar

10
Muhammad Syafi’ie El-Bantanie “Bidadari Dunia” PT. Wahyumedia, Jakarta, 2010, hal. 82
11
Andrie K. Wiranata “Stop Berpikir Negatif Mulailah Berpikir Positif” New Diglossia, Yogyakarta, 2010, hal. 15
9
dengan memperhatikan hal tersebut pada diri sendiri, orang lain, dan dunia. Pikiran positif juga
membantu seseorang sadar bahwa Ia terlahir untuk menjadi besar dan hebat karena terdapat
kekuatan positif yang besar didalam dirinya untuk mewujudkan impian dan cita-cita orang
tersebut.12 Maka, orang yang mengenakan pakaian ihram akan memiliki perhatian yang
dipusatkan kepada hal-hal baik karena ia positive-thinking, dan juga dengan pakaian ihram Allah
Subhanallahu Wa Ta’ala bermaksud mendorong manusia untuk mengeluarkan kekuatan positif
yang besar didalam dirinya untuk mengerjakan hal-hal yang baik.
Pendapat Antoni juga sejalan dengan pendapat Arifin (2011), bahwa dengan positive-thinking,
seseorang akan mendapatkan kekuatan yang luar biasa makanya kita dapat melakukan hal yang
luar biasa pula.13 Dengan pakaian ihram, Allah Subhanallahu Wa Ta’ala menunjukkan bahwa
semua umat muslim dapat mengerjakan sesuatu yang luar biasa, yang dibutuhkan manusia
hanyalah berpikir positif yang dipengaruhi dari pakaian ihram yang dikenakan seseorang.
Dari beberapa paparan oleh tokoh-tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa positive-thinking
memiliki tujuan-tujuan yang baik. Allah Subhanallahu Wa Ta’ala membuat ketetapan jika
melaksanakan haji dan umrah seseorang diwajibkan mengenakan pakaian ihram. Semua
ketetapan-Nya kecil maupun besar pasti mengandung makna yang berusaha ditunjukkan kepada
manusia agar menjadi pribadi yang baik. Tujuan-tujuan berpikir positif diatas dipaparkan oleh
manusia namun jika diresapi pasti Allah Subhanallahu Wa Ta’ala pun sesungguhnya memiliki
tujuan yang baik pula. Salah satunya ditunjukkan lewat pakaian ihram yang membuat manusia
selalu berpikir positif.

Kita pasti sering mendengar pernyataan bahwa kesuksesan seseorang lebih banyak ditentukan
oleh attitude daripada skill&intelligence yaitu sebanyak 85 persennya ditentukan sikap kita, dan 15
persen lagi ditentukan keterampilan dan kecerdasan kita. Sikap terbentuk dari pikiran, dengan
demikian kesuksesan maupun kegagalan seseorang tidak semata-mata dipengaruhi keterampilan
dan kecerdasan saja namun sikap lebih memegang andil yang besar, maka sudah seharusnya kita
memiliki kualitas pikiran yang baik untuk mencapai kesuksesan.
Albrecht (1980) dalam bukunya berkata, positive-thinking berhubungan dengan perkataan yang
positif (Positive Verbalization) yaitu mengucapkan atau berpendapat dengan kata-kata dan ucapan
yang baik, dan perhatian yang positif (Positive Attention) yaitu memusatkan atensi atau perhatian
kita terhadap hal-hal yang baik.14
Seseorang yang positive-thinking cenderung akan fokus memperhatikan hal-hal yang positif
terhadap kondisi dirinya maupun situasi lingkungannya. Orang yang berpikiran positif akan
menganggap bahwa permasalahan yang dihadapinya hanya sementara dan pasti akan berhasil
selesai cepat atau lambat. Sedangkan orang yang negative-thinking tidak memusatkan perhatiannya
pada hal-hal positif, Ia cenderung memandang buruk banyak hal dalam dirinya maupun orang lain
dan lebih pesimis dalam menghadapi masalah. Orang yang berpikir negatif tidak mampu
mengontrol dirinya untuk menghadapi masalah dengan baik, dan malah masalahnya yang
mengontrol dirinya.

12
Robert Antoni “Rahasia Membangun Kepercayaan Diri” Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1993, hal. 194
13
Arifin Yanuar “100% Bisa Selalu Berpikir Positif” DIVA Press, Yogyakarta, 2011, hal. 24
14
Karl Albrecht “Brain Power, Learn to Improve Your Thinking Skill” Prentice Hall. Inc, New Jersey, 1980, hal. 46
10
e) Aspek-Aspek Positive-Thinking
Menurut Albrecht (1994) terdapat 4 aspek berpikir positif, sebagai berikut. 15
o Harapan yang Positif
Seseorang dalam menyampaikan pendapat akan berfokus kepada hal-hal yang
positif. Albrecht berpendapat bahwa orang yang positive-thinking pasti pikirannya lebih
mengarah ke hal-hal yang baik, lebih berorientasi kepada kesuksesan daripada kegagalan,
mencintai daripada membenci, keyakinannya lebih tinggi daripada ketakutannya, kepuasan
daripada kekecewaan, dan kebahagiaan daripadda kesedihan. Seseorang yang berpakaian
ihram akan merasakan semua itu sehingga mereka akan bersikap positif dalam
menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya.
Pikiran yang positif sejalan dengan perkataannya. Orang yang berpikir positif akan
selalu mengucapkan hal-hal yang baik karena dari ucapan yang kita lontarkan dapat
menjadi sugesti bagi diri sendiri dan pada akhirnya ucapan tersebut menjadi kenyataan,
makanya kita harus meyakini kalua memang benar bahwa sesungguhnya ucapan adalah
do’a. Perkataan yang positif akan menjadi kekuatan bagi diri sendiri untuk menghadapi
masalah atau menentukan perubahan dalam hidup.
Agar memiliki harapan yang baik perlunya untuk selalu memiliki pandangan yang
positif yaitu dengan cara berpikir positif. Orang yang berpakaian ihram akan senantiasa
berpikiran positif terhadap apa yang akan dilaluinya di masa mendatang dengan optimis,
dalam sikon apapun mereka akan berusaha sebaik mungkin untuk menyematkan harapan
yang positif dalam dirinya.

o Self-Affirmation
Afirmasi diri adalah suatu usaha untuk menguatkan diri sendiri agar menjadi
pribadi yang kokoh dan kuat dengan membuat pernyataan yang terus diulang-ulang secara
lisan maupun batin. Self-affirmation berkaitan dengan self-talk yaitu berbicara kepada diri
sendiri, fungsinya adalah berusaha memasukkan pikiran-pikiran positif kepada diri sendiri.
Afirmasi diri adalah sebuah Teknik yang dapat memperkokoh pikiran positif pada pikiran
di alam bawah sadar kita.
Afirmasi positif yang berulang dilakukan akan membuat diri terbiasa dan kemudian
mengubah pikiran yang tadinya negatif menjadi positif sehingga seseorang akan
mengerjakan hal-hal yang baik. Orang yang berpakaian ihram dan melaksanakan ibadaha
haji atau umrah bisa melakukan afirmasi diri dengan berdzikir, berdzikir adalah memuji
Allah Subhanallahu Wa Ta’ala, namun dzikir yang dilakukan berulang-ulang akan
meresap kedalam hati.
Pada seseorang yang berpakaian ihram, afirmasi positif akan membangun
kepercayaan diri sehingga Ia mampu mengaktualisasikan potensi yang ada didalam
dirinya. Seseorang itu mampu mengerjakan sesuatu hal selalu diawali dengan keyakinan
bahwa memang Ia mampu melakukannya. Afirmasi diri merupakan cara yang efektif
dalam membentuk pikiran yang positif.

15
Karl Albrecht “Daya Pikir Metode Peningkatan Potensi Berpikir” Dahara Prize, Semarang, 1994, hal. 57
11
o Non-Judgement Thinking
Disebut juga pernyataan yang tak menilai yaitu suatu pernyataan yang tidak
menilai suatu situasi atau keadaan tetapi menggambarkannya, menerima realitas yang ada,
dan tidak saklek dalam berpendapat maupun menerima pendapat sehingga seseorang dapat
dikatakan tidak fanatik.
Orang yang positive-thinking memahami perubahan, mereka tidak menolak
maupun menentang perubahan karena mereka tahu kalua perubahan tidak dapat dihindari
dan pasti terjadi. Mereka juga tidak takut menerima hal yang berada diluar dirinya, mereka
termasuk orang yang akan terbuka terhadap hal baru.
Seseorang yang berpakaian ihram akan menghindarkan dirinya dari judgement
thinking, yang bisa dibilang sebagai su’udzan, dan menjadi pribadi yang memiliki non-
judgement thinking yaitu mampu berhusnudzan terhadap apapun yang terjadi.

o Realistic Adaptation
Banyak orang yang tidak mampu mengahadapi realitas yang buruk terjadi dalam
hidupnya. Realistic adaptation atau penyesuaian terhadap kenyataan adalah usaha

seseorang mengakui realitas yang ada dan tidak terpuruk karenanya, melainkan
bangkit dengan berhenti merasa menyesal, frustasi, meyalahkan diri maupun orang lain,
dan juga mengasihani diri sendiri.
Orang berpikir positif akan selalu memahami bahwa kehidupan tidak selamanya
berada diatas atau selalu merasakan kesenangan, melainkan akan ada hal tidak baik pula
yang dapat terjadi kepada dirinyas.
Seseorang yang berpakaian ihram dan melaksanakan ibadah di Mekkah mungkin
memiliki beberapa masalah yang berat namun Ia menyadari itu sebagai bagian dari proses
hidup namun mereka berhasil menyesuaikan diri tehadap kenyataan yang dihadapinya
sebagai bentuk kekuatan yang dikaruniakan oleh Allah Subhanallahu Wa Ta’ala.

Keempat aspek diatas adalah cerminan dari seseorang yang berpakaian ihram, dengan
mengenakannya saat prosesi ibadah haji atau umrah, mereka akan tersugesti untuk berpikiran
positif akibat pengaruh baju yang dikenakannya, mereka menjadi pribadi yang memiliki harapan
yang positif, mengafirmasi diri secara positif, membuat pernyataan yang tidak menilai, dan
mampu menyesuaikan diri dengan kenyataan. Peribadatan yang dilakukan tidak terlalu lama
namun pengaruh positifnya akan terus terbawa sampai seseorang itu kembali menjalani kehidupan
aslinya jika Ia benar-benar menanamkannya di dalam dirinya.

B. SELF-IDENTITY
Selain mengandung manfaat bagi pikiran seseorang menjadi positive thinking, pakaian
ihram secara psikologis menunjukkan identitas diri seseorang. Pakaian melambangkan kedudukan,
status sosial, kekuasaan, kehormatan, dan identitas seseorang. Pakaian dan status sosial tersebut

12
melekat dalam waktu yang lama karena terbiasa ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari, maka
secara psikologis berpotensial memunculkan kekuatan imperialisme yaitu suatu kekuatan yang
mempengaruhi ke”aku”an seseorang yang sebenarnya polos dan mulia, bahwa setiap orang
sebenarnya memiliki derajat yang sama, identitas yang melekat pada diri seseorang itu hanyalah
tempelan dan dapat dilepas kapanpun, ketika hal itu dilepas maka manusia bukanlah apa-apa, yang
membedakan seseorang hanyalah iman dan amal shalehnya.
Ketika seseorang mengenakan pakaian ihram, semua lambang duniawi tersebut
ditinggalkan. Pakaian polos yang berwarna putih persi sama seperti pakaian terakhir yang akan kita
kenakan kelak saat masuk ke liang lahat. Dapat ditarik pesan yang terkandung dari pakaian ihram
bahwa janganlah terperdaya oleh kehidupan dunia, identitas sosial yang diagungkan di dunia tidak
akan dibawa mati, maka manusia tidak boleh sombong, hasud, dan tinggi hati. Karena pada
akhirnya saat mati kita hanya mengenakan kain kafan, dan sebelum kita mengenakan kain kafan,
Allah Subhanallahu Wa Ta’ala menunjukkan kepada kita saat masih hidup sekarang agar
merasakannya dengan pakaian ihram.16
Prosesi ibadah haji dan umrah dimaksudkan untuk meraih kesadaran eksistensial seorang
muslim agar terhindar dari sifat self-centered atau individualisme. Sehingga ibadah tersebut diawali
dengan melepaskan pakaian mewah sehari-hari dan menggantinya dengan pakaian ihram.
Kesadaran palsu dan egoisme dipendam dan dilahirkan kesadaran baru dengan menghayati makna
kemanusiaan secara universal.17
Banyak larangan yang diterapkan ketika seseorang telah mengenakan pakaian ihram yaitu
tidak boleh menggunakan make-up, tidak boleh bercermin, berhubungan intim, dan lainnya. Artinya
nafsu egoistik ditekan kedalam agar seseorang dapat mendekatkan diri kepada Allah Subhanallahu
Wa Ta’ala dengan sebaik-baiknya tanpa mengingat-ingat sedikitpun keduniawiannya sehingga
terbentuk pribadi yang terpancari sifat ilahi dari dalam dirinya dan bukan hanya terlihat sebagai
identitas diri diluarnya saja.

a) Pengertian Self-Identity
Menurut Erikson, Self-Identity adalah individu mengkonsepkan diri secara koheren yang terdiri
dari keyakinan, nilai dan tujuan yang ada di dalam dirinya dan menjadi pusat dirinya. 18
Sedangkan menurut Marcia (1966), Self-Identity mengandung identitas-identitas dari status yang
di dalamnya ada krisis yaitu periode perkembangan identias ketika seseorang berada di tahap
alternative explorative dan komitmen yaitu investasi diri seseorang dalam suatu identitas.19
Berdasarkan pendapat dua tokoh diatas tentang definisi dapat disimpulkan idenitas diri adalah
suatu persepsi subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan dapat berkembang maupun berubah
dari waktu ke waktu. Identitas diri berusaha menunjukkan keluar siapa dirinya, bagaimana Ia mau
dikenal oleh orang lain.

16
Komaruddin Hidayat “Psikologi Kematian” Mizan, Jakarta, 2008, hal. 188
17
Komaruddin Hidayat “Psikologi Ibadah” Serambi, Jakarta, 2008, hal. 127
18
Papalia, dkk “Perkembangan Manusia” Salemba Humanika, Jakarta, 2009, hal. 65
19
J. E Marcia “Development and Validation of Ego-Identity Status” Routledge, New York, 1966, hal. 551
13
b) Aspek-Aspek Self-Identity
Aspek self-identity menurut Marcia terdapat beberapa konsep status identitas sebagai berikut.20
o Achievement Identity
Identitas didapatkan individu jika telah mengalami krisis namun dapat dihadapi
dengan baik dengan adanya tekad yang kuat. Dengan adanya krisis, seseorang berusaha
membuktikan kemampuannya untuk menyelesaikan masalah sebagai hasil dari tekad yang
kuat.

o Foreclosure Identity
Identitas didapatkan saat tidak adanya krisis, namun individu memiliki tekad dan
komitmen. Seseorang sering melakukan defense mechanism karena Ia tidak memiliki krisis
untuk menerapkan tekad dan komitmen yang dimilikinya, sehingga ketika masalah itu
muncul di kehidupannya secara-tiba-tiba, Ia tidak mampu menghadapinya dengan baik
karena memang tidak terlatih sebelumnya.

o Moratorium Identity
Identitas didapatkan ketika individu memiliki krisis tetapi tidak mempunyai tekad untuk
menyelesaikan masalahnya. Ada dua tipe orang dalam konsep ini:
1) Sadar memiliki krisis tapi tidak mau menghadapinya. Individu disini dikuasai oleh
egoismenya dan prinsip kesenangan dirinya. Yang dilakukannya seringkali
menambah masalah baru dan menyimpang, sehingga individu mengalami stagnansi
perkembangan dimana seharusnya seseorang sudah maju ke tahap perkembangan
berikutnya, namun karena orang tersebut tidak mau menghadapi masalahnya
akhirnya Ia stuck di tahap itu.

2) Tidak sadar memiliki krisis dan juga tidak memiliki komitmen. Penyebab utamanya
adalah dari faktor sosial yang kemungkinan besar berasal dari pola asuh yang kurang
tepat. Orang tua kurang mengajarkan anak cara untuk menghadapi masalahnya
sendiri.

o Diffussion Identity
Pada tipe ini, individu mengalami suatu kebingungan akan identitasnya dan cara
mencapai identitasnya. Individu tidak mempunyai krisis dan juga tidak mempunyai tekad
untuk menghadapi krisis.

Saat seseorang menunaikan ibadah haji atau umrah dan mengenakan pakaian ihram, mereka
berusaha mendapatkan Achievement Identity dimana individu telah mengalami krisis dan juga
memiliki tekad dan komitmen. Krisis atau masalah yang dihadapi dapat bermacam-macam, karena
tidak terkecuali walaupun sedang berada di rumah Allah Subhanallahu Wa Ta’ala pun manusia
tetap bisa mengalami suatu masalah. Dengan pakaian ihram yang dikenakannya seseorang akan
sadar bahwa Ia harus menghadapi masalahnya sehingga terbentuklah tekad yang kuat lalu terbentuk
juga komitmen yang tinggi terhadap segala hal yang dapat juga kita sebut sebagai istiqamah.

20
J. E Marcia “Development and Validation of Ego-Identity Status” Routledge, New York, 1966, hal. 554-557
14
c) Dimensi dan Indikator Self-Identity
Dari keempat konsep status identitas diatas, masing-masing meliputi dua dimensi yaitu
secara ideologi atau sosial (ideological identity) dan secara interpersonal (interpersonal identity),
dan masing-masing dimensi memiliki beberapa indikator sebagai berikut.21

o Ideological Identity : Pekerjaan atau karir, gaya hidup, politik, dan agama.

o Interpersonal Identity : Pasangan, persahabatan, rekreasi, dan peran jenis kelamin.

Karena indikator agama berada di dimensi ideologi maka segala hal yang berkaitan dengan
agama masuk kedalam dimensi tersebut. Dengan begitu bisa disimpulkan bahwa pakaian ihram
termasuk kedalam dimensi identitas ideologi atau sosial. Dari yang penulis pelajari soal Identitas
Sosial dari Psikologi Sosial adalah identitas dipakai seseorang untuk mengangkat self-esteem nya.
Jadi, seseorang yang melekatkan suatu identitas pada dirinya akan meningkatkan self-esteem
dirinya pula. Terdapat beberapa prinsip utama identitas sosial. Pertama, Kategorisasi, fungsinya
untuk mendefinisikan siapa “aku” dan untuk menciptakan perasaan in-group maupun outgroup.
Seseorang yang berpakaian ihram akan mendefinisikan dirinya sebagai seorang muslim yang taat,
suci, dan bersih. Dan dengan berpakaian ihram pula akan tercipta perasaan in-group sebagai umat
muslim, apalagi berada di satu tempat yang sama bersama jutaan umat muslim lainnya.
Kedua, Identifikasi, seseorang yag memakai pakaian ihram sebagai umat muslim akan
mengidentifikasikan dirinya dengan umat muslim lainnya sehingga perasaan in-group makin kuat
karena disana semua identik memakai pakaian ihram yang sama. Identifikasi juga berfungsi sebagai
supporting self-esteem, dimana selama menjalankan ibadah haji atau umrah seseorang akan merasa
harga dirinya meningkat karena bangga mengenakan pakaian ihram.
Ketiga, Perbandingan, yaitu seseorang yang berpakaian ihram akan membandingkan secara
positif dirinya dengan orang lain. Orang lain tersebut yang merupakan out-group nya, Ia akan
bersyukur menjadi bagian dari umat muslim. Selain itu berfungsi juga sebagai self-evaluation, yaitu
seseorang yang memakai pakaian ihram akan mengevaluasi dirinya dan mencoba menyesuaikan
dirinya yang sebenarnya dengan identitas yang Ia lekatkan. Seperti yang sudah dibahas, seseorang
mendefinisikan dirinya sebagai orang yang taat, suci, dan bersih maka Ia akan mengevaluasi dirinya
dan melakukan usaha-usaha agar dirinya benar-benar menjadi pribadi yang sesuai dengan identitas
dirinya.

d) Self-identity dalam Perspektif Islam


Self-identity jika dilihat dengan pandangan islam banyak sekali terkandung di dalam ayat-
ayat al-Qur’an. Islam menunjukkan hakikat manusia dalam pakaian ihram yaitu iman dan amal
shaleh. Sedangkan segala identitas yang melekat padanya seperti pangkat, kekayaan, dan jabatam
hanya sebagai topeng kehidupan. Topeng itu bukan menjadi penentu apakah iman dan amal kita
akan diterima, dan juga bukan penanda kemuliaan seseorang.

21
J. E Marcia “Development and Validation of Ego-Identity Status” Routledge, New York, 1966, hal. 557-558
15
Agama islam memiliki tujuan, dengan pakaian ihram, umat muslim diharapkan
mendapatkan kemerdekaan atau dilepaskan dari ketergantungannya terhadap hal-hal duniawi.
Sehinhgga pakaian ihram itu berusaha membentuk keyakinan seseorang bahwa materi-materi yang
dimilikinya seharusnya menjadi sarana berbuat kebaikan bukan menjadi andalan, karena
sesungguhnya satu-satunya yang patut kita andalkan adalah Allah Subhanallahu Wa Ta’ala.

o Q.S. Sajadah (32) : 7-9

Artinya: “Yang membuat semuanya yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai
penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia jadikan keturunannya dari sari pati air hina.
Kemudian Dia sempurnakan dan meniup ke dalamnya roh (ciptaan)Nya dan dijadikannya
bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati.”22

Dalam ayat ini manusia sebagai ciptaan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala yang
terbentuk dari tanah dan saripati air hina yang lalu dibentuk menjadi manusia, itulah
identitas mereka yang sebenarnya. Barulah manusia dibentuk yang sempurna dari pertemuan
sperma dan sel telur. Manusia juga dikaruniai pendengaran, penglihatan, dan hati yang
memiliki perasaan, juga ditiupkan-Nya ruh sehingga sempurnanya makhluk hidup ini, yaitu
manusia.

o Q.S. Luqman (31) : 20

22
Dinda Rahmawati “Hubungan Identitas Diri dengan Orientasi Masa Depan Anak Jalanan” Skripsi, Malang, 2017,
hal. 29
16
Artinya: “Tidak kah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
(kepentingan)Mu apa yang berada di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untuk mu
nikmat-Nya secara lahir dan batin. Dan diantara manusia ada yang membantah tentang (keesaan)
Allah tanpa ilmu pengetahuan ataupun petunjuk dan juga tanpa Kitab yang memberi
penerangan”23
Dalam ayat tersebut, Allah Subhanallahu Wa Ta’ala sebagai Maha Penyempurna segala
nikmat yang dirasakan manusia secara lahir maupun batin. Maka identitas yang selama ini
menempel bahwa manusia itu kuat sesungguhnya manusia lemah tanpa Allah Subhanallahu Wa
Ta’ala, karena semua yang dibutuhkan manusia berasal dari-Nya. Maka manusia tidak dapat hanya
bergantung pada diri sendiri dan hanya mengandalkan identitas dirinya, manusia tanpa-Nya akan
tersesat.

KESIMPULAN
Dalam prosesi ibadah haji dan umrah terdapat wajib haji yang pertama yaitu Berihram
(mengenakan pakaian ihram dari Miqat Makani). Pakaian ihram yang dikenakan berwarna putih,
bagi laki-laki adalah 2 helai kain yang satu dijadikan sarung, dan satunya dililitkan ke badan sampai
bahu. Sedangkan bagi perempuan, pakaian ihram berupa pakaian Muslimah dari kain berwarna
putih juga namun tidak menutupi wajah dan telapak tangan.
Allah Subhanallahu Wa Ta’ala menciptakan atau menetapkan segala sesuatu pasti
terkandung makna yang memiliki manfaat besar didalamnya. Makna yang terkandung dapat dilihat
dan didalami dengan ilmu selain ilmu islam yaitu ilmu duniawi, ilmu yang menjadi pembahasan
disini adalah ilmu psikologi.
Pakaian ihram yang dikaji dengan ilmu psikologi pada makalah ilmiah ini, penulis
menggunakan dua teori utama yaitu positive-thinking dan self-identity. Dimana pakaian ihram yang
dikenakan seseorang mensugestikan pikiran-pikiran positif kedalam otak manusia karena warnanya
yang putih bersih identik dengan kesucian dan mensucikan diri, maka dengan mengenakannya,
manusia akan selalu berpikir positif.
Teori self-identity menjelaskan bahwa pakaian ihram yang dikenakan oleh seseorang
membentuk identitas yang positif bagi dirinya. Identitas kehidupan sehari-harinya yang selama ini
dipegang, ketika beribadah haji dan umrah semua itu ditanggalkan. Jabatan, kedudukan, harta, dan
status sosial semuanya adalah identitas sementara manusia dan palsu. Manusia seharusnya memiliki
sifat tawadhu dan tadarru, yaitu rendah diri secara horizontal dengan makhluk lainnya dan rendah
diri di hadapan Allah Subhanallahu Wa Ta’ala.
Dalam pembahasan positive-thinking terdapat arti secara psikologis dari warna putih yaitu
suci, polos, murni, cemerlang, jujur, ringan, sederhana, menarik, dan positif. Warna putih
cenderung menggambarkan hal-hal yang positif maka tak heran jika warna putih pada pakaian
ihram dapat mempengaruhi keadaan psikologis manusia secara positif.
Berpikir positif juga memiliki beberapa aspek positif yang berdampak baik pada seseorang.
Keempat aspek tersebut adalah cerminan dari seseorang yang berpakaian ihram, dengan
mengenakannya saat prosesi ibadah haji atau umrah, mereka akan tersugesti untuk berpikiran
positif akibat pengaruh baju yang dikenakannya, mereka menjadi pribadi yang memiliki harapan

23
Dinda Rahmawati “Hubungan Identitas Diri dengan Orientasi Masa Depan Anak Jalanan” Skripsi, Malang, 2017,
hal. 30
17
yang positif, mengafirmasi diri secara positif, membuat pernyataan yang tidak menilai, dan
mampu menyesuaikan diri dengan kenyataan. Peribadatan yang dilakukan tidak terlalu lama
namun pengaruh positifnya akan terus terbawa sampai seseorang itu kembali menjalani kehidupan
aslinya jika Ia benar-benar menanamkannya di dalam dirinya.
Dalam pembahasan self-identity terdapat beberapa poin penting, salah satunya 3 prinsip self-
identity yaitu kategorisasi (mendefinisikan diri sebagai umat muslim dan menciptakan perasaan in-
group), identifikasi (mengidentifikasikan diri bersama umat muslim yang lain dan mengangkat self-
esteem), dan perbandingan (compare with others dan self-evaluation).

DAFTAR PUSTAKA
Albrecht, Karl. 1980. Brain Power, Learn to Improve Your Thinking Skill. New Jersey:
Prentice Hall. Inc.
Albrecht, Karl. 1994. Daya Pikir Metode Peningkatan Potensi Berpikir. Semarang: Dahara
Prize.
Antoni, Robert. 1993. Rahasia Membangun Kepercayaan Diri. Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Asmani, Jamal Ma’mur. 2009. The Law of Positive Thinking. Yogyakarta: Garailmu.
El-Bantanie, Muhammad Syafi’ie. 2010. Bidadari Dunia. Jakarta: PT. Wahyumedia.
Elfiky, Ibrahim. 2010. Terapi Positive-Thinking. Yogyakarta: Hikam Pustaka.
Hidayat, Komaruddin. 2008. Psikologi Ibadah. Jakarta: Serambi.
Hidayat, Komaruddin. 2008. Psikologi Kematian. Jakarta: Mizan.
Marcia, J. E. 1966. Development and Validation of Ego-Identity Status. New York:
Routledge.
Na’im, Nur Jannatun. 2017. Pengaruh Berpikir Positif terhadap Motivasi Berprestasi pada
Santri Tahfidzul Qur’an. Skripsi. Jombang.
Nurzainina, Yunita. 2014. Sugesti, Koneksi antara Islam dan Psikologi. Jakarta: Buku Sidu.
N. V, Peale. 2006. Berpikir Positif untuk Remaja. Yogyakarta: Baca!.
Papalia, dkk. 2009. Perkembangan Manusia. Jakarta: Salemba Humanika.
Rahmawati, Dinda. 2017. Hubungan Identitas Diri dengan Orientasi Masa Depan Anak
Jalanan. Skripsi, Malang.
Syafi’I, Achmad Ghozali. 2015. Warna dalam Islam. Pekanbaru: UIN Sultan Syarif Kasim
Press.
Wiranata, Andrie K. 2010. Stop Berpikir Negatif Mulailah Berpikir Positif. Yogyakarta:
New Diglossia.
Yanuar, Arifin. 2011. 100% Bisa Selalu Berpikir Positif. Yogyakarta: DIVA Press.

18
19

Anda mungkin juga menyukai