0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
37 tayangan2 halaman
Dokumen tersebut membahas pengambilan keputusan untuk bunuh diri dilihat dari perspektif psikologi kognitif. Pengambilan keputusan bunuh diri dipengaruhi oleh heuristik, distorsi kognitif, dan framing negatif terhadap diri sendiri yang menyebabkan seseorang merasa tidak ada jalan keluar lain selain bunuh diri. Dokumen ini juga menggunakan contoh penulis dan adik tingkatnya yang pernah berpikir
Dokumen tersebut membahas pengambilan keputusan untuk bunuh diri dilihat dari perspektif psikologi kognitif. Pengambilan keputusan bunuh diri dipengaruhi oleh heuristik, distorsi kognitif, dan framing negatif terhadap diri sendiri yang menyebabkan seseorang merasa tidak ada jalan keluar lain selain bunuh diri. Dokumen ini juga menggunakan contoh penulis dan adik tingkatnya yang pernah berpikir
Dokumen tersebut membahas pengambilan keputusan untuk bunuh diri dilihat dari perspektif psikologi kognitif. Pengambilan keputusan bunuh diri dipengaruhi oleh heuristik, distorsi kognitif, dan framing negatif terhadap diri sendiri yang menyebabkan seseorang merasa tidak ada jalan keluar lain selain bunuh diri. Dokumen ini juga menggunakan contoh penulis dan adik tingkatnya yang pernah berpikir
“Mahasiswi Universitas Ini Akhiri Hidup Karena Cinta” Judul-Judul diatas sudah sangat familiar terdengar dan bisa kita temukan saat membaca berita atau sebuah artikel. Bukanlah fenomena yang asing lagi saat ini, namun bunuh diri tidak seharusnya digambarkan terlalu remeh ataupun terlalu mengerikan seperti di dalam berita maupun artikel yang sering kita lihat. Baru-baru ini muncul berita yang akhirnya menjadi viral, tentang seorang mahasiswi dan juga seorang aktivis anti bunuh diri yang meninggal karena gantung diri. Ia sangat aktif di media sosial menyuarakan campaign #preventsuicide sehingga orang-orang tidak menyangka Ia sendiri akan melakukan bunuh diri. Dari kasus ini, bisa kita pahami bahwa bunuh diri bukan merupakan hal sepele dan penyebabnya pun bisa datang dari faktor-faktor yang tidak terduga. Dalam pandangan psikologi kognitif, perilaku bunuh diri bisa ditelaah melalui cara pengambilan keputusan seseorang. Pengambilan keputusan atau decision-making adalah proses menentukan atau memilih berbagai kemungkinan di antara situasi-situasi yang tidak pasti (Suharnan, 2005). Pengambilan keputusan terjadi dalam situasi-situasi yang membuat seseorang harus memprediksi ke depan, memperkirakan atau membuat estimasi, atau memilih salah satu diantara dua pilihan atau lebih mengenai frekuensi kejadian berdasarkan bukti-bukti subjektif yang terbatas. Namun, tidak semua keputusan dapat diambil dengan pertimbangan yang sistematis seperti teori keputusan klasik diatas, contohnya bisa kita lihat dari pernyataan oleh adik tingkat Penulis di kampus yang pernah melakukan percobaan bunuh diri, ia berkata “Aku sudah sering self-harming, sampai pernah aku kelewatan gores tanganku tanpa sadar, yang di pikiranku saat itu mungkin kalau aku mati masalahku akan hilang.”, Penulis dengannya seringkali saling berbagi cerita tentang masalah masing-masing dan juga apa yang kami pikirkan tentang bunuh diri. Maka, kita bisa menelaah melalui pendekatan Heuristik. Pendekatan ini sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Suharnan (2005), seseorang hanya berpatokan pada keyakinan akan keputusan yang telah diambil, sesuai dengan hukum kedekatan, kemiripan, kecenderungan, atau keadaan yang paling dekat dengan kenyataan yang diperolehnya, baik berdasarkan pengalaman ataupun informasi dari orang lain. Biasanya saat seseorang telah membuat patokan, ia cenderung akan memiliki gerakan yang terbatas yaitu terkurung disekitar patokan yang telah ia buat sendiri. Walaupun keputusan yang diambil bertentangan dengan bukti penalaran logis, keputusan akan tetap dipertahankan dan akan menutup mata terhadap bukti-bukti baru yang berbeda. Pelaku bunuh diri bukannya tidak mengetahui konsekuensi dari tindakannya tetapi ia cenderung berani mengambil konsekuensi tersebut. Sebagai mahasiswa, Penulis sendiri pernah mengalami stres dan depresi. Karena memang persoalan yang dihadapi mahasiwa di kampus itu bukan hanya soal akademik saja, melainkan hubungan sosial antara mahasiswa yang juga bisa menjadi sangat rumit. Penulis sempat merasa depresi yang berlangsung beberapa bulan. Pikiran bunuh diri memang ada terlintas namun tidak direalisasikan. Yang muncul di pikiran saat itu, “Saya tidak mau hidup lagi dengan masalah ini, tapi jika mati pun saya tetap akan menghadapi masalah yang lebih berat untuk menebus apa yang saya lakukan jika saya benar-benar bunuh diri.”, dengan pemikiran seperti itu, Penulis memiliki keyakinan bahwa Penulis tidak akan pernah melakukan yang namanya bunuh diri karena hidup menyakitkan, mati pun akan sakit, keduanya sama saja. Penulis juga jadi merasa lelah secara emosional, tidur seringkali sampai belasan jam, mimpi terasa lebih indah daripada kenyataan. Menurut Beck dalam (Nevid, dkk, 2003), Orang yang bunuh diri adalah akibat sudah merasa putus asa dan tidak bisa berpikir tentang jalan keluar lainnya dari permasalahan yang dihadapi selain bunuh diri. Ketika seseorang putus asa mereka cenderung mengambil keputusan yang tidak menguntungkan bagi dirinya sendiri, hal ini karena saat seseorang mengalami permasalahan yang menjadikannya stress, atau bahkan sampai depresi, orang tersebut cenderung mengalami distorsi kognitif sehingga tidak mampu menemukan keputusan lain untuk keluar dari permasalahannya. Selain rasa putus asa, kemapuan coping dan problem solving juga berpengaruh dalam pengambilan keputusan, apakah memilih untuk bunuh diri, atau bertahan dan berusaha mencari jalan keluar dari masalahnya. (Williams dan Pollock, 2001). Perilaku bunuh diri juga terkait dengan decision framing, yaitu pembingkaian keputusan berdasarkan persepsi. Menurut (Suharnan, 2005), pembuatan keputusan dipengaruhi dua bingkai yaitu Penerimaan, yang dinyatakan dalam bentuk perolehan (gain) sehingga menghasilkan tindakan pertentangan atau penghindaran dari resiko. Kemudian Penolakan, dinyatakan dalam bentuk kehilangan (lost) sehingga akan menimbulkan tingkah laku mengambil resiko. Adanya pembingkaian keputusan dengan pandangan negatif terhadap diri akan membentuk skema kognitif yang disfungsional (automatic thought), inilah yang mengakibatkan seseorang mengalami distorsi kognitif. Seseorang yang mengalami distorsi kognitif ditandai dengan penurunan kemampuan dalam pemecahan masalahm sehingga ketika seseorang berpikir untuk bunuh diri, maka ia akan menganggap bunuh diri sebagai satu-satunya solusi tanpa ada alternative lain yang lebih baik untuk mengambil keputusan. Masalah yang dialami Penulis dan adik tingkat Penulis sampai mendatangkan pikiran bunuh diri kepada kami. ada yang telah melakukan percobaan bunuh diri, ada pula dari kami yang hanya ingin namun di sisi lain yakin tidak akan melakukannya.
Kepribadian: Pengantar ilmu kepribadian: apa itu kepribadian dan bagaimana menemukan melalui psikologi ilmiah bagaimana kepribadian mempengaruhi kehidupan kita