Anda di halaman 1dari 76

BAB 1

APA ITU FILSAFAT?

Kattshoff, dalam buku Pengantar Filsafat (1992) mencuplik kisah kematian tragis
Socrates untuk menjelaskan arti filsafat. Kisah tersebut menceritakan socrates di vonis mati
oleh pengadilan Athena dengan tuduhan merusak kaum muda di kota itu. Teman-temannya
menawarkan untuk menyuap para sipir penjara dan melarikan diri. Namun, Socrates menolak
tawaran tersebut. Socrates dan teman-temannya berdiskusi mengenai alasan-alasan yang
membenarkan pelariannya dari penjara. Alhasil, mereka menyimpulkan jika Socrates
melarikan diri bukan tindakan yang baik dan Socrates memilih untuk tetap tinggal di penjara.
Lalu, pada waktu yang ditentukan ia meminum racun dan mati. Dengan mengemukakan kisah
Socrates itu, Kattshof mau menegaskan bahwa filsafat itu mengenai merenung, bertanya,
menimbang-nimbang, seperti yang dilakukan Socrates dan teman-temannya. Dari kisah
tersebut dapat disimpulkan jika filsafat adalah analisis secara hati-hati atas penalaran-
penalaran tentang suatu hal dan menyusun secara sistematis sudut pandang yang menjadi
dasar suatu tindakan. Ini berarti meragukan segala sesuatu, tidak menerima sesuatu begitu
saja tapi bertanya, mempermasalahkannya, menghubungkan gagasan yang satu dengan yang
lain, mempertanyakan alasan, serta mencari jawaban yang lebih baik dari sebelumnya.
Dengan kata lain, filsafat adalah bertanya terus-menerus karena rasa ingin tahu akan
kebenaran.
Definisi filsafat dibagi menjadi dua macam yaitu etimologis dan substansial. Secara
etimologis, kata filsafat (bahasa Indonesia, diambil dari bahasa Sanskerta) berasal dari
bahasa Yunani philosophia yang tediri dari dua kata yaitu philo yang berarti mencari atau
mencinta dan sophia berarti pengetahuan atau kebijaksanaan. Jadi, filsafat berarti mencari
pengetahuan atau kebijaksanaan. Orang yang mencari kebijaksanaan disebut philosophos.
Sedangkan secara substansial, filsafat adalah ilmu yang mempelajari seluruh realitas sampai
sebab-sebab paling dalam (inti hakikat) dengan menggunakan rasio (refleksi). Filsafat
menyelidiki seluruh realitas sampai kepada hakikat dari sinar akal budi. Seluruh realitas
berarti segala sesuatu, semua ens, apa saja, baik yang besifat material maupun immaterial,
terbatas maupun tak terbatas, aktual maupun potensial, riil maupun intensional, substansial
maupun aksidental (Vaske 1963:26).
Titik anjak filsafat berawal dengan bertanya tentang segala sesuatu yang terjadi
sehari-hari. Modal atau kemampuan dasar untuk berfilsafat atau bertanya ialah rasio. Para
filsuf Yunani kuno mulai berfilsafat dengan melihat dari gejala perubahan. Segala perubahan
yang terjadi menciptakan pertanyaan bercampur dengan rasa heran. Plato mengatakan filsafat
berawal dari dorongan untuk menyelidiki bintang-bintang, matahari, dan langit. Menurut
Immanuel Kant berkata langit bertaburan bintang dan hukum moral dalam hati manusia
adalah dua hal yang mengerankan dan dari sanalah filsafat berawal. 
Namun, tidak semua pertanyaan langsung dikategorikan sebagai pertanyaan filosofis.
Pertanyaan filosofis adalah pertanyaan tentang apa yang terpenting dalam kehidupan.
Pertanyaan filosofis adalah pertanyaan yang menjadi perhatian semua orang. Pertanyaan-
pertanyaan filosofis yaitu seperti “Siapakah manusia?”, “Ke mana tujuan manusia?” “Dari
mana asal usul dunia ini?” dan masih banyak lagi.
Setiap ilmu mempunyai dua macam objek,yaitu objek material dan objek formal.
Objek material adalah apa yang dipelajari atau diselidiki (subject matter). Objek formal
adalah sudut pandang (angle,viewpoint) dalam menyelediki objek material. Objek formal
merupakan aspek atau sudut pandang dari mana ilmuwan mempelajari objek material.
Dengan kata lain, objek formal adalah aspek yang dapat dipahami (intelligible) dalam objek
material yang berhadapan dengan sang ilmuwan yang melihatnya dari sudut pandang tertentu
itu.
Banyak ilmu memiliki objek material yang sama. Misalnya,banyak ilmu mempelajari
manusia (obyek material) tetapi karena perbedaan dalam metode, mempelajari manusia dari
sudut pandang berbeda dan terbatas,misalnya anatomi (aspek struktural),antropologi (asal
usul), psikiatri (kesehatan mental), psikologi (perilaku), sosiologi (interaksi kelompok),
dst.Objek formal membuat ilmu-ilmu itu berbeda, padahal obyek material ilmu-ilmu itu sama
(Vaske 1963:27).
Objek material filsafat adalah segala sesuatu,seluruh realitas. Apa saja dapat
direnungkan oleh filsafat yaitu benda mati, tumbuhan, hewan, manusia, jiwa, dan Tuhan.
Filsafat juga menyelidiki apa yang sudah ada,sekarang ada, dan yang akan ada . Filsafat
menyelidiki apa yang ada, apa yang dapat ada, dan apa yang mungkin ada. Filsafat dapat
merenung  tentang bunga yang indah, lagu yang merdu, gadis yang cantik, pemandangan
mempesona, dan dapat pula merenung tentang keindahan itu sendiri. Filsafat dapat merenung
tentang langit atau laut yang biru, tapi juga dapat merenung tentang kebiruan. Filsafat dapat
merenung tentang apa saja. 
Sedangkan objek formal filsafat adalah ens qua ens (being as being). Ilmu-ilmu lain
mempelajari hanya sebagian dari realitas. Ilmu lain seakan berenang-renang di permukaan
untuk melakukan eksperimen dan mengumpulkan data, sedangkan filsafat justru menyelam
hingga ke dasar terdalam untuk mencari inti hakikat sesuatu. Ini dilakukan secara refleksi
atau spekulatif, bukan secara empiris. 
Berpikir secara filsafat berbeda dengan berpikir biasa. Pemikiran filsafat adalah
menyelam ke dasar, menukik ke inti hakikat benda-benda. Berpikir filsafat mempunyai ciri-
ciri sebagai berikut :
1. Komprehensif (menyeluruh)
Filsafat melihat obyek material dalam suatu totalitas, untuk menghasilkan kesimpulan
yang bersifat universal.Filsafat ingin melihat apanya atau hakikat dari obyek material
(quidditas). Filsafat tidak menyelidiki obyek materialnya dari sudut tertentu (secara
parsial) seperti dilakukan oleh seorang ilmuwan. Menyeluruh berarti bahwa filsafat
menyelidik ijuga konsep-konsep abstrak seperi
manusia,keadilan,kebaikan,kejahatan,kebebasan,atau hal-hal dan proses-proses yang
bersifat umum. Filsafat selalu menyangkut pengalaman umum umat manusia
(common experience of mankind). Cara pemikiran seperti ini menghasilkan
kesimpulan-kesimpulan universal.
2. Spekulatif 
Objek material yang diselidiki oleh filsafat didasarkan pada dugaan-dugaan rasional
(bukan bukti atau data empiris). Filsafat tidak menyelidiki secara empiris gadis cantik,
lagu merdu, lukisan yang inspiratif, atau pemandangan yang indah, tapi bertanya
tentang apa itu keindahan (dilakukan oleh estetika). Filsafat bertanya tentang apa itu
kebenaran (logika), atau apa itu kebaikan (etika). Dengan kata lain, berfikir secara
filsafat bersifat konseptual, karena merupakan hasil generalisasi dan abstraksi hal-hal
konkrit dan partikular. Filsafat tidak berfikir tentang manusia Papua, manusia Jawa,
manusia paleolithicum, manusia tempramental, tapi siapa itu manusia. Ciri ini
melampaui batas pengalaman empiris sehari-hari.
           3.  Radikal/mendasar
Filsafat mengadakan penyelidikan hingga ke akar atau hakikat dari obyek
material yang diselidiki ( radikal berasal dari bahasa Latin radix = akar).
4. Konsisten/runtut
Perenungan filsafat tidak boleh mengandung pertanyaan-pertanyaan yang saling
bertentangan, sebab filsafat berusaha mencari penyelesaian atau jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan agar dapat dipahami. Jawaban ini tidak mungkin diperoleh
apabila pernyataan bertentangan.
5. Koheren/logis 
Kesimpulan harus ditarik dari premis-premis yang mendahuluinya. Premis-premis
harus diuji kebenarannya. Jadi, antara satu kalimat dan kalimat lain harus ada
hubungan logis. Satu bagian harus terkandung pada bagian lainnya seperti contoh
berikut.
Semua orang akan mati (premis mayor)
Bagio seorang manusia (premis minor)
Jadi, Bagio akan mati (kesimpulan)
Sebuah kesimpulan benar kalau ditarik dari premis-premis yang benar. Oleh
karena itu, untuk menarik kesimpulan yang benar, kita harus memeriksa isi premis-
premis itu.
6. Sistematis
Dalam menjawab suatu permasalahan digunakan pendapat-pendapat sebagai wujud
proses berpikir filsafat. Pendapat-pendapat tersebut harus saling terhubung secara
teratur, mempunyai maksud, serta tujuan tertentu.
7. Berpikir bebas
Filsafat merupakan hasil pemikiran yang bebas (bebas dari prasangka sosial, histori,
kultural, religius, dsb). Misal berdasarkan kisah Socrates memilih minum racun
daripada mengorbankan kebebasannya untuk berpikir menurut keyakinan pribadi.
8. Bertanggung jawab
Orang yang berfilsafat bertanggung jawab terhadap hati nuraninya sendiri. Orang
yang berfilsafat harus mampu merumuskan fikiran-fikirannya sedemikian rupa agar
mampu dikomunikasikan kepada orang lain dengan mudah.

Filsafat mempunyai banyak cabang. Berikut pembagian umum cabang filsafat.

No Cabang filsafat Objek studi

1 Ontologi Hakikat realitas secara umum

2 Epistemologi Pengetahuan

3 Psikologi Rasional Manusia

4 Theodicea First Cause (Tuhan)


5 Logika Correct thinking

6 Etika Tindakan manusia

7 Filsafat Politik Tujuan sosial/negara

8 Aksiologi Nilai

9 Estetika Keindahan

Ilmu adalah bangun pengetahuan yang bersifat sistematis. Ilmu mempelakari satu
bidang tertentu dari realitas. Cabang filsafat yang mempelajari realitas secara keseluruhan
adalah metafisika atau metafisika umum. Sedangkan cabang lain mempelajari bagian tertentu
dari realitas, seperti manusia (filsafat manusia), kosmos (kosmologi), tindakan manusia
(etika), berpikir lurus (logika), pengetahuan (epistemologi), dan sebagainya. 
Filsafat sama dengan ilmu dalam hal objek material. Bedanya, ilmu mempelajari
bidang tertentu dari suatu realitas, sedangkan filsafat mempelajari keseluruhan realitas
tersebut. Dalam meneliti bidang tertentu dari realitas itu, ilmu membatasi diri dari pada
penelitian empiris, sedangkan filsafat ingin memperoleh penjelasan lebih dalam. 
Perbandingan Filsafat dan Ilmu-ilmu Lain

Ilmu-ilmu Objek Material Objek Formal Metode

Ilmu-ilmu Being (ens) Aspek tertentu dari Empiris


lain Being

Filsafat Being (ens) Being as being Spekulatif/refleksi

Ilmu-ilmu manusia seperti psikologi, sosiologi, antropologi, sejarah, ekonomi, politik,


sama dengan filsafat (khususnya filsafat manusia) dalam hak objek material tapi berbeda
dalam objek formal. Ilmu-ilmu manusia itu menyelidiki salah satu aspek dari manusia,
sedangakn filsafat menyelidiki seluruh manusia, atau manusia sebagai manusia.
Perbandingan Ilmu-ilmu Manusia dan Filsafat

Ilmu-ilmu Objek Objek Formal Metode


Material

Manusia Manusia Salah satu aspek Empiris

Filsafat Manusia Manusia sebagai manusia Spekulatif/refleksi


Perbandingan antara filsafat dengan psikologi, sosiologi, antropologi dan
sejarah dan ilmu lainnya yaitu sebagai berikut. Perbedaan antara filsafat dan ilmu-ilmu
lain - seperti sosiologi, antropologi, sejarah, dan psikologi - terletak pada objek formal. Imu-
ilmu itu meneropong objek yang sama (yakni manusia) dari sudut pandang yang berbeda.
Jadi, ilmu-ilmu itu sama dengan filsafat dalam hal objek material. Sosiologi, antropologi,
sejarah, dan psikologi sama-sama mempelajari dan menyelidiki manusia. Sosiologi
memusatkan penyelidikan tentang interaksi manusia dalam kelompok sosial. Antropologi
menyelidiki manusia sebagai makhluk budaya. IImu sejarah mempelajari manusia dan sepak
terjangnya di masa lampau. Psikologi mempelajari aspek atau gejala-gejala perilaku manusia.
Sedangkan, Filsafat mempelajari interaksi daya-daya dalam diri manusia dan juga interaksi
manusia dalam kehidupan bermasyarakat , menyelidiki manusia sebagai makluk berbudaya,
menyelidiki manusia dan masyarakat yang hidup di masa lampau, di masa kini, dan masa
yang akan datang, dan mencoba menyelami daya-daya rohani kejiwaan dalam manusia dan
makhluk hidup lainnya. Jadi, filsafat merangkul banyak ilmu. Itulah sebabnya fisafat dijuluki
ilmu dari segala ilmu (science of sciences, mother of sciences, atau scientia scientiarum).
Hubungan antara filsafat dan agama (teologi) dibicarakan khusus sebab hubungan
antara keduanya sangat dekat, khususnya ontologi dan agama. Ontologi sering disebut
puncak filsafat sebab pertanyaan-pertanyaan ontologis langsung berhubungan dengan sikap
manusia terhadap petanyaan-pertanyaan fundamental, yakni tentang Tuhan.
Dalam filsafat kebenaran diperoleh lewat penalaran rasio (refleksi), sedangkan dalam
agama kebenaran diperoleh melalui wahyu. Teologi memberikan pendasaran rasional atas
kebenaran yang diwahyukan. Sikap satu-satunya terhadap wahyu adalah “mengimani” atau
percaya. Tetapi, manusia adalah makhluk rasional. Dengan ketajaman akal budinya dia dapat
merenungkan dan memikirkan tentang hakikat realitas. Poedjawijatna mengibaratkan filsafat
dan teologi dengan dengan perahu dan mercu suar. Perahu adalah filsafat, mercu suar adalah
teologi. Dengan demikian, teologi adalah pemandu bagi filsafat agar arah yang diambil tidak
salah.
Adapun manfaat belajar filsafat menurut Thiroux dan Woodhouse dalam buku
Philosophy, Theory, and Practice, 1985. Dalam buku tersebut, Thiroux menyebutkan paling
kurang empat manfaat filsafat sebagai berikut. Pertama, filsafat menjadikan orang lebih sadar
dan kreatif. Orang jadi lebih berkembang, wawasan observasi dan kontemplasi bertambah,
dan orang belajar untuk berpikir dan bertindak lebih kreatif. Kedua, filsafat menumbuhkan
sikap toleran. Dengan selalu mempertanyakan keyakinan dan teori, orang semakin menyadari
betapa sulit dan kompleks masalah hidup. Oleh karena itu, belajar filsafat membuat kita
toleran terhadap perbedaan. Ketiga, filsafat memberikan metode sistematis untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan. Dengan berfilsafat kita belajar untuk bernalar secara
logis. Keempat, filsafat membuat kita jadi lebih konsisten. Jika kita mempertanyakan sesuatu
secara mendasar, menganalisis, dan mengevaluasii segalanya secara cermat, kita akan
menjadi lebih konsisten dalam hidup. 
Menurut Woodhouse, dalam Berfilsafat, Sebuah Langkah Awal (edisi Indonesia,
2000) mengatakan filsafat membuat orang semakin mandiri secara intelektual, lebih toleran
terhadap perbedaan suatu pandangan, dan bebas dari dogmatisme. Singkatnya, manfaat
belajar filsafat adalah agar orang menjadi kritis karena filsafat adalah ilmi kritis yang
mempelajari inti hakikat seluruh realitas. Bersikap kritis berarti memandang sesuatu dari
berbagai perspektif. Dengan bertanya sampai ke hakikat, orang dapat memberikan
pendasaran rasional terhadap hakikat eksistensi. Dengan bertanya terus-menerus tanpa henti,
orang dapat memberikan pendasaran bagi iman bahkan orang dapat melakukan kritik
terhadap ideologi.
Relevansi filsafat bagi psikologi yaitu dengan belajar filsafat berarti belajar sejarah
psikologi itu sendiri. Sebab sebelum menjadi cabang ilmu mandiri pada tahun 1897, psikologi
merupakan bagian dari filsafat. Ilmu psikologi muncul dalam konteks sejarah intelektual
Eropa Barat. Perkembangan ide-ide yang mengarah kepada perkembangan ilmu empiris post-
Renesans memungkinkan psikologi mendapatkan bentuk yang beragam saat ini.

BAB 2
JAGAD FILSAFAT BANGSA-BANGSA

Penyebutan Yunani sebagai asal-muasal filsafat sekitar abad 6 SM hanya waktu awal
yang disepakati para sejarahwan berkaitan dengan sebuah pendekatan spesifik terhadap
filsafat. Kebudayaan Yunani bukanlah yang tertua. Bukti-bukti sejarah menunjukkan, ribuah
tahun sebelum Yunani kuno, ada bangsa lain yang memiliki kebudayaan yang tinggi. Dan,
ientu mereka juga sudah memiliki tradisi filsafat. Teks-teks kuno menunjukkan bahwa bangsa
Cina, India, dan Timur sudah berfilsafat jauh sebelum Yunani kuno.  Usia teks-teks  itu sudah
3000 tahun sebelumnya. Misalnya, dalam cerita-carita epik dikisahkan tentang tempat
manusia dalam makrokosmos. Mitos-mitos religius menceritakan tentang hubungan
antara manusia atau ciptaan dengan dewa-dewa. Kitab UU Hammurabi menyebut
secara lengkap daftar kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh masyarakat. Himpunan
kebijaksanaan-kebijaksanaan praktis merupakan penuntun bagi kelidupan yang etis.
Tidak heran jika David J. Melling, dalam paper yang dipresentasikan pada
Nehru Lecture 1993 di Manchester Metropolitan University menggugat pandangan
bahwa Filsafat Yunani kuno dianggap sebagai tilik awal filsafat, padahal ada
kebudayaan lain - seperti India, Cina, dan Mesir kuno - yang jauh lebih tua.
"Seandainya Filsafat India diajarkan di universitas-universitas Inggris, jarang
terjadi bahwa itu diprakarsai oleh departemen filsafat. Akibatnya yang kurang
mengenakkan adalah bahwa studi filsafat kuno umumnya difokuskan hanya pada
sejarah Filsafat Yunani dan mengesampingkan sejarah Filsafat India dan Cina yang
lebih tua, apalagi isu-isu lebih kontroversial menyangkut eksistensi pemikiran
filosofis di Mesir kuno," kata Melling.
Menurut Melling inilah penyebab, jika filsafat kuno dibicarakan dalam diskusi
akademis tentang filsafat kuno, itu biasanya dalam kaitan dengan kemungkinan bahwa
pemikiran India mempengaruhi perkembangan filsafat Yunani. Dan memang, katanya,
pengaruh itu pasti ada karena kekaisaran Persia dulu menaklukkan India dalam ekspansinya
ke Timur serta Yunani di kota-kota pantai Asia Minor.
Menurut Melling, pengaruh pemikiran India pada pemikiran Yunani kuno dapat
dilihat pada sekurang-kurangnya 12 paralelisme yang ditemukan pada beberapa ajaran buku
Upanishad dengan ajaran Yunani (ataupun filsuf-filsuf kuno Yunani). Hanya saja, kata
Melling, kalau di Yunani filsafat berawal dari rasa heran (wonder), seperti dikatakan oleh
Aristoteles ("... it is on account of wonder that men now begin to philosophize, and that they
originally began to phiosophize"), dalam tradisi religius India filsafat itu berawal dengan
theological doubt (kesangsian teologis), yang tidak terdapat dalam ajaran agama kebudayaan
kuno lainnya. Orang India mulai berfilsafat dengan mempertanyakan jati diri dari Sang
Pemberi Kehidupan, seperti terdapat dalam Madah Penciptaan 10, 29 "Whence this creation
has arisen - perhaps it formed itself, or perhaps it did not - the one who looks down on it, in
the highest heaven, only he knows - or perhaps he does not know" (Rig Veda).
Melling mengingatkan bahwa ada banyak aspek dari Filsafat India yang
mendahului Plato dan Aristoteles. Tradisi Filsafat India, kata Melling, mencapai
pluralisme yang kaya sejak zaman kuno. Sebab itu "sangat tidak tepat kalau paham-paham
filosofis itu hanya dianggap sebagai catatan kaki pada sejarah pemikiran Yunani," kata
Melling dalam paper berjudul Indian Philosophy before the Greeks yang dipresentasikan
tahun 1993 dalam rangka Nehru Lecture di Manchester Metropolitan University.
Tentang munculnya filsafat pendapat Robert C. Solomon dan Kathelcen M. Higgins
(1996) nampaknya lebih tepat. Mereka mengatakan "fiisafat muncul di dunia bukan hanya
sekali, melainkan berkali-kali di bcrbagai tempat". Menurut
mereka, pada kurun waktu abad 6 dan abad 4 SM yang dinamakan "periode aksial" terjadi
inovasi pemikiran di sejumlah besar tempat secara terpisah di bumi. Mereka muncul di
sekitar Mediteraia, Cina, India, Yunani dan Asia kecil (sekarang Turki).
Para pemikir kreatif ini mulai menantang kepercayaan religius, mitologi, dan folklor
yang ada. Pemikiran mereka makin abstrak, pertanyaan yang diajukan makin menyelidik,
jawaban yang diberikan makin ambisius, makin spekulatif, dan makin memantik kemarahan.
Mereka adalah filsuf-filsuf pencari kebijaksanaan, yang tidak puas dengan jawaban-jawaban
gampangan dan prasangka-prasangka populer.
Thales dan para filsuf pra-Socrates lain muncul di Asia kecil pada abad 6 SM, dan
berpuncak pada Socrates (470-399 SM). Pada periode hampir bersamaan di India muncul
Siddaharta Gautama (563-483 SM), dan di Cina tampil Konfusius
(551-479) dan Lao Tzu. Bahkan sedikit waktu sebelumnya di Persia (sekarang Iran) muncul
Zarathustra alias Zoroaster dari Balkh (sekitar 628-55 I SM) yang bergerak ke arah
monoteisme moral yang komprehensif.
Pembahasan dalam buku ini sejalan dengan kritik Meiling yang menolak pandangan
bahwa filsafat berawal/lahir di Yunani. Bahwa filsafat Barat lahir di Yunani memang tak
dapat dibantah, tapi seperti dikatakan Solomon dkk, filsafat lahir "dimana-mana, di banyak
tempat". Apalagi jika filsafat itu inheren dalam kebudayaan yang tinggi, maka banyak bangsa
lain, seperti Persia, Mesopotamia, Mesir, Ibrani, India, dan Cina, yang lebih dulu mengenal
filsafat dibanding Yunani. Jadi sebetulnya ada "jagad filsafat bangsa-bangsa". Berikut di
bahas secara singkat filsafat Persia, Mesopotamia, Mesir, Ibrani, India, Cina dan Yunani.
1. Filsafat Persia 
Filsafat Persia kuno tak dapat dilepaskan dari Zoroaster, nabi Persia kuno yang
mendirikan Zoroasterisme. Meskipun tidak diketahui pasti kapan dia hidup. Tahun
kelahirannya dikatakan antara 6000 SM dan 600 SM. Aritoteles, Eudoxus, dan
Hermippus menulis bahwa Zoroaster hidup 5000 tahun sebelum perang Troya.
Diodorus dari Eretria dan Aristoxenus malah mengatakan bahwa Phytagoras, seorang
filsuf Yunani kuno, adalah murid dari Zoroaster.
Begitu misteriusnya tokoh itu, sampai Plinius menyangsikan apakah memang
hanya ada satu Zoroaster. Menurut Plinius, mungkin ada lebih dari satu Zoroaster. 
Jadi, ada banyak pandangan tentang siapa itu Zoroaster dan kapan dia hidup.
Tetapi,eksistensi agama atau filsafat Zoroaster tidak dapat dipungkiri.
Persia kuno merupakan jembatan antara Timur dan Barat. Tidak terlalu
mengherankan kalau Persia juga merupakan tempat pertemuan antara filsafat Barat
dan Timur. Cyrus mengalahkan Ionia tahun 600 SM. Para filsuf Yunani kuno, sejak
Thales, konon, selalu mengadakan kontak dengan dunia oriental (timur).
Numenius dari Apamea menulis bahwa Pythagoras dan Plato mereproduksi
kebijaksanaan kuno Magi of Persia. Demikian pula para Brahmana dari India yang
datang ke Persia. Ada ahli yang berpendapat bahwa Zoroastrisme bukan filsafat,
melainkan agama. Tetapi, ada pula yang berpendapat sebaliknya. Dewa tertinggi pada
agama Zoroaster adalah Ahura Mazda. Kata itu berarti Kebijaksanaan Tuhan atau
Tuhan yang Bijaksana. Dia mahakuasa, hadir dimana-mana, maha kuasa, dan maha
tahu. Dia pencipta, pemelihara, dan pengasuh. Dia tak kelihatan dan tak dapat diraba.
Dia benar, adil, berbelas kasih. Dia kawan dan bapak dari mereka yang mencari
persahabatan dan mendambakan cintanya. Pendek kata, dia memiliki banyak sifat.
Sifat-sifat itu bukan bersifat aksidensial, tapi esensial. Dia cahaya dalam aspek fisik,
dan kebenaran dalam aspek moral. Jadi, sebagai agama (sesuai dengan klaimnya)
maka Zoroastrisme merupakan agama monoteisme yang tertua.
Dalam perkembangan selanjutnya, agama Zoroastrisme menjadi dualistis
karena mengajarkan tentang eksistensi dua roh ilahii, yakni roh baik dan roh jahat. Ini
jelas dalam ajaran Zoroastrisme akhir, di mana kemurnian ajaran Zoroaster dilupakan.
Muncullah dualisme metafisik yang mengajarkan tentang adanya Spenta Mainyu yang
menciptakan hal-hal baik, dan Angra Mainyu yang menciptakan hal-hal buruk.
Zoroastrisme tidak secara jelas mengemukakan konsep kehidupan sesudah
kematian, tetapi hanya menjanjikan kebahagiaan bagi orang yang melakukan
kebaikan, dan naraka bagi orang jahat. Manusia, menurut ajaran Zoroaster, terdiri dari
tubuh dengan intelijensi, daena (ego atau suara hati), urvan (jiwa), dan fravashi (roh
penjaga). Tubuh adalah kendaraan bagi jiwa, dan sebab itu harus dijaga agar tetap rapi
dan bersih. Daena menentukan kepribadian seseorang. Pada hari keempat sesudah
seorang meninggal, berlangsung pengadilan. Jiwa orang yang baik akan
dijemput oleh seorang gadis cantik, sedangkan jiwa orang jahat ditunggu gadis
berparas jelek. Gadis-gadis itu tidak lain manifestasi jiwa orang yang bersangkutan.
Fravashi memang sangat khas dalam agama Zoroaster. In adalah roh pelindung dan
biasanya roh yang haik.
Dalam bukunya. History of Philosophy, Eastern and Western, Radhakrishnan
menulis sbb: "jika kebesaran sebuah agama diukur menurut banyaknya penganut,
Zoroastrisme tidak berhak disebut besar dewasa ini, sebab penganuatnya di dunia
tidak Iebih dari sekitar seratus ribu orang. Tapi, jika kebesaran sebuah agarna
bergantung pada peran historisnya dan pengaruhnya terhadap agama-agama di dunia
maka kebesaran Zoroastrianisme tak dapat diganggu gugat.” 
2. Filsafat Mesopotamia
Mesopotamia (berarti "tanah di antara sungai-sungai") adalah wilayah yang
terletak antara sungai Eufrat dan Tigris, kini Irak. Dalam kurun waktu tahun 3000 SM
hingga 600 SM ada beberapa kebudayaan dan kerajaan besar di kawasan
Mesopotamia. Di bagian utara sungai terdapat daerah Armeanea dan Asiria. Di pojok
selatan ada orang-orang Babilonia dan Akkadia. Dan di mulut sungai ke Teluk Persia
ada orang-orang Sumeria.
Selama 2400 tahun, bangsa-bangsa itu bergantian menjadi penguasa wilayah.
Yang paling perkasa adalah bangsa Mesopotamia dan wilayah sekitarnya. Setelah
bangsa Sumeria memerintah dari tahun 3000 hingga 2400, giliran bangsa Akkadia
menguasai Mesopotamia antara tahun 2400 hingga 2100, menyusul sesudahnya
bangsa Babylonia tahun 1800 hingga 1595.
Sewaktu berkuasa, bangsa-bangsa itu mencatat sejumlah prestasi yang
mengagumkan. Misal Sargon Agung (2360-1305), raja Akkadia, dikenal sebagai raja
pertama yang mendirikan kerajaan dunia yang pertama. Bangsa Akkadia mengadopsi
mitos-mitos Sumeria. Salah satu mitos paling penting adalah Epic of Gilgamesh, yang
nampaknya dirangkai dari berbagai cerita Sumeria. Seperti Odysseus, Gilgamesh
melakukan berbagai perbuatan heroik. Merasa sedih karena menyadari bahwa dia
akan mati, dia mencari Ut-napishtim untuk meminta nasehat. Jadi, Ut-napishtim itu
seperti tokoh Nuh di Mesopotamia.
Dalam cerita-cerita Mesopotamia tentang air bah besar, dikatakan bahwa para
dewa marah karena umat manusia yang terlalu berisik, lalu memusnahkan manusia
dengan mengirim air bah. Tapi Dewi Enki mengingatkan pengikut setianya, Ut-
napishtim, yang kemudian membuat sebuah perahu dan menyelamatkan
keluarganya.Dan, dia mendapat anugerah kekekalan dari Dewi Enki.
Ketika Gilgamesh menemuinya, dia sudah dalam status tak dapat mati
tersebut. Ut-napishtim menyuruh Gilgamesh untuk mencari sejenis tumbuhan yang
membuatnya tak dapat mati. Gilgamesh pun mencari dan mencari, dan akhirnya
menemukan tumbuhan itu dan mencobanya pada seorang tua. Karena kelelahan dari
perjalananan mencari tumbuhan, Gilgamesh pergi mandi.Sementara tanaman itu
ditinggalkan saja di pantai. Ketika dia sedang berenang, seekor ular menelan tanaman
itu lalu menyelinap pergi. Padahal, inilah satu-satunya pohon keabadian. 
Begitu sadar bahwa tanaman sakti itu telah lenyap, Gilgamesh sangat bersedih.
Lalu dia pergi ke sebuah kedai dan meminta pendapat dari seorang pelayan wanita
yang sakti. Menurut pelayan itu, Gilgamesh harus mengisi perutnya dengan makanan,
tarian dan permainan, mengenakan pakaian indah, mandi, membesarkan anaknya, dan
membuat istrinya bahagia. Inilah suratan hidupnya, bukan keabadian.
Seperti halnya Perjanjian Lama menggariskan pinsip-prinsip etis, demikian
pula bangsa-bangsa di Timur Dekat memiliki hukum seperti itu. Misalnya, orang
Babilonia mengenal prinsip-prinsip etis untuk kehidupan yang baik. Di situ misalnya
ada perintah untuk menghormati bapak dan ibu, atau larangan untuk memiliki istri
atau harta milik orang lain. 
Bahkan, kitab undang-undang yang disusun raja Hammurabi (memerintah
Babilonia dari 1792 hingga 1750 SM) secara spesifik merinci hukuman atas
pelanggaran. UU Hammurabi terdiri dari 282 ketentuan, disusun dengan sub-judul
berbeda, seperti keluarga, bisnis, real estat dan sebagainya.
Kitab UU Hammurabi itu mempunyai paling tidak dua implikasi
filosofis.Pertama, peraturan-peraturan itu diambil dari etika masyarakat, lalu
dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk lebih rinci tentang apa itu salah dan benar.
Kedua, yang terkandung dalam prinsip-prinsip legal itu adalah teori-teori tentang
hukuman. Teori yang paling mencolok adalah yang mengatakan bahwa tindakan-
tindakan kriminal harus dihukum mata ganti mata.
Para filsuf hukum menggunakan tafsiran harafiah dan tafsiran Iuas terhadap
mata ganti mata itu. Secara harafiah disebut lex talionis, dan maksudnya hukuman
yang diterapkan itu persis sama dengan jenis pelanggarannya. Jadi, jika seseorang
mematahkan tulang orang lain, tulangnya harus dipatahkan juga. Arti luas disebut lex
salica, dan berarti hukuman tidak harus sama persis dengan jenis pelanggarannya.
Ada altlernatif lain, misalnya kompensasi uang dsb.
3. Filsafat Mesir
Kekuasaan kerajaan-kerjaan besar di Mesir berlangsung dalam periode antara
tahun 3100 hingga 30 SM. Dalam kurun waktu itu, mitologinya sangat
konsisten.Kebudayaan tulisan mulai dikenal di Mesir sekitar tahun 3100 SM. Sejak
mula sejarah dan mitologinya ditulis dalam tulisan hirogliph.
Mitos agama paling terkenal di Mesir adalah tentang Osiris, Dewa
Kematian,seperti juga ditulis sejarahwan Yunani kuno, Plutarchus. Dalam mitos itu,
Seth (dewa perang), saudara Osiris, membuat sebuah peti jenazah bagi Osiris,
memaku Osiris di dalamnya, dan mengapungkannya di sungai Nil. Isis (dewi
kesuburan), istri Osiris, kemudian menemukan peti mati itu.
Tapi, Seth mencincang tubuh Osiris lalu menyebarkan bagian-bagian itu ke
seluruh negeri. Isis mencari dan mengumpulkan keping-keping itu, menyusunnya
kembali hingga tubuh Osiris menjadi utuh lagi. Dia lalu membalsem Osiris, dan Osiris
pun hidup kembali. Lalu Isis dan Osiris mempunyai seorang anak bernama Horus,
dewa langit. Untuk membalas dendam atas kematian Osiris, Horus membunuh Seth,
tapi dalam perkelahian itu ia menciderai matanya sendiri. Lalu, mata yang cidera itu
menjadi bulan, sedangkan mata yang masih baik menjadi matahari.
Kisah Osiris itu begitu berpengaruh sehingga ada sekte yang masih
melanggengkan kebiasaan membalsem jasad orang mati. Kitab Orang Mati yang
terkenal di Mesir itu berhubungan dengan tradisi ini. Buku itu berbentuk gulingan
papyrus, dan dikuburkan bersama orang mati. Buku itu berfungsi sebagai buku pintar,
berisi petunjuk tentang bagaimana awet muda.
Buku itu juga memuat pengakuan tentang kesucian (creed of innocence) yang
ucapkan orang mati kepada 42 hakim. Orang itu mengaku bahwa dia tidak
mencuri,tidak ceroboh, tidak membunuh, tidak berdusta, tidak merampas hak orang,
tidak mempergunjingkan orang lain, dan tidak berzinah. Jiwanya dilambangkan
dengan bulu burung ostrich, yang menggambarkan kebaikan. Osiris sendiri
memimpin sidang pengadilan.
Di Mesir dikenal juga Buku Ptah-Hotep. Ptah-Hotep adalah seorang kepala
suku dan tokoh terkemuka Mesir yang hidup sekitar tahun 2600 SM. Buku itu berisi
kebijaksanaan yang, konon, berasal dari dia, meskipun para sejarahwan berpendapat
bahwa buku itu ditulis kemudian.
4. Filsafat Ibrani
Abraham (Ibrahim), leluhur bangsa Ibrani (Yahudi) diperkerikan hidup sekitar
awal Milienium 2 SM, sedangkan Musa (Moses) antara abad i4-13 SM, dan raja Daud
sekitar tahun 1000-962 SM.
Bangsa Ibrani mengenal buku yang berisi petunjuk-petunjuk untuk kehidupan
yang baik, seperti Kitab Amsal, Kitab Job, dan Ecclesiastes.Ketiga buku itu memiliki
beberapa ciri yang sama. Pertama, isinya tidak menyangkut keselamatan atau
perjanjian khusus dengan Tuhan. Kedua, fokusnya adalah hidup melalui
pengembangan kualitas moral seperti kontrol diri, kejujuran, dan ketekunan. Ketiga,
menonjol dalam isu hukuman/siksaan, khususnya menyangkut tindakan orang
bijaksana dan orang bodoh. Keempat, teks-teks ditulis dalam genre literer khusus
mencakup ucapan-ucapan yang pendek-pendek dan terpisah.
Kitab Job mencoba menjawab pertanyaan: "mengapa orang baik menderita?''
Ada versi seperti itu yang terdapat pada masyarakat Babilonia. Disitu, job, diganti
sang pahlawan bernama Tabi-utul-Enlil. Dia didera penyakit dan mencari penjelasan
tentang apa maksud Tuhan menghukumnya seperti itu. Dewa Marduk memberikan
jawaban kepadanya dalam mimpi, dan dia kemudian menemukan kebahagiaan.
Dalam cerita Ibrani, Job adalah seorang kaya raya yang dirundung berbagai
bencana bertubi-tubi. Kehilangan tenak, kehilangan anak-anaknya, dan dia sendiri
diserang penyakit kudis. Bildab, salah seorang teman Job, mengatakan bahwa
biasanya orang menderita karena mereka melupakan Tuhan. Jadi, pasti Job sudah
melupakan Tuhan.
Tapi Job mengatakan dia tidak melakukan kesalahan, dan sebab itu ke
haruslah ditimpahkan pada Tuhan. Zophar, teman Job lainnya, mengatakan orang
menderita karena melakukan pelanggaran moral. Tak seorangpun yang mengerti
semua yang menurut Tuhan dosa. Jadi,meski Job merasa tidak berdosa, dia pasti
melakukan dosa yang tidak disadarinya sendiri. Tuhan sendiri akhirnya menampakkan
diri dalam bentuk badai dan memberikan penjelasan kepada Job.
5. Filsafat India 
Di Timur Jauh, tulisan-tulisan filosofis tertua berasal dari bangsa India dan
Cina yang, di zaman kuno, sudah memiliki struktur sosial yang maju. Tradisi
filosofisnya terkait erat dengan gerakan-gerakan agama baru, yang sebagian besar
muncul sekitar tahun 500 SM. India merupakan tanah kelahiran Hinduisme dan
Buddhisme, sedangkan Cina menghasil kan Konfusianisme dan Taoisme. Tradisi-
tradisi religius kedua bangsa ini memang unik, api memiliki tema yang mirip, yakni:
manusia bukan makluk sadar diri individual dan terisolasi, tapi dihubungkan dengan
sesuatu yang lebih luas.
Dalam filsafat Hindu, individu identik dengan Tuhan yang jauh melampaui
jagad raya. Dalam Buddhisme, tidak ada diri pribadi yang permanen, meskipun buah-
buah tindakan kita mempengaruhi kehidupan orang-orang di sekitar kita.
Dalam konfusianisme individu dibatasi oleh hubungan harmonis dengan keluarga dan
masyarakat.
Dalam Taoisme, individu memberikan diri bagi bimbingan alam. Konsep diri
yang lebih luas dalam tradisi klasik Timur menentukan cara pandang bangsa Timur
terhadap realitas, yang memang sangat berbeda dengan pengertian lebih sempit dar
individu dalam filsafat Barat.
 Hinduisme
Hinduisme merupakan agama utama di India yang terdiri dari berbagai
sekte sejak sekitar tahun 3500 SM. Hinduisme berarti agama yang dianut di
kawasan Sungai Indus. Sejarah Hinduisme berawal pada periode kultural yang
dikenal dengan peradaban Lembah Indus, yakni sekitar tahun 3500 hingga
1500 SM. Penduduk aslinya adalah orang Dravida. Satu-satunya sumber
tertulis tentang bangsa ini berasal dari teks-teks Hindu di masa kemudian
(Veda). Kitab Veda (berarti bangun pengetahuan) ditulis antara tahun 1 500
dan 800 SM.
Penggalian arkeologis di Harappa dan Mohenjo-daro pada tahun 1920-
an mengungkapkan informasi yang sangat kaya. Di situ ditemukan peradaban
maju paling tidak sejak tahun 2500 SM, dengan kota-kota yang memiliki
sistem drainase yang rapi. Peradaban itu sudah mengenal bahasa tertulis. Para
arkeolog menemukan patung agama dan amulet-amulet dewa-dewi kesuburan.
Ada tokoh duduk bersilah. Sekitar tahun 1500 lembah Hindus diserbu oleh
bangsa kulit putih dari Persia yang dinamakan bangsa Arya. Para ahli
mengatakan bahwa bangsa Aria memiliki hubungan darah dengan bangsa
Hyksos yang menyerbu dan menguasai Mesir sekitar tahun 1700 SM, dan
bangsa Celtic di British Isles. Mereka yang tidak bermigrasi ke India tetap
tinggal di Persia dan mendirikan agama Zoroaster. Bangsa Arya menggunakan
bahasa Indo Eropa yang menjadi dasar bagi bahasa Sanskrit.
Agama bangsa Arya adalah politeisme, dan dalam banyak hal sama
dengan politeisme seperti di masa Yunani kuno, dengan banyak dewa-
dewinya. Salah satu dewa dalam Hindu adalah Indra, yakni dewa perang dan
petir. Hampir seperempat nyanyian dalam buku Veda ditujukan kepada dewa
Indra. Dewa-dewa lain adalah Varuna (dewa langit), Mitra (dewa matahari),
Rudra (dewa kekerasan dan kematian), dan Soma.
 Buddhisme
Buddhisme didirikan tahun 525 SM di Benares, India, oleh Siddharta
(563-483 SM) yang dikenal dengan Buddha. Buddha sendiri sebetulnya
seorang pertapa Hindu tapi kemudian tidak setuju dengan banyak ajaran
Hindu. Dia sistem kasta, kitab suci, imam, dan reinkarnasi dalam Hinduisme.
Dia menyangkal diri individu tersembunyi dan permanen. Dia menyangkal
konsep Tuhan sebagai pribadi ilahi. Miksha, atau Nirwana, menurutnya,
adalah keadaan tidak apa-apa (nothingness).
Selama Buddha hidup, Buddhisme hanya menyebar di timur lembah
Gangga. Buddhisine mengalami ekspansi besar-besaran selama abad 3 SM,
terutama karena masuknya Raja Asoka menjadi seorang Buddhis. Raja Asoka
memerintah di India pada tahun 268-233 SM. Dia men gutus banyak
misionaris Buddha ke Asia Timur, Timur Tengah, Afrika dan Eropa. Putra
Raja Asoka dikirim ke Ceylon untuk membujuk sang raja agar memeluk
Buddhisme. Dan Ceylon di kemudian hari menjadi pusat penyebaran
Buddhisme. Antara tahun 200 SM dan 100 M, muncullah dua aliran besar
dalam Buddhisme yang bertahan sampai sekarang, yakni aliran Mahayana dan
Hinayana.
6. Filsafat Cina
Dalam sejarah kuno Cina, masa pemerintahan dinasti Zhou, 1 122-255 SM
sebagai zaman klasik kebudayaan Cina. Puncak kegiatan intelektual, sosial, dan
politik di negara itu terjadi pada periode itu. Masa itu, khususnya periode abad 3 dan
6 SM, tercatat sebgai masa keemasan Cina, dan dapat dibandingkan dengan zama
keemasan kebudayaan Yunani yang juga terjadi sekitar periode itu. Seperti halnya
kebudayaan klasik Yunani menjadi norma bagi kebudayaan Barat maka pola
kebudayaan Zhou menjadi model bagi kebudayaan Cina. Antara abad 6 SM dan 3
SM, berkembang filsafat dengan Seratus Mazhab Filsafat yang terkenal itu.
Masa Seratus Madzhab merupakan kritik terhadap segala pranata dan
konvensi yang mapan. Dari gugatan seperti itulah lahir filsafat. Oleh karena itu, tidak
heran terjai goncangan yang mapan ingin dibongkar, sementara yang baru belum
berakar. Timbul kebingungan dan kekalutan maka untuk menjawab berbagai
pertanyaan dan mencari jalan keluar sendiri-sendiri. Di zaman klasik ini, terdapat
eman aliran filsafat Cina, yakni Konfusianisme, Taoisme, Mohisme, Legalisme,
Okultisme, dan Sofisme. 
a. Konfusianisme
Konfusianisme lahir di tengah anarki sosial dan intelektual. Didirikan
oleh Konfusius (Kong Fu Tse seorang  guru dari suku Kung). Konfusianisme
mendominasi alam pemikiran Cina selama 25 abad. Ajaran Konfusius
kemudian dikembangkan oleh Mensius (Meng Zi) dan Xun Zi. Konfusius
hidup ketika Cina menghadapi pergolakan sosial. Sebelumnya Cina
merupakan masyarakat feodal yang penuh persaingan. Ketika meletus perang
antara pemerintahan-pemerintahan lokal, hanya yang kuat dan besarlah yang
tetap bertahan. Dilaporkan sekitar 400.000 orang tewas dalam pergolakan
sosial kala ilu. Buku klasik terkenal, Seni Perang (The Art of War), ditulis
selama masa kritis ini.
Menghadapi situasi khaos itu, banyak filsuf coba menawarkan jalan
pemecahan terbaik. Salah satunya adalah Konfusianisme. Menurut Konfusius,
kekacauan dan anarki bukan merupakan hakikat dari masyarakat dan
peradahan. Rakyat harus memelihara pranata sosial dan kulturalnya, dan
kembali kepada li (tatacara atau upacara) dari zaman Zhou awal. Konfusiuslah
yang mengeluarkan kitab klasik dinasti Zhou dan membeberkanya kepada
publik. Dia mengubah aneka tata cara feodal menjadi etika masyarakat baru.
Inti ajaran Konfusianisme adalah bahwa Tao ( jalan sebagai prinsip
utama dari kenyataan) adalah jalan manusia. Dengan hidup baik manusia
menjadikan tao itu luhur dan mulia. Kebaikan hidup dapat dicapai melalui
perikemanusiaan (yen). 
b. Taoisme 
Seperti Konfusianisme, Taoisme juga muncul pada periode khaos
sosial. Aliran itu mengajarkan bahwa kekacauan sosial hanya dapat
dihilangkan apabila manusia meniru alam dan kembali ke tradisi primitif Cina
sebelum munculnya raja-raja dan feodalisme. Oleh sebab itu, Taoisme disebut
bersifat naturalistik.
Taoisme didirikan oleh Lao Tze yang hidup sekitar tahun 550 SM. Ada
ahli yang mempertanyakan apakah memang dia tokoh historis atau hanya
legenda. Ada yang berpendapat dia hanya mewakili kata-kata kebijaksanaan.
Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa tokoh itu diciptakan oleh para
penganut Taoisme pertama untuk menyaingi Konfusianisme. Tapi, menurut
cerita, Lao T'ze adalah rekan sebaya Konfusius, hanya saja dia lebih tua. Dia
dianggap mengarang Tao Te Ching, buku Taoisme yang paling terkenal.
c. Mohisme
Mohisme didirikan oleh Mo Tse alias Mo Zi (470-391). Aliran ini
bersifat utilitaristis dan pragmatis. Artinya, baik buruknya sesuatu bergantung
pada pertimbangan untung rugi. Yang memberi keuntungan itu baik, dan yang
tidak menguntungkan tidak baik. Mohisme dimaksudkan untuk rakyat jelata
(Konfusianisme dan Taoisme untuk kalangan aristokrat).
Inti ajaran Mohisme yaitu "untung adalah apa yang orang ingin miliki;
rugi adalah apa yang orang tak ingin miliki,”' kata Mo Zi. Untung artinya apa
yang menghasilkan lebih banyak kebaikan dibanding kejahatan. Sedangkan
kejahatan adalah yang menghasilkan lebih banyak kejahatan dibanding
kebaikan. Itulah sebabnya orang dihimbau agar sering membatalkan
keuntungan jika keuntungan itu membawa kerugian. Begitu pula, orang harus
siap menerima kerugian jika kerugian itu membawa kebaikan. Mo Zi
menentang kemewahan, upacara pemakaman yang boros, masa kabung yang
panjang, dan ritual feodal yang menghambur kekayaan dan harta.
d. Legalisme
Legalisme menekankan sopan santun, keadilan, kejujuran, dan
penguasaan diri. Menurut lcgalisme, kekuasaan politik tidak harus dimulai
dengan contoh yang baik oleh kaisar atau para pembesar lain, tapi dari suatu
sistem undang-undang yang ketat. Aliran ini konon didirikan oleh Guan
Zhong, menteri keamanan negara Qi (abad 7 SM).
e. Okkultisme
Nama aslinya aliran Yin-Yang, dan sebetulnya merupakan cabang dari
Taoisme. Ia mengajarkan dwi-prinsip Yin (betina) dan Yang jantan) dalam
alam. Interaksi antara Yin dan Yang menimbulkan perubahan di alam semesta.
Yin adalah prinsip pasif, ketenangan, surgn, bulan, air, dan perempuan. Ia
simbol kematian dan yang dingin. Yang adalah prinsip aktif, gerak, bumi,
matahari, api, laki-laki. Ia adalah simbol kehidupan.
f. Aliran Nama-Nama (Ming Chia)
Aliran Nama-Nama (Ming Chia) dapat dibandingkan dengan aliran
sofisme dalam filsafat Yunani, masa transis antara masa Pra-Socrates dan
Socrates. Mereka ini sibuk dengan analisis istilah-istilah dan kata-kata. Aliran
ini dinamakan pula sekolah dialektik.
7. Filsafat Yunani
Filsafat Yunani dimulai pada zaman lirik (800 - SOO SM) dan mencapai
puncaknya pada zaman klasik (500 - 338 SM). Filsafat Yunani biasanya digunakan
sebagai titik awal filsafat Eropa dan dianggap sebagai awal perkembangan ilmu. Para
filsuf Yunani itu juga dianggap sebagai para ilmuwan pertama yang merintis dan
mengenalkan cara pandangan rasional dalam menghadapi realitas sehari-hari. 
Yunani, menurut Soiomon dkk, bukanlah 'keajaiban" (begitu juga India kuno),
tapi "keberuntungan sejarah" yang kebetulan dan hasil dari banyak pelajaran yang tak
terunut lagi dari para tetangga dan nenek moyang.
Orang-orang Yunani memang menggunakan bahan-bahan yang sudah dimiliki
oleh bangsa-bangsa sekitar. Dalam matematika dan astronomi, misalnya, mereka pasti
sudah mengenal matematika dan astronomi dari Mesir dan Babilonia. Thales
misalnya, sering bepergian ke Mesir sehingga mengenal matematika dan astronomi.
Meskipun demikian, para ahli berpendapat bahwa apa yang dihasilkan oleh para
pemikir Yunani adalah milik mereka sendiri.
Mereka bukan mengimpor ilmu-ilmu atau spekulasi dari bangsa-bangsa
sekitar. Bahan-bahan itu memang digunakan dalam melahirkan produk ilmu dan
filsafat baru, rnilik khas Yunani.
Jadi, dapat dikatakan bahwa sebetulnya ada bangsa lain yang filsafatnya jauh
lebih tua dari Yunani. Misalnya, orang Mesir dan Babilonia yang sudah mengenal
kebudayaan sejak tahun 3000 SM. Kontak-kontak antarbangsa waktu itu kemudian
memperkaya para filsuf dan pemikir Yunani dalam melahirkan hasil pemikiran dan
sistem ilmu khas Yunani.
Tabel Periodisasi Sejarah Yunani Klasik 

Periode Kejadian-kejadian penting Pemikir/penulis

Zaman Perunggu Kedatangan orang-orang Yunani di Yunani  


2000-1100 SM Berdiri dan jatuhnya kerajaan-kerajaan Mycena  

Zaman Migrasi orang-orang Yunani di cekungan Aegea Homerus


Kegelapan Pemulihan sosial dan politik Evolusi polis Hesiod
1100-800 SM Kelahiran kembali baca tulis
 
Archilocus
Kebangkitan Sparta dan Athena Sappho
Zaman  Lirik Kolonialisasi cekungan Mediterane-an Tyrtaeus
800-500 SM Berkembangnya puisi lirik Solon
  Perkembangan filsafat dan ilmu di Ionia Anaximander
    Heraclitus
   
 
Perang-perang Persia Herodotus
Pertumbuhan Imperium Athena Thucydides
Perang Peloponesus Aeschylus
Zaman Klasik Kemunculan drama dan penulisan sejarah Sophhocles
500-338 SM Perkembangan filsafat Yunani Euripides
Hegemoni Sparta dan Theba Aristophanes
Penaklukan Yunani oleh Raja Philip dari Plato
Macedonia Aristoteles

Pembahasan tentang jagad filsafat ini ingin menunjukkan bahwa filsafat bukan
memonopoli orang Yunani. Apalagi, yang pertama berfilsafat nampaknya bukan orang-orang
Yunani. Bangsa-bangsa lain bahkan sudah mengenal filsafat dan tradisi ilmu jauh sebelum
para filsuf dan pemikir Yunani. Tapi, bahwa kemudian Yunani mendapat tempat istimewa
sebagai awal lahirnya tradisi keilmuan dan filsafat,itu hanya salah satu cara pendekatan untuk
mematok sebuah awal kegiatan ilmiah dan spekulasi.
Yang dipersolkan bukan apa yang dimiliki pada bangsa-bangsa itu adalah agama,
bukan filsafatnya. Pemikiran filsafat mempunyai hubungan sangat erat dengan agama, ilmu,
dan kesenian. Filsafat biasanya berpuncak pada upaya untuk melakukan secara intelektual
apa yang dilakukan secara praktis dan emosional oleh agama, yakni membangun kehidupan
manusia dalam hubungan yang memuaskan dan bermakna dengan jagad raya tempat manusia
hidup, dan memberikan kebijaksanaan dalam kehidupan manusia.
Secara historis, filsafat muncul sebagai kritik terhadap kepercayaan agama dan moral.
Peran itu dilakukan terus-menerus oleh filsafat sampai sekarang. Akan tetapi, dalam hal
metode, filsafat lebih dekat dengan ilmu walaupun ia sangat kritis terhadap asumsi-asumsi
dan kesimpulan-kesimpulan ilmiah pada waktu tertentu. Pemikiran filosofis dan ilmiah lahir
bersamaan. Refleksi filosofis selalu direvitalis oleh kontak baru dengan konsep, metode, dan
standar penyelidikan ilmiah.
Visi menyeluruh tentang dunia dan tujuan manusia yang diterima sebagai sistem-
sistem filosofis besar dari pemikiran spekulatif sesungguhnya termasuk ilan artistik yang
paling mengesankan dari spirit manusia. Menurut para filsuf besar memang memiliki
imajinasi poetis, penalaran kritis, kesalehan natural, dan pemahaman spiritual. Jadi, apa yang
limiliki bangsa-bangsa itu adalah sesungguhnya filsafat.

BAB 3
MASA KLASIK YUNANI

Psikologi adalah ilmu tentang perilaku manusia dan hewan. Sedangkan ilmu (science)
adalah bangun pengetahuan sistematis (body of systematized knowledge). Jadi, sebagai ilmu,
psikologi bersifat sistematis. Data diperoleh melalui eksperimen dan observasi.
Psikologi disebut sebagai ilmu tentang perilaku manusia dan hewan. Kata perilaku
lebih tepat daripada jiwa, karena perilaku dapat diobservasi, dicatat, dan dipelajari. Kita tak
dapat mendengar atau melihat jiwa, tapi dapat mengamati perilaku. Kita dapat melihat dan
menilai apa yang dilakukan seseorang. Kita juga dapat mencatat apa yang dikatakan
seseorang (vocal behaviour). Berdasarkan apa yang dibuat dan dikatakan itu psikolog dapat
membuat kesimpulan tentang perasaan, sikap, pikiran, dan proses iental lain yang ada di balik
perilaku tersebut. Jadi, perilaku merupakan manifestasi peristiwa-peristiwa mental. Itulah
yang dipelajari dalam psikologi (C.T. Morgan, 1 986).
Filsafat merupakan ilmu spekulatif karena tidak mengandalkan pengamatan empiris,
tapi ketajaman daya akal budi. Kalau psikologi hanya menyelidiki perilaku manusia, maka
filsafat menyelidiki seluruh realitas, termasuk manusia. Sebelum lahimya psikologi
eksperimental tahun 1879, psikologi merupakan bagian dari filsafat. Segala gejala psikologis
dipelajari oleh filsafat dan ilmu faal.
Psikologi dan filsafat menyelidiki objek yang sama, yakni manusia (objek
material). Tapi kedua ilmu itu berbeda dalam hal objek formal (objek material
adalah hal atau benda yang diselidiki, sedangkan objek formal adalah sudut pandang atau
angle penyelidikan terhadap objek material), Jika sebuah objek yang sama disorot atau
dipandang dari berbagai segi, akan tampaklah aspek-aspek berbeda dari obyek itu.
 Tiga Corak Jawaban
Para filsuf Yunani kuno sering dijuluki filsuf-filsuf alam, karena pusat perhatian mereka
adalah alam atau kosmos. Para filsuf Yunani kuno melakukan observasi-observasi sederhana,
termasuk perjalanan-pejalanan. Hal ini dilakukan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan
yang terdapat dibenak mereka.
Sebagai ilmuwan (psikolog) yang mempelajari gejala kejiwaan, pertanyaan pokok yang
ingin mereka jawab ialah: apa yang merupakan prinsip pemberi kehidupan (life-giving
principles)? Apa yang menyebabkan aktivitas-aktivitas psikologis (sensasi,persepsi, pikiran,
dan emosi)? Dalam kebudayaan Yunani masa itu, terhadap pertanyaan di atas, ada tiga
macam jawaban yang diberikan, berdasarkan tahap perkembangan intelektualitas. Ketiga
macam jawaban tersebut ialah jawaban dari lingkungan kebudayaan yang bercorak animisme
primitif, bercorak teologis, dan bercorak intelektualistis/rasionalistis. Berikut diuraikan secara
singkat ketiga cara menjawab tersebut.
1. Animistis / primitif
Corak ini mengatakan segala aktivitas kejiwaan dipengaruhi/digerakkan oleh
roh-roh atau kekuatan-kekuatan gaib. Roh-roh atau kekuatan gaib itu berdiam
dalam tubuh dan membuat tubuh hidup dan sadar. Penjelasan ini berasal dari
masyarakat dan kebudayaan yang masih dikuasai kepercayaan animisme primitif. 
Semua aktivitas psikologis, termasuk sensasi, persepsi, pikiran, dan emosi
digerakkan oleh roh. Penjelasan seperti ini juga berlaku untuk makluk hidup lain
seperti tumbuhan, hewan atau benda yang menunjukkan gerak seperti petir dan air
sungai.
2. Teologis
Corak ini mengatakan aktivitas psikologis disebabkan oleh dewa.
Kebudayaan-kebudayaan kuno mengenal berbagai macam dewa/ dewi, mulai dari
matahari sampai kucing. Dewa-dewa itulah yang menggerakkan manusia untuk
berperilaku tertentu dan juga peristiwa-peristiwa alam diyakini disebabkan oleh
dewa-dewi.
3. Rasional
Dijelaskan menurut penjelasan sebab akibat dan unsur rasio sangat berperan.
Kepercayaan gaib dan faktor dewa-dewi tidak punya tempta lagi karena orang
sudah mulai berusaha mencari tahu hakikat dari segala sesuatu.
Conte menganggap para pemikir Yunani kuno sebagai transisi antara tahap
teologis dengan sebuah tahap sesudahnya yang memusatkan diri pada alam atau
lingkungan, dan generalisasi prinsip-prinsip dari hukum alam.
 Lima Orientasi Penjelasan
Para filsuf Pra-Socrates mencoba memberikan penjelasan kausal terhadap aktivitas
psikologis makhluk hidup berdasarkan prinsip-prinsip alam, atau paling tidak analogi-analogi
yang ditarik dari alam. Orientasi-orientasi itu berbeda menurut bermacam ragam aspek
lingkungan, baik internal maupun eksternal bagi manusia. Kelima orientasi tersebut adalah
sebagai berikut. 
1. Naturalistik 
Orientasi naturalistik mengatakan bahwa karena kehidupan tidak dapat
dipisahkan dari materi fisik (dan karena manusia tak dapat dipisahkan dari
lingkungannya) maka prinsip fisik dasar yang menghasilkan kehidupan harus
ditemukan di jagad raya. Masuk dalam kelompok ini antara lain Thales,
Anaximender, Anaximenes, Democritus, Heraclitus, dan Parmenides.
Menurut Thales prinsip dasar itu adalah air, karena air merupakan unsur yang
intrinsik dalam semua kehidupan. Seluruh alam merupakan kesatuan, dan unsur
pemersatu itu ialah air. Jadi, Thales mengajarkan monisme, karena ia
menganggap air , yang merupakan unsur pemberi kehidupan. 
Anaximender, murid Thales, mengajarkan bahwa bumi adalah silinder yang
melayang ditengah jagad raya. Matahari, bulan, dan bintang-bintang beredar
mengelilingi bumi yang berbentuk silinder itu maka menurut Anaximender,
unsur-unsur dasar alam harus ditemukan di ruang “tak terbatas” dari jagat raya
itu. Massa yang tak terbatas itu, dengan kekuatan yang tidak diketahui akan
menghasilkan berbagai manifestasi dari alam.
Anaximenes, murid Anaximander mengemukakan pendapat yang berbeda
yaitu prinsip kehidupan di alam terdapat dalam udara (pneuma).
Democritus mengajarkan bahwa pengetahuan kita bergantung pada indra-
indra kita yang menerima “atom-atom” dari benda-benda di dunia.  Oleh sebab
itu penjelasan tentang asal mula kehidupan harus dicari dalam materi yang terdiri
dari atom-atom. Menurut Dcmocritus, kuantitas materi selalu sama. Itulah
sebabnya atom tak dapat dibinasakan. Atom-atom berbeda dalam ukuran, berat,
dan konfigurasi. Hubungan antar-atom dikendalikan oleh hukum alam, bukan
secara kebetulan atau sepontan. Atom-atom pada manusia dan hewan bersifat
paling canggih dan mobil dibanding atom-atom benda lain.
Heraclitus mengajarkan bahwa substasi pemersatu di alam yang merupakan
basis bagi kehidupan ialah api. Dia memilih api karena ciri-ciri fisik dan
simbolisnya. Api dapat menjelaskan gejala perubahan di dunia. Fakta paling jelas
di dunia, katanya, ialah perubahan. Ciri-ciri fisik api menyebabkan perubahan
nyata pada benda-benda fisik lain. Api juga merupakan simbol perubahan (Iux) di
alam.
Berbeda dengan Heraclitus, Parmenides mengajarkan bahwa perubahan dan
gerak hanya ilusi, tidak nyata. Fakta dasar kehidupan bukan perubahan tetapi
permanensi dan ketidakberubahan. Ketidakberubahan inilah yang menyebabkan
kesatuan dan merupakan prinsip dasar kehidupan. Jadi, Parmenides menunjuk
karakter materi (yakni tidak berubah) sebagai unsur dasar yang menggerakkan
kehidupan. 
Jadi, orientasi naturalistik mengajarkan bahwa prinsip dasar yang
menyebabkan aktivitas kehidupan harus dicari di alam. Dalam pandangan ini
terdapat dua trend, yakni trend observasional dan trend hipotetis. Trend pertama
mencakup pendapat yang dikemukakan Thales, Anaximander, Anaximenes, dan
Democritos. Sedangkan trend kedua diwakili oleh Heraclitus dan Parmenides.
Meskipun kedua trend berbeda dalam cara berhubungan dengan lingkungan,
namun mereka sama-sama menyajikan solusi dengan berpaling kepada hukum
alam dan menggeneralisasi hukum-hukum itu sebagai penyebab aktivitas
manusia. 
2. Biologis 
Orientasi biologis mencari prinsip dasar aktivitas kehidupan dalam diri
manusia. Tokoh-tokohnya antara lain Alcmaeon, Hippocrates, dan Empedocles.
Alcmaeon (abad 5 SM) menekankan pentingnya otak, dan membedakan persepsi
indera dan pemikiran (thinking). Menurut dia, faktor utama penyebab aktivitas
manusia terdapat dalam mekanisme tubuh. Tubuh mencari keseimbangan dari
mekanisme-mekanismenya, dan proses inilah yang menyebabkan dinamika
aktivitas manusia. Alcmaeon dijuluki Bapak Kedokteran Yunani, dan tercatat
sebagai orang yang pertana-tama melakukan pembedahan hewan, dan
mendiskusikan saraf optik dan pemhulu Eustachio.
Hippocrates, seperti halnya Alcmaeon, menekankan peran utama otak dalam
proses-proses psikologis. Hippocrates mengajarkan teori tentang cairan-cairan
(hurmor) yang merupakan basis aktiviias manusia. Menurut dia, dalam tubuh
terdapat darah, cairan kuning (yellow bile, empedu), cairan hitam (black bile,
empedu hitar), dan lendir (phlegm). Dengan menggunakan konsep keseimbangan
(ekuilibrium) dari para pendahulunya, Hippocrates mengatakan bahwa kesehatan
sempurna merupakan hasil dari campuran yang proporsional cairan-cairan
tersebut. Kalau ada cairan yang terlalu banyak, akan terjadi gangguan.
Hippocrates adalah seorang dokter yang berhasil menegakkan kode etik
kedokteran yarg dikenal dengan Sumpah Hippocrates. Dialah yang berperan besar
membebaskan kedokteran dari kepercayaan sia-sia.
Empedocles (orator, insinyur, penyair, dokter, filsuf) mengajarkan bahwa
aktivitas manusia berasal dari jantung (heart), yang menghasilkan dinamika
perubahan. Pendapatnya ini didasarkan pada ajaran pokok psikologinya bahwa
sensasi-sensasi merupakan produk dari partikel-partikel rangsangan (stimuli)
yang mengenai ‘pori-pori’ alat indera. Jadi, sensasi berlangsung dalam jangka
waktu tertentu, dan kualitas serta intensitasnya dapat diukur. Dia menjelaskan
bahwa perubahan berasal dari benturan kekuatan cinta dan pertentangan (strife) -
yakni menarik (attraction) dan menolak (repulsion).
Orientasi biologis menempatkan posisi manusia di atas makluk lain karena
menekankan formulasi prinsip-prinsip dasar yang dibutuhkan bagi aktivitas
manusia. Orientasi biologis memisahkan keunikan aktivitas manusia dari
hubungan-hubungan natural lain. Jadi, berbeda dengan orientasi natural yang
menekankan aktivitas manusia sebagai manifestasi ordo natural.
3. Matematis
Orientasi matematis berusaha mengekstrapolasikan level material kepada
prinsip umum seluruh kehidupan. Orientasi ini menggunakan keindahan struktur
matematis sebagai prinsip kesatuan dunia. Tokoh-tokohnya antara lain
Pythagoras, Hippocrates, dan Euclid.
Menurut Pythagoras, kita mengenal dunia melalui kesan-kesan indera (sense
impression), tapi dunia ini artifisial dan terdistorsi. Realitas dasar yang lebih
permanen bersifat matematis, dan tidak dapat ditangkap indera. Realitas
matematis ini hanya temukan melalui penalaran intuitif (intuitive reasoning).
Realitas matematis inilah yang menjelaskan seluruh realitas dengan menyatukan
seluruh kenyataan. Menurut Pythagoras, jiwa manusia dan hewan mempunyai
perasaan dan intuisi, tapi hanya manusia punya penalaran.
Hippocrates yang dimaksud disini bukan Hippocrates sang dokter, melainkan
ahli mateatika yang hidup sekitar tahun 500 sampai 450 SM. Dia menulis buku
terkenal tentang geometri pada tahun 440 SM. Euclid adalah muridnya. Dia
mengulangi lagi ajaran Pythagoras tentang kesatuan angka-angka sebagai basis
kehidupan.
Orientasi matematis memecahkan masalah prinsip dasar kehidupan dengan
melangkah lebih jauh dari dunia fisik. Orientasi natural dan biologis juga
memang melakukan generalisasi, tapi masih berpijak pada dunia fisik. Orientasi
matematis tidak mempercayai dunia fisik, serta pengetahuan atas dunia fisik itu.
Gantinya, dikemukakan realitas berbeda yang bersifat matematis yang tak dapat
ditangkap indera. Hanya penalaran yang bisa menggapainya.
4. Eklektik
Orientasi ini dikemukakan kaum sofis. Orientasi ini menentang upaya untuk
mencari prinsip kehidupan. Kaum sofis merupakan kelompok yang sangat
terpelajar, tapi mendapat citra sangat negatif karena kerakusan dan sikap
komersialnya. Plato mengecam mereka dan menyebutnya pseudointelektual.
Tokoh-tokohnya antara lain Protagoras, Gorgias, dan Antiphon dari Atena.
Protagoras mengakui informasi indera sebagai jalan kepada pengetahuan, tapi
menyangkal nilai generalisasi atau ekstrapolasi melampaui dunia fisik.
Generalisasi absolut pertama -yakni kebenaran, kebaikan, dan keindahan - tidak
ada pada dirinya sendiri, kata Protagoras.
Gorgias, dalam bukunya On Nature mengatakan bahwa tidak ada sesuatu
kecuali apa yang ditangkap indera. Betapapun ada sesuatu, kita tak dapat
mengenalnya dam memberitahukannya kepada orang lain. Jadi, seperti
Protagoras, informasi indera merupakan satu-satunya pengetahuan. Antiphon
dari  Athena juga mempertahankan ajaran Gorgias, malah mengemukakannya
dengan lebih rinci tentang nilai data indera dan keterbatasari pengetahuan.
Orientasi eklektik menolak ketiga orientasi sebelumnya. Menurut para sofis,
tidak ada kebenaran objektif. Mereka menyangkal prinsip-prinsip pertama yang
digeneralisasi dari realitas, dan mengajarkan tujuan terbatas untuk mencari
pengetahuan hidup. Dengan menekankan informasi sensoris, mereka hanya
berkutat pada level operasional: jika orang mau tahu tentang kehidupan, dia harus
mempelajari kehidupan seperti terlihat pada orang-orang yang hidup di sekitar
kita. Karena bersikap skeptis, mereka tidak mengakui spekulasi dan generalisasi.
5. Humanistik
Orientasi humanistik menempatkan manusia lebih tinggi dari makluk hidup
lain, dan menekankan karakteristik seorang manusia seperti akal budi, bahasa,
self-reflection yang memang membuat manusia unik. Tokoh-tokohnya antara lain
Anaxagoras, Socrates, Plato, Aristoteles.
Anaxagoras-lah filsuf pertama yang mengemukakan teori dengan orientasi
humanistik. Menurut dia, dunia pada mulanya merupakan khaos. Lalu nous, atau
budi dunia (world mind) mengubah khaos menjadi tatanan teratur dan membeda-
bedakan dunia menjadi empat unsur dasar yakni api, air, udara, dan tanah.
Menurut dia, perbedaan individual disebabkan oleh keanekaan unsur biologis.
Hakikat utama semua orang ditentukan oleh nous.
Socrates melihat macam-macam pandangan yang berbeda tentang kehidupan,
dan berusaha memberikan konsep general tentang kehidupan. Tapi dia juga
berpendapat bahwa keunikan individu merupakan kunci untuk mengerti
kehidupan. Menentang pendapat para sofis, dia mengatakan bahwa tanpa prinsip-
prinsip transenden, moral akan direndahkan dan tidak ada perkembangan
manusia. Menurutnya, universalitas pengetahuan memungkinkan seseorang untuk
mencapai kebenaran objektif dan melakukan penilaian moral. Menurut Socrates,
tahu merupakan kebaikan tertinggi. Dia menekankan keunikan individu. Dia
mengajarkan bahwa jiwa pemberi kehidupan bersifat abadi. Jiwa pemberi
kehidupan inilah yang menentukan humanitas seorang individu. Bagi Socrates
dan para pengikutnya, mempelajari kegiatan manusia, entah melalui psikologi
atau flsafat, harus akhir-akhirnya berfokus pada etika dan politik.
Metode untuk mengenal diri ialah logika. Pengetahuan itu pada dasarnya baik
karena membawa kepada kebahagiaan. Ketidaktahuan adalah suatu yang buruk.
Jadi, pengetahuan yang benar membawa orang kepada tindakan yang benar.
Orientasi naturalistik dan biologis memberikan penjelasan fisik, sedangkan
orientasi matematis menemukan dasar kehidupan pada kesatuan matematis yang
transenden. Meskpun para sofis menyangkal transendensi, skeptisisme yang
mereka ajarkan merupakan suatu kemajuan metodologis. Dan Socrates-lah yang
memberikan pandangan yang sama sekali baru, dengan menempatkan manusia di
pusat sebuah sistem yang menganggap kebenaran general dan absolut sebagai
tujuan. Konsep humanistik ini mempunyai implikasi dalam mempelajari manusia.
 Masa Pra-Socrates
Sebelum psikologi memisahkan diri dari filsafat, gejala-gejala kejiwaan dipelajari oleh
filsafat dan ilmu faal (anatomi). Sebagai imuwan pertama yang membawa cara pandang baru
dalam menganalisa gejala-gejala alam, para filsuf pertama Yunani memang punya peran
sangat besar dalam menganalisa gejala-gejala kejiwaan (behaviour and mind). Mereka
membawa revolusi dalam cara pikir masyarakat Yunani sekitar abad 6 SM. Waktu itu cara
pandang masyarakat bersifat mistis religius. Segalanya dilihat selalu dalam hubungan dengan
dewa-dewi kekuatan-kekuatan gaib. Hidup sangat deterministis. Fatalisme menguasai
kehidupan masyarakat kala itu. Penyakit yang menimpa seseorang selalu dihubungkan
dengan kesalahan orang tersebut dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Kekalahan medan
perang ditentukan oleh sejauh mana suatu bangsa berkenan di mata para dewa. 
Baru sejak para ilmuwan pemula seperti Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras,
Parmenides, dan Heraclitus cara pandang mitis religius diganti cara pandang rasional.
Thales mengatakan bahwa segala kehidupan berasal dari air. Euclid (590 SM) menyelidiki
dan mencatat beberapa ciri permukaan cekung yang berdaya pantul. Anaximander (550
SM) melihat kemunculan spontan sebagai peristiwa historis yang unik. Kemunculan
spontan itu disusul dengan transmutasi dan evolusi berbagai bentuk. Ia berteori tentang
adanya empat elemen dasar, yakni tanah, udara, api, dan air. Alcmaeon dari Croton (520
SM) diketahui melakukan pembelahan terhadap hewan dan membedah pembuluh nadi. Ia
menemukan syaraf optik, dan mengatakan bahwa otak merupakan tempatnya pikiran/proses
berpikir. Sedangkan, Xenophanes (500 SM) menyelidiki fosil-fosil dan berspekulasi tentang
adanya evolusi kehidupan.
Para filsuf pertama Yunani juga dianggap sebagai ilmuwan-ilmuwan yang pertama dalam
perkembangan intelektualitas di Barat. Karena gejala-gejala kejiwaan kala itu dipelajari
dalam flsafat dan anatomi, minat dan ajaran-ajaran mereka pun mencakup bidang psikologi
dan anatomi. Maka dalam sejarah psikologi, mereka pun dikenal sebagai tokoh yang berjasa
dalam menjelaskan menemukan teori-teori yang menyangkut kehidupan kejiwaan.
 Aristoteles dan Sesudahnya
Meskipun para filsuf alam Yunani dapat disebut sebagai ilmuwan pertama, namun
psikologi mereka sedikit banyaknya belum ilmiah, walaupun sudah sistematis. Mereka
memang melakukan observasi dan eksperimentasi, tapi peralatan yang digunakan belum
lengkap. Oleh sebab itu, psikologi sistematis biasanya dianggap baru berawal sejak
Aristoteles.
1) De Anima
Bu De Anima karya Aristoteles memuat kerangka konsep yang solid dari aspek
biologis. Beberapa konsep dapat ditemukan dalam buku ini. Pertama, konsep jiwa
(soul) dan akal budi (mind). Kedua, penjelasan tentang hubungan antara kehidupan
dan akan dengan berfungsinya tubuh. Ketiga, hubungan antara fenomena
psikologis dan fenomena lain di dunia natural. Psikologi sistematis berpuncak
dengan pemisahan psikologi dari filsafat pada tahun 1879.

Aristoteles memberikan definisi yang sangat luas tentang jiwa. Jadi, ia kembali ke
pandangan pra-Platonik bahwa jiwa pada dasarnya merupakan prinsip dari semua
kehidupan. Suatu benda hidup disebut “tubuh dengan jiwa”. Dalam pemikiran
Yunani Kuno, jiwa adalah unsur yang memungkinkan orang hidup.

2) Stoisisme dan Epicureanisme


Stoicisme dan Epicureanisme menganut pandangan monistis tentang hubungan
antara jiwa dan alam. Tapi dalam hal ini, Stoicisme berpaling kepada Plato dan
memperluas konsep jiwa sehingga mencakup seluruh alam, sedangkan
Epicureanismne berpaling ke Democritus dan mempeluas pandangan atomistis
mekanistis kepada kehidupan dan akal budi.

Bagi para penganut Stoisisme, segala sesuatu di jagad raya bersifat aktif atau pasif.
Oleh sebab itu, tidak ada oposisi antara benda mati dan jiwa. Substansi paling dasar
adalah api, yang memiliki bentuk-bentuk berbeda di berbagai tingkatan. Api adalah
prinsip paling tinggi sekaligus alasan atau regulator semua perubahan di alam raya.
Kegiatan mental pada manusia merupakan bentuk terkonsentrasi dari akal budi
universal.

Psikologi Epicureanistik mengemukakan teori yang bersifat mekanis yang


kemudian muncul pada abad 17 dan sesudahnya. Menurut Epicurus (341-270 )
semua benda dibentuk deri atom-atom, dan sebab itu segala sesuatu, termasuk akal
budi, dapat dijelaskan berdasarkan hukum mekanis yang beriaku bagi atom-atom.

3) Psikologi Teologis
Dengan berkembangnya kekristenan, warna psikologi pun berubah. Teori psikologi
tidak lagi menyentuh epistemologi dan etika, sebab tujuan tertinggi kehidupan
manusia adalah mengenal Tuhan dan mencari keselamatan.

Psikologi teologis ini berkembang karena pengaruh kuat kekristenan yang secara
politik dianggap sebagai agama negara pada masa Imperium Romanum. Ajaran
filsuf dan teolog terkenal seperti Agustinus, Clemens, Thomas Aquinas sangat
kental memperlihatkan kecenderungan itu.

4) Rene Descartes
Meskipun buku De Anima dianggap transisi dari psikologi pra-sistematik ke
psikologi sistematis, sosok psikologi baru nampak jelas dalam psikologi yang
dikemukakan oleh Rene Descartes dan Thomas Hobbes yang sangat dipengaruhi
oleh damak fisika dari Galileo Galilei. Keduanya menyusun hipotesis-hipotesis
tentang mekanisme kesadaran dan perilaku fisikal dan fisiologis yang pada
prinsipnya dapat diuji oleh observasi dan eksperimen.

Pandangan Descrates mengenai jiwa (mind) sama dengan pandangan Plato,


diperkaya oleh pandangan introspektif Agustinus dan dibuat lebih persis oleh
perkembangan dalam ilmu-ilmu alam. Sejak Descrateslah dimulai problem filsafat
yang dinamakan body-mind relation, yaitu hubungan antara jiwa dan tubuh.
Descartes mengajarkan tentang hubungan antara jiwa dan tubuh, sebagai
keyakinannya akan metode ilmiah. Menurut Descartes, tubuh dan jiwa memang
betul-betul berinteraksi. Ketika saya mau, tanganku bergerak. Ketika jatuh atau
terkena batu, saya rasa sakit. Tapi pandangan ini sangat samar.

5) Thomas Hobbes (1588-1679)


Hobbes menjelaskan fenomena mental (seperti berpikir) secara mekanis. Dia
percaya akan model deduktif dari geometri. Menurut Hobbes, dalam sensasi,
organ-organ indera dirangsang oleh gerak-gerak eksternal. Persepsi muncul pada
saat sementara sebuah organ indra mempertahankan gerakan dari satu objek ia tak
dapat memberikan reaksi gerak lain.Sedangan Imaginasi, menurut Descartes,
adalah deduksi dari hukum inersia. Imaginasi adalah indra yang hancur (decaying
sense) tapi bukan kehancuran dari gerak. Ini terjadi karena organ-organ indera
digerakkan oleh objek-objek lain. Ini menjelaskan mengapa mimpi terasa nyata.
Jadi semakin lama setelah menginderai suatu objek, semakin lemah imaginasi.
Ingatan adalah imaginasi plus rasa kelampauan.

6) David Hume (1711-1776)


Hume memberikan teori mengenai akal budi (mind), seperti Locke dan Barkeley,
dalam rangka epistemologi. Konsep tentang jiwa ini sangat penting dari sudut
sejarah sebab merupakan usaha pertama kalinya untuk membatasi substansi
spiritual.Dan itulah teori pertama yang membuat akan budi (reason) tunduk di
bawah passion. Teori Hume ini mengagungkan peran insting dan kebiasaan
(habit).

7) Immanuel Kant (1724-1804)


Kant berusaha memisahkan epistemologi dari psikologi empiris. Pengaruh Kant
bagi psikologi sebagaian besar hanya bersifat tidak langsung. Kant menolak
pandangan kaum empiris bahwa apa yang dinamakan jiwa (mind) itu dapat
dijelaskan sebagai produk dari ide-ide yang timbul dari pengalaman dan
tersistematis menurut hukum asosiasi. Menurut Kant, jiwa harus dilihat sebagai
struktur yang diatur oleh prinsip aktivitasnya sendiri. Prinsip-prinsip itu tidak dapat
dicapai secara empiris, sebaba mereka diandaikan oleh investigasi empiris. Prinsip-
prinsip itu hanya dapat dicapai melalui filsafat kritis.
 Abad 18
Di Inggris, psikologi di abad 18 dipengaruhi oleh pandangan filsuf-filsuf seperti
David Harley, Thomas Brown, dan tentu saja ilmu biologi khusunya teori evolusi Charles
Darwin. Harley menjelaskan pengalaman sadar dan asosiasi sebagai vibrasi-vibrasi yang
dikirim melalui syaraf yang dipahami sebagai fiber-fiber yang solid. Jadi, berbeda dari
pandangan sebelumnya yang melihat saraf sebagai tabung-tabungg cekung untuk jalannya
roh hewan. Setiap jenis sensasi punya jenis vibrasi lain, yang tempatnya pun berlainan. Jadi,
dia mengajarkan teori asosiasi.
Brown, profesor filsafat moral di Edinburg, meskipun bukan seorang asosiasionsis,
memberikan kontribusi penting untuk teori asosiasi yang disebutnya teori sugesti. Dia
membedakan sugesti sederhana yakni dalam pengertian biasa, dan asosiasi relatif yang oleh
Charles Spearman dinamakan education of association.
 Abad 19
Pada periode ini psikologi melepaskan diri secara resmi dari filsafat dan menjadi ilmu
empiris yang independen. Ini berawal di Lepizig, ketika dibuka di laboratorium psikologi
oleh Wilhelm Wundt. Selain perkembangan selanjutnya dengan asosianisme, yang akhirnya
mengakhiri assosianisme dan upaya untuk mencari basis psikofisikal bagi psikologi, ada dua
hal penting lain yang perlu dicatat. Pertama, dampak teori evolusi, dan kedua, didirikannya
laboratorium-laboratorium untuk psikologi eksperimental. Teori evolusi berasal dari Inggris,
sedangkan laboratorium psikologi eksperimental berasal dari Eropa daratan.
Pendekatan biologis baru juga menyebabkan berbagai erangan terhadap
assosiasionisme. Ini dilakukan oleh James Ward dan G.F.Stout. hampir semua buku teks
psikologi menggunakan orientasi biologis. Di Jerman sepanjang abad 17, 18, dan awal abad
19 psikologi Jerman didominasi oleh ajaran filsafat Leibnitz, Kant, dan Hegel. Mereka
mengajarkan idealisme rasional yang ikut mendorong perkembangan psikologi sebagai
sebuah ilmu empiris. Tokoh–tokoh ini punya kontribusi penting dalam sejarah psikologi.
 Wilhelm Wundt dan Laboratorium Leipzig
Laboratorium psikologi di Leipzig didirikan Wilhelm Wundt (1832-1920) adalah
tahap terakhir perkembangan psikologi sebagai cabang filsafat menjadi ilmu empiris. Peran
utama Wundt dalam sejarah filsafat terletak pada sistem konseptual yang digunakannya
dalam menginterpretasi data eksperimental di laboratoriumnya sendiri dan laboratorium lain.
Filsafat jiwa yang dikembangkannya berbeda dengan bentuk sederhana sensasionisme
atomistik. Menurut dia, dua unsur terpenting dari jiwa adalah sensasi-sensasi dan perasaan-
perasaan.
Usaha keras Wundt untuk melepaskan psikologi sebagai cabang filsafat menjadi ilmu
empiris di dorong khususnya oleh keberhasilan metode eksperimental dalam ilmu-ilmu fisika.
Dia dan rekan-rekannya lalu berpandangan bahwa behaviour and mind dapat dipelajari
dengan metode ilmiah (Wundt sendiri seorang filsuf sekaligus psikolog). Apalagi,
sebelumnya ada cabang filsafat lain telah memisahkan diri dari sang induk. Ilmu-ilmu alam
(natural science) sebelum abad 17 merupakan bagian filsafat, dan bernama filsafat alam.
Ilmu ini mencapai puncak kejayaannya melalui Isac Newton. Pada abag 18 filsafat alam
memisahkan diri dari filsafatdan namanya menjadi fisika.
Di zamannya Wundt, psikologi boleh dikatakan psikologi jerman. Ketenaran Wundt
menarik banyak psikolog asal Amerika Serikat untuk belajar pada Wundt di Lepizig.
Sekembalinya ke AS, mereka inilah yang mengembangkan psikologi, dan bahkan AS
kemudian menjadi pusat psikologi yang ternama.
Kebanyakan murid Wundt asal AS kemudian menyimpang dari ciri psikologi Jerman
dan mengembangkan psikologi khas Amerika. Mereka alergi terhadap spekulasi filosofis,
tidak percaya pada metode intropeksi, dan lebih senang dengan aplikasi praktis dari ilmunya
itu. Hall, misalnya, jadi masyur karena studi atas orang muda, Cattell berkonsentrasi pada
pengukuran perbdaan individual, Muensterberg pada aplikasi psikologi pada industri dan
kriminologi.E.B. titchener, seorsng Inggris dari Oford yang studi pada Wundt di Lepizig
kemudian kembali ke AS dan mengembangkan psikologi eksperimental di Cornell.
 Abad 20
Sejarah psikologi di abad 20 adalah kisah tentang cerai dan rujuk antara psikologi dan
filsafat. Masalahnya mulai ketika para psikolog mengklaim status ilmiah psikologi. Pada
mulanya para filsuf bereaksi lebih agresif, dan meledek ilmu yang masih muda itu sebagai
ilmu palsu. Para psikolog pun tak kalah serunya menangkis balik. Terkadang penuh emosi,
sehingga diwarnai ketegangan. Tapi, lama-lama suasana mulai tenang, dan dilakukanlah
diagnosis yang membuka jalan kepada rekonsiliasi.
Psikolog selama ini menjadi ilmu parasit. Selama 20 abad ia jadi cabang filsafat.
Untuk memperoleh emansipasi, ia memilih bergabung dalam ilmu-ilmu alam. Lalu, ia
semakin diterima sebagai ilmu biologi. Psikologi Aristoteles, misalnya, punya orientasi
biologis yang kental, dan teori-teori tentang tempramen selalu punya warna fisiologis. Sejak
para psikolog Darwinian mencoba mencari dasar biologis untuk kehidupan mental, para
biolog telah meluaskan bidang perhatian mereka sehingga mencakup fungsi organisme yang
lebih kompleks yang dulunya dinamakan mental – persepsi, belajar, problem solving.
Pada abad 20 para psikolog dan biolog telah menemukan pendekatan, frame of
reference, dan minat yang sama pada studi-studi spesial baru seperti ethologi, cybernetika,
dan teori informasi. Mereka kursng berminat pada filsafat jiwa (philosphy of mind). Ada juga
perkembangan lain yang bisa membantu mengatasi konflik antara para filsuf dan psikolog
dan menjernihkan garis demarkasi antara kerja yang cocok dilakukan di kursi malas dan yang
harus di lakukan di laboratorium.
Konsep filsafat sebagai pencarian ke hakikat terdalam realitas digantikan oleh konsep
bahwa filsafat adalah analisis kritis atas konsep ilmu dan common sense. Ini sebaliknya
digantikan oleh konsep filsasfat sebagai studi pemakaian linguistik. Filsuf tidak bertanya lagi
apa itu mid, tapi mau mengurai berbagai pemakaian kata mental dan mereka berminat pada
pemakaian kata-kata baru dan kata-kata lama dalam arti baru yang digunakan oleh para depth
psychologist. Filsuf dan psikolog mulai menemukan basis baru untuk kerjasama. Filsuf
mengklarifikasi konsep-konsep, psikolog berusaha memverifikasi dengan prosedur
laboratorium hipotesis-hipotesis yang dibangun dalam konsep-konsep itu. Memang tidak
semua isu antara filsuf dan psikolog sudah diatasi, tapi ada kemajuan berati ke arah politik
ko-eksistensi.

BAB 4
Filsafat Masa Pra-Socrates

Masa filsuf Pra-Socrates merupakan awal dari filsafat Barat, dengan cara pandang
rasional dalam menjelaskan realitas sehari-hari. Pada masa pra-filsafat, masa Homerus dan
Hesiod, orang cenderung mempunyai pandangan mistis-religius. Para filsuf Pra-Socrates
dijuluki sebagai pembawa revolusi cara berpikir dan juga ilmuwan di Barat dengan
memperkenalkan metode observasi dan eksperimentasi. Mereka dinamakan para filsuf Pra-
Socrates karena hidup sebelum filsuf besar Socrates.
 Masa Pra-Filsafat
Yunani sebelum filsafat dapat diketahui melalui karya Homerus (800 SM) yang
berjudul Illiad dan Odyssey, dan karya Hesiod (700 SM) yang berjudul Theogony dan Works
and Days. Puisi-puisi Homerus menyangkut berbagai topik seperti pelayaran,pertanian,
perang alam, apa itu keberanian dan keadilan, serta hakikat dewa-dewi. Sedangkan,
Theogony mengisahkan tentang asal-usul dan silsilah dewa-dewi.
Puisi-puisi itu menggambarkan masa lalu ideal orang Yunani yang penuh dengan
pahlawan. Dari segi sejarah karya-karya ini memberikan informasi tentang zaman perunggu,
awal zaman kegelapan, dan zaman Homerus dan Hesiod sendiri.
Dunia Homerus dan Hesiod merupakan dunia yang tidak lepas dari pengaruh kuasa
para dewa-dewi. Para dewa digambarkan seperti manusia dengan sifat-sifat manusiawi.
Mereka berspekulasi bahwa semua kejadian alam disebabkan oleh dewa-dewi; sambaran kilat
menandakan kemarahan dewa Zeus, penyakit dianggap kutukan dari dewa.
 Corak Kosmosentris
Filsuf Pra-Socrates menolak cara pandang dunia Pra-Filsafat yang cenderung mistis
religius, dan diganti dengan pandangan rasional yang segala hal dilihat menurut rantai sebab
akibat. Filsuf Pra-Socrates mencari prinsip yang terdapat pada alam melalui observasi dan
penalaran sehingga mulailah filsafat.
Corak filsafat Pra-Socrates adalah kosmosentris (mencari jawaban dari asal muasal
kosmos). Mereka mencari arche atau phusis dunia. Mereka ingin mengetahui bahan dasar
jagad raya.
Para filsuf Pra-Socrates berusaha menjawab pertanyaan tersebut. Selain tujuan utama
untuk mengetahui arche dunia, mereka mencoba memecahkan isu fundamental, seperti
pertama, satu dan banyak (the one and the many). Tanpa suatu kesatuan maka kita tak
mungkin berfikir atau berbahasa, maka tidak ada yang dapat dimengerti. Konsep tunggal
yang menciptakan keteraturan di antara berbagai hal di dunia. Kedua, hubungan antara yang
tak berubah, stabil, dan kekal di satu pihak, dan apa yang berubah di lain pihak. Ketiga,
hubungan antara konsepsi partikular manusia, konvensi dan praktik-praktik, yang nampaknya
berubah dan berbeda dari satu tempat ke tempat lain atau zaman yang satu ke zaman yang
lain (relativism).
 Peran Ionia dan Miletus
Para filsuf pertama Yunani berasal dari Ionia yang terdapat kota tempat lahirnya para
filsuf pertama yaitu Miletus sehingga para filsuf pertama sering dinamakan filsuf Milesian.
Yunani mengenal matematika dan astronomi melalui Mesir (matematika lebih praktis)
dan Babilonia (astronomi) tersebut dan mengembangkannya dengan pendekatan berbeda
sehingga menjadi matematika (lebih murni ilmiah) dan astronomi Yunani. Oleh sebab itu
para filsuf Pra-Socrates juga dianggap sebagai ilmuwan pertama Yunani (dan Barat).
Para filsuf Pra-Socrates disebut sebagai filsuf atau kaum materialis karena mereka
ingin menjawab pertanyaan; “Apa yang merupakan bahan dasar dari kosmos?”. Bedanya
mereka dari materialis modern adalah belum membedakan materi dan roh, karena mereka
menganggap benda nyata mempunyai roh (roh selalu ada pada benda-benda) sedangkan para
materialis modern menolak tegas unsur roh dan hanya mengakui unsur materi.
 Ilmu-ilmu di Yunani Kuno
Orang Yunani bukanlah yang pertama berilmu tinggi, bahkan mereka
mendapatkannya dari bangsa lain (Mesir dan Babilonia) tetapi nasib ilmu para pemikir
Yunani Kuno berbeda dengan bangsa lain. Marc Drummond pernah menjelaskan dengan
contoh menarik, yaitu jika dua rumah dibangun oleh arsitektur hebat dengan desain yang
persis tetapi satu dibangun diatas pasir dan satu di atas batu karang lalu datanglah badai, jelas
yang di pasir akan hancur berbeda dengan di atas batu karang yang akan tetap berdiri kokoh.
Menurut Drummond, begitu pula nasib ilmu. Banyak budaya yang memiliki perkembangan
tetapi banyak yang hilang oleh waktu karena fondasi yang lemah, dibangun dengan dasar
mitos. Berbeda dengan ilmu Yunani Kuno baik dalam bidang matematika, astronomi,
maupun kedokteran.
Fondasi dasar matematika diletakkan oleh orang Sumeria, Babilonia dan Mesir. Orang
Mesopotamia sejak zaman dahulu mengenal sistem angka. Orang Mesir dan Babilonia
menciptakan jam air. Orang Mesir membuat kalender yang rasional. Orang Sumeria
mengetahui cara mengukur berat (Mana). Orang Mesir mempunyai cara untuk mengukur
panjang dengan cubit, digit dan telapak seperti Babilonia (digit). Semua sistem ini sangat
membantu eksperimen ilmuwan Yunani Kuno.
Orang Yunani mahir dalam astronomi berkat orang Babilonia. Babilonia dan Mesir
lebih ahli dalam astronomi karena dapat mengkaji dan menghitung benda di langit. Astrologi
Babilonia bersifat mitologis, mereka juga menciptakan konsep zodiak. Sedangkan orang
Mesir mempelajari bintang karena imam yang menyembah dan mengagumi bintang-bintang.
Tetapi mereka tidak mengetahui teori sistematis untuk gerakan bintang dan hanya membuat
catatan-catatan yang akurat. Lalu orang Yunani menggunakan data catatan tersebut dan
menciptakan teori bagaimana jalannya langit. Yunani juga mengambil alih ilmu kedokteran
dari Mesir dan Babilonia. Kedua bangsa mengenal diagram lengkap tubuh manusia, juga
tanaman dan rumputan sebagai obat. Mesir mengetahui perkembangan suatu penyakit dan
berbagai teknik bedah.
Konsep substansi, infinitas, daya (power), angka, gerakan, being, konsep atom dan
waktu-ruang merupakan hasil filosofis mereka dan bahkan Socrates sendiri dididik dan
dibesarkan dengan tradisi ini. Hanya saja dia membawa sebuah perspektif baru yaitu
antroposentrisme. Perbedaan inilah yang menyebabkan mereka disebut filsuf Pra-Socrates.
 Filsif-filsuf Pra-Socrates
Filsuf Pra-Socrates hidup dan mengajar di Asia Minor, Thrace, Sicily, dan Italia Selatan.
Thales, Anaximander, dan Anaximenes berasal dari Miletus, Heraclitus dari Efesus,
Phytagoras dan Melissus dari Samos, Democritus dari Abdera, Empedocles dari Sicily, Zeno
dan Parmenides dari Elea. Tidak dikemukakan semua bidang ajaran mereka tetapi hanya
difokuskan pada jawaban mereka atas pertanyaan: “Dari mana asalnya dunia ini?”
a) Filsuf-filsuf Ionia
a. Thales (625-545 SM)
Thales termasuk dari “The Seven Sages” dari Yunani. Dia digelari bapak filsafat
karena dialah orang yang mula-mula berfilsafat. Gelar itu diberikan karena ia
mengajukan pertanyaan yang amat mendasar yaitu: “what exactly is the material of
this universe?” (Mayer, 1950:18) Ia sendiri menjawab air.

Menurut Thales, bahan dasar (arche) dunia adalah air. John Burnet meringkas
pandangan Thales (seperti yang dikemukakan Aristotle):
(1) Bumi melayang di air
(2) Air merupakan materi dasar dari segala sesuatu

Thales mengambil air sebagai asal alam semesta barang kali karena ia melihatnya
sebagai sesuatu yang amat diperlukan dalam kehidupan. Thales menjadi filsuf karena
ia bertanya. Pertanyaan itu ia jawab menggunakan akal, bukan menggunakan agama
atau kepercayaan lainnya. Alasannya ialah karena air penting bagi kehidupan. Disini
akal mulai digunakan, lepas dari sebuah keyakinan.

b. Anaximender (611-545 SM)


Anaximender adalah murid Thales. Dialah filsuf Yunani pertama yang menuliskan
ajarannya meskipun sebagian sudah hilang. Dalam karyanya termuat pandangan
tentang asal usul kosmos, kehidupan, spekulasi astronomi, meteorologi, dan biologi.
Dia juga membuat peta dunia. Sumber utama tentangnya adalah melalui
Theophrastus.

Anaximander tidak sependapat dengan Thales mengenai bahan asal usul dasar
kosmos. Anaximander mencoba menjelaskan bahwa subtansi pertama itu bersifat
kekal (apeiron) dan ada dengan sendirinya (Mayer, 1950: 19).

Argumentasi Anaximender (Physics, by Aristotle) adalah: “Seandainya segalanya


adalah air, maka segalanya harus mempunyai sifat-sifat air”. Tapi kenyataannya,
dunia ini dibentuk dari pertentangan antara unsur-unsur yang berlawanan.
Argumentasi Anaximander sangat kuat, jika seandainya hanya ada satu bahan dasar
untuk kosmos, maka harus bersifat apeiron. Anaximander jelas mengkritik Thales dan
dia mendasarkan argumentasinya secara rasional.
c. Anaximenes (588-524 SM)
Anaximenes tidak setuju dengan konsep apeiron Anaximander. Menurut Anaximenes,
udara adalah prinsip dasar dari segalanya. Tanah, air, dan api merupakan udara yang
tipis (rarified) atau condensed. Tanah menurutnya adalah udara padat, sedangkan api
adalah udara yang sangat tipis.

d. Pythagoreanisme (580-500 SM)


Phytagoras mendirikan Sekolah Phytagoras. Dia mendirikan sekolah dengan tujuan
ilimiah, religius dan politik. Sekolahnya ditentang banyak orang dan akhirnya dibakar
rata pada tahun 497. Dia melarikan diri ke Megapontum dan meninggal disana, tidak
meninggalkan tulisan satupun. Ajarannya diteruskan oleh Philolaus.

Menurut Phytagoras, prinsip realitas adalah suatu yang konseptual. Prinsip dasar
segalanya adalah angka karena segala benda dapat dihitung oleh angka. Dia juga
berpendapat bahwa pusat jagad raya adalah api abadi (hestia), dan dikelilingi bumi,
bulan, matahari dan planet lain, dan paling di luar langit dan bintang tetap. Ketika
mengelilingi hestia, setiap benda angkasa berbunyi sesuai dengan tangga nada.
Pandangan ini menghasilkan sistem Heliosentris (oleh Copernicus).

e. Heraclitus (540-475 SM)


Menurut Heraclitus, prinsip realitas adalah menjadi (becoming) dan upaya mencari
prinsip diluar konsep becoming adalah sia-sia. Semuanya mengalir (everything flows),
panta rei atau segalanya berubah (everchanging). Hanya perubahan yang bersifat riil.
Setiap objek hanya imajinasi manusia. Dia mengimplikasikan bahwa semua hukum
bersifat statis dan artifisial.

Menurutnya, bumi berasal dari api, “Api hidup dari kematian tanah, dan udara hidup
dari kematian api, air hidup dari kematian udara, tanah hidup dari kematian air”.
Sehingga ada transformasi panjang berawal dan berakhir dengan api. Karena
transformasi bersifat siklis, maka menurutnya kita tidak membutuhkan dua kekuatan
(strife dan justice) tapi hanya satu. Maka dia mengatakan justice is strife, bahwa
“Jalan naik dan jalan menurun itu satu dan sama”, dan bahwa “Awal dan akhir itu
umum pada suatu lingkaran”. Heraclitus memilih api sebagai unsur dasar kosmos
karena api adalah strife. Karena api adalah want and satiety.

b) Filsuf-filsuf Elea
Pendiri Sekolah Elea adalah Xenophanes. Pentingnya Sekolah Elea adalah bahwa
merekalah yang memulai pemikiran tentang konsep ada dan tidak ada (being and non
being), gerakan (motion), ruang (space), dan kontinuitas (continuity).

Sekolah Elea menolak pertentangan antara pengetahuan indra dan pengetahuan


intelektual. Heraclitus mengatakan satu-satunya realitas adalah becoming, maka filsuf
Elea mengatakan bahwa itu adalah ada (being). Kejamakan adalah bukan realitas, hanya
ilusi.

a. Xenophanes
Lahir di Colophon (Asia Minor) sekitar tahun 580 SM dan meninggal pada usia
sekitar 90 tahun. Dia menjadi pengamen ketika daerahnya jatuh ke Persia dan biasa
menyanyikan kisah dewa-dewi dan pahlawan di taman. Lalu dia mendirikan
sekolahnya saat dia menetap di Elea. Dia menentang segala antropomorfisme. Dia
mengatakan ada satu Tuhan, penguasa dewa-dewi dan manusia tetapi tidak sama
dengan manusia. Menggambarkan Tuhan dalam rupa manusia berarti merendahkan
hakikatnya menjadi sama dengan manusia. Tuhan tak dapat digambarkan dengan
bentuk apa pun.

b. Parmenides
Parmenides adalah filsuf terpenting dari Sekolah Elea. Plato menyebutnya “yang
besar”. Menurutnya, asal usul dunia adalah being. Ia mengatakan: “Nothing can be
but what can be thought”. Parmenides adalah filsuf pertama yang menegaskan
identitas being dan intelligible. Menurutnya, intelligible berarti representasi yang jelas
dari imajinasi.

Menurutnya, unsur-unsur itu being. Oleh karena itu: being is. Apa saja yang bukan
being tidak ada dan tidak dapat dipikirkan. Prinsipnya yang dirumuskan “Being is.
Non-being is not” ini menolak apa yang dikatakan oleh pendahulunya (Filsuf Ionia)
yang menjawab elemen dasar kosmos adalah air, api, angka atau unsur fisik lain.
Dari prinsip ini dapat menarik 2 (dua) kesimpulan penting yaitu,
(1) Being adalah satu,
(2) Becoming adalah tidak mungkin
Tidak ada suatu yang dapat menjadi apa yang menjadi hakikatnya. Sebab itu being
adalah satu dan mutlak tak dapat berubah. Yang Satu (one) tidak dilahirkan, tapi kekal
dan tidak berubah. Karena One adalah being dan becoming adalah non-being, maka
semua perubahan kosmis, termasuk kehidupan manusia adalah ilusi atau mimpi.

c. Zeno
Zeno adalah murid Parmenides. Aristotle menyebutnya seorang dialectician pertama
sebab ditugaskan untuk secara argumentatif membuktikan kenapa banyak paradoks
dalam ajaran gurunya. Zeno ingin membuktikan apa itu becoming. Untuk memahami
ajaran Zeno, perlu diingat bahwa becoming berarti gerakan. Jika gerakan tidak riil tapi
hanya khayalan, maka becoming juga hanya ilusi.

Zeno mengemukakan empat argumen mengikuti pola yang sama, bahwa semuanya
mulai dengan pernyataan bahwa ruang (garis) terdiri dari bagian-bagian yang tak
terbatas dan tidak mungkin menyebrangi bagian yang tak terbatas ini. Akibatnya, apa
yang terlihat sebagai gerakan sebetulnya bukan gerakan. Gerakan adalah ilusi.

d. Melissus
Sebagai murid Parmenides, Melissus mengembangkan ajaran gurunya tetapi tidak
menyetujio sifat being Parmenides. Menurut Melissus, being itu bersifat tak terbatas,
sebab kalau bersifat terbatas maka di luar being pasti tidak ada apa-apa lagi. Seperti
Parmenides, dia juga berpendapat bahwa perubahan dan gerakan tidak riil, hanya
khayalan, sebab gerakan berarti perpindahan dari ada ke tidak ada (transition from
being to non being), suatu yang absurd.

c) Filsuf-filsuf Pluralis
Filsuf dinamakan pluralis karena mereka mengajarkan bahwa prinsip realitas terdiri dari
lebih dari satu unsur. Mereka ingin menyatukan being Parmenides dan becoming
Heraclitus. Mereka memecahkan being menjadi banyak unsur. Persatuan dan
dekomposisi dari unsur itulah yang mengakibatkan terjadi becoming.
a. Empedocles (490-430 SM)
Sependapat dengan Parmenides, dia mengatakan bahwa being tidak dilahirkan dan
tidak mati karena bersifat kekal. Tetapi bertentangan dengan Parmenides, dia
mengatakan being terdiri dari 4 (empat) unsur yaitu tanah, api, air dan udara. Keempat
inilah yang merupakan dasar dari segalanya. Kalau empat unsur itu terpisah satu sama
lain maka hancurlah benda itu.

Kematian adalah saatu keempat unsur itu berpisah. Penggabungannya disebabkan


oleh kekuatan cinta, sedangkan kehancuran oleh kebencian. Keempat unsur ini
bersifat kekal.

Empedocles disebut sebagai Bapak Ilmu Kedokteran Modern. Dia juga lebih dulu dari
Charles Darwin mengajarkan teori evolusi dalam sebuah puisi tentang survival of the
fittest.

b. Anaxagoras (500-420 SM)


Awal lahir di Ionia, dia terpaksa pergi dan pindah ke Lampsacus pada tahun 431 dan
mendirikan sekolah disana. Dia disebut sebagai filsuf pertama yang memasuki kota
Athens.

Dalam bukunya “Periphyseos”, dia mengatakan bahwa dunia bukan terdiri dari hanya
empat unsur itu, seperti ajaran Empedocles tetapi lebih banyak unsur, bahkan tak
terbatas. Anaxagoras memperkenalkan nous (rasio) sebagai penggerak jagad raya.
Sejak Anaxagoras-lah rasio dianggap sebagai penggerak segalanya. Nous adalah suatu
yang sangat halus, tak terbatas berdiri sendiri.

d) Filsuf-filsuf Atomis
Para filsuf yang termasuk dalam filsuf atomis adalah Leucippus, Democritus, Anaxarkus,
Mistrodarus dan lain-lain.

a. Leucippus
Leucippus adalah seorang ahli fisika yang mendirikan Sekolah Atomist. Democritus,
muridnya ini adalah exponen yang utama. Masih diperdebatkan apakah Leucippus
fiktif atau historis. Dia mendidirkan aliran atomisme yang mengajarkan bahwa dunia
ini berasal dari unsur terkecil yang tak dapat dibagi menjadi lebih kecil yang disebut
atom.

b. Democritus (460-370 SM)


Seorang ahli fisika dan naturalis. Democritus memecahkan being Parmenides menjadi
partikel-partikel yang sangat kecil tak terbilang jumlahnya yang dinamakan atom.
Atom bersifat material, berkualitas sama, tapi mempunyai berat dan bentuk berbeda-
beda. Atom bergerak dari kekal, dengan arah dari atas ke bawah. Dunia dan bahkan
jiwa berasal dari atom-atom. Atom bergerak melalui udara dan mengalami distorsi.
Itulah mengapa benda jauh terlihat kecil dan samar.

 Penilaian tentang Filsuf-filsuf Pra-Socrates


Filsuf Pra-Socrates dinilai memberikan kontribusi besar dalam sejarah pemikiran
Yunani dan Barat karena memulai pandangan rasionalistis. Betrand Russell memuji filsuf
Pra-Socrates dalam bukunya “History of the Western Philosophy” dan Karl Popper juga
membahas kontribusi mereka dalam bukunya “Conjectures and Refutations: the Growth of
Scientific Knowledge”.
a) Tradisi Diskusi Kritis
Popper mengatakan bahwa sumbangan Pra-Socrates yang utama adalah tradisi diskusi
kritis. Diskusi kritis tumbuh karena rasionalitas yang menjadi ciri masa Pra-Socrates.
Rasionalitas terletak dalam dua hal, pertama, kesahajaan dan keberanian mengajukan
pertanyaan dan kedua, sikap kritis yang pertama-tama dikembangkan di Sekolah
Ionia.

Tradisi diskusi rasional dipelopori oleh Sekolah Ionia yang membuat filsafat Yunani
menyandang corak kemerdekaan dan kreativitas. Hanya Sekolah Phytagorean yang
tidak mempraktikkan tradisi ini dan semua ajaran guru diajarkan tanpa kritik.

Sikap kritis terhadap guru merupakan tradisi Sekolah Ionia dan tradisi ini dibawa oleh
Xenophanes ke Elea. Tradisi baru ini membolehkan pluralittas doktrin (mencoba
mencapai kebenaran melalui diskusi kritis), berbeda dengan sekolah lain. Kritisme
dan diskusi kritis adalah satu-satunya jalan untuk semakin mendekati kebenaran.
Inilah dasar peradaban Barat, satu-satunya peradaban yang didasarkan pada ilmu.
Tradisi rasionalis yang mendorong inovasi.

Popper mengatakan hanya menemukan tradisi ini satu kali yaitu di Ionia dan sempat
menghilang karena bangkitnya doktrin episteme dari Aristotle. Tetapi tradisi ini
dihayati lagi di masa renaisans, khususnya oleh Galileo Galilei.

b) Teori Kosmologi
Filsuf Pra-Socrates mengemukakan teori kosmologi dan masalah yang digeluti adalah
change. Masalah change dapat digunakan untuk memahami pendekatan mereka
terhadap masalah pengetahuan.
Teori mereka berawal dengan persoalan seperti “Bagaimana kita tahu bahwa dunia
dibuat dari air?” atau “Bagaimana kita tahu bahwa dunia penuh dengan dewa-dewi?”.
Popper menolak pandangan Baconian bahwa “semua ilmu dimulai dengan observasi
dan perlahan-lahan serta hati-hati bergerak pada teori”. Menurut Popper, ilmu di
Barat berawal dengan dimulainya teori-teori berani tentang dunia.

Thales ingin menjelaskan tentang bahan apa yang menopang bumi dan teori bahwa
bumi terapung di atas air. Teori ini mirip sekali dengan teori modern tentang
pergeseran kontinental. Thales mengemukakan teori ini bukan karena observasi.
Meskipun demikian, teori Thales mendapat inspirasi dari analogi empiris atau
observasi.

c) Anaximander Paling Revolusioner


Murid Thales, Anaximander mengemukakan teori tentang suspensi bumi. Teori itu
sangat intuitif tetapi tidak mengemukakan analogi observasional bahkan teorinya
counter-observasional. Teori Anaximander berbunyi: “Bumi tidak ditopang apapun,
tapi tetap tinggal di tempat karena kenyataannya bahwa jaraknya dari semua benda
lain sama. Bentuknya seperti drum. Kita berjalan di salah satu permukaaannya yand
datar, sementara orang yang lain berjalan di permukaan lainnya”. Menurut Popper,
drum memang analogi observasional tetapi konsep bahwa bumi bersuspensi bebas di
angkasa dan bahwa bumi stabil, tidak memiliki analogi dalam kenyataan
observasional. Menurut Anaximander, yang menjamin stabilitas bumi adalah simetri
internal dan struktural bumi itu sendiri. Prinsip yang mendasarinya ialah kalau tidak
ada perbedaan maka tidak ada perubahan.

Teori Anaximander bersifat kritis dan spekulatif, bukan empiris. Walau Baconian
setuju, tapi menurut Popper yang terpenting menyangkut suatu teori bukan asal-
usulnya, tapi daya menerangkan yang dimilikinya, dan mampu tidaknya ia tahan
terhadap kritik.

d) Antisipasi Ilmu Fisika Modern


Popper melihat adanya kontinuitas antara teori-teori para ftlsuf pra-Socrates dan ilmu
fisika di kemudian hari, tanpa mempersoalkan apakah para filsuf Pra-Socrates itu
lebih tepat disebut filsuf, pra-ilmuwan atau ilmuwan. Ia hanya menggarisbawahi
bahwa teori Anaximander membuka jalan bagi teori-teori Aristotle, Copernicus,
Kepler, dan Galileo. Popper mengakui bahwa teori Anaximander temyata tidak benar.
Tapi katanya, banyak teori ilmiah juga tidak benar. Sebuah teori yang salah dapat
diperbaiki.

Konsep perubahan sudah terdapat dalam ajaran Anaximander. Menurut Anaximander,


bumi merupakan salah satu dari bumi yang jumlahnya tak terbatas di kosmos.
Kosmos bersifat abadi. Demikian juga, gerak adalah suatu yang abadi. Tidak perlu
menjelaskan tentang apa itu gerak. Kita hanya perlu menjelaskan perubahan-
perubahan yang terjadi di bumi kita, seperti pergantian siang dan malam, pergantian
musim, dan sebagainya.

Menurut Popper, Anaximenes adalah seorang eklektik, tukang sistematisasi, seorang


empirisis, scorang yang memiliki common sense. Di antara para filsuf Milesian,
Anaximenes lah yang paling tidak produktif dengan gagasan baru revolusioner.

e) Heraclitus dan Perubahan


Thales, Anaximander dan Anaximenes menganggap bumi sebagai rumah kita. Ada
gerakan, ada perubahan. Tapi itu sebuah home, yang mendatangkan keamanan dan
stabilitas. Tetapi Heraclitus menolak karena menurutnya tak ada stabilitas,
“everything is in flux, and nothing is at rest” dan “all things are in motion all the
time, even though this escapes our senses”.
Filsafat Heraclitus memunculkan dua persoalan baru yaitu masalah perubahan dan
masalah pengetahuan. Apabila suatu itu berubah, ia mempertahankan identitasnya
ketika sedang berubah. Inilah masalah perubahan yang mendorong teori yang
membedkan realitas dan apa yang tampak. Tidak ada yang riil bagi Heraclitus. Popper
menolak keras pandangan sejumlah filsuf Inggris dan Jerman yang menolak teori
Heraclitus tentang perubahan. Popper menganggap bahwa Heraclitus lah filsuf
terbesar masa Pra-Socrates.

f) Parmenides dan Metode Hipothetico-deduktif


Parmenides menolak pandangan Heraclitus. Ia mengatakan dunia riil adalah satu dan
tetap di tempat yang sama, tidak bergerak. Parmenides mendasarkan teorinya tentang
tidak adanya perubahan pada bukti logis yang berbunyi: “apa yang tidak ada, tidak
ada”.

Teorinya, kata Popper dapat disebut sebagai teori pertama tentang dunia yang bersifat
hipotetico-deduktif. Menurut premis itu, apa yang tidak ada, tidak ada. Jadi yang
kosong itu tidak ada. Berarti dunia itu penuh. Dalam dunia yang penuh ini tidak ada
tempat bagi gerakan.

 Perkembangan Psikologi
Kalau dikatakan bahwa Yunani Kuno merupakan tempat dimana dibangun fondasi
ilmu psikologi, maka peletak dasarnya adalah filsuf Pra-Socrates. Tahap perkembangan
psikologi sering dibedakan atas tahap pra-sistematis, tahap sistematis dan tahap ilmiah. Pada
tahap pra sistematis orang melakukan observasi dan merefleksikan kehidupan manusia lalu
mengungkapkannya dalam bentuk aforisme, anekdot, dan dongeng. Pandangan yang
dikemukakan filsuf Pra-Socrates dianggap sebagai tahap transisi ke psikologi sistematis.
Para filsuf Pra-Socrates mengartikulasikan penjelasan tentang isu psikologis kritis
dengan orientasi naturalistik, biologis dan matematis. Orientasi eklektik dilakukan oleh para
filsuf sofis, sedangkan orientasi humanistik oleh Socrates, Plato dan Aristotle.
Menurut Thales prinsip dasar kehidupan adalah air, karena air merupakan unsur
intrinsik dari semua kehidupan. Air adalah unsur pemersatu seluruh alam. Sedangkan,
menurut Anaximender mengajarkan bahwa bumi adalah silinder yang melayang di tengah
jagad raya. Matahari, bulan, dan bintang-bintang beredar mengelilingi bumi yang berbentuk
silinder itu. Dan Anaximenes mengatakan prinsip kehidupan di alam terdapat dalarn
udara'(pneuma). Ketiga filsuf Ionia itu berusaha menemukan prinsip kausal kehidupan di
dunia fisik.
Democrius mengajarkan bahwa karena pengetahuan kita bergantung pada indra-indra
yang menerima “atorn –atom” dari benda -beneda, maka penjelasan tentang
kehidupan harus dicari dalam atom-atom. Menurut Democritus, kuantitas materi
selalu konstan. Itulah sebabnya atom tak dapat dibinasakan. Jadi prinsip kehidupan dapat
dijelaskan lewat atom-atom.
Heraclitus mengajarkan bahwa substansi pemersatu di alam yang merupakan basis
bagi kehidupan ialah api. Dia memilih api karena ciri-ciri fisik dan nilai simbolisnya.
Api dapat menjelaskan gejala perubahan dan permanensi di dunia. Fakta paling jelas di dunia,
katanya, ialah perubahan. Perubahan merupakan fakta paling jelas dari alam, dan ciri-ciri
fisik api menyebabkan perubahan nyata pada benda-benda fisik lain. Selain itu api adalah
simbol perubahan dalam alam. Jadi, api adalah substansi dasar yang merupakan basis
kehidupan.
Parmenides mengajarkan bahwa perubahan dan gerak hanya ilusi dan distorsi
dari indra kita. Fakta dasar kehidupan bukan perubahan tetapi permanensi dan
nirgerak. Ketidakberubahan inilah yang menyebabkan kesatuan dan merupakan
Pandangan Thales, Anaximander, Anaximenes dan Demokritus memperlihatkan trend
observasional sedangkan Heraclitus dan Democritus trend hipotesis. Trend hipotesis pertama-
tama membuat hipotesa tentang ciri perubahan lalu menarik implikasi tentang materi
berdasarkan hipotesis tersebut. Meskipun kedua trend berbeda dalam cara berhubungan
dengan lingkungan. Namun, mereka sama-sama menyajikan solusi dengan berpaling kepada
hukum alam dan mengeneralisasikan hukum itu sebagai penyebab aktivitas manusia.

BAB 5
FILSAFAT SOFISME

Sekitar abad 4 SM, objek perenungan para filsuf mulai bergeser dari kosmos ke
manusia konkrit, yakni pengetahuan, moralitas, dan hal-hak manusia. Pada tahun 450 SM
Athena mulai berkembang menjadi pusat kebudayaan Yunani. Dalam karya Homerus kata
sophie berarti keterampilan (di bidang apa saja). Kata ini digunakan untuk menyebut orang
yang hebat sekali, penyiar, atau pemain music. Tujuh orang bijaksana dari Yunani dalam
legenda dinamakan sohpistai. Bahkan para filsuf pra-Soecrates pun sering dijukuli
sohphistai.

 Latar Belakang Sosial

Warga kota Athena sudah menikmati Pendidikan dasar sejak satu abad sebelum
Socrates. Namun, munculnya kaum sofis membuat pendidikan tinggi hanya dapat dinikmati
oleh kamum bangsawan. Di Athena, kemampuan bicara dengan baik di depan umum
memberi peluang bagi golongan menengah untuk terjun ke bidang politik. Di Romawi kuno
situasinya judtru berbalik. Karena bentuk pemerintahannya republic oligarki aristocrat,
pengajar retorika sangat dibatasi sehingga tidak meluas.

Tidak semua sofis itu jelek dan sntidemokrasi. Ada Sebagian yang justru paling depan
membela persamaan derajat manusia. Di antaranya Antiphon dan Alcidamas yang
mengutarakan persamaan hak dalam kebebasan. Tokoh yang berada di balik negatifnya citra
sofis adalah Socrates, Plato, dan Aristoteles. Yang ditentang Plato dan Aristoteles adalah
komersialisasi ilmu dan filsafat yang dilakukan para sofis. Selebihnya. Sofisme tidak bisa di
lepaskan dari perjuangan kea rah demokrasi dan persamaan hukum.

 Corak Umum Pandangan Sofisme

Proyek para filsuf sofis adalah pengetahuan, moral, dan hak-hak manusia. Di bawah
ini dikemukakan corak umum pandangan sofisme tentang manusia. Pertama, pengetahuan
yang diajarkan sofisme bercorsk relativistic dan skeptis. Relativisme disebabkan oleh usaha
untuk menjadikan manusia sebagai satu-satunya ukuran. Sedangkan skeptisme didasarkan
pada pandangan bahwa nothing exists. Jadi menurut Protagoras, tolak ukur realitas adlah
fenomena subyektif dan sensasi-sensasi.

Kedua, moralitas para sofis menjurus kepada utilitarianisme dan hedonisme. Moral
tertinggi yang diajarkan para sofis adalah memperkokoh diri sendiri untuk mengungguli
orang lain dalam kekuatan dan persaingan atau usaha untuk mencari barang di dunia.

Ketiga, para sofis menolak konsep keadilan dan mengajarkan konsep kekuatan.
Konsep lama bahwa prinsip hak bersumber dari keadilan ditolak dan diganti dengan prinsip
kekuatan. Mereka mengatakan dari kodratnya manusia tidak diciptakan sederajat.

 Filsuf-Filsuf Sofis
Banyak filsuf dikelompokan sebagai filsuf-filsuf sofis. Tapi berbeda dengan sofis
terpenting adalan Protagoras, Georgia, Xenophanes, Prodicus, Happias, Anthipon, dan
Thrasymachus. Berikut dibahas secara garis besar pandangan filsuf-filsuf sofis.

a) Protagoras

Dia menulis banyak karya. Terpenting di antaranya adalah Alethia (kebenaran) dan
Peritheon (tentang Allah). Karya Alethia ditolak oleh Plato dalam buku Theaetetus.
Salah satu kalimat terkenal dari Protagoras yang sering dianggap sebagai moto filsafat
manusia adalah “man is the measure of all things; of what is, that it is, of what is not,
that is not”. Menurutnya, setiap orang menjadi tolak ukur dalam kebenaran.

b) Gorgias

Dia adalah orang pertama yang mempraktikan irama dalam prosa dan menggunakan
argumentasi common sense. Dia mengajarkan teori filsafat tentang eksistensi, dan
meneliti peran pria dan wanita dalam masyarakat Yunani.

c) Xenophanes

Xenophanes adalah seorang panties yang percaya bahwa Allah itu satu.
Kepercayaannya adalah penolakan intelektual terhadap tradisi yang berlaku saat itu,
bukan berarti ia menghormati Allah dengan perasaan religious. Dia menentang keras
gambaran dewa-dewi dalam bentuk manusia. Tuhan itu maha kuasa, maha tahu, dan
maha baik.

d) Prodicus

Prodicus adlah seorang ahli retorika. Ia mendirikan sekolah retorika yang dalam
kuliah-kuliahnya selalu mementingkan penggunaan kata-kata yang benar dan
membedakan berbagai sinonim. Karya terbaiknya adalah The Choice of Hercules.

e) Hippias

Hippias mengajarkan bahwa ada dua unsur kebenaran yang umum terdapat dalam
undang-undang semua negara. Apa yang baik dan bijaksana itu ada di semua negara
pada dasarnya sama. Semua orang di berbagai negara harus memandang satu sama
lain sebagai warga dari satu negara saja. Pandangan tersebut dikembangkan oleh
aliran sains dan sekolah-sekolsh Stoisisme.
f) Antiphon

Antiphon adalan seorang politikus yang menulis banyak buku filsafat. Dalam salah
satu bukunya menyebutkan pandangannya mendukung ajaran Parmenides bahwa
hanya ada satu realitas tunggal dan bahwa apa yang Nampak tidak rill. Kontribusi
penting Antiphon dalam perkembangan matematika adalah usahanya untuk membut
lingkaran dari persegi. Menurutnya, sebuah lingkaran merupakan polygon (segi
banyak) yang memiliki jumlah segi tak terbatas.

g) Thrasymachus

Menurut Thrasymachus, keadilan dapat dirumuskan sebagai keuntungan dari pihak


yang kuat. Socrates dan Thrasymachus sependapat bahwa “yang lebih kuat” adalah
mereka yang memerintah dan menegakan hukum, dan “bersikap adil” ada
manfaatnya. Thrasymachus juga berkata, yang berkuasa itulah yang benar (might is
right).

 Perkembangan Psikologi

Para filsuf sofis memberikan penjelasan berorientasi eklektik tentang penyebab prinsip
kehidupan. Orientasi elektik menentang upaya untuk mencari prinsip kehidupan. Protagoras
mengatakan bahwa terdapat dua konsep implikasi kehidupan.

Pertama, penyangkalan prinsip-prinsip pertama berarti bahwa mencari basis kehidupan harus
dibatasi dengan investigasi kehidupan seperi yang nampak dalam makhluk hidup. Kedua, kita
harus hati-hati dengan pernyataan yang melakukan generalisasi melampaui apa yang kita
lihat.

Orientasi elektik menolak orientasi naturalisti, biologis, dan matematis. Menurut para sofis,
pengetahuan seorang bergantung pada latar belakang pengalamannya. Jadi, tidak ada
kebenaran obyektif.

BAB 6
FILSAFAT MASA SOCRATES
Pada abad 5 SM (dari tahun 500 hingga 400) kebudayaan Yunani semakin terpusat di
kota Athena. Salah satu alasannya bersifat politis. Athena memainkan peran utama dalam
mempertahankan negara Yunani terhadap serangan-serangan bangsa persia pada awal abad
itu.
Dalam politik, Athena mungin merupakan masyarakat pertama yang menghasilkan
demokrasi. Dalam kesenian, seperti arsitektur, ukiran, dan drama karya-karya produksi
athena dalam urun waktu ini –Socrates, Plato, Aristoteles- memainkan peran yang tidak dapat
ditandingi dalam sejarah pemikiran.

 Socrates (469-399)

Seorang filsuf yang besar dan penting. Begitu sentral perannya dalam perkembangan
filsafat di yunani masa itu sehingga semua filsuf yang hidup dan berkarya sebelum dia di
sebut saja “ para filsuf pra-Socrates”.

a) Kepribadiannya

Ayah socrates, Sophronicus, adalah seorang seniman (pemahat). Ibunya, Phaenarete,


seorang bidan. Mereka termasuk orang berada. Socrates menikahi Xanthippe, seorang
yang konon kasar perangainya.

b) Masalah Socrates

Plato hanya meminjam mulut Socrates untukmengemukakan ajarannya sendiri. Latar


belakang ini lah yang memunculkan apa yang dinamakan masalah Socrates 9The
Problem of Socrates). Jadi masalah Socrates adalah persoalan tentang manakah ajaran
Socrates yang di turunkan langsung Dari Socrates sendiri.

c) Socrates dan Sofies

Socrates adalah musuh para filsuf sofis karena ajaran sofisme yang relativistik.
Filsafat yunani sebelum kaum sofis, pada dasarnya lebih menampilkan watak
metafisika. Tapi sejak sofis wajah filsafat menjadi humanistik. Ini jelas dari dictum
yang di kumandangkan Protagoras, pendiri sofisme.

d) Metode Socrates

Secara garis besar ada beberapa metode dialektika, yaitu :


1. Socrates bertindak sebagai guru yang mengajukan pertanyaan kepada murid-
muridnya
2. Jawaban dari pertanyaan tersebut digunakan sebagai pijakan untuk mencari
definisi tentang sesuatu
3. Menggunakan elenchus, yaitu metode untuk menolak pendapat seseorang dengan
memperlihatkan bahwa premis-premis atau anggapannya akan menghasilakn
kesimpulan yang absurd.
a. Menggunakan ironi, yaitu memberikan pujian dan kekaguman pada awal
dialog yang sebetulnya tidak jujur, hanya cara membuat orang sadar
bahwa mereka tidak sehebat seperti yang dugaan mereka sendiri.
b. Ketidaktahuan (Socratic ignorance). Sering Socrates mengajukan
pandangan positif tentang suatu hal, tapi menunjukan betapa kerdilnya
mereka yang mengklim tahu baik tentang hal tersebut.
e) Etika

Menurut Socrates, tujuan tertinggi hidup adalah mencapai kebahagiaan(eudaemonia).


Kebahagiaan di capai melalui kebajikan. Dalam pandangan Socrates, kebajikan
tertinggiadalah pengetahuan.

f) Definisi

Dia menegaskan bahwa tanpa definisi kita tidak mungkin tahu inti hakikat dari
sesuatu. Menutut dia, definisi adlah syarat untuk memiliki pengetahuan yang
sempurna. Pandangan socrates tentang definisi dimuat dalam buku Theaetetus karya
plato.

Akhir hidup Socrates ialah pada usia 70 tahun Socrates di hukum mati didepan sidang
pengadilan Athena. Peristiwa ini diceritakan dalam buku Plato The Apology. Dia
dituduh menyebarkan faham ateisme dan menyesatkan kaum muda.

Socrates mati karna minum racun, cara kematian itu di pilih sendiri, walaupun
sebenarnya dia bisa terhindar dari kematian. Contoh ematian dengan meminum racun
meneguhkan sosok Socrates sebagai pengagum kebenaran. Dia menyatakan diri
sebagai orang yang tidak tahu apa-apa, dan sebab itu berkeliling menemui orang-
orang untuk bertanya dan bertanya.
Dia memusuhi kaum sofis karena menuduh mereka memperdagangkan kebenaran.
Dia tidak suka di sebut sofis sebab kaum sofis mengajarkan relativisme, dimana tidak
di akui adanya kebenaran mutlak. Dan demi kebenaran itu pulalah dia memilih
menenggak racun.

 Plato (427-347 SM)


Plato adalah murid socrates yang sangat di pengaruhi oleh phytagoras, dan dianggap
sebagai bapak matematika dan geometri modern. Pandangan-pandangan filosofis socrates di
temuka dalam karya plato.

a) Riwayat Hidup Singkat

Plato menulis ajaran filsafat gurunya karna Socrates sendiri tidak pernah menulis
buku. Inilah yang menimbulkan masalah yang disebut The Problem of Socrates.
Dalam buku Dialogues,

Plato di perkirakan lahir tahun 47 dan meninggal tahun 347 dalam usia 80 tahun.
Plato tidak pernah berbicara tentang dirinya dalam dialog-dialognya(tercatat hanya 2
kali, yakni dalam Apology dan Phaedo, dalam kaitan dengan pengadilan dan kematian
Socrates)

b) Teori Bentuk (Forma)

Menutut plato, forma berisi kekal, tidak berubah, dan terpisah dari dunia indra. Forma
adalah esensi yakni,

1. Immaterial: buan fisik dan kelihatan


2. Merupakan objek pengetahuan sejati
3. Diketahui oleh jiwa sebelum kelahiran, dan kemudian mengingat-ingat kembali
4. Kekal dan tidak berubah

c) Dua Dunia

Plato mengajarkan adanya dua dunia, yaitu

1. Dunia idea : berisfat tunggal, tidak berubah, kekal dan riil


2. Dunia materi : yang dapat di indra hanyalah tiruan dunia idea.
Jadi dunia idea merupakan model atau contoh dari dunia materi.

d) Pengetahuan

Menurut plato, pengetahuan yang rill adalah pengetahuan tentang forma. Karena
forma tidak dapat di kenal lewat indra, maka pengetahuan yang rill tidak dapat terjadi
lewat indra. Apa yang diperoleh lewat indra adalah opini. Inilah yang dinamakan
rasionalisme Plato.

Jadi menurut Plato, mengetahui adalah mengingat kembali apa yang sebetulnya sudah
ada sejak kekal itu (knowlege is recollection). Konsep tentang mengetahui sebagai
mengingat juga dikemukakan dalam buku phaedo.

e) Dualisme Jiwa vs Tubuh

Jiwa dan tubuh adalah substansi yang berbeda. Yang satu dapat ada tanpa yang lain.
Sebelum bersatu dengan tubuh, jiwa tinggal didunia idea. Dan pada saat kematian
tubuh, jiwa pulang kembali kedunia idea. Maka tubuh sebetulnya penjara bagi jiwa.
Jadi, Plato mengakui praeksistensi jiwa atinya jiwa itu sudah ada sebelum bersatu
dengan tubuh, jiwa itu kekal.

Tentang jiwa plato mengajarkan 3 bagian jiwa yang sekaligus 3 prinsip dalam jiwa.
Ke-3 prinsip itu adalah prinsip yang menggerakan orang untuk belajar, yang
menggerakan orang untuk jadi marah dan yang menggerakan orang untuk
memperoleh nama besar atau uang. Dari ketiga prinsip itu ada 3 jenis orang :

1. Pecinta kebijaksanaan (lovers of wisdom)


2. Pecinta hormat (lovers of honour)
3. Pecinta uang (lovers of gain).

Prinsip pengetahuan (principle of knowlage) diarahkan kepada kebenaran.

 Aristoteles (384-322 SM)


a) Riwayat Hidup Singkat

Aristoteles lahir tahun 384 di stagirus, sebuah kota pelabuhan di pantai Thrace, koloni
Yunani. Ayahnya, Nichomachus adalah dokter di istana Raja Amyntas dari
Macedonia. Ayahnya meninggal ketika dia masih kecil. Ketika berusia 17 tahun
pengasuhnya, Proxenus, mengirimnya ke Athena untuk melanjutkan pendidikannya.
Ketika itu Athena merupakan pusat intelektual dunia.

Dia sekolah di akademi Plato, dan belajar langsung dari Plato. Dia tinggan disitu
selama 20 tahun, kemudian kembali ke Macedonia. Ketika plato meninggal tahun
347, bukan dia yang menggantikan plato karena perbedaan yang besar dalam
beberapa ajaran.

Aristoteles menulis banyak buku tentang logika, psikologi, sejarah, filsafat, dan fisika.
Tulisan-tulisan aristoteles disimpan oleh Theophrastus kemudian diserahkan kepada
muridnya, neulus. Agar mencegah buku itu agar tidak dicuri, para ahli waris neleus
menyembunyikan disebuah ruang rahasia. Rupanya disitu buku itu rusak karena
rayap, cacing, atau kelembaban.

Kemudian buku itu di temukan oleh Apellicon pada tahun 100 SM, yang kemudian
membawanya ke Athana dan di bawa ke Roma. Diroma buku-buku itu menarik
perhatian para intelektual, yang kemudian menerbitkannya dalam edisi-edisi bru.
Yang mendorong orang untuk mempelajari aristoteles dan filsafat umum.

b) Jiwa

Bagi Aristoteles, pengertian jiwa terkait sangat erat dengan kehidupan. Sehingga bagi
Aristoteles, jiwa berarti kehidupan. Hidup berarti berpikir atau persepsi atau bergerak
atau istirahat.

c) Hylerfisme

Aristoteles membuat analogi jiwa dan tubuh dengan kesatuan erat antara mata dan
penglihatan. Tanpa penglihatan mata bukan sesuatu yang rill, tapi hanya seperti mata
dari patung atau gambar. Biji mata plus daya penglihatan, membentuk mata.
Demikian juga jiwa plus tubuh membentuk hewan/manusia. Maka harus disimpulkan
bahwa jiwa tidak dapat dipisahkan dari tubuh.

Aristoteles juga menolak praeksistensi jiwa yang diajarkan Plato. Pada saat kematian,
ketika tubuh hancur maka jiwa juga lenyap, kata aristoteles (tidak seperti Plato yang
berkata bahwa ketika tubuh hancur, jiwa pulang lagi ke dunia idea). Ajaran tentang
kesatuan jiwa-tubuh ini dinamakan hylemorfisme (dari kata yunani Hyle : materi,
morphe : bentuk/forma). Dalam kasus jiwa dan tubuh, demikian Aristoteles, jiwa
adalah forma, sedangkan tubuh adalah materi.

d) Politik

Ada 3 bentuk pemerintahan, yakni monarki, aristokrasi, dan republik konstitusional.


Bentuk yang bertentangan dengan itu adalah tirani, oligarki, dan demokrasi.
Perbedaan antara dua bentuk terakhir ialah bukan bahwa demokrasi adalah
pemerintahan oleh banyak orang dan oligarki adalah pemerintahan oleh beberapa
orang, tapi bahwa demokrasi adalah negaranya orang miskin, dan oligarki adalah
negaranya orang kaya. Maka tingkatan ke-6 negara tersebut adalah :

1. Monarki
2. Aristokrasi
3. Republik konstitusional
4. Demokrasi
5. Oligarki
6. Tirani

e) Etika

Aristoteles menerima psikologi plato yang membedakan 3 macam jiwa, yaitu


Appetitif, Sensitif dan Rasional, dan mendiskusikan kebajikan yang berkaitan dengan
3 macam jiwa itu. Dia membedakan kebajikan intelektual dan kebajikan moral. Untuk
bertindak secara moral, katanya, kita harus tahu moralitas terdiri dari apa. Tugas ini
hanya dilakukan oleh kebajikan intelektual seperti kebijaksanaan, prudensi dan ilmu.

Kebijaksanaan adalah suatu yang lebih luas dan merupakan “persatuan antara
pengetahuan ilmiah (demonstratif) dan akal budi (intutitif) tentang objek-objek
tertinggi.

f) Logika

Tulisan aristoteles tentang logika dikemudian hari dikelompokan oleh para filsuf
peripatetik dengan nama organon (instrumen atau alat). Aristoteles sendiri
menggunakan kata logika dalam arti sama dengan penalaran verbal.
Logika Aristoteles adalah salah satu warisan yang tak ternilai. Logika formal atau
logika deduktif yang kita kenal sekarang praktis sama dengan logika aristoteles.
Logika Aristoteles menjadi ideal dala, filsafat abad pertengahan, meskipun di kritik
oleh Francis Bacon. Inti dari logika aristoteles adalah silogisme.

Silogisme adalah penarikan kesimpulan berdasarkan premis-premis. Misalnya :

Semua manusia akan mati


Socrates adalah manusia
Jadi, socrates akan mati.

Di masa Socrates, penjelasan psikologi tentang penyebab prinsip-prinsip pemberi


kehidupan (life-giving principles) bercorak humanistik. Orientasi humanistik menempatkan
manusia lebih tinggi dari pada makhluk lain, dan menekankan karakteristik seorang manusia
seperti akal budi, bahasa, refleksi diri yang memang membuat manusia unik.

Bahkan, Anaxagoras-lah filsuf pertama yang mengemukakan teori berorientasi


humanistik. Menurut dia dunia pada mulanya merupaan khaos. Lalu nous, atau budi dunia
(world mind) mengubah khaos menjadi tatanan teratur dan membeda-bedakan dunia menjadi
4 unsur yakni api,air,tanah, dan udara.

BAB 7
FILSAFAT MASA HELLENISTIK

Hellenisme berasal dari kata Hellas, yang berarti Grik atau Yunani. Kalangan
intelektual jerman biasa menggunakan istilah ini dalam arti lebih luas, yakni kebudayaan-
kebudayaan yang dikembangkan oleh bangsa-bangsa non Grik yang dipengaruhi oleh
kebudayaan yunani.

Hellenistik (kata sifat) berarti campuran antara unsur-unsur helenisme dan oriental.
Yang dimaksudkan dengan masa Helenistik adalah periode sejak kematian Alexander Agung
Pada tahun 323 SM. Masa hellenistik adalah periode antara masa klasik atau hellenis yunani
(abad 5 hingga abad 4) dan permulaan periode imperium Romawi.

 Gambaran Umum
Tokoh sentral pada masa Hellenistik adalah Alexander Agung. Ketika menggantikan
ayahnya, Raja Philip II, oada tahun 336 SM, usianya baru 20 tahun. Hanya dalam jangka
waktu 12 tahun sesudah naik takhta, sebagian eropa dan asia ditaklukannya, termasuk
kerajaan persia yang menguasai kawasan Timur selama sekitar 200 tahun. Alexander
mengubah pola politik di Mediterania timur. Ia mendirikan kota-kota dn koloni-koloni militer
baru. Kesanalah orang-orang Yunani dan Macedonia menyebar.

a) Politik

Setelah masa pemerintahan Alexander Agung (336-33 SM). Kehidupan politik kocar
kacir. Baru seminggu setelah kematiannya , meletus pertempuran dan perang yang
berlangsung selama 40 tahun, karena tak satu pun pemimpin yang mampu
mempersatukan kerajaan yang wilayahnya begitu luas.

Masa hellenistik mengubah wajah politik yunani, polisi di ganti liga negara kota.
Athana dan sparta yang pernah begitu berjaya praktis tersisih. Masa hellenistik
ditandai dengan ketidak stabilan. Para raja hellenistik ingin merealisasi visi Alexander
Agung, tapi tidak mampu.

b) Dunia Timur

Masa hellenistik berhasil menghellenisasi dunia timur, termasuk Roma. Kebudayaan


yunani paling kuat genggamannya di pantai-pantai Mediterania. Tapi kebudayaan
timur tetap dominan di timur jauh, Persia dan Bactria.

Di kerajaan ptolemies di Mesir, budaya asli tetap di pertahankan. Perembesan budaya


Yunani kurang berhasil. Orang-orang Mesir yang di masa Paraoh dapat menduduki
posisi penting, ditekan. Mereka di paksa bekerja untuk raja-raja. Pada abad 2 SM
mulai ada kawin mawin antara orang Yunani dan Mesir. Akhirnya muncul budaya
Greco-Mesir.

c) Perdagangan

Perdagangan budak meningkat. Tak ada teknik produksi baru yang di kembangkan.
Penemuan para ahli matematika dan pemikiran helenistik tidak mampu mendorong
perkembangan tekonologi baru. Tenaga kerja sangat murah dan melimpah. Satu-
satunya inovasi teknologi dimasa itu adalah baling-baling Archimedes (Archimedean
screw) untuk memompa air keluar dari tambang. Penemuan ini sangat membantu para
buruh di tambang-tambang deposit (besi, emas, perak) terkenal waktu itu Thoricus
(Attica), dan Lurium. Kondisi buruh sangat menyedihkan, banyak pekerja tambang
adalah kalangan budak, kriminal, bahkan wanita dan anak-anak.

d) Pertanian

Para raja Hellenistik menaruh perhatian besar pada pertanian. Sebagian besar
pendapatan berasal dari situ. Banyak raja bahkan memiliki pakar pertanian. Mereka
memutuskan apa yang harus di tanami oleh petani, binatang apa yang bisa di ternak.
Mereka betul-betul memajukan irigasi. Mereka juga mengadakan reklamasi padang
pasir menjadi lahan pertanian.

e) Agama

Pertemuan agama Yunani dan tradisi religius Timur mendorong perkembangan dan
penyebaran agama-agama misteri baru (mistery religion). Agama-agama misteri itu
memadukn aspek agama Yunani dan Timur. Agama-agama misteri Timur yang paling
dominan dalam dunia Hellenistik adalah agama Serapis dan Isis dari Mesir.

Tak ada konflik antara unsur-unsur agama Yunani dan Timur. Malahan, lama
kelamaan mulai muncul kepercayaan akan Tuhan yang maha esa yang memerintah
seluruh dunia. Orang-orang Yunani dan Timur melihat kesamaan-kesamaan dalam
agamanya satu sama lain dan akhirnya mulai menyadari bahwa mereka sebetulnya
menyambah Allah yang sama dengan nama yang berbeda.

f) Perempuan

Dengan berkembangnya monarki di dunia Hellenistik, peran wanita mulai muncul


kepermukaan. Banyak wanita mulai aktif dalam kehidupan politik dan diplomatik.
Dunia hellenistik mengenal banyak ratu yang kuat. Tapi emansipasi wanita itu
tercapai bukan karena pencerahan dipihak kaum pria, tapi karena meningkatnya
partisipasi kaum wanita dalam kegiatan-kegiatan ekonomi.

g) Ilmu-Ilmu

Astronomi berkembang di masa Hellenistik, dan ini berkat kepiawaian orang


babilonia. Astronom Hellenistik terkemuka adalah Aristarchus dari Samos (ca 310-
230 SM) yang belajar di sekolah Aristoteles. Dia mengemukakan teori
Heliosentrisme, yang berlawanan dengan apa yang dikemukakan Aristoteles.

h) Kedokteran

Tokoh-tokoh ilmu kedokteran yang patut dicatat adalah Herophilus, Erasistratus,


Philinus, dan Serapion. Herophilus yang tinggal di Alexandria menerima teori
Hippocrates tentang 4 cairan dalam tubuh. Dari praktik membedah mayat dia
menemukan adanya 2 jenis syaraf yakni syaraf motorik dan sensorik. Dia juga
mempelajari otak, yang menurut dia merupakan pusat intelijensi Erasistratus adalah
yunior dari Herophilus.

Maka dapat disimpulkan Masa Hellenistik mendorong penyebaran helenisme ke


timur. Pengetahuan, kebiasaan dan hukum yunani disebar luaskan. Terbangun kontak
antara timur dan barat. Meskipun sering disebut stagnan, periode ini juga mencatat
kemajuan, khususnya di bidang ilmu dan kedokteran. Para pemikir hellenistik
menciptakan zaman keemasan penemuan dan spekulasi ilmiah, sedangkan filsafat
hellenistik menyebar dan menyentuh kehidupan orang-orang kaya dan miskin, para
pangeran dan petani. Dan tentu saja, masa helenistik menyiapkan jalan bagi
berkuasanya roma.

 Aliran-Aliran Filsafat

Di masa Helenisme, muncul beberapa kelompok filsuf dengan proyek berbeda.


Kelompok pertama adalah para filsuf alam. Mereka melepaskan diri dari pradigma lama yang
berbau mitologis religius. Mereka mengembangkan teori berdasarkan observasi. Dengan
demikian, mereka dianggap sebagai peletak dasar tradisi ilmu di barat. Sesudah mereka,
muncul kelompok filsuf yang tertarik dengan masalah keadilan dan politik, khususnya
polisideal. Mereka adalah kaum sofis dan socrates, plato dan aristoteles.

a) Sinisme

Tiga filsuf terkenal ari aliran sinisme adlah Anthistenes, Diogenes Laertius dari
Sinope, dan Crates dari Thebes. Anthistenes (lahir sekitar 440 SM) adalah pendiri
sinisme, tapi tokoh yang paling getol menyebarkannya adalah Diogenes (sekitar 412-
323 SM).
Para pengikut sinisme mengucilkan diri dari masyarakat, dan menganggap diri
sebagai “warga dunia”. Mereka menganggap diri anggota komunitas universal dan
negara kosmis. Sinisme menolak peradaban karena ingin hidup menurut alam. Mereka
hanya mengejar kebutuhan-kebutuhan paling dasar (anaidsia), dan menolak
kemewahan. Selain itu, mereka membenci kejahatan-kejahatan yang disebabkan oleh
peradaban. Mereka membenci politik, nasionalisme, militarisme, prasangka rasial dan
sosial, materialisme dan kegiatan atas kekayaan, hedonisme dan egoisme,
penyalahgunaan bahasa yang diciptakan oleh penipuan dan kebohongan, kebudakan
dan penindasan.

b) Stoisisme

Didirikan oleh Zeno dari Citium (335-262 SM). Inilah aliran yang paling populer
didunia hellenistik. Setelah kematian Zeno, sekolah ini dipimpin oleh Cleanthes dan
Chrysippus, dan kemudian disebarkan ke Roma pada tahun 155 oleh Dioggenes dari
babylon. Zeno dan para pengikutnya menganggap alam sebagai ekspektasi kehendak
ilahi.

Stoisisme menempatkan hal-hal seperti kekayaan dan kesehatan, serta kebalikannya,


kemiskinan, kesakitan, status rendah, dan sebagainya dalam kategori hal-hal
indiferen. Emosi menurut mereka jelek. Kebahagiaan bagi mereka adalah apatheia,
yang dapat di terjemahkan dengan bebas dari emosi. Secara singkat pandangan-
pandangan utama stoisisme :

 Orang harus hidup menurut alam


 Kesatuan segalanya (kota universal)
 Dunia eksternal hidup oleh interaksi natural (poioun-paskhon, semacam yin-yang)
 Setiap orang memiliki hubungan personal dan individu dengan segalanya (God
within)
 Setiap jiwa memiliki kehendak bebas untuk bertindak
 Hidup sederhana lewat ugahari dan tahan diri
 Perkembangan spiritual berasal dari upaya untuk mencari kebaikan
 Kebajikan adalah kebaikan satu-satunya, kejahatan dalah kejahatan satu-satunya,
dan segala yang lain adalah indiferen.
 Kebajikan tertinggi adalah kebijakan, keadilan, keteguhan, dan pengendalian diri.
 Jalan kepada kebahagiaan personal dan kedamaian batin adalah dengan
memadamkan semua keinginan untuk memiliki atau mempengaruhi segala hal
diluar kontrol seseorang dan dengan hidup saat ini tanpa menghadapkan atau takut
akan masa depan
 Penyerapan kembali dan penciptaan kembali secara sekuensial jagad raya oleh api
sentral; konflagrasi
 Tidak rasional kalau menginginkan apa yang bukan kehendak Allah
 Hidup sesuai hakikat anda sendiri

c) Epikureanisme

Didirikan oleh Epikurus (340-270 SM) di Athena. Inti ajaran Epikurus ialah bahwa
kebaikan tertinggi dalam kehidupan manusia adalah kenikmatan (pleasure). Ia
mendefinisikan kenikmatan sebagai tidak adanya rasa sakit (absence of pain). Ia
mengajarkan bahwa jadi miskin itu baik, asal punya cukup makanan, pakaian, dan
perlindungan. Kedamaian dan ketenangan individual dicapai dengan mengingkari
dunia luar dan berpaling kediri sendiri. Jadi, itu sama dengan suatu “quietisme”

Epikureanisme mengajarkan para anggotanya untuk menghindari politik dan tetek


bengek kehidupan haria, sebab politik mengarah ke pemberontakan. Pemberontakan
akan mengacaukan jiwa.

d) Skeptisisme

Skeptisisme dibagi dalam 3 periode, yakni Pyrrhonisme (abad 4 dan 3 SM),


skeptisisme akademis (abad 3 dan 2 SM), dan skeptisisme postakademi (abad 1
sampai 3). Berpendapat bahwa tidak mungkin manusia menemukan kebenaran.
Karena itu, yang dapat dilakukan adalah memilih-milih mana yang paling mungkin
baik dan benar.

e) Eklektisisme

Filsuf eklektis ternama adalah Panaetius (150 SM) dan posidonius (75 SM), keduanya
penganut stoa, Cardaeder (155 SM) dan Philo dari Larissa (75 SM), keduanya dari
akademi baru. Yang digolongkan dalam eklektisisme adlaah Cicero, Varro, dan
Seneca. Cicero memadukan ajaran Peripatetik, Stoa, dan Akademi Baru.
 Perkembangan Psikologi

Aliran filsuf yang muncul pada masa Helenistik tentu saja berpengaruh terhadap
perkembangan psikologi. Hal ini akan terlihat lebih jelas ketika aliran-aliran tersebut hidup
dan berkembang dikemudian hari di Roma. Kesadaran akan kosmopolitanisme umat manusia,
termasuk pandangan bahwa manusia merupakan bagian dari alam, memberikan suatu corak
pandang baru tentang manusia. Dalam kaitan inilah masa Hellenistik dikatakan
mempengaruhi perkembangan psikologi.

BAB 9
FILSAFAT SKOLASTIK

Masa Abad Pertengahan (500-1500) biasanya dibagi menjadi tiga sub-periode, yakni
abad pertengahan awal atau early middle ages (500-1000), abad pertengahan tengah atau
high middle ages (1000-1350), dan abad pertengahan akhir atau late middle ages (1350-
1500).

Periode pertama dalam filsafat abad pertengahan dinamakan masa patristik (150-524),
disusul sesudahnya masa skolastik. Periode filsafat patristik meliputi seluruh early middle
ages, sedangkan skolastik mencakup high middle ages dan late middle ages.

Corak filsafat abad pertengahan adalah teosentris. Pusat perhatian pergumulan


filosofis adalah masalah Tuhan dan agama. Corak filsafat ini nampak sangat jelas pada
Filsafat Kristen, Filsafat Islam, dan Filsafat Yahudi.

 Gambaran Umum

Abad pertengahan merupakan tahap penting dalam proses pematangan filsafat. Di


masa itulah filsafat mengalami penyempurnaan dari tahap-tahap sebelumnya. Setidaknya ada
tiga faktor utama yang mendorong perkembangan filsafat di abad pertengahan, yakni:

Pertama, atmosfir intelektual yang sangat kondusif bagi para filsuf. Di Eropa ada
keinginan untuk mendalami “hal-hal yang di atas” alias filsafat. Bagaikan tumbuhan
membutuhkan tanah, iklim, sinar, kelembaban dalam takaran yang pas, demikian filsafat
hanya bisa tumbuh karena iklim intelektual yang memungkinkan pertumbuhannya.
Kedua, masalah-masalah atau tema yang digeluti adalah hakikat dan nilai
pengetahuan. Itu merupakan idea-idea yang merupakan unsur pokok dalam pengetahuan
manusia, yang dikenal dengan istilah universalia. Diskusi universalia juga mendorong untuk
mendiskusikan topik-topik filsafat lain.

Ketiga, ada banyak karya filsafat, khususnya karya-karya Plato dan Aristoteles.
Tokoh-tokoh seperti Porphyrius, Boethius, Victorinus, Macrobius, St. Agustinus merupakan
beberapa nama besar lainnya di masa ini.

Ciri-ciri filsafat abad pertengahan:

1. Didominasi agama Kristen khususnya pada periode patristik.


2. Kedudukan teologi lebih penting daripada filsafat.
3. Biara-biara memainkan peranan yang sangat besar, dan menjadi pusat
pengembangan ilmu, kesenian, dan filsafat.
4. Penyebaran karya-karya Filsafat Yunani ke Eropa
5. Munculnya mistisisme sebagai jalan lain untuk mencapai kebenaran.
 Masa Patristik

Nama patristik berasal dari kata pater (bentuk jamak : patres) yang berarti Bapak.
Merekalah Bapak-Bapak Gereja yang memberikan bimbingan dan arah dalam menafsirkan
kebenaran-kebenaran iman. Mereka adalah penulis, teolog, sekaligus filsuf.

Masa patristik berlangsung mulai abad 2 hingga abad 8. Masa patristik dibagi menjadi
tiga periode, yakni periode pra-Agustinus, periode Agustinus, dan periode pasca Agustinus.
Berikut diuraikan secara singkat masing-masing periode.

Periode pra-Agustinus mencakup abad 2, 3, dan paruh pertama abad 4. Pada abad 2
ada dua kelompok Bapak-Bapak Gereja, yakni para apologist dan kontroversialis. Para
apologist mengajarkan dan mempertahankan kebenaran ajaran gereja terhadap para
penentangnya. Sementara itu, kelompok kontroversialis memfokuskan diri pada penolakan
berbagai ajaran sesat di abad 2.

Pada abad 3 didirikan Didascalion,sekolah Kristen di Alexandria, oleh Pantaenus


sebagai tempat persiapan bagi para calon baptis. Karena digempur, maka Didascalion juga
menjadi pusat filsafat. Para pemikir utama yang muncul di masa itu antara lain Clemens dari
Alexandria (150-220) dan Origines (185-254).

Pada paruh pertama abad 4, muncul banyak aliran sesat tentang keilahian Kristus.
Pada periode ini, para Bapak Gereja praktis menjadi teolog yang berurusan dengan upaya
mempertahankan dan membela ajaran gereja terhadap para bidaah.

Tokoh paling menonjol pada periode Agustinus adalah Santo Agustinus. Sebelum
memeluk agama katolik, Agustinus adalah seorang Platonis. Dia menganggap filsafat sebagai
ilmu yang dapat memberikan solusi atas berbagai masalah kehidupan. Inti pemikiran ajaran
Agustinus adalah bahwa manusia membutuhkan akal budi dan iman guna menemukan
kebenaran.

Sejak kematian Agustinus hingga awal abad 9 minat kepada filsafat menyurut.
Penyebabnya antara lain, pertama, kejatuhan imperium Romanum dan naiknya kekuasaan
barbar. Kedua, perhatian gereja tidak lagi di bidang filsaafat tapi karya kerasulan dan amal.
Meskipun demikian ada beberapa tokoh yang berperan besar dalam filsafat pada periode
pasca Agustinus, seperti Boethius dan Benedictus.

 Masa Skolastik

Nama skolastik (skolastisisme) berasal dari bahasa Latin, schola. Nama itu
menggambarkan besarnya peran sekolah, khususnya universitas waktu itu. Skolastik
mencakup metode (1) membaca atau lectio secara detil buku yang dianggap punya otoritas
tinggi; (2) diskusi terbuka (disputatio) tentang suatu masalah (questio) yang ditemukan dalam
teks-teks itu. Filsafat skolastik adalah sistem ajaran yang berbeda dari dogma gereja tapi tidak
menentang dogma.

Filsafat yang mewarnai seluruh masa skolastik adalah Aristoteles. Tapi, ajaran
Aristoteles diinterpretasikan macam-macam, sesuai para profesor yang mengajarnya.
Demikian pula dalam teologi. Yang menjadi dasar adalah Kitab Suci, tapi diinterpretasikan
berdasarkan sudut filsafat mana yang digunakan.

Prinsip dasar di balik segala bentuk skolatisisme itu adalah bahwa ajaran filsafat harus
sesuai iman Kristen seperti yang diajarkan dalam Kitab Suci, Gereja Katolik Roma, ajaran-
ajaran konsili, dan praktik-praktik gereja.
Masa skolastik biasanya dibagi dalam tiga periode, yakni periode formatif, periode
kematangan, dan periode kemunduran. Masa skolastik diawali dengan suatu gerakan
kebudayaan yang dilakukan Kaisar Karel Agung (Charlemagne) dengan membangun
sekolah-sekolah.

Periode formatif mencakup abad 9, 10, 11, 12, dan paruh pertama abad 13, dan sangat
diwarnai oleh pemikiran Agustinus. Di masa ini tidak ada pemisahan mutlak antara akal budi
dan iman. Para mistikus dan dialektik sama-sama berpendapat bahwa intelek mutlak
membutuhkan terang iman untuk menembus misteri-misteri iman.

Masa keemasan filsafat skolastik ditandai oleh pikiran tiga filsuf besar yakni
Bonaventura, Thomas Aquinas, dan Johanes Duns Scotus. Sementara itu pada abad
pertengahan, terdapat dua pusat kebudayaan terkenal, yakni Universitas Paris dan Universitas
Oxford. Ini kemudian mendorong perkembangan ilmu positif, tapi juga sekaligus
mengesampingkan metafisika dan kembali ke nominalisme yang ditolak oleh Thomas dan
Dun Scotus. Dua tokoh penting yang menandai kemunduran filsafat skolastik adalah Roger
Bacon dan William Ockham.

 Perkembangan Psikologi

Ajaran Kristen tentang jiwa, seperti diajarkan oleh Yesus Kristus, mempunyai
dampak besar terhadap peran jiwa dalam sejarah psikologi. Ajaran Yesus ini kemudian
dengan mudah disebarkan oleh para murid dan pengikut Yesus, dengan memanfaatkan
jaringan komunikasi yang dibagun imperium Romawi.

Pandangan Agustinus dalam dua bukunya, Confessions (400) dan The City of God
sangat penting bagi sejarah psikologi karena coraknya yang Platonis. Bagi Agustinus, akal
budi adalah penerima kebijakan ilahi dan mengambil bagian dalam kemuliaan Allah.

Jadi, Agustinus mengesampingkan rasionalitas jiwa, yang bergantung pada informasi


indra yang bisa salah. Dia mengajarkan pandangan tentang jiwa yang bersifat psikologis,
sejauh kesadaran, atau inti individu, dipenuhi rahmat kebijaksanaan ilahi, mengendalikan
arah kegiatan manusia.

Dalam sejarah psikologi, jadi Agustinus terletak dalam dua hal. Pertama, dia
menuntaskan Kristenisasi filsafat Yunani dengan menegaskan hubungan Platonis antara jiwa
dan tubuh. Kedua, Agustinus memberikan yustifikasi bagi hubungan khusus antara Gereja
dan negara.

BAB 10
FILSAFAT ISLAM

Salah satu faktor yang mebantu mendorong filsafat abad pertengahan mencapai masa
keemas an adalah “ditemukannya” karya-karya Aristoteles. Hal tersebut terjadi berkat jasa
para filsuf Islam dan Yahudi. Di abad pertengahan para filsuf Kristen, Yahudi, dan Muslim di
dunia menggeluti masalah menyangkut iman dan akal budi. Dalam hal ini filsuf Arab lebih
berhasil dibandingkan para filsuf Kristen. Para filsuf Kristen baru mengenal karya-karya
klasik pada abad 13. Sedangkan para filsuf Islam sudah mengenalnya lebih dulu melalui para
pemikirnya seperti Al Kindi dan Al Farabi.

Ada dua kecenderungan dalam meneropong filsafat Islam. Pertama, memandang


filsafat Islam secara eksklusif sebagai hasil pemikiran para filsuf Islam. Kedua, memandang
filsafat Islam sebagai kelanjutan dari filsafat Yunani.

 Islam dan Perkembangan Ilmu

Imperium Islam awal abad 6 adalah pewaris tradisi ilmiah masa sebelumnya. Islam
merupakan zaman keemas an filsafat dan ilmu. Orang Muslim kala itu tidak hanya
mengasimilasi kebijakan kuno Persia dan warisan klasik Yunani, tapi mengadaptasinya
dengan kebutuhan dan cara pikir Islam.

Menurut Paul Lunde, kebudayaan Islam adalah buku. Lewat buku-buku itu
kebudayaan Islam menyumbang berbagai ilmu dalam banyak bidang. Diperkirakan saat ini,
tidak kurang ada 250.00 manuskrip Arab tersimpan di perpustakaan Barat dan Timur,
termasuk koleksi pribadi. Jadi, peran besar Islam selama abad pertengahan baik di bidang
filsafat maupun ilmu-ilmu alam sangat besar. Para filsuf Islam-lah yang mula-mula
menerjemahkan karya-karya Aristoteles ke dalam Bahasa Arab, dan baru diterjemahkan ke
dalam bahasa Eropa.

Ilmuwan-ilmuwan Muslim tak terhitung jumlahnya. Pada buku Al-Khwarismi The


Ccalculation of Integration and Equation merupakan buku pertama tentang matematika. Kata
algebra (aljabar) dan algoritma diambil dari bahasa Arab, karena matematika ditemukan oleh
para ilmuwan Arab. Lalu, pada paruh kedua abad 9, para ilmuwan Muslim di Spanyol
mengembangkan bilangan yang sedikit berbeda bentuknya, yaitu huruf al-ghubar (huruf
debu). Yang mulanya digunakan untuk sejenis abacus pasir.

Di bidang astronomi, para ilmuan Islam juga sangat berjasa. Al-Khawrizmi, ahli
matematika, mengaplikasikan penemuannya dengan membuat tabel planet tertua yang
dinamakan zji. Bukti keunggulan para ilmuwan Arab dalam astronomi adalah banyak nama
bintang dalam bahasa Eropa berasal dari bahasa Arab. Salah satu aplikasi penting dalam
astronomi adalah waktu sholat lima waktu sehari yang didentukan berdasarkan posisi
matahari dari timur ke barat.

Di bidang kedokteran, sumbangsih para ilmuan Islam juga sangat besar. Avicenna,
misalnya dijuluki Pangeran Kedokteran. Karyanya yang paling mansyur adalan Conon of
Medicine. Dalam buku itu dia mengklasifikasikan sebab-sebab penyakit dan gejala-gejala
penyakit.

Dengan demikian, harus diakui bahwa perkembangan filsafat dan ilmu pada abad
pertengahan tidak dapat dilepaskan dari besarnya perean para filsuf dan ilmuawan Muslim.
Kebudayaan Muslim memberikan kontribusi tak ternilai bagi perkembangan filsafat dengan
ilmu. Bahkan, dalam beberapa hal peran mereka paling menentukan.

 Tipe Penyebaran

Ada beberapa peristiwa yang mendorong penyebaran kebudayaan dan ilmu Yunani,
Helenisme, dan Helenistik ke seluruh dunia Islam. Pertama, pemisahan kaum Nestorian dan
Monophysite dari Gereja Timur karena perbedaan doctrinal. Kedua, penaklukan oleh
Alexander Agung dan para penggantinya yang menyebarkan ilmu-ilmu Yunani ke Persia dan
India. Ketiga, adanya akademik Jundi-Shapur di kekaisaran Persia sebagai pusat ilmu masa
itu. Keempat, peran para cendekiawan Yahudi yang menerjemahkan karya-karya klasik
Yunani ke dalam bahasa Ibrani dan Arab pada masa awal Islam.
Menurut Nakosteen, terdapat 7 tipe dasar penyebaran kebudayaan klasik kepada kaum
Muslim melalui saluran (a) materi diterjemahkan langsung dari Bahasa Yunani ke bahasa
Arab; (b) materi diterjemahkan ke dalam ke dalam bahasa Pahlavi, digabung dengan
pemikiran Zoroastrian-Hindu (Budha) kemudian disebarkan melalui penerjemahan ke dalam
bahasa Arab; (c) materi diterjemahkan dari bahasa Hindu ke bahasa Pahlavi, kemudian ke
bahasa Syiria, Ibrani, dan Arab; (d) materi ditulis pada periode Islam oleh orang-orang
Muslim, tetapi sebenarnya dipinjam dari sumber non-Muslim melalui jalur penyebaran yang
kabur; (e) materi yang pada dasarnya hanya berupa ulasan atau ikhtisiar dari karya-karya
Graeco-Persia; (f) materi yang dikembangkan pada masa Islam kecuali tentang dasar-dasar
imlu Helenistik, Syrian, Zoroastrian dan Hindu pra-Islam; (g) materi yang tampaknya muncul
dari rangsangan genius perorangan, nasional, atau regional.

 Akademi Jundi-Shapur

Akademi Jundi-Shapur dianggap sebagai medium pertama dan terpenting dalam


pelestarian dan penyebaran ilmu-ilmu Hellenistik, Hindu, dan Persia ke Dunia Barat.
Akademi ini terletak di kota Jundi-Shapur yang didirikan oleh Shapur I (241-271). Shapur I
memerintahkan dikumpulkannya karya-karya ilmiah-filsafat dan terjemahannya ke dalam
bahasa Pahlavi untuk perpustakaan Jundi-Shapur. Ia juga menjadikan kota itu sebagai pusat
ilmu kedokteran Hellenistik.

Alasan akademi ini menarik para ahli sejarah Barat dan Muslim karena dua alasan yaitu :

1) Akademi ini melestarikan kegiatan intelektual pada abad 6 bagi para cendikiawan
besar asal Yunani dan Syria yang meneruskan unsur-unsur penting ilmu (khususnya
kedokteran) dan filsafat klasik bersama pemikiran Hindu, Yahudi, Persia, dan
mungkin juga Cina. Pusat intelektual ilmu pada awalnya berasa di Edessa (ar-Ruha)
dan Harran, kemudian pindah ke Nisibis, dan pada paruh pertama abad 6 pindah ke
Jundi-Shapur. Kemudian akademi ini menjadi institusi pendidikan terbesar di dunia.
Disinilah diterjemahkan karya-karya ilmiah dari bahasa Hindu dan Yunani ke bahasa
Pahlavi dan Syria (Aramais) yang melibatkan cendikiawan dari Syria, Yahudi, dan
Pesia.
2) Jundi-Shapur merupakan pusat ilmu islam selama pemerintahan Umayyah (661-749).
Para cendekiawan dari akademi ini memerkenalkan kebudayaan klasik ke Damaskus
yang pada saat itu merupakan ibukota pemerintahan Muslim. Dari sinilah karya-karya
Hindu, Persia, Syria, dan Yunani untuk pertama kalinya diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab.

 Beberapa Filsuf Islam

Banyak sekali filsuf dan ilmuawan Islam, khususnya Persia, yang berjasa untuk
perkembangan filsafat dan ilmu pada abad pertengahan. Dengan demikian akan diberikan
gambaran tentang besarnya kontribusi para pemikir Islam di abad pertengahan.

a) Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna)

Pandangan Avicenna tentang dunia didasarkan pada emanasi neo-Platonis. Ia


mengkombinasikan unsur dari dari kedua sumber itu dalam sebuah realitas
komperhensif. Menurutnya, segala kesadaran manusia mulai dengan pengetahuan
akan diri yang diperoleh tanpa bantuan indra sama sekali melalui kekuatan aktif akal
budi manusia.

b) Abul-waleed Muhammad Ibn Rushd (Averroes)

Averroes sering berdebat dengan para filsuf Islam sebelumnya. Karyanya, Tahafut al-
Tahafut ditulis untuk menentang Ghazali. Ia mengatakan bahwa digunakan akal budi
dalam masalah-masalah filsafat dapat menghasilkan pengetahuan yang benar tentang
kebenaran tanpa membutuhkan revelasi.

c) Al Farabi (Al-Pharabius)

Sumbangan intelektual Al Farabi banyak sekali, khususnya dalam filsafat, logika, dan
sosiologi, matematika, sains, kedokteran, dan music. Dalam logika, dia membagi
subyek dalam dua kategori yakni takhayyul (ide) dan thubut (bukti). Dia berusaha
mendamaikan Platonisme dan Aristotelianisme dengan teologi dan menulis komentar
tentang fisika, logika, dan teologi. Dia yakin bahwa filsafat dalam Islam sejalan
(harmonis).

d) Yaqub Ibn Ishaq al-Kindi (Alkindus)

Al-Kindi merupakan dokter pertama yang secara sistematis menetapkan dosis untuk
sebagaian besar obat-obatan. Dalam bidang kimia, dia mengatakan bahwa metal dasar
bahwa mental dasar tak dapat dikonversi menjadi mental berhatga dan bahwa reaksi
kimia tak dapat menghasilkan transormasi dari elemen-elemen dasar. Al- Kindi
menulis lebih dari 20 buku tentang berbagai bidang ilmu.

e) Abu Bakr Muhammad bin Zakariya Ar-Razi (Rhazes)

Rhazes merupakan ahli fisika terbesar Islam pada abad pertengahan. Dalam
kedokteran, kontribusinya sangat besar dan hanya dapat dibandingkan dengan
Avicenna. Dialah yang pertama kali memperkenalkan penggunaan dalam pengobatan
medis. Ar-Rhazi merupakan pionir dalam kedokteran khususnya pediatrics, obstetrics,
dan ohthalmologi. Dalam filsafat, sumbangannya juga sangat banyak. Unsur-unsur
dasar dalam system filsafatnya adalah pencipta (creator), roh, materi, ruang,dan
waktu. Dia mendiskusikan karakteristiknya secara rinci. Konsep tersebut tentang
ruang dan waktu adalah kontinuum.

 Perkembangan Psikologi

Para filsuf Islam seperti Avicenna, Al-Ghazali, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, Ibnu Rusl,
dan Nashiruddin Al-Tusi juga mengembangkan psikologi di abad pertengahan. Avicenna
misalnya, dia menerima matafisika dan psikologi Aristoteles dan mencoba untuk
memadukannya dengan iman Islam. Menurutnya, esensi jiwa manusia adalah perluasan dari
esensi Allah. Dia menguraikan tentang mekanisme pencapaian pengetahuan indra dan
menyimpulkan bahwa dualism jiwa-tubuh pada manusia mencerminkan interaksi antara
pengetahuan indra dan rasional. Sintesisnya atas ajaran Aristoteles dan ajaran Islam
merupakan sumbangan yang besar dalam dunia intelektual Islam.

Menurut Al-Ghazali dalam buku Mizanul Amal (kaidah-kaidah perilaku)


mengembangkan psikologi asosiasional. Menurut dia, akal terletak di pusat kota dan daya
cipta terletak di otak depan. Sedangkan, di bagian belakang otak.

Perkembangan psikologi oleh para pemikir Islam merupakan bagian dari upaya besar
melestarikan khazanah intelektual yang terancam punah waktu itu. Bersama cendekiawan
Gereja mereka mempertahankan perpusatakaan-perpustakaan di seluruh dunia Islam,
sehingga karya-karya klasik dapat diperkenalkan ke Eropa Barat.

BAB 13
MASA RENESANS DAN AWAL ABAD MODERN

Renesans merupakan gerakan intelektual Eropa, abad 14-16 dan dianggap sebagai
penutup abad pertengahan dan awal abad modern. Renesans berasal dari bahasa Prancis
renaissance yang berarti kelahiran kembali, khususnya kelahiran kembali kebudayaan
Yunani klasik. Renesans dimulai di Italia, lalu meluas ke Prancis, Belanda, dan mencapai
kebesarannya di Inggris. Negara-negara inilah yang memberikan kontribusi terbesar dalam
renesans. Peran negara Jerman dan Spanyol sangat kecil.

Awalnya renesan berkenaan dengan kelahiran kembali gaya artistik Yunani kuno, tapi
kemudia artinya diperluas sehingga mencakup semua keberhasilan kultural masa itu,
termasuk kesenian, sastra, filsafat, navigasi, dan ilmu. Masa ini menghasilkan parade artis,
teolog, esais, dan ilmuwan kelas dunia. Tapi di bidang filsafat, para filsufnya tetap tidak
mampu mengalahkan kehebatan Plato, Aristoteles, Agustinus, atau Thomas Aquinas. Meski
demikian, beberapa aspek pemikiran renesans sangat berpengaruh pada filsafat masa awal
modern.

Ada tiga faktor yang mendorong proses belajar dan menandai akhir abad pertengahan
sekaligus awal masa modern, yakni penemuan percetakan oleh Johannes Gutenberg (1454),
jatuhnya kekaisaran Byzantium dengan kejatuhan Konstantinopel (1453), serta penemuan
benua Amerika (1492) oleh Christopher Columbus.

 Ciri-ciri Umum Renesans


1. Humanisme
Humanisme menekankan nilai manusia dan studi-studi sekuler (lawan dari
kepercayaan agama). Kaum humanis menolak otoritas agama abad pertengahan,
kembali ke ideal klasik, dan mengajarkan bahwa pribadi ideal merupakan
keunggulan manusia, termasuk music, seni, sastra, ilmu, dan kebajikan.
2. Metode Empiris
Pengetahuan tidak lagi didasarkan pada imajinasi dan spekulasi seperti di zaman
Yunani kuno dan abad pertengahan, tapi eksperimen sistematis. Metode ilmiah
baru itu melahirkan revolusi teknik. Dengan teknologi, manusia bukan menjadi
bagian dari alam, tapi ikut membentuk alam sesuai keinginannya. Dampak dari
metode empiris adalah perkembanagn pesat di berbagai bidang ilmu, khususnya
ilmu-ilmu alam.
3. Pandangan Heliosentris
Pandangan geosentrisme digantikan oleh heliosentrisme. Berakhirlah pandangan
dunia menurut Ptolomeus dan Aristoteles yang sudah bertahan sekian lama.
4. Semangat Keagamaan Baru
Warna individual juga mewarnai hubungan manusia dan Tuhan. Hubungan
vertical dengan Tuhan lebih bersifat individual, bukan kelembagaan. Ini
mencetuskan langkah reformasi oleh Martin Luther pada tahun 1517 yang
menolak otoritas gereja dan paus.
5. Perkembangan di berbagai bidang
Berkembangnya arsitektur, sastra, music, filsafat, dan ilmu. Dibangun gedung-
gedung indah, termasuk basilica Santo Petrus di Vatikan, Roma.
 Humanisme

Humanisme didirikan oleh penyair Italia, Petrarca (1304-1374), dan tetap bertahan
sebagai fenomena Italia selama kurang lebih satu abad. Humanisme menjadi titik tolak baru
bagi filsafat, yang pada abad pertengahan sangat teosentris.

Menurut Jostein Gaarder, humanisme renesans bukan memandang manusia sebagai


umat manusia, tapi lebih sebagai individu-individu yang unik. Ini kemudian mendorong
pemujaan berlebihan atas kecerdasan pikiran. Menusia renesans adalah manusia dengan
kecerdasan universal yang mencakup seluruh aspek kehidupan, kesenian, dan ilmu. (Dunia
Sophie,hlm. 221-222)

 Reformasi

Reformasi dilakukan Martin Luther pada 31 Oktober 1517, Ia menempelkan dokume


di pintu Castle Church, Wittenberg. Martin menentang adanya dominasi gereja katolik.
Faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya reformasi pada abad sebelumnya yaitu: (1)
Kegagalan reformasi oleh John Wycliffe dan John Hus. (2) Para mistikus renesans seperti
Meister Eckhardt dan Thomas a Kempis yang menentang ajaran teologi rasionalistik
skolastik dan memberikan pandangan yang lebih mistik terhadap kebenaran religius. (3)
Humanisme renesans yang menentang kekuasaan para pemimpin gereja yang diperoleh
secara tak wajar, menertawakan praktik keperayaan sia-sia, dan penekanan pada makna
spiritual dan bukannya ritual-ritual agama. (4) Campur tangan paus dalam politik Eropa yang
menyebabkan reaksi menentang dari para pemimpin politik Jerman terhadap institusi gereja
katolik.

Tuntutan Luther untuk filsafat yang penting adalah memperbarui kurikulum


universitas. Secara khusus dia mengatakan bahwa kurikulum terlalu mengacu pada ajaran
Aristoteles. Dia mengusulkan agar buku Aristoteles seperti Physics, Metaphysics, On the
Soul dan Ethics ditinggalkan. “Saya sangat sedih bahwa banyak orang Kristen terbaik
diperbodoh dan disesatkan oleh ajaran-ajaran palsu dari orang kafir yang terkutuk, bangga
dan tidak jujur itu. Tuhan mengirim dia sebagai bencana bagi dosa-dosa kita”, kata Luther.

 Fideisme dan Skeptisme

Fideisme adalah pandangan bahwa pengetahuan agama pada mulanya diperoleh


hanya lewat iman (fides), bukan akal budi. Sedangkan skeptisme adalah pandangan bahwa
manusia tak dapat mengetahui sesuatu. Peletak dasar Fideisme adalah Agustinus, lewat kata-
kata terkenal: saya percaya supaya saya tahu.

Kompatibiltas antara fideisme dan skeptisme ditegaskan oleh Francois de la Mothe le


Vayer (1588-1669), seorang murid Montaigne. Menurut de la Mothe, Pyrrhonisme adalah
alat penting teologi sejauh ia menolak dogmatism. Pseudo-Dionysius, teolog mistik abad 5
berpendapat bahwa pengetahuan yang benar akan Allah muncul melalui negasi. Artinya,
dengan dengan menyangkal sifat-sifat spesifik Allah kita mendapat gambaran yang lebih
benar tentang Dia dari pada dengan mengangkat sifat-sifatnya.

 Astronomi

Hubungan antara astronomi dan filsafat selama masa revolusi ilmiah tidak begitu jelas
dan membutuhkan penjelasan. Ada filsuf seperti Pascal, yang instrumental dalam melakukan
penemuan ilmiah spesifik. Yang lebih penting adalah bahwa ada penemuan ilmiah yang
punya efek mendalam terhadap konsepsi manusia di jagad raya, dan tentu saja jadi penting
bagi para filsuf. Demikian pula halnya dengan pergeseran pandangan geosentrisme oleh
heliosentrisme.

Galileo Galilei dalam The Starry Messenger, dia mempublikasikan peta pertama
bulan. Disitu tampak permukaannya yang kasar. Dia mengatakan bahwa permukaan bulan
terdiri dari bahan umum yang sama dengan bumi, dan bukan bahan lain. Dia menulis: “di
bumi, sebelum terbitnya matahari, bukankah puncak tertinggi gunung-gunung disinari cahaya
matahari sementara padang-padang tetap dalam bayangan?”. Publikasi ini membuatnya
banyak berdialog dengan ilmuwan-ilmuwan lain. Dalam suratnyaa kepada Giacomo Muti (28
Februari 1616) mereka mendiskusikan implikasi dari permukaan bulan yang kasar,
khususnya tentang kemungkinan adanya kehidupan di bulan.

 Metode Ilmiah

Metode ilmiah adalah prosedur untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Tujuan


metode ilmiah adalah menemukan fakta-fakta baru. Metode ini sering dicampur dengan
metode pembuktian (methods of proof) yang mencakup bukti tentang validitas konklusi.
Metode investigasi dan pembuktian umumnya digabungkan, dan sebab itu dalam Dialogue
(1632) Galileo menegaskan bahwa keduanya harus dibedakan.

Aristoteles membedakan dua pendekatan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah yaitu


deduksi yang mencakup strutur pembuktian yang hampir sama dengan matematika,
pembuktian seperti itu diperoleh dengan silogisme. Pendekatan kedua adalah induksi di mana
contoh-contoh spesifik digunakan sebagai bukti untuk kesimpulan universal. Deskripsi
tentang induksi bervariasi dan akhirnya tidak cukup untuk penyelidikan ilmiah. Para filsuf
sesudahnya menyebut induksi bersifat ampliatif dalam arti kesimpulan melampaui apa yang
terkandung dalam premis-premis.

Berikut metode ilmiah menurut para ahli :

1. Francis Bacon (1561-1626)


Francis menolak ide silogisme deduktif yang dikemukakan oleh Aristoteles dan
pandangan yang berlaku kala itu bahwa setiap ilmu harus memiliki metode
sendiri. Dari sekian banyak buku yang dikarang oleh Francis, yang patut disebut
adalah New Organon (Novum Organum, 1620).

New Organon dianggap sebagai pendahuluan dari Instauratio bagian II. Dalam
New Organon Bacon mengatakan pengertian manusia didasarkan pada observasi
dan pengalaman. Itulah sebabnya dia menolak tegas metode deduktif apriori dari
Aristoteles. Sebagai gantinya dia mengusulkan pendekatan aposteriori dan
induktif.
Menurut dia, hanya ada dua jalan untuk menemukan kebenaran. Pertama,
menjauhkan diri dari indra dan yang particular, lalu mulai dengan prinsip-prinsip
umum. Kebenarannya diasumsikan pasti dan tidak dapat diganggu gugat. Dari
prinsip-prinsip umum itu lalu diambil keputusan dan menemukan prinsip-prinsip
tengah. Kedua, mendasarkan prinsip-prinsip umum pada indra dan yang
particular, perlahan-lahan dan terus-menerus naik, sampai tiba pada prinsip paling
umum, metode ini benar tapi belum dicoba kata Bacon.

Dalam Buku Satu dari New Organon, Bacon membahas tentang empat sumber
bias dalam ilmu. Dia menyebut empat bias ini berhala (idols). Keempat idols itu
adalah idols of tribe (dari kodrat manusia), idols of the cave (dari konstitusi
individual), idols of the marketplace (dari kata-kata), dan idols of the theatre (dari
filsuf-filsuf yang sudah diterima).
2. Rene Descrates (1596-1650)
Filsuf dan ahli matematika Prancis, Rene Descrates sangat aktif dalam revolusi
ilmiah, baik dalam metode ilmiah maupun penemuan ilmiah. Dia dididik di
sekolah Jesuit yang ketat mengikuti tradisi skolastik. Setelah menyelesaikan
studinya di Paris, dia pindah ke Belanda, dan kemudian masuk militer Bavaria.

Descrates pertama kali membahas tentang metode ilmiah dalam karyanya yang
ditulis tahun 1628 Rules for the Direction of the Mind. Direncanakan ada 36
hukum/peraturan, dan 12 hukum yang pertama menyangkut aspek umum dari
metodologi yang diusulkannya, dan dianggap versi awal dari prinsip-prinsip yang
akan dikemukakannya kemudian.

Pada tahun 1637 Descrates mempublikasikan sebuah koleksi tulisan berjudul


Optics, Meteorology, and Geomerty. Di bagian kata pendahuluan ada tulisan
berjudul Discourse on the Method of Rightly Conducting the Reason and Seeking
Truth in the Science. Sebagian besar Discourse ditulis sebelum penolakan buku
Dialogue Galileo oleh gereja tersebut. Tapi kemudian dia menambahkan bagian
kesimpulan yang menjelaskan bahwa dia bertekad menerbitkannya, apapun resiko
yang dihadapi.
Dalam Discourse, Descrates menawarkan sebuah metode penyelidikan yang
berbeda dari metode yang diajukan Bacon. Kalau Bacon mengemukakan induksi,
dia mengajukan pendekatan deduksi. Descrates mengaku telah mempelajari
pendekatan metodologis dalam berbagai disiplin ilmu, tapi semuanya memiliki
keterbatasan. Dia yakin logika silogisme hanya mengkomunikasikan apa yang
telah kita ketahui.

 Perkembangan Psikologi

Selama abad 17 dan 18, terjadi persaingan model-model dalam penyelidikan


psikologi. Ini terjadi karena kemajuan yang dicapai ilmu-ilmu, khususnya ilmu fisika.
Sebelumnya dalam latar belakang intelektual inilah model-model psikologi itu saling berebut
dominasi. Abad 16 dan 1 ditandai dengan prestasi ilmu empiris, yang menggeser peran ilmu-
ilmu spekulatif, khususnya metafisika. Meminjam bahasa Comte, abad 16 dan 17 dapat
dianggap sebagai fase transisi dari perkembangan empirisisme post-renesans.

Pada abad 16 dan 17 juga tercatat kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam kedokteran
dan fisiologi. Pada kurun waktu ini ilmu yang didasarkan pada rasio, menggantikan doktrin
agama yang didasarkan pada iman. Ilmu dan metode ilmiah dianggap paling cocok untuk
investigasi. Kemudian berpuncak di abad 19 ketika ilmu fisika dilihat sebagai ratunya ilmu-
ilmu. Dalam arus besar inilah bergerak pula perkembangan penyelidikan dalam psikologi,
sehinga salah satu model psikologi abad 19 hampir menyamai ilmu fisika.

Francis Bacon, Galileo Galilei, Johanes Kepler, Issac Newton adalah nama-nama
yang tidak dapat dipisahkan dari kebangkitan ilmu dan metode ilmiah masa itu. Pandangan
Bacon tentang metode ilmiah menuntut dependensi terhadap informasi indra tentang
peristiwa-peristiwa alam. Prespektif dalam ilmu di Inggris menjadi tema utama dan menjadi
dasar tradisi empiris psikologi di Inggris masa-masa sesudahnya.

Teori-teori dan strategi ilmiah yang diajarkan Bacon, Kepler, Galileo, dan Newton,
dan penemuan-penemuan ilmiah lain, jelas menunjukkan milai ilmu empiris. Munculnya
ilmu-ilmu alam seperti biologi, kimia, dan fisika didasarkan pada metode observasional yang
terkait dengan penemuan ilmiah ke matematika, menciptakan sebuah model teruji bagi
penyelidikan yang berhasil. Model mekanik yang memberikan dasar fisik materi memberikan
arah yang menari bagi studi psikologi pada saat psikologi memasuki transisi dari
penyelidikan spekulatif ke penyelidikan empiris.

Anda mungkin juga menyukai