Anda di halaman 1dari 20

KONSTRUKSI DIRI PELAKU BUNUH DIRI YANG GAGAL, DALAM MEMAKNAI

KEHIDUPAN DAN KEMATIAN


(Studi Kasus Kota Surabaya, Indonesia)

Muhammad Rizal Syahputra


Program Studi S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
muhammad.17040564064@mhs.unesa.ac.id

Fransiscus Xaverius Sri Sadewo


Program Studi S1 Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya
fsadewo@unesa.ac.id

Abstract
Suicide is a social phenomenon that to this day is one of the biggest causes of death
in all corners of the world. Suicide as a social fact is still a taboo subject to discuss in people's
lives in general. As a sociological phenomenon, suicide has a very close relationship with
regulation and social integration, so that suicide cannot be viewed solely as a personal
phenomenon. The suicide rate in social life is influenced by these two social facts. Suicide
desire is owned by anyone, regardless of class, gender, religion, social class, race, ethnicity,
and culture though. The study of suicide in sociology was first introduced by Emile
Durkheim in his book entitled "Suicide: A Study of Sociology" published in 1897. In this
study I used qualitative research methods, with a theoretical basis from a book written by
Emile Durkheim. This study aims to understand the self-construction of the perpetrators of
suicide attempts who decide to survive in their meaning of life. I hope that this research will
be able to contribute to the development of science, help solve the mystery of the
phenomenon of suicide and furthermore can be a solution to prevent suicide tragedies in the
future.
Keywords: Suicide, self construction, social regulation, social integration.

Abstrak
Bunuh diri adalah fenomena sosial yang sampai hari ini menjadi salah satu
penyebab kematian terbesar di seluruh penjuru dunia. Bunuh diri sebagai sebuah fakta sosial
masih menjadi hal yang tabu untuk dibahas dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
Sebagai fenomena sosiologis, bunuh diri memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan
regulasi dan integrasi sosial, sehingga bunuh diri tidak bisa semata-mata dipandang sebagai
fenomena yang sifatnya pribadi. Angka bunuh diri dalam kehidupan sosial dipengaruhi oleh
dua fakta sosial tersebut. Hasrat bunuh diri dimiliki oleh siapapun, terlepas dari golongan,
gender, agama, kelas sosial, ras, suku, dan budaya sekalipun. Studi tentang bunuh diri dalam
sosiologi pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkheim dalam karya bukunya yang
berjudul “Suicide: A Study of Sociology” yang terbit pada tahun 1897. Dalam penelitian ini
saya menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan landasan teori dari buku yang telah di
tulis oleh Emile Durkheim. Penelitian ini bertujuan untuk memahami konstruksi diri para
pelaku percobaan bunuh diri yang memutuskan untuk bertahan hidup dalam memaknai
kehidupan. Harapan saya, penelitian ini mampu memberikan sumbangsih untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, membantu memecahkan misteri fenomena bunuh diri dan
lebih jauh lagi dapat menjadi solusi untuk mencegah tragedi bunuh diri di masa depan.
Kata kunci: Bunuh diri, konstruksi diri, regulasi sosial, integrasi sosial.

1
PENDAHULUAN berdasarkan ukuran tetap apapun. Individu
yang tidak mampu menanggung beban dan
Kesedihan adalah sesuatu yang mengatasi masalahnya akan merasakan
normal dalam kehidupan manusia. keputusasaan dan mungkin akan
Tentunya dalam kehidupan dunia ini, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya
manusia tidak hanya akan merasakan sendiri. (Huen, Ip, Ho & Yip, 2015).
kebahagiaan, manusia juga tidak akan Keputusasaan sering menyebabkan
terlepas dari rasa kesedihan. Hal ini suasana hati yang buruk dan akhirnya
karena manusia diciptakan sebagai berdampak negatif pada kemampuan
makhluk yang memiliki rasa cinta. interaksi serta proses pemahaman individu
Apabila kesedihan dikelola dengan cara atas dirinya sendiri, orang lain, dan
yang efektif, maka dapat menjadi sarana lingkungan sekitarnya (Ali & Soomar,
untuk tumbuh, dan pada tahap 2019). Menurut Abramson, Metalsky &
maksimalnya dapat memberikan makna Alloy (1989), dalam beberapa fase
pada kehidupan seseorang. Sebaliknya kehidupan individu, khususnya dalam
apabila kesedihan tidak mampu untuk suasana hati yang sedih, individu dapat
dikelola dengan baik, maka akan dapat mengembangkan pandangan negatif untuk
berubah menjadi sebuah hal yang bersifat diri mereka sendiri, hal ini juga
abnormal, dan dapat menimbulkan memungkinkan individu mengalami
beragam bentuk persoalan fisik-psiko- perasaan tidak berharga bagi orang lain,
sosial-spiritual berkepanjangan. Bahkan dan perasaan ini lah yang akhirnya juga
mungkin akan sangat berbahaya bagi diri menimbulkan persepsi negatif kepada
sendiri (misalnya bunuh diri) dan lebih orang lain seiring berjalannya waktu.
jauh akan mengancam nyawa orang lain
Keputusasaan sering menggiring
(Totok S. Wirasaputra, 2016).
seseorang kepada tindakan-tindakan yang
Setiap individu memiliki reaksi
merugikan diri sendiri. Seiring dengan
yang berbeda-beda dalam menghadapi
berjalannya waktu, individu akhirnya
masalah atau stressor dalam kehidupan.
mengembangkan rasa kesedihannya ke
Masalah yang mungkin untuk beberapa
tahap rasa kebencian kepada orang lain
individu ternilai mampu untuk diatasi,
dan lingkungan sekitarnya (Liu, Kleiman,
terkadang menjadi masalah yang besar dan
Nestor, & Cheek, 2015). Individu yang
berat bagi individu yang lainnya. Hal ini
mengaitkan peristiwa kehidupan
membuktikan bahwa kesedihan, stress,
pribadinya dengan kehidupan global yang
ataupun depresi tidak bisa diukur

2
lebih luas, berkemungkinan lebih besar kaitannya dengan dua kekuatan sosial
mengalami depresi dan keputusasaan. dasar, yakni integrasi sosial yang berupa
Individu yang merasa putus asa dalam kemampuan individu untuk menjalin
menghadapi fase kehidupan yang berat, ikatan dengan masyarakat dan nilai sosial
memilih jalan bunuh diri sebagai satu- sebagai bentuk regulasi yang mengatur
satunya jalan keluar dari segala masalah kehidupan individu, sedangkan Bridge,
yang dialaminya (Huen, Ip, Ho, & Yip, Goldstein, dan Brent (2006) mencatat
2015). Singkatnya para pelaku atau beberapa terminologi yang digunakan
penyintas bunuh diri setidaknya terdorong dalam memahami definisi bunuh diri,
untuk melakukan upaya penghilangan antara lain; Ide bunuh diri mengacu
nyawanya didasari oleh rasa keputusasaan. kepada pemikiran seseorang untuk
Seringkali tindakan bunuh diri dilakukan membunuh atau menyakiti dirinya sendiri.
oleh individu yang merasa sendirian dalam Percobaan bunuh diri adalah suatu
menghadapi beratnya kehidupan. Mereka tindakan yang tidak fatal, namun tetap
merasakan keputusasaan dan gagal dalam menyakiti diri sendiri dengan maksud
menjelaskan perasaannya kepada orang eksplisit untuk menjemput kematian.
lain, karena merasa bahwa orang lain tidak Sedangkan tindakan bunuh diri adalah
peduli dengan masalah yang dialaminya. tindakan yang dilakukan seseorang
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan menyakiti dirinya sendiri secara
dukungan sosial merupakan salah satu fatal dan sengaja untuk membunuh
faktor pencegah (protektif) dan antisipasi dirinya sendiri.
untuk mengagalkan upaya bunuh diri
seseorang. Dukungan sosial memiliki KAJIAN PUSTAKA

sumbangsih yang besar terhadap kesehatan


Dalam penelitian ini saya sebagai
mental dan tidak dapat dipisahkan dari
peneliti menggunakan landasaran teori
proses hubungan sosial.
bunuh diri Emile Durkheim dalam karya
bukunya yang berjudul “Suicide: A Study
Emile Durkheim dalam bukunya
of Sociology” yang terbit pada tahun
suicide mendefinisikan bunuh diri sebagai
1897. Buku ini memiliki 374 halaman dan
kematian secara langsung atau tidak
diterbitkan oleh penerbit The Free Press.
langsung yang merupakan hasil dari
Buku ini pertama kali ditulis
tindakan positif maupun negatif pelaku
menggunakan bahasa Perancis dengan
yang dengan sadar mengerti akibatnya.
judul Le Suicide : Ettude de Sociologie di
Menurut Durkheim, bunuh diri sangat erat

3
Paris, dan diterjemahkan ke bahasa Inggris Durkheim mengajukan dua cara yang
oleh Routledge dan Kegan Paul Ltd pada berkaitan dalam evaluasi angka bunuh
tahun 1952. Dalam konstruksi sosial diri. Cara yang pertama adalah dengan
masyarakat, bunuh diri menjadi salah satu membandingkan masyarakat-masyarakat
dari tindakan individu yang sifatnya yang berbeda atau tipe-tipe kolektivitas
sangat pribadi atau personal. Durkheim yang lainnya. Sedangkan cara yang kedua
percaya jika karyanya ini mampu adalah dengan melihat perubahan-
membuktikan bahwa sosiologi memiliki perubahan angka bunuh diri di dalam
peran yang sangat penting dalam kolektivitas yang sama seiring berjalannya
mengidentifikasi tindakan bunuh diri yang waktu. Durkheim mengakui bahwa para
secara umum dipandang sebagai tindakan individu mungkin memiliki berbagai
yang individualistik. Sebagai seorang ragam alasan untuk melakukan bunuh diri.
sosiolog, Durkheim tidak berminat untuk Tetapi alasan-alasan ini bukan suatu
membedah mengapa seorang individu penyebab yang nyata. Alasan-alasan itu
khusus memutuskan untuk melakukan merupakan titik kelemahan seorang
bunuh diri. Hal itu bukan hal yang ingin individu, ketika arus dari luar yang
dibedah secara spesifik oleh Durkheim, membawa dorongan kuat untuk
karena baginya itu merupakan tugas para penghancuran diri paling mudah
psikolog. Dalam karyanya Suicide, menemukan sebuah pengantar. Akan
Durkheim ingin menjelaskan perbedaan- tetapi alasan-alasan itu bukanlah bagian
perbedaan di dalam angka bunuh diri; dari arus itu sendiri, dan akibatnya alasan-
bagaimana suatu kelompok individu alasan itu tidak mampu membantu kita
memiliki angka bunuh diri lebih besar dari untuk memahaminya. (George Ritzer,
kelompok individu lainnya. Faktor-faktor 2012) Dalam memahami teori bunuh diri
psikologis mampu untuk menjelaskan Durkheim, kita harus memeriksa relasi
mengapa seorang individu khusus dalam antara tipe-tipe bunuh diri dan kedua fakta
masyarakat memutuskan untuk melakukan sosial yang paling mendasari teori ini,
bunuh diri, tetapi bagi Durkheim hanya yakni; integrasi dan regulasi. Integrasi
fakta-fakta sosial yang mampu didefinisikan sebagai kekuatan keterikatan
menjelaskan mengapa satu kelompok yang kita miliki dalam kehidupan
mempunyai angka bunuh diri yang lebih bermasyarakat. Regulasi didefinisikan
tinggi dari kelompok lainnya. (George sebagai derajat paksaan eksternal kepada
Ritzer, 2012) individu/ masyarakat. Bagi Durkheim,

4
kedua arus sosial itu adalah variabel- bunuh diri merupakan sebuah
variabel yang saling berkesinambungan fenomena sui genesis. Fenomena bunuh
satu sama lainnya, dan angka bunuh diri diri selalu memiliki hakikatnya sendiri,
mengalami perubahan apabila salah satu dan hakikatnya itu lebih bersifat sosial
dari arus tersebut terlalu rendah atau daripada individual. (Emile Durkheim,
terlalu tinggi. 1952)

Durkheim menyimpulkan bahwa Dalam masyarakat yang bersahaja,


faktor-faktor kritis dalam perbedaan- terjadi pertukaran gagasan yang
perbedaan pada angka bunuh diri berlangsung secara spontan; dari semua
ditemukan pada perbedaan-perbedaan di anggota ke setiap anggota, dan dari setiap
level fakta-fakta sosial. Kelompok- anggota ke semua anggota. Hal ini saling
kelompok yang berbeda memiliki tersinkronasi secara alamiah. Berbentuk
sentimen kolektif yang berbeda, dan dukungan moral satu sama lain, sebagai
menghasilkan arus-arus sosial yang sesama manusia yang senantiasa
berbeda pula. Arus-arus sosial itulah yang melindungi dan membangun satu sama
mempengaruhi keputusan individu dalam lainnya. Dalam hal ini Durkheim
menentukan pilihannya, termasuk bunuh berupaya untuk memulihkan kembali
diri. Dengan kata lain, apabila terjadi conscience collective di dalam masyarakat
perubahan-perubahan dalam sentimen- modern yang individualistis. Disini
sentimen kolektif, maka juga akan conscience collective dijelaskan
mempengaruhi perubahan-perubahan Durkheim sebagai seperangkat yang lebih
dalam arus-arus sosial, yang pada kompleks dari sekedar solidaritas
akhirnya nanti juga akan menentukan mekanik. (Emile Durkheim, 1952)
tinggi-rendahnya angka bunuh diri dalam
JENIS BUNUH DIRI DALAM
suatu masyarakat. (George Ritzer, 2012)
MASYARAKAT
Menurut Durkheim, regularitas,
individualitas, serta kecenderungan dari Durkheim menjelaskan bahwa ada
tindakan bunuh diri, memiliki keterkaitan empat macam atau jenis seseorang
dengan suatu karakteristik masyarakat. melakukan tindakan bunuh diri, yakni
Variasi regularitas dapat diperlihatkan dari antara lain :
satu tipe masyarakat ke tipe masyarakat
1. Bunuh Diri Egoistik
lainnya, dalam kurun waktu tertentu, hal
ini membuktikan secara ilmiah bahwa

5
Angka-angka bunuh diri egoistik anggotanya, dan secara langsung
yang tinggi, besar kemungkinan akan mencegah tersebar luasnya fenomena
ditemukan di dalam kehidupan bunuh diri egoistik, sedangkan
masyarakat atau kelompok sosial dimana disintegrasi sosial masyarakat
individu tidak terintegrasi dengan baik di menyebabkan arus-arus depresi dan
dalam unit sosial. Rendahnya tingkat kekecewaan terhadap individu.
integrasi sosial ini pun menyebabkan Fenomena bunuh diri egoistik
perasaan pada seorang individu khusus membuktikan bahwa bahkan dalam
bukan bagian dari kelompok sosial tindakan-tindakan yang paling
tempatnya berada, namun juga ada individualistik sekalipun memiliki
kemungkinan bahwa individu tidak keterkaitan yang sangat erat dengan
menganggap bahwa orang lain di fakta-fakta sosial. (George Ritzer,
sekitarnya merupakan bagian dari dirinya. 2012)
Durkheim menyatakan bahwa bagian-
bagian terbaik seorang manusia yang Para pelaku bunuh diri egoistik
berwujud; moralitas, nilai-nilai, dan memutuskan untuk melakukan bunuh diri
perasaan memiliki satu sama lain berasal karena kegagalannya atau ketidak-
dari kehidupan bermasyarakat. (Emile mampuannya melangsungkan integrasi
Durkheim, 1952) sosial. Mereka kesulitan dalam
Suatu masyarakat yang terintegrasi berinteraksi, dan mulai menampakkan
dengan baik akan memberikan hal-hal sikap-sikap anti social sebagai wujud
itu kepada kita, rasa saling memiliki dan kekecewaannya dalam kehidupan
dukungan-dukungan moral masyarakat. Para pelaku bunuh diri
memampukan kita bertahan menghadapi egoistik, menilai bahwa kehidupannya
berbagai masalah apapun, baik itu sepenuhnya berada dalam genggaman
masalah yang sederhana maupun kehendaknya dan menganggap bahwa
masalah yang rumit sekalipun. Tanpa bunuh diri merupakan satu satunya jalan
hal-hal tersebut, maka besar untuk menyelesaikan permasalahan
kemungkinan kita akan melakukan pribadinya. Bunuh diri dilakukan tanpa
bunuh diri karena frustasi menghadapi pertimbangan tanggung jawab sosial
masalah kecil sekalipun. Arus-arus dalam kehidupan bermasyarakat.
sosial dalam kehidupan masyarakat Durkheim menyebut bunuh diri
yang terintegrasi bersifat melindungi egoistik sebagai bentuk individualistik

6
berlebihan yang diilhami oleh seorang Durkheim juga menjelaskan bahwa
individu. Contohnya, bunuh diri yang tipe bunuh diri altruistik merupakan tipe
dilakukan seseorang pria kesepian tanpa bunuh diri yang digunakan oleh para
ikatan keluarga, dan pandangan masa martir dalam sebuah tugas, perang,
depan yang kabur. Beban hidup yang ataupun teror sekalipun. (Emile Durkheim,
dipikulnya dirasa mampu berakhir dengan 1952) Para pelaku bunuh diri altruistik
jalan lari dari kenyataan dan akhirnya menganggap bahwa tindakannya
berujung kepada tindakan bunuh diri. Atau merupakan tugas yang harus
seseorang yang memaknai kebebasan dilakukannya, dan hanya dirinya-lah yang
dalam berkehendaknya atas hidup tanpa mampu untuk melakukannya. Apabila
ikatan otoritas apapun, sehingga dirinya angka bunuh egoistik yang lebih tinggi
merasa bahwa kehidupan sepenuhnya diakibatkan karena kelelahan, kesedihan,
berada dalam genggamannya dan depresi, yang tak tersembuhkan,
keputusan apapun yang dipilihnya adalah sebaliknya bunuh diri altruistik berasalkan
bentuk kebebasan dalam berkehendak. dari harapan, ketergantungan akan suatu
kepercayaan akan hal-hal yang lebih indah
2. Bunuh Diri Altruistik dari kehidupan saat ini. Secara sederhana,
apabila integrasi rendah, maka seorang
Apabila bunuh diri egoistik terjadi
individu akan melakukan bunuh diri
ketika integrasi sosial terlalu lemah,
karena tidak merasakan kebaikan yang
sebaliknya bunuh diri altruistik terjadi
lebih besar untuk harapannya hidup,
ketika integrasi sosial terlalu kuat. Satu
sedangkan ketika integrasi tinggi maka
contoh bunuh diri altruistik yang terkenal
seorang individu memutuskan untuk
paling fenomenal adalah bunuh diri
melakukan bunuh diri untuk kebaikan
massal para pengikut Pendeta Jim Jones di
yang lebih tinggi.
Jonestown, Guyana pada 1978. Mereka
Para pelaku bunuh diri altruistik
secara sadar memutuskan untuk
merupakan orang-orang yang
membunuh dirinya sendiri dengan cara
menempatkan kepentingan kelompok di
menenggak minuman beracun. Mereka
atas kepentingannya sendiri. Hal ini
melakukannya karena merasa memiliki
diakibatkan dari proses integrasi sosial
keterikatan yang sangat erat dalam serikat
dan kesepakatan bersama atas suatu nilai
pengikut fanatik Jones. (George Ritzer,
yang dianut dengan terlalu kuat.
2012)
Contohnya para pelaku teroris bom bunuh

7
diri yang meledakkan dirinya demi efek perusakan yang berasal dari nafsu-
menjunjung suatu nilai yang dianut nafsu individual bila terlepas dari
kelompoknya, atau Kamikaze yang kekangan eksternal. Dengan demikian,
dilakukan oleh pasukan Jepang dalam para individu yang “terbebas” telah
perang dunia II untuk menghancurkan menjadi budak atas nafsunya sendiri, dan
kapal-kapal sekutu. akibatnya secara perlahan melakukan
sederetan tindakan-tindakan merusak,
3. Bunuh Diri Anomik termasuk membunuh dirinya sendiri.
Para pelaku bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik terjadi apabila
memutuskan untuk melakukan tindakan
sistem kekuasaan yang mengatur
bunuh diri karena adanya ketidak-
keteraturan hidup masyarakat mengalami
teraturan tatanan, hukum, serta berbagai
kekacauan. Kekacauan-kekacauan tersebut
moralitas sosial yang berlaku dalam
mengakibatkan kekecewaan yang
kehidupan bermasyarakat. Durkheim
mendalam bagi individu karena ketidak-
menjelaskan bahwa ini terjadi akibat
berdayaannya dalam mengendalikan nafsu
gangguan moralitas yang mana manusia
mereka yang bebas tak terkendali dalam
tidak mengetahui batas-batas
kompetisi yang tidak mengenal batas pula.
keinginannya dan secara berkelanjutan
(Emile Durkheim, 1952)
merasakan kekecewaan. Contohnya,
Bunuh diri anomik berkemungkinan
seseorang yang tersisa hidup dalam
terjadi pada saat-saat ledakan ekonomi,
peperangan, dirinya merasakan perubahan
dan juga pada saat depresi ekonomi.
sosial yang cepat dan tidak dapat
Kedua tipe kekacauan itu akan
menerima perubahan tersebut, sehingga
mengakibatkan kolektivitas untuk
memilih untuk mengakhiri hidupnya
sementara tidak mampu menggunakan
dengan bunuh diri.
otoritasnya untuk mengatur individu.
Kekacauan ini juga mengakibatkan situasi
4. Bunuh Diri Fatalistik
dimana nilai dan norma lama tidak lagi
berlaku, namun nilai dan norma yang baru Apabila bunuh diri anomik lebih
belum disepakati. (George Ritzer, 2012) mungkin terjadi dalam situasi-situasi
Peningkatan dalam angka bunuh diri dimana regulasi terlalu lemah, sebaliknya
anomik selama periode deregulasi bunuh diri fatalistik lebih mungkin terjadi
kehidupan sosial, konsisten dengan ketika regulasi terlalu kuat. Durkheim
pandangan pandangan Durkheim tentang menggambarkan orang-orang yang

8
melakukan bunuh diri fatalistik sebagai bahwa lebih baik mati daripada hidup
pribadi-pribadi dengan masa depan yang dalam kehidupan yang tidak
terhalang tanpa harapan dan nafsu-nafsu diinginkannya. Contohnya, seorang
yang dicekik dengan kasar oleh disiplin narapidana yang dijatuhi hukuman
yang bersifat menindas. (Emile Durkheim, bertahun-tahun dalam penjara, daripada
1952) Contoh klasiknya adalah seorang dirinya merasakan penderitaan dalam
budak yang tidak mampu membebaskan penjara, dia memilih untuk mengakhiri
dirinya dari perbudakan. Ia merenggut hidupnya.
nyawanya karena merasa tidak mampu
METODE PENELITIAN
untuk merubah kondisi yang dialaminya,
peraturan dan penindasan yang
Dalam penelitian “Konstruksi Diri
dirasakannya tidak mampu lagi Ia pikul
Pelaku Bunuh Diri yang Gagal, dalam
lebih lama lagi. Terlalu kuatnya daya
Memaknai Kehidupan dan Kematian
pengaturan atau penindasan
(Studi Kasus Kota Surabaya)” Saya
mengakibatkan terlepasnya arus-arus
sebagai mahasiswa sekaligus peneliti
kemurungan jiwa, yang pada akhirnya
menggunakan metode penelitian kualitatif
nanti menyebabkan peningkatan di dalam
deskriptif dengan bantuan data-data
angka bunuh diri fatalistik.
penelitian serupa yang pernah dilakukan
Para pelaku bunuh diri fatalistik di masa lalu. Penelitian kualitatif berarti
memutuskan untuk melakukan tindakan penelitian yang bersifat deskriptif dan
bunuh diri karena adanya peningkatan menggunakan analisis proses serta makna.
hukum, nilai dan norma dalam kehidupan Arah penelitian ini ditentukan dengan
bermasyarakat yang berakibat rumusan masalah dan tujuan penelitian
menimbulkan tekanan kepada individu yang sudah saya susun di bab pertama.
atau kelompok. Bunuh diri fatalistik Dalam penelitian ini, Teori tidak semata-
merupakan kebalikan dari bunuh diri mata dipahami sebagai awal dari proses
anomie. Peraturan-peraturan yang penelitian, tetapi teori dibangun dari data
menindas kehidupan individu yang diperoleh sesuai fakta sosial secara
mengarahkan keinginan analitis dan sistematis melalui metode-
radikal seseorang untuk mengakhiri metode yang komparatif. (FX Sri Sadewo,
penderitaan hidupnya sebagai wujud 2016)
kekecewaan terhadap tatanan tersebut.
Para pelaku bunuh diri fatalistik menilai

9
Penelitian kualitatif bersifat sangat multikultural dengan berbagai masalah
dinamis yang berarti masih akan terus sosial di dalamnya. Banyak sekali kasus
mengalami perkembangan. Pada bunuh diri yang tidak tercatat dengan
umumnya penelitian kualitatif, dilakukan tepat, selama saya melakukan observasi,
untuk meneliti suatu persoalan atau data terakhir yang saya peroleh dari
fenomena sosial menggunakan teknik lembaga sosial terkait dengan pengukuran
observasi dan wawancara. Penelitian angka bunuh diri, saya temukan angka
kualitatif deskriptif ini bertujuan untuk 0%. Padahal banyak sekali kasus bunuh
menggambarkan kondisi, situasi, dan juga diri yang terjadi di kota metropolitan ini.
realitas sosial di masyarakat yang menjadi Hal ini termasuk salah satu dasar yang
objek penelitian ini, serta berusaha untuk menggugah semangat saya sebagai
menunjukkan realitas, ciri, sifat, karakter, peneliti untuk menganalisis fenomena
model, kondisi suatu fenomena tertentu bunuh diri di Kota Surabaya.
yang ada dalam masyarakat (Burhan
Bungin, 2007). Sebagai seorang peneliti, Sumber data penelitian ini saya susun

saya berusaha untuk menyajikan data dari informasi para pelaku bunuh diri

lapangan seobjektif mungkin, sehingga yang gagal (beberapa data penguat akan

nantinya besar harapan saya hasil digali dari ahli kejiwaan dan keluarga

penelitian ini bisa bermanfaat untuk penderita) Sebelumnya saya sudah

penelitian-penelitian yang akan datang. mengumpulkan dan memahami latar

Narasumber dalam penelitian ini tentunya belakang para narasumber, demi

memiliki latar belakang yang variatif, objektifitas data, maka saya akan

sehingga nantinya hasil penelitian ini melakukan penggalian data lebih

mampu menjelaskan fenomena bunuh diri mendalam dan mendasar lagi. Ada pun

yang ada di Surabaya khususnya di yang menjadi pertimbangan saya dalam

kalangan remaja dengan berbagai motif menentukan subjek penelitian saya ini

dan latar belakang. antara lain; memiliki riwayat upaya bunuh


diri, memiliki riwayat melakukan self –
Penelitian ini dilaksanakan di Kota harm, orang-orang terdekat dari kategori
Surabaya. Alasan saya sebagai peneliti A dan B. Dalam penelitian ini, peneliti
menjadikan Kota Surabaya sebagai lokasi mengunakan sumber data yang berhasil
penelitian ini, dikarenakan Kota Surabaya dikumpulkan sendiri berdasarkan
merupakan kota metropolitan kedua di observasi sejak April 2020 dan hasil
Indonesia yang menjadi basis wawancara langsung dengan para pelaku

10
bunuh diri yang gagal. Analisis data 4. Langkah keempat yakni penyajian
dalam pendekatan kualitatif dikumpulkan data, langkah ini merupakan bentuk
selama penelitian dilakukan hingga usaha untuk menunjukkan
laporan penelitian selesai disusun (FX Sri sekumpulan data yang telah direduksi
Sadewo, 2016) dengan langkah-langkah untuk melihat gambaran sebagian
sebagai berikut: maupun keseluruhan dari penelitian
1. Langkah pertama yakni proses ini.
observasi, saya memanfaatkan media 5. Langkah yang terakhir yakni
sosial dan analisis pribadi berdasarkan kesimpulan, setelah melalui beberapa
data-data terkait untuk menentukan langkah di atas, maka di akhir
apakah seorang individu yang akan penelitian saya akan menyimpulkan
saya jadikan subjek penelitian data untuk menjawab permasalahan
termasuk ke dalam kategori penelitian sehingga dapat merumuskan saran
ini. untuk solusi pemecahan masalah.
2. Langkah selanjutnya yakni
PEMBAHASAN
wawancara para narasumber yang
termasuk dalam kategori subjek
Data penelitian ini saya susun
penelitian, mereka ialah para individu
berdasarkan hasil wawancara dari
yang memiliki keinginan untuk
sembilan narasumber dengan latar
melakukan bunuh diri, pernah
belakang masalah yang sangat variatif.
melakukan tindakan percobaan bunuh
Para narasumber saya antara lain; delapan
diri, dan juga orang-orang terdekat
pelaku upaya bunuh diri dan satu orang
para individu yang berkeinginan serta
terdekat pelaku. Berdasarkan temuan data
pernah melakukan percobaan bunuh
hasil wawancara penelitian ini, saya
diri.
sebagai peneliti berupaya untuk
3. Langkah ketiga yakni reduksi data,
memahami konstruksi berpikir para pelaku
sebagai peneliti saya akan menyaring
bunuh diri yang gagal dalam upaya
data yang sudah diperoleh di
penghilangan nyawanya. Para narasumber
lapangan, lalu menyusunnya agar
dalam penelitian termasuk dalam kategori
lebih fokus dan sistematis agar data
usia produktif, mulai dari usia 19-23
yang akan saya sajikan lebih ringkas
tahun. Berdasarkan temuan data dari
namun tetap objektif dan menyeluruh
Emory University (2015) tindakan bunuh
menyentuh ke substansi penelitian.
diri sangat rentan sekali dilakukan oleh

11
orang-orang pada fase pra-produktif. Fase meninggalkanku seorang diri dan
tersebut dikategorikan dari rentang umur menitipkanku ke saudaranya.” BN
18-24 tahun. Hal ini diakibatkan gejolak menilai bahwa dunia berlaku tidak adil
labil dalam keadaan ekonomi, mental kepadanya, karena ditinggalkan oleh
individu dan realita sosial dari para sosok yang sangat disayanginya.
pelaku. Bunuh diri menjadi pilihan dari
sembilan narasumber dalam penelitian ini Kehendak hidup merupakan sesuatu

untuk lari dari realita kehidupan yang yang sifatnya sangat kompleks, karena

dialaminya. kehendak hidup menyimpan segala


permasalahan didalamnya. Kehendak
Harapan, cita-cita, dan ekspetasi yang hidup selalu mengisyaratkan berbagai
awalnya menjadi keinginan ideal bagi keinginan manusia yang tidak ada
mereka pada kenyataannya berbanding batasnya. Apabila sesuatu keinginan telah
terbalik dengan keadaan sesungguhnya, di terwujud, maka akan timbul lagi keinginan
sisi lain masalah hidup yang datangnya baru lainnya. Kala keinginan itu tidak lagi
bertubi-tubi dan bersifat tidak bisa bisa terpenuhi, maka manusia akan
diprediksi kehadirannya makin terjerumus dalam jurang penderitaan.
memperburuk kejiwaan pada narasumber. Seorang individu akan mengutuk dirinya
JW sebagai subjek pertama menegaskan, sendiri atas keterbatasannya mewujudkan
“Aku sudah memiliki ekspetasi dari semua angan-angannya, mewujudkan
angan-anganku, aku berharap semuanya ekspetasinya, karena terbentur dengan
berjalan sesuai dengan harapan, tetapi realitas kehidupan nyata. Yang terlahir
ternyata tidak. Dalam keterpurukanku kemudian adalah rasa kecewa, marah dan
sekalipun, aku merasa kalau orang tuaku frustasi. Penderitaan muncul karena
tidak support.” Pernyataan JW tersebut manusia kerap bersentuhan dengan
menjelaskan bahwa keinginan bunuh ketidak-mungkinan, sebuah sesuatu yang
dirinya lahir dari ketidak-berdayaannya lain dari realitas. Rasa kecewa, marah, dan
dalam menerima kenyataan yang tidak frustasi inilah yang menggiring para
sesuai dengan harapannya. Hal yang sama narasumber ke dalam jurang keputus-
juga diungkapkan oleh BN, “Saat asaan, hingga akhirnya keinginan untuk
ditinggal pergi oleh ibuku, aku merasa melakukan bunuh diri menghantui
kalau dunia ini tidak adil, mengapa orang pikirannya.
sepertiku tidak seberuntung teman-teman
sebayaku. Bahkan ayahku pun A. Masalah Keluarga

12
Satu dasar sama yang menjadi latar keterangan yang disampaikan LD,
belakang dari sembilan narasumber saya kekasihnya memiliki rasa trauma yang
dalam pengakuannya mengapa mereka menjadi beban sejak ia dalam usia dini.
atau orang terdekatnya berkeinginan dan Perceraian orang tuanya menjadi luka yang
melakukan upaya bunuh diri, adalah faktor tidak bisa dimaafkannya sampai hari ini.
masalah keluarga. Masalah keluarga Hal yang sama juga dirasakan oleh BN,
menjadi latar belakang paling berpengaruh ayah dan ibunya telah bercerai sejak ia
bagi para narasumber dalam penelitian ini. masih duduk di bangku sekolah dasar,
Perasaan kurang akan perhatian dan kasih beberapa tahun berlalu, ibunya meninggal
sayang menjadi faktor paling dominan dunia, dan ayahnya entah pergi kemana. Ia
yang mendasari keinginan untuk hidup bersama dengan saudara orang
melakukan bunuh diri. Menurut tuanya, dan BN tidak merasakan kasih
Durkheim, bunuh diri sangat erat sayang orang tua. DW juga merasakan hal
kaitannya dengan dua kekuatan sosial yang sama, self-harm yang dilakukannya
dasar, yakni integrasi sosial dan regulasi selama ini merupakan bentuk pelampiasan
sosial. Integrasi didefinisikan sebagai akan kemarahannya kepada realita
kekuatan keterikatan yang kita miliki keluarganya yang tidak harmonis. Ayah
dalam kehidupan bermasyarakat. Regulasi ibunya sering bertengkar di hadapannya,
didefinisikan sebagai derajat paksaan dan akhirnya menimbulkan trauma
eksternal kepada individu/ masyarakat. tersendiri baginya. Dukungan secara moral
Keluarga sebagai bentuk unit sosial yang dalam keluarga juga mengambil bagian
paling kecil dan sederhana memiliki peran yang sangat penting dalam mempengaruhi
yang sangat penting dalam membangun gejolak bunuh diri narasumber dalam
konstruksi seorang individu dalam penelitian ini. DL sebagai salah satu
memahami kehidupan. narasumber yang juga memiliki latar
Enam dari sembilan narasumber dalam belakang broken home, mengakui kalau
penelitian ini merupakan orang-orang selama ini dirinya tidak mendapatkan
dengan latar belakang broken home. dukungan moral di masa-masa sulitnya.
Mereka mengakui bahwa faktor utama
Pada narasumber yang lainnya, saya
yang menggiringnya ke arus bunuh diri
menemukan fakta lain. Meskipun mereka
adalah masalah keluarga. Mereka merasa
bukan berasal dari keluarga broken home,
kekurangan kasih sayang, dan juga merasa
perasaan kurang akan kasih sayang dan
trauma akan realita masa lalunya. Seperti
tidak mendapatkan support juga

13
dirasakannya seperti halnya narasumber menyimpulkan bahwa, integrasi sosial
dengan latar belakang broken home. AB dalam keluarga tidak dinilai dari apakah
menjelaskan bahwa, “Keluargaku bukan ayah dan ibu itu bercerai atau tidak, tetapi
broken home, tapi aku merasa kalau orang dari bagaimana pola asuh yang dan
tuaku ini tidak mengenali anaknya dengan pemberian kasih sayang dari orang tua
baik. Mereka selalu menganggap apa yang kepada anak-anaknya. Sebagai keluarga,
aku lakukan ini salah.” Hal yang sama setiap anggota berkewajiban untuk saling
juga dirasakan oleh JT, berdasarkan data menyayangi dalam kondisi senang maupun
dari wawancara saat itu, JT menjelaskan susah. JW salah satu narasumber saya
bahwa keluarganya tidak bercerai, namun yang bukan berasal dari keluarga broken
dia menegaskan,“Tapi aku tidak merasa home menegaskan bahwa, “Dalam
disayangi, aku kurang kasih sayang keterpurukanku sekalipun, aku merasa
selama ini, Mas.” Berdasarkan data-data kalau orang tuaku tidak support.” Hal
diatas, analisis yang dapat saya susun yang sama juga dirasakan oleh JT,
adalah; sekalipun keluarga tidak “Merasa selalu dibandingkan sama
mengalami perceraian, tetapi keluarga kakakku, dan sepertinya orang tuaku tidak
tersebut tidak mampu menciptakan bersyukur dengan adanya aku. Setiap
integrasi sosial bagi seluruh anggotanya, kegiatanku selalu dianggap tidak
maka berkemungkinan besar, salah satu bermanfaat.”
dari anggota keluarga bisa merasakan
Keluarga sebagai unit sosial utama dan
kekurangan kasih sayang. Karena
pertama bagi anak memiliki kendali penuh
kebutuhan anggota keluarga bukan hanya
dalam membentuk “kedirian” seorang
harus dipenuhi secara materi saja, tetapi
individu. Integrasi sosial dalam unit
juga hal-hal yang sifatnya imaterial
keluarga merupakan hal primer dan paling
seperti; kasih sayang, perhatian dan
dasar yang menjadi kewajiban serta hak
dukungan untuk segala hal positif yang
bagi seluruh anggota keluarga. Regulasi
dilakukan setiap anggota keluarga.
sosial sebagai pedoman atau aturan untuk
Dukungan ini sangat penting bagi setiap
hidup yang bermuatan tentang nilai dan
anggota keluarga, sehingga setiap anggota
moral berguna untuk membentuk
keluarga merasakan kehangatan dalam
karakteristik dan kepribadian individu.
keluarga, dan merasa dihargai.
Integrasi sosial dalam unit keluarga yang
Berdasarkan temuan data hasil wawancara
rendah, akan menyebabkan
yang sudah saya susun, disini saya
penyimpangan individu dalam menaati

14
regulasi sosial yang telah ditetapkan, dan bisa serius terus, tapi ya memang mungkin
regulasi sosial yang terlalu tinggi akan bukan jalannya.” Subjek ketiga, yakni
menyebabkan menurunnya kualitas kekasih LD juga mengalami keterpurukan
individu dalam menjalin integrasi ke selama kurang lebih satu tahun
dalam keluarga. Kedua fakta sosial itu dikarenakan kandasnya hubungan
adalah variabel-variabel yang saling asmaranya dengan mantan kekasihnya
berkesinambungan satu sama lainnya, dan yang sudah dijalin selama dua tahun. TT
angka bunuh diri mengalami perubahan juga pernah merasakan kekecewaan
apabila salah satu dari arus tersebut terlalu dikarenakan kepercayaannya dikhianati
rendah atau terlalu tinggi. oleh mantan kekasihnya dengan
menyebarkan aib pribadi TT, “Aku pernah
B. Masalah Percintaan
begitu sayang sama pacarku, dan tidak
Faktor dominan lain yang menjadi latar
berpikir dia akan melakukan hal jahat
belakang pemicu keinginan untuk
kepadaku. Saat itu sudah ada kesepakatan
melakukan bunuh diri pada para
untuk menjaga privasi satu sama lain, dan
narasumber dalam penelitian ini adalah
ternyata dia mengingkari janjinya.”
masalah percintaan. JW sebagai
Sedangkan EV menjadi korban kekerasan
narasumber pertama mengaku bahwa
oleh kekasihnya sendiri, “Di rumah aku
sudah menjalin hubungan komitmen
dipukulin, dengan pacarku juga sama,
dengan pasangannya selama kurang lebih
kadang aku merasa tidak pantas untuk
empat tahun, “Dia adalah perempuan
dicintai oleh siapapun. Aku dipukulin
yang akan aku nikahi, kami sudah
pacarku di depan orang banyak, selain
merencanakan semuanya bersama,
sakit, aku juga merasa sangat malu
membangun bisnis bersama dan memiliki
sekali.” Pada masa remaja menuju dewasa,
keinginan menabung bersama.” AB
rasa keterikatan kepada sahabat dan
sebagai narasumber kedua dalam
kekasih menjadi media pembentukkan diri
penelitian ini juga mengungkapkan pernah
selain dengan keluarga. Keterikatan remaja
menjalin hubungan dengan seorang
kepada keluarganya bersifat ambivalen,
perempuan selama kurang lebih dua tahu,
dan memiliki kecenderungan lebih kepada
dan akirnya hubungan itu kandas, akhirnya
teman, sahabat atau pasangannya. Hal ini
dia pun juga mengalami kesedihan, “Aku
bukan semata-mata dilakukan tanpa dasar,
sudah pacaran selama dua tahun, waktu
tujuan para remaja ini dikhususkan untuk
itu meskipun di usia remaja aku sudah
menggantikan peran keluarga atau orang
sayang sekali sama pacarku, dan berharap

15
tua saat interaksi mengalami penurunan sebagai salah satu narasumber menjelaskan
kualitas, tetapi hal ini sering tidak berjalan bahwa dirinya mengalami kesusahan
sesuai dengan ekspetasi sehingga dalam mengungkapkan perasaannya ke
mengulang pola ambivalensi dan akhirnya orang lain, hal ini dikarenakan BN sedang
menimbulkan kekecewaan yang berulang. dalam kondisi tertekan dan lingkungan
(King, 2003) sosialnya tidak memberikan dukungan
sosial yang seharusnya BN dapatkan. Pada
C. Ketidak-berdayaan Individu dalam
titik ini ekspetasi BN tidak sesuai dengan
Mengungkapkan Perasaannya
fakta sosial sebenarnya. “Aku merasa
Ide-ide bunuh diri dalam diri individu
susah untuk bergaul, karena minder dan
memiliki keterkaitan yang sangat erat
rendah diri. Aku takut dan malu saat
dengan ketidak-berdayaan dalam
menerima penolakan dari teman-
pengungkapan perasaan pribadinya.
temanku.” BN yang merasa rendah diri
Kuatnya ide-ide untuk mengakhiri hidup
secara tidak langsung menutup dirinya
dengan bunuh diri tersebut semakin
sendiri untuk menceritakan bebannya
diperburuk dengan rendahnya kualitas
kepada orang lain, ditambah lagi
komunikasi yang terjalin antara seorang
lingkungan sosial BN yang tidak
individu dengan individu lainnya maupun
memahami kondisi psikis BN saat itu.
lingkungan sosialnya. Seringkali tindakan
Sedangkan DL mengaku mengalami
bunuh diri dilakukan oleh individu yang
kesulitan untuk mengungkapkan perasaan
merasa sendirian dalam menghadapi
terdalamnya. “Terkadang perasaan
beratnya kehidupan. Mereka merasakan
marah, kesal, kacau, bersalah, dan sedih
keputusasaan dan gagal dalam
datang secara bersamaan. Hal ini juga
menjelaskan perasaannya kepada orang
diperparah dengan kondisi depresiku. Aku
lain, karena merasa bahwa orang lain
kesulitan untuk menjelaskan perasaan
mungkin tidak peduli dengan masalah
terdalamku kepada orang lain, aku juga
yang dialaminya, selain itu ada pula
tidak bisa sepenuhnya percaya.” Sehingga
individu yang merasa malu dan merasa
dia memilih untuk menggunakan bantuan
lemah apabila mengungkapkan perasaan
profesional untuk membantunya untuk
terdalamnya kepada orang lain.
memahami perasaannya sendiri.
Pengalaman dalam penelitian ini begitu
berharga bagi saya, karena saya merasa D. Latar Belakang Pendidikan
dipercaya oleh para narasumber untuk
mendengarkan cerita-ceritanya. BN

16
Dalam penelitian ini, semua mengabsorpsi ego sosial ke dalam ego
narasumber saya merupakan orang-orang individual. (Emile Durkheim, 1952)
yang berkesempatan untuk bisa menuntut
pendidikan di perguruan tinggi yang rata- Jenis Bunuh Diri Para Narasumber
rata sedang menjalani studi kuliah Berdasarkan temuan data hasil
semester 5 sampai ada juga yang sudah wawancara yang sudah saya kumpulkan,
lulus dan bekerja. Dari dasar tersebut, untuk memahami jenis tindakan bunuh
telah membuktikan bahwa pernyataan diri para narasumber, saya berpijak pada
Durkheim mengenai tidak adanya landasan teori bunuh diri Emile Durkheim
keterkaitan antara tingkat pendidikan yang mengkategorikan ada empat jenis
seseorang dengan bunuh diri terbukti bunuh diri dalam masyarakat, yaitu antara
benar. Durkheim sendiri sangat lain; bunuh diri egoistik, altruistik,
menentang argumentasi yang menganggap anomik, dan fatalistik. Berdasarkan
bahwa tingkat ilmu pengetahuan memiliki analisis saya, kesembilan narasumber
keterkaitan dengan fenomena bunuh diri. dalam penelitian ini memiliki motif jenis
Baginya, pendidikan merupakan alat yang bunuh diri yang sama, yakni bunuh diri
memungkinkan kebebasan dapat egoistik. Para pelaku bunuh diri egoistik
digunakan secara sepatutnya. Korelasi memutuskan untuk melakukan bunuh diri
positif yang tampaknya ada di antara karena terjadi kegagalan dalam menjalin
tingkat pendidikan dan tingkat angka integrasi dalam unit sosialnya berada.
bunuh diri sebenarnya berasal dari Kegagalan ini bisa dikarenakan faktor
penafsiran yang selama ini salah. internal individu gagal untuk
Durkheim menegaskan, bahwa bunuh diri menyampaikan perasaan terdalamnya
terjadi akibat memudarnya kohesi sosial kepada orang lain di unit sosialnya berada,
dan suburnya egoisme. Pendidikan tidak dan juga bisa dikarenakan faktor eksternal
dengan serta merta menjadikannya dari luar diri individu yang memang tidak
sebagai seorang individu yang egoistik. bisa menerima keberadaan individu yang
Pendidikan merupakan alat yang sedang terpuruk. Alhasil individu merasa
memungkinkan seorang individu bahwa dirinya tidak didengarkan. Angka-
menemukan kebebasan yang dapat angka bunuh diri egoistik yang tinggi,
digunakan secara sepatutnya. besar kemungkinan akan ditemukan di
Memudarnya kohesi sosial-lah yang telah dalam kehidupan masyarakat atau
menyuburkan egoisme. Egoisme kelompok sosial dimana individu tidak

17
terintegrasi dengan baik di dalam unit sendiri dengan maksud eksplisit untuk
sosial. Rendahnya tingkat integrasi sosial menjemput kematian. Sedangkan tindakan
ini pun menyebabkan perasaan pada bunuh diri adalah tindakan yang dilakukan
seorang individu khusus bukan bagian seseorang dengan menyakiti dirinya
dari kelompok sosial tempatnya berada, sendiri secara fatal dan sengaja untuk
namun juga ada kemungkinan bahwa membunuh dirinya sendiri. Seringkali
individu tidak menganggap bahwa orang tindakan bunuh diri dilakukan oleh
lain di sekitarnya merupakan bagian dari individu yang merasa sendirian dalam
dirinya. menghadapi beratnya kehidupan. Bunuh
Di bawah ini adalah grafik hasil diri menjadi pilihan bagi para pelakunya
analisis saya terkait hubungan antara untuk lari dari kenyataan yang
upaya bunuh diri dari para narasumber dan dihadapinya. Mereka merasa sendirian dan
rendahnya integrasi sosial yang tidak ada seorang pun yang mampu untuk
dimilikinya: memahami perasaan terdalamnya.

Fenomena bunuh diri sampai hari


ini masih dianggap sebagai sebuah hal
Upaya bunuh diri

yang tabu untuk dibahas, dalam perspektif


masyarakat modern, hal-hal yang bersifat
imaterial menjadi tanggung jawab
individu untuk diselesaikan sendiri.
Padahal, relasi sosial juga berpengaruh
besar terhadap kesehatan psikis seorang
individu. Ada beberapa saat dimana
Rendahnya integrasi sosial
seorang individu harus mencurahkan
segala bentuk perasaannya kepada

SIMPULAN individu lainnya. Hal ini merupakan


sebuah bentuk kebutuhan batin sebagai
Secara definitif, pengertian tentang ide
seorang manusia, sebagai makhluk sosial
bunuh diri mengacu kepada pemikiran
yang membutuhkan orang lain dalam
seseorang untuk membunuh atau
kehidupannya. Beban kehidupan yang
menyakiti dirinya sendiri. Percobaan
ditanggung oleh setiap individu tidak
bunuh diri adalah suatu tindakan yang
selalu bersifat kasat mata. Contohnya
tidak fatal, namun tetap menyakiti diri
perasaan terdalam individu, yang hanya

18
mampu dipahami oleh orang lain dengan (https://doi.org/10.1037/0033-
metode konseling atau curahan hati. 295X.96.2.358)
Depresi akibat kehilangan seseorang yang Ali,S.K., Soomar, S.M. (2019).
berharga dalam hidup, beban pekerjaan, Hopelessness Leading to Self-harm and
permasalahan keluarga, kebencian dan Suicide. Journal of Neurolology and
dendam serta perasaan-perasaan yang Neuroscience Vol.10 No.2:296. DOI:
terpendam dalam hati individu berakibat 10.36648/2171-6625.10.2.296
memicu keinginan bunuh diri. Bridge, J. A., Goldstein, T.R., & Brent, D.
A.(2006). Adolescent Suicide and Suicidal
Sebagai makhluk sosial, manusia
Behavior. Journal of Child Psychology
membutuhkan komunikasi intrapersonal
and Psychiatry, 47(3/4), pp 372-394
dengan manusia lainnya untuk dapat
berbagi kebahagiaan juga kesedihan. Hal Bungin, Burhan. 2007. Penelitian
ini yang membedakan manusia dengan Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi,
mesin, karena manusia memiliki perasaan. Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial
Selama ini pemahaman akan kesehatan Lainnya). Jakarta: Kencana Permada
mental dalam masyarakat masih dianggap Media Grup
sebagai sesuatu yang tidak begitu penting.
Durkheim, Emile. 1952. Suicide.
Contohnya, saat melihat orang gila
Routledge & Kegan Paul Ltd. London:
masyarakat cenderung akan
Routledge
menjadikannya sebagai bahan lelucon,
atau tidak mempedulikannya sama sekali.
Huen, Jenny M,Y et al.(2015) Hope and
Padahal ada sisi-sisi yang perlu
Hopelessness: The Role of Hope in
diperhatikan seperti perasaan terdalam
Buffering the Impact of Hopelessness on
demi mencapai satu tatanan sosial
Suicidal Ideation. Journal of National
masyarakat ideal yang hidup dalam rasa
Library of Medicine
saling pengertian dan belas kasih.
(https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/261076

DAFTAR PUSTAKA 87/)

Abramson, L.Y., Metalsky, G.I., & Alloy, Liu, Richard T,. Evan M Kleiman, Bridget

L.B. (1989). Hopelessness Depression: A A Nestor, Shayna M Cheek. (2015) The

Theory-Based Subtype of Depression. Hopelessness Theory of Depression: A

Psychological Review, 96(2), 358-372. Quarter Century in Review. Clin Psychol.


1;22(4):345-365. doi:

19
10.1111/cpsp.12125. Epub 2015 Nov 24. Sadewo, Sri FX. 2016. Meneliti Itu
(https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2670933 Mudah. Surabaya: Unesa University Press
8/)
Wirasaputra, Totok S. 2019. Grief
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi. Saut
Psychotherapy (Psikoterapi Kedukaan).
Pasaribu, Rh. Widada, Eka Adi Nugraha.
Yogyakarta : Pustaka Referensi
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

20

Anda mungkin juga menyukai