Anda di halaman 1dari 8

FILSASAT MANUSIA

FENOMENA BUNUH DIRI

DISUSUN OLEH :

BRIAN ADI MITRANATA (4147005)

FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI

UNIVERSITAS KATOLIK WDYA MANDALA SURABAYA KAMPUS


MADIUN
FENOMENA PENYEBABNYA BUNUH DIRI

Oleh : Brian Adi Mitranata (41417005)

Abstrak

Bunuh diri adalah sebuah tindakan yang disengaja oleh manusia yang
menyebabkan kematian dirinya sendiri. Bunuh diri akibatkan oleh manusia yang
seringkali putus asa dalam menyelesaikan permasalahan yang ada, dan bisa
dikaitkan dengan gangguan jiwa. Fenomena bunuh diri berawal dari gangguan
mental sebagai penyebab yang paling umum, berbagai kondisi jiwa merasa
tertekan. Fenomana bunuh diri dari berbagai kalangan usia muda entah itu muda
sangat banyak yang terjadi. Penyebab bunuh diri dari kalangan usia tua bisa
perselingkuan, terjerat utang, dan sebagainya, kalau penyebab usia muda bisa soal
percintaan, hamil waktu muda, dan bisa permasalahan buli. Akibat bunuh diri
tersebut tidak ada suatu penyelesaian dalam permalasahan pada individu. Pada
akhirnya suatu permasalahan yang bisa diselesaikan dengan cara bunuh diri.
Sangat disayangkan bahwa bunuh diri perbuatan yang tidak baik karena ia
menjemput kematian bukan dari kehendak Tuhan.

A. PENDAHULUAN

Fenomena bunuh diri adalah fenomena global yang dijumpai diseluruh


regional dimuka bumi dan fenomena yang kita anggap sebagai hal yang sia-sia
karena seseorang akan mengakhiri hidupnya atas dasar memotong hidupnya atau
menyudahi perjalanan hidup manusia serta mengkhianati takdir tuhan. Dengan
cara dan latar belakang yang berbeda-beda, bunuh diri dilakukan seseorang untuk
mengakhiri hidupnya. Berbagai kasus bunuh diri menjada fakta atas masalah
persoalan yang dihadapi oleh seseorang tersebut.

Banyak dari berbagai kalangan masayarakat menganggap fenomena ini


sebagai hal yang tabu dam menjadi buah cibir masyarakat disekitar dengan
berbagai penggambaran negatif yang turut serta didalamnya. Bunuh diri menjadi
gejala umum pada kaum masyarakat dengan masalah yang tidak dapat
diselesaikan akhirnya orang menjadi tidak memiliki pertimbangan lain selain
mengakhiri hidunya secara sadis.

Fenomena bunuh diri di Indonesia semakin meningkat dan di Indonesia


sebagai negara yang menganut budaya kolektivitas. Memiliki angka kasus bunuh
diri cukup tinggi. WHO memperkirakan tahun 2020 angka bunuh diri di Indonesia
dapat mencapai 2,4 persen dari 100.000 jiwa apabila tidak mendapat perhatian
serius dari berbagai pihak. ( Ratih & Tobinng, 2016).

Perbuatan yang kejam terhadap diri sendiri tidak termasuk orang yang
mencintai dirinya sendiri karena kurang mendapat perhatian dari lingkungan
bahkan keluarga. Karena keluraga adalah sumber utama cinta manusia terhadap
diri sendiri maupun orang lain. Orang tua menjadi standar cinta seorang anak
terhadap diri sendiri dan sesama dan bahkan perhatian orang tua sangat penting
bagi anak-anak. Komunikasi orang tua dan anak saling terjaga agar anak-anak
tidak salah presepsi atau kesalah pahaman anak dengan orang tua.

Bunuh diri menjadi solusi bagi orang yang depresi , distorsi , dan transisi
budaya memengaruhi perilaku seorang untuk melakukan bunuh diri, selain aspek
budaya, aspek psikologi memiliki pengaruh besar. Depresi dan skizofernia dinilai
sebagai pemicu bunuh diri. Depresi yang berlaurt dapat meningkatkan risiko
sesorang ingin meakukan bunuh diri, karena dengan pikirannya yang pendek
bahwa bunuh diri sebagai penyelesaiannya. Kepribadian biasa terlihat dari emosi
yang naik turun. Banyak yang berasumsi orang yang sudah bersenang-senang
tidak akan mengalami depresi, pada kenyatannya pelaku bunuh diri sudah
memutuskan untuk melakukannya. Banyak kasus bunuh diri akibat dari puncak
frustasi seseorang karena faktor ekonomi, sosial maupun psikoogis. Bunuh diri
merupakan cara yang dilakukan seseorang yang untuk mengakhiri hidupnya.
Ketidak stabilan kondisi sosial dan ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran,
orientasi individualisme dan kolektivisme merupakanrealitas yang kini sering
terjadi atau dijumpai mengakibatkan orang melakukan bunuh diri. Fenomena
tersebut berpotensi menjadi sumber stres, dan jika stres itu cukup besar, lama atau
spesifik maka akan menggannggu kesehatan jiwa individu. (Arfandiyah &
Hamidah, 2013)

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kurang lebih 800,000 orang


setiap tahun melakukan bunuh diri diseluruh dunia. Diperkirakan setiap 3 menit di
seluruh dunia melakukan usaha bunuh diri, meskipun mekanisme bunuh diri tidak
sepenenuhnya dipahami.

Fenomena bunuh diri terjadi paling banyak dikalangan remaja bahwa bagi
kalangan remaja menganggap bahwa bunuh diri adalah solusi terbaik untuk
menyelesaikan masalah. Dengan keberadaan teman atau guru disekitar seakan tiak
dapa membantu menyelesaikan masalah-masalah pada kalangan remaja sendiri
sehingga sudah tidak sanggup lagi. Masa remaja sendiri juga dianggap sepele dan
tidak sebanding dengan sebagian orang dengan yang alami oleh orang-orang
dewasa. Masa remaja sendiri memiliki risiko yang cukup besar karena pada
masanya ini para remaja tersebut berada dalam kondisi sensitif dengan emosi yang
bergejolak. Masa remaja ini banyak yang terjerumus dengan hal-hal negatif dalam
menyelesaikan suatu permasalahan yang ada. Maka peran masyarakat dan peran
orang dewasa untuk remaja sangatlah penting. Karena masyarakat dan orang
dewasa berperan sangat penting untuk penyelemat orang-orang remaja. Dengan
membangun komunikasi yang baik dengan para anak-anak remaja perhatian lebih
khusus guna untuk mengamati perkembangan mereka, diharapkan kasus-kasus
bunuh diri yang pada usia masih remaja semakin bekurang dengan adanya
pengertian dan pemberitahuan/bimbingan.

Penyebab terjadinya fenomena bunuh diri dilakukan seseorang dengan latar


belakang yang berbeda-beda sepertinya, lemahnya ekonomi keluarga, putus cinta,
rasa malu akibat perbuatan yang tidak diinginkan. Sedangkan cara bunih diri
dilakukan secara bermacam-macam seperti, gantung diri, minum racun, terjun ke
sungai, terjun ke sumur, terjun ke jurang, menusuk diri sendiri, membakar diri,
mengebom diri, dan menyayat nadi. Tetapi persoalan bunuh diri menurut
pendapat para peneliti hanya sebagai semata-mata individu melakukan tindakan
bunuh diri yang kemudian hanya terlihat sisi negatifnya saja yang ditemukan
sabagi faktor dalam persoalan bunuh diri. Namun manusia juga harus dilihat dari
sisi seutuhnya baik jiwa raga dan kondisinya dalam keberadaanya.

Konsep aristoteles tentang manusia menunjukkan sifat monodualisme atas


jiwa dan bedan. Jiwa menjadi bentuk dari sesuatu yang lain dan tidak dianggap
sebagai sesuatu yang dapat dilepaskan dari badan. Kehidupan manusia ditandai
oleh kesatuan psiko dan fisis. Jiwa dan tubuh adalah satu, dan hubungan keduanya
sama halnya dengan hubungan antara materi dan bentuk (Peursen, 1983:105).

Filsafat manusia mengakui keunikan individu sebagai fakta yang tak


terbentahkan. Anton Baker memberikan pngertian bahwa manusia menyadari
dirinya sebagai bentuk otonomi individu, dan sebagai individu otonom manusia
mengakui otonomi individu yang lain (Bakker, 2000: 23).

A. Fenomena bunuh diri dari tinjauan filsafat manusia sebagai proses


berpikir

Manusia adalah mahkluk yang senantiasa berpikir, dengan berpikir maka


akan memperoleh suatu jawaban atau penyelesaian yang kita pikirkan. Dalam
fenomena bunuh diri tersebut, manusia harus mempunyai pikiran dalam mengatasi
suatu permasalahan yang ada. Kebanyakan manusia berpikir secara pendek dalam
mengatasi masalah akibatnya putus asa dalam kehidupan atau mengakhiri dengan
bunuh diri. Dengan filsafat manusia membantu untuk mencari penyelesaian
dengan cara bepikir secara bertanggung jawab, memberi pengertian tentang cara
hidup dalam mengatasi masalah. Akibatnya manusia berpikiran panjang maka
dalam permasalahan akan ada jalan untuk menyelesaikanya.

B. Fenomena bunuh diri dari segi filsafat manusia sebagai sosialitas

Sosialitas adalah kebersamaan antar mahkluk yang berhubungan secara


timbal balik dengan manusia lainnya. Sosialitas mengandung sistem sosial karena
di dalam sitem tersebut terdapat relasi sosial. Dalam fenomena bunuh diri sosok
serorang yang tadinya bekecibung dalam masyarakat. Tiba-tiba ada suatu
permasalahan dan tidak dapat menyelesaiakan permasalahan akhirnya menyudah
kehidupannya yang sia-sia. Terjadinya akibat bunuh diri di masyarakat yaitu
permasalahan dengan tetangga dengan banyaknya tuduhan atau masalah asusila.
Maka dari itu kita perlu motivasi dari seseorang untuk menambah pikiran.
Manusia perlu bersosial dengan manusia lainnya dengan tukar pengalaman atau
tukar pikiran guna untuk saku kehidupan didalam masyarakat.

C. Fenomena bunuh diri dari segi kematian

Kematian adalah suatu fakta dan tidak bisa dielakkan. Menurut pandangan
umum kematian adalah berakhirnya kehidupan. Kematian adalah ketidak adanya
nyawa dalam diri manusia baik jiwa dan raga, semua mahkluk hidup akan
mengalami kematian secara permanen. Penyebab kematian bisa tidak alami
seperti kecelakan atau bunuh diri kalau kematian alami yaitu bisa penyakit, karena
didalam tubuh manusia atau mahkluk hidup akan mengalami pembusukan. Oleh
karena itu kematian adalah hal yang biasa kita dengar dan lihat dalam keseharian
manusia, namun bukan hal itu menjadi sesuatu yang mudah untuk sepenuhnya
diterima oleh manusia. Banyak orang yang tidak ingin akannya kematian karena
tidak orang tidak siap dengan kematiannya sendiri. Manusia berjuang dan
berusaha mendapatkan dan mempertahankan kehidupan.

Dalam fenomena bunuh diri tersebut kematian yang tidak alami karena
mereka yang bunuh diri adalah yang menjemput kematian. Seseorang yang sakit
ingin bertahan hidup dengan semampunya, apabila gagal mempertahankan
kehidupan yang sedang sakit maka mereka menganggap sebuah kehilangan. Maka
dalam kehidupan pastinya ada kematian, dan jika tidak dapat menerima kehidupan
maka juga tidak dapat menerima kematian dengan keihklasan. Dalam kehidupan
bagaimana kita hidup dan menjalaninya.

D. Fenomena bunuh diri dalam dari tinjauan filsafat manusia

Manusia bisa berpikir dan bertanya juga tentang dirinya sendiri itulah fakta
yang ada dalam diri manusia. Setiap manusia tidak ada individu yang tidak
memiliki masalah dan tidak sama persis dengan invidu yang lainnya dalam
memiliki gaya hidup dan cara mengatasi masalah. Sopokles menyebut manusia
sebagai raksasa, hal ini menampilkan kekaguman manusia atas kehebatan diri
sendiri. Mazmur 8 menyebut berbicara tentang kedaran diri akan kekecilannya.
Manusia ternyata masih belum bisa mengenali dirinya secara penuh. Kemudian
manusia akan mencari kodratnya sehingga harus dijinakkan.

Dalam fenomena bunuh diri dapat dipahami dari persoalan yang etis, maka
dalam hal tersebut dapat dilihat dari segi etis. Orang yang bunuh diri pada
dasarnya sudah melakukan komunikasi kepada kita baik dari segi pertolongan dan
dari segi perhatian. Oleh karena itu manusia tidak dapat seolah-olah seperti hakim
yang siap memvonis mereka yang perbuatan dosa dan tidak bermoral. Bunuh diri
tidak sekedar dilihat sebagai perbuatan dosa yang akan melanggar ajaran agama
dan jangan dilihat sekedar perbuatan yang tidak bermoral karena bunuh diri
melanggar prinsip-prinsip etis. Karena orang yang bunuh diri adalah orang yang
sakit secara kejiwaan.

Setiap individu akan berusaha mengatasi setiap permasalahan dalam


kehidupan setiap manusia yang beragam. Persoalan yang akan terjadi ketika
individu tidak mampu mengatasi masalah dan persoalan yang menimpa pada
setiap manusia, padahal kehidupan manusia adalah bersosialisasi atau saling
berhubungan denga manusia yang lainnya. Setiap manusia individu ingin jalan
keluar atas permasalahan atau persoalan yang dihadapinya. Bahkan manusia
individu ingin mengharapkan solusi yang terbaik untuk memecahkan
permasalahan, namun kenyataannya tidak melakukan seperti itu. Bagi tipe
manusia yang bertipe optimis maka akan selalu memandang persoalan dengan
berpikir pasti ada jalan keluarnya, dan akan berusaha mencari jalan keluarnya
tesebut. Bagi seseorang yang mempunyai jiwa optimis, dari setiap permasalahan
pasti ada jalan keluar dan tidak perlu putus asa.
DAFTAR PUSTKA

Arfandiyah, L., & Hamidah, K. D. 2013, Hubungan Antara Kesepian dengan Ide
Bunuh Diri Pada Remaja dengan Orang Tua
Yang Bercerai.

Bakker, Anton, 2000, Antropologi Metafisik, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Dewantara, A. (2019). Diktat Kuliah Filsafat Manusia.

Peursen, C.A. van, 1983 Tubuh Jiwa Roh, Sebuah Pengantar dalam Filsafat

manusia, Penerbit PT. BPK Gunung Mulia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai