Pembagian Ihsan
Sebelum kami membahas lebih jauh tentang ihsan dalam beribadah, perlu diketahui sebelumnya bahwa
pada dasarnya, ihsan terbagi menjadi dua: (1) ihsan dalam ibadah kepada Allah; dan (2) ihsan dalam
menunaikan hak-hak makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah, yaitu ihsan yang wajib dan ihsan
yang mustahab (sunah), sebagaimana ihsan dalam menunaikan hak-hak makhluk juga terbagi menjadi dua,
yaitu ihsan yang wajib, dan ihsan yang mustahab (sunah).
1. Tingkatan Musyahadah
Yaitu seseorang beribadah kepada Allah seolah-oleh dia melihat-Nya. Maksud melihat di sini bukanlah
melihat dzat-Nya, tetapi melihat sifat-sifat-Nya, yaitu dengan melihat bekas-bekas dari sifat-sifat-Nya yang
bisa disaksikan pada ciptaan-Nya.
Ilmu dan keyakinan seorang mukmin dengan nama-nama Allah Ta’ala dan sifat-sifat-Nya akan
menjadikannya mengembalikan segala sesuatu yang dia lihat di alam ini kepada salah satu nama di antara
nama-nama Allah atau sifat diantara sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, maka nama-nama Allah yang maha
indah dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi akan senantiasa hadir dalam hatinya, khususnya ketika beribadah
kepada Allah Ta’ala.
2. Tingkatan Muraqabah
Yaitu seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan disertai perasaan bahwasanya Allah senantiasa
mengawasinya. Jika seorang hamba beribadah kepada Allah dengan perasaan demikian, maka dia akan
senantiasa berusaha membaguskan ibadahnya karena Allah Ta’alasenantiasa mengawasinya. Ketika dia
memulai shalat, dia yakin bahwa Allah mengawasinya dan dia sedang berdiri dihadapan-Nya. Oleh karena
itu, dia akan senantiasa memperhatikan gerakan-gerakan di dalam shalat tersebut, dan membaguskannya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu
ayat dari al-Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di
waktu kamu melakukannya.” (QS. Yunus: 61)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika menjelaskan tentang makna ihsan, “Engkau
beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun, jika engkau tidak bisa melakukannya,
maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)
Rujukan utama:
Syarh Arbain oleh Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidhahullah.