DISUSUN OLEH
1. Ilham Alle Prakoso (11521609)
2. Nabilah Sakha (10521954)
3. Faizal Raiz Nurrahman (10521521)
4. Maida Azzahra Fadhilla Rizal (10521799)
5. Regina Salsabilla (11521637)
6. Zummy Alfiana Ayyun Nisa (11521564)
UNIVERSITAS GUNADARMA
Jl. KH. Noer Ali, RT.005/RW.006A, Jakasampurna, Kec. Bekasi Bar., Kota Bks, Jaw
a Barat 17145
2021
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala kebesaran
dan limpahan nikmat yang diberikan-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Pengantar Ilmu Pendidikan yang berjudul “PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL PAD
A MASA EARLY CHILDHOOD”.
Adapun pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Perkemban
gan sebagai tugas kelompok dan sebagai bahan materi tugas presentasi Dalam penuli
san makalah ini. selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi ka
mi penulis dan juga para pembaca.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut membantu dalam p
enyelesaian makalah ini, Terutama Ibu Dwi Gita Verasari (belum ada gelarnya) Selaku M
ata Kuliah Psikologi Perkembangan.
Terakhir dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari pengetahuan dan pengalaman k
ami masih sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan
saran yang membantu dari berbagai pihak agar makalah ini lebih baik dan bermanfaat.
DAFTAR ISI (Belum)
BAB I
PENDAHULUAN
( http://scholar.unand.ac.id/33302/2/BAB%20I%20Pendahuluan.pdf)
Selama masa kanak-kanak awal, anak-anak mulai mengembangkan "self
concept". Pada usia 3, (antara 18 dan 30 bulan), anak-anak telah mengembangkan
Diri Kategoris mereka, yang merupakan cara konkret untuk melihat diri mereka se
ndiri dalam label "ini atau itu". Misalnya, anak kecil melabeli diri mereka sendiri
berdasarkan usia "anak atau dewasa", jenis kelamin "laki-laki atau perempuan", k
arakteristik fisik "pendek atau tinggi", dan nilai, "baik atau buruk."
(https://courses.lumenlearning.com/wm-lifespandevelopment/chapter/gender-and-
early-childhood/)
Konsep diri awal didasarkan pada variabel yang mudah didefinisikan dan
diamati, dan karena banyak anak pada masa usia early childhood diberi banyak do
rongan oleh kedua orang tuanya, anak-anak seringkali memiliki self esteem yang r
elatif tinggi (penilaian tentang nilai seseorang). Anak kecil pada umumnya optimi
s bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mempelajari keterampilan baru, men
gembangkan kreativitas, dan mampu menyelesaikan tugas jika mereka tetap menc
oba dan juga belajar melalui kesalahan. Harga diri terbentuk dari beberapa faktor
seperti faktor sekolah, kemampuan atletik, persahabatan, hubungan dengan penga
suh, dan tugas membantu dan bermain lainnya.
(https://www.gulfbend.org/poc/view_doc.php?
type=doc&id=12766#:~:text=During%20early%20childhood%2C%20children
%20start,%22this%20or%20that%22%20labels.)
Anak-anak belajar bahwa ada harapan yang berbeda untuk anak laki-laki d
an perempuan. Studi lintas budaya mengungkapkan bahwa anak-anak menyadari
peran gender pada usia dua atau tiga tahun. Pada usia empat atau lima tahun, seba
gian besar anak tertanam kuat dalam peran gender yang sesuai secara budaya (Ka
ne 1996). Anak-anak mendapatkan peran ini melalui sosialisasi, sebuah proses di
mana orang belajar untuk berperilaku dengan cara tertentu seperti yang ditentukan
oleh nilai-nilai masyarakat, keyakinan, dan sikap.
(https://www.gulfbend.org/poc/view_doc.php?
type=doc&id=12766#:~:text=During%20early%20childhood%2C%20children
%20start,%22this%20or%20that%22%20labels.)
C. TUJUAN MASALAH
1. Mengenali perkembangan pendekatan self concept dan juga self esteem pa
da masa early childhood
2. Memberitahukan bagaimana anak sudah mulai berfikir mengenai peran da
ri masing-masing gender
BAB 2
PEMBAHASAN
A. SELF CONCEPT
1. Definisi
Penilaian terhadap diri sendiri semakin sadar, realistis, seimbang, d
an komprehensif, terjadi semenjak anak mulai membentuk representationa
l system yang artinya konsep lebih luas, inklusif, yang mengintegrasikan b
erbagai aspek diri.
Self concept menurut Baron & Bryrne (dalam Helmi, 1999) merup
akan suatu asumsi-asumsi atau skema diri mengenai kualitas personal yan
g meliputi penampilan fisik (tinggi, pendek,berat,ringan), kondisi psikis (p
emalu dan pencemas) dan kadang-kadang juga berkaitan dengan tujuan da
n motif utama. Self Concept dapat dikatakan merupakan sekumpulan yang
dipegang oleh seseorang tentang dirinya. Menurut Soemanto (1998) konse
p diri adalah pikiran atau persepsi seseorang tentang dirinya sendiri, meru
pakan salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi tingkah laku.
Menurut Seifert dan Hoffnung (Desmita, 2010: 163) self concept a
dalah suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri. Self co
ncept merupakan landasan untuk dapat menyesuaikan diri dan terbentuk k
arena suatu proses umpan balik dari individu yang lain. Self concept bukan
suatu hal yang sudah ada sejak lahir tetapi itu terbentuk karena penilaian te
rhadap diri sendiri dan penilaian orang lain terhadap diri kita.
Menurut Bruns (1993) suatu self concept yang positif dapat disama
kan dengan evaluasi diri yang positif, penghargaan diri yang positif, peneri
maan diri yang positif. Self concept yang negatif menjadi lawan dengan ev
aluasi diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri dan tidak me
nghargai pribadi sendiri.
Dari beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa self conc
ept adalah sikap kepercayaan dirinya dan keyakinan mengenai kelemahan
dan kelebihan yang ada pada dirinya serta karakteristik fisiknya yang terbe
ntuk melalui persepsi dan interpretasi terhadap diri sendiri dan lingkungan
nya.
a) Orang lain
a) Aspek fisik
b) Aspek psikis
c) Aspek sosial
Bagaimana perasaan sosial yang diperankan oleh individu dan penilaia
n individu terhadap peran tersebut.
d) Aspek moral
Meliputi nilai-nilai dan prinsip yang memberikan arti dan arah dala
m kehidupan.
Self concept terdiri dari dua aspek yaitu, (Hardy & Heyes, 1998):
B. SELF ESTEEM
1. Definisi
Self esteem merupakan salah satu bagian dari kepribadian seseorang yan
g sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Coopersmith (1967)
self esteem adalah evaluasi yang dibuat oleh individu dan biasanya berhubu
ngan dengan penghargaan terhadap diri sendiri, hal ini mengekspresikan sua
tu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukan tingkat dimana individu m
eyakini diri sendiri, mampu penting, berhasil dan berharga.
Kedua, keyakinan dalam hak kita untuk bahagia, perasaan berharga, lay
ak, memungkinkan untuk menegaskan kebutuhan dan keinginan kita serta m
enikmati buah dari kerja keras cita (Nathaniel Branden, 2005).
a) Kekuatan
b) Keberartian
c) Kebajikan
d) Kemampuan
Self esteem yang tinggi sangat penting bagi setiap orang, mereka a
kan menjadi efektif dan produktif serta dapat melakukan hubungan dengan
orang lain dalam cara-cara sehat dan positif, karena itu setiap orang perlu
memahami jika dirinya berharga, mampu untuk menguasai tugas dan mam
pu menghadapi rintangan dalam kehidupan.
1. Definisi
Oleh karena itu, pentingnya untuk memahami upaya khas dan nor
mal ini bagi anak-anak untuk memahami dunia di sekitar mereka. Akan sa
ngat membantu untuk mendorong anak-anak dan mendukung mereka seba
gai individu, daripada menekankan atau memainkan peran dan harapan ge
nder. Hal itu dapat menumbuhkan harga diri pada anak-anak dari jenis kel
amin apa pun dengan memberikan semua anak umpan balik positif tentang
keterampilan dan kualitas unik mereka. Misalnya, Anda dapat mengatakan
kepada seorang anak, "Saya perhatikan betapa baiknya Anda kepada tema
n Anda ketika dia jatuh" atau "Kamu sangat membantu membersihkan hari
ini—kamu adalah penolong yang hebat" atau "Kamu sangat membantu. pe
lari kuat di taman bermain hari ini.”
D. Sususan Keluarga
a. Keadaan Keluarga
Masa perkembangan anak usia tengah adalah masa anak memasuki masa
coregulation, yang berarti orang tua dan anak akan berbagi wewenang.
Coregulation adalah masa transisi dari pengaturan tingkah laku yang mana orang
tua akan cenderung melakukan pengawasan dan anak-anak akan melatih dalam
pengaturan diri sendiri. Contohnya, orang tua sudah tidak akan berperan secara
langsung dalam mengatur anak, namun orang tua memberi nasihat dan arahan
kepada anak. Contohnya seperti:
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk meneliti tentang efek kedua orang
tua yang bekerja terhadap perkembangan anak. Penelitian-penelitian yang
dilakukan lebih difokuskan kepada ibu yang bekerja di dalam sebuah keluarga.
Umumnya, semakin seorang ibu merasa puas terhadap pekerjaannya, semakin
bagus pula kinerjanya berperan sebagai orang tua.
Namun, sesungguhnya, hal yang lebih diutamakan adalah sebaik apa seorang
orang tua untuk mengenal dan mengikuti perkembangan anaknya yang akan lebih
penting bagi anak. Ada anak, dengan ibu yang bekerja, diasuh ayahnya atau
kerabat keluarganya sebelum dan setelah waktu sekolah. Beberapa, apalagi anak
yang hidup di keluarga single-parent, lebih sering mengunjungi tempat titipan
anak atau aktifitas-aktifitas yang mengembangkan bakat.
Kemiskinan dapat memotivasi orang tua anak untuk bekerja keras, atau malah
menyerah. Kemiskinan dapat merusak perkembangan anak melalui kondisi emosi
orang tua, pola pengasuhan orang tua, dan keadaan lingkungan rumah yang orang
tua ciptakan.
Keluarga yang miskin tentunya menguji tingkat emosi orang tua. Orang tua yang
stress dapat berakibat pada emosi anak, perilaku anak, dan prestasi akademis anak
yang kurang baik. Kemiskinan dapat membuat orang tua menjadi cemas, depresi,
dan mempunyai emosi yang mudah terganggu. Mereka akan menjadi kurang
menunjukkan kasih sayang kepada anaknya dan kurang responsif terhadap segala
kebutuhan anak. Anak-anak dengan keadaan seperti ini akan menjadi depresi,
bermasalah dalam bersosialisasi, kurang percaya diri, mempunyai masalah pada
tingkah laku dan prestasi belajar, dan cenderung melakukan hal-hal yang buruk di
lingkungan sosial mereka. Keluarga dengan tingkat ekonomi yang lemah
cenderung kurang memeperhatikan anak dan berakibat pada prestasi belajar di
sekolah dan adaptasi sosial yang kurang baik.
Orang tua yang mendapat dukungan dari pihak keluarga atau lingkungan,
memperoleh bantuan dalam pengasuhan anak, akan dapat mengasuh anak dengan
baik. Sehingga perkembangan anak, walaupun dengan kondisi ekonomi yang
lemah, tidak akan mempunyai masalaha yang signifikan.
b. Struktur Keluarga
Berbagai hal mempengaruhi penyesuaian anak, apalagi dalam masa usia tengah,
dalam menghadapi perceraian orang tuanya, meliputi kematangan usia, gender,
temperamen, dan penyesuaian psikologis serta sosial sebelum perceraian. Anak
yang lebih muda akan lebih cemas dalam menghadapi perceraian orang tuanya.
Hal ini dikarenakan anak pada masa usia tengah masih kurang memiliki persepi
yang jelas tentang penyebab perceraian tersebut. Anak dalam usia sekolah sangat
sensitif terhadap tekanan dari orang tua dan konflik loyalitas.
Anak-anak menyesuaikan diri dengan lebih baik apabila orang tua yang
mendapatkan hak perwakilan menciptakan lingkungan yang stabil, terstruktur dan
tidak mengharapkan anak untuk mengemban tanggung jawab yang lebih besar
dari sebelumnya. Masalah emosional atau perilaku dapat terjadi disebabkan
karena anak menyaksikan atau merasakan adanya konflik di antara orang tua, baik
sebelum atau setelah perceraian, dan dari perpisahan itu sendiri.
Sebagian besar anak dari orang tua yang bercerai menyesuaikan diri dengan baik.
Walaupun demikian, kecenderungan untuk drop out dari sekolah dua kali lebih
besar dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak bercerai. Mereka juga
cenderung menikah pada usia muda, membentuk hubungan yang tidak stabil dan
rentan perceraian.karena merasakan perceraian orang tuanya ketika mereka kecil.
Beberapa orang dewasa yang masih muda takut membuat komitmen yang
berakhir kekecewaan, akan tetapi banyak dari mereka yang menghilangkan rasa
takut tersebut dan membentuk hubungan yang kokoh dan saling mengasihi.
Tentu saja semua efek dari perceraian saling berhubungan dan tentunya efek dari
perceraian orang tua dapat menjadi penyebab perilaku anak di kemudian hari.
Dukungan dari orang tua yang bercerai terhadap anak sangat diperlukan dalam
mendukung perkembangan anak di melewati masa ini.