Anda di halaman 1dari 5

Makalah Kebenaran Non-Ilmiah

BAB 1
PENDAHULUAN
Pengetahuan atau kebenaran berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas

manusia karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan

secara sungguh-sungguh. Dalam memperoleh pengetahuan berbagai macam cara dilakukan

manusia, dengan jalan mengomunikasikan informasi, serta berfikir terhadap informasi yang

didapat.

Hal kebenaran sesungguhnya memang merupakan tema sentral dalam filsafat ilmu.

Problematik mengenai kebenaran, sebenarnya seperti halnya problematik tentang pengetahuan,

merupakan masalah-maslah yang mengacu pada tumbuh dan berkembangnya dalam filsafat

ilmu. Menurut Abbas hamami mintaredja, kata kebenaran dapat di gunakan sebagai suatu kata

benda konkrit maupun abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya proposisi yang

benar.

Pengetahuan pada dasarnya adalah keadaan mental (mental state). Mengetahui sesuatu

adalah menyusun pendapat tentang suatu objek, dengan kata lain menyusun gambaran tentang

fakta yang ada diluar akal. Persoalannya kemudian apakah gambaran itu sesui dengan fakta atau

tidak? Apakah gambaran itu benar? Atau apakah gambaran itu dekat pada kebenaran atau jauh

dari kebenaran?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Kebenaran Non-Ilmiah

1. Pengetahuan Biasa

Penganut teori ini disebut dengan realisme. Teori ini mempunyai pandangan realitas

terhadap alam. Pengetahuan menurut realisme adalah gambaran atau kopi yang sebenarnya dari

apa yang ada dalam alam nyata (dari fakta atau hakikat). Pengetahuan atau gambaran yang ada

dalam akal adalah kopi yang asli yang ada diluar akal. Hal ini tidak ubahnya seperti gambaran

yang terdapat dlam foto. Dengan demikian, realisme berpendapat bahwa pengetahuan adalah

benar dan tepat jika sesuai dengan kenyataan.[1]

Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari proses tahu (tahap awal),dan

hasilnya disebut pengetahuan biasa (tahap kedua). Tahap ketiga ialah ilmu pengetahuan atau

pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang tingkat vasiliditasnya diatas pengetahuan biasa.

Contoh pengetahuan biasa, setiap orang tahu bahwa api itu panas. Pengetahuan tersebut

diperoleh dengan cara kontak atau pengalaman (indrawi) antara subjek dengan objek.[2]

2. Wahyu

Dalam kamus bahasa indonesia, wahyu yang berasal dari bahasa arab,

berarti adalah perwujudan (sepeti orang, dan sebagainya) sebagai apa yang

terlihat dalam mimpi. Art lainya adalah petunjuk atau ajaran tuhan yang di

turunkan dengan perwujudan dalam mimpi, dan sebagainya.

Arti wahyu secara umum adalah bisikan, isyarat atau petunjuk , ilham,

perintah, perundingan rahasia. Dalam syara, wahyu adalah pengetahuan

yang diperoleh Nabi atau Rasul, yang berasal dari allah dengan perantara/

tidak melalui perantara ( malaikat, mimpi, indra, lonceng). Manusia tidak


akan mengetahui hakikat wahyu secara pasti, hanya Allahlah yang

mengetahui hakekatnya. Logikanya, sesuatu yang dibawa/ disampaikan oleh

orang yang terkenal jujur dan terpelihra dari kesalahan .[3]

3. Mitos

Mitos itu diturunkan secara subyektif, dalam arti kebenaranya hanya

berlaku dimana berlaku dalam masyarakatnya, dan tidak ada kaitan antara

pengalaman dan penuturan. Mitos berarti menghindar realitas, bukan

menghadapi realitas. Seperti ruwatan, patung, sesaji yang dianggap symbol

yang dapat menghindarkan malapetaka.

Mitos biasanya efektif sebagai alat komunikasi massa. Mitos akan hidup

tatkala rakyat tertekan da n penuh harapan. Mitos dapat juga mendorong per

buatan. Misal mitos tentang ratu kidul, masyarakat antusias datang kepantai

seklatan melakukan ritual dan sesaji berharap agar hidupnya selamat, aman

dan tentram.[4]

Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui

kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu dan keyakinan ini sangat

sukar untuk dibedakn. Adapun keyakinan melalui kemampuan kejiwaan manusia merupakan

pematangan dari kepercayaan.[5]

4. Mistik

Mistik atau disebut juga dengan spiritual adalah teori yang masuk dalam supra-rasional,

kadang memiliki bukti empiris, tetapi kebanyakan tidak dapat dibuktikan secara empiris.

Spiritualisme adalah ajaran yang menytakan bahwa kenyataan yang terdalam adalah roh

(Pneuma, Nus, Reason, logos) yaitu roh yang mengisi dan mendasari seluruh alam. Spiriualisme
dalam arti ini dilawankan dengan materialisme. Spiritualisme kadang-kadang dikenakan pada

pandangan idealistik yang menyatakan adanya roh mutlak. Dunia indera dalam pengertian ini

dipandang sebagai dunia idea.[6]

5. Intuisi

Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi.

Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya.

Pengembangan kemampun ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa

intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak dan bukan pengetahuan yang nisbi.

Menurutnya, intuisi mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya

bersifat analisis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara simbolis.

Karena itu, intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisis atau

pengetahuan yang diperoleh lewat pelukisan tidak dapat menggantikan hasil pengenalan intuisi.

[7]

Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebaga dasar untuk menyus

un pengetahuan secara teratur maka ituisi tidak bisa diandalkan. Pengetahuan intuitif dapat

dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya

pernyataan yang dikemukakannya. Kegiatan intuitif dan analitik bisa bekerja saling membantu

dalam menentukan kebenaran. Bagi Maslow intuisi ini merupakan pengalaman puncak (peak

experience)[8] sedangkan bagi Nietzsche merupakan inteligensi yang paling tinggi.[9]

BAB III

KESIMPULAN / PENUTUP

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa ;


Dalam Kebenaran Non Ilmiah terdapat teori-teori didalamnya, yakni ; Pengetahuan

alamiah/biasa (realisme) yang mempunyai pandangan realitas terhadap alam, wahyu (Wahyu

Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik mengenai kehiduan sesorang yang terjangkau oleh

pengalaman, maupun yang mencakup masalah transedental, seperti latar belakang dan tujuan

penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat nanti), Mitos

(kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan), Mistik (teori

yang masuk dalam supra-rasional, kadang memiliki bukti empiris, tetapi kebanyakan tidak dapat

dibuktikan secara empiris), dan Intuisi (mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada

dasarnya bersifat analisis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu oleh penggambaran secara

simbolis).

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Bakhtiar Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta:RajaGrafindo Persada, 2004, edisi revisi.

2. M.Honer Stanley dan C. Hunt Thomas, Invitation to Philosophy,Belmont, Cal:Wadswrth, 1968.

3. Suriasumantri Jujun S., Filsafat Ilmu, Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2007, cet. Kedua puluh.

4. Tim Dosen, Filsafat Ilmu, Yogyakarta:Lyberty, 2010, cet. Kelima.

5. Suhasti Ermi, Filsafat Ilmu, Yogyakarta :Prajnya Media,2012

Anda mungkin juga menyukai