Anda di halaman 1dari 1

Ikhsan dalam Ibadah

Pembagian Ihsan
Sebelum kami membahas lebih jauh tentang ihsan dalam beribadah, perlu diketahui sebelumnya bahwa
pada dasarnya, ihsan terbagi menjadi dua: (1) ihsan dalam ibadah kepada Allah; dan (2) ihsan dalam
menunaikan hak-hak makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah, yaitu ihsan yang wajib dan ihsan
yang mustahab (sunah), sebagaimana ihsan dalam menunaikan hak-hak makhluk juga terbagi menjadi dua,
yaitu ihsan yang wajib, dan ihsan yang mustahab (sunah).

Ihsan yang Wajib dalam Beribadah


Ihsan yang wajib ialah seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan memenuhi dua syarat
diterimanya ibadah, yaitu ikhlas dan ittiba’(mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa,
dan adalah singgasana-Nya (sebelum itu) di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih
baik (lebih ihsan) amalnya.” (QS. Huud: 7)
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah mengatakan tentang ayat tersebut, “Yaitu amal yang paling ikhlas dan
paling benar (sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Sesungguhnya suata amalan,
jika dia ikhlas tetapi tidak benar; maka amalan tersebut tidak diterima. Demikian juga sebaliknya, jika suatu
amalan benar, tetapi tidak ikhlas; maka amalan tersebut juga tidak diterima. Amalan hanya akan diterima
jika dia ikhlas dan benar.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya terhadap ayat tersebut, “Suatu amalan tidak dapat
dikatakan ihsan, sampai amalan tersebut ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala dan sesuai dengan syariat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Tafsir al-Quranil ‘Adzim)

Ihsan yang Mustahab


Kadar ihsan seorang hamba ketika melaksanakan ibadah berbeda-beda. Pahala yang dia dapatkan dari
ibadah tersebut pun berbeda-beda, sesuai dengan tingkat ihsannya. Setelah kita menunaikan ihsan yang
wajib terkait dengan amalan ibadah (yaitu ikhlas dan ittiba’), hendaknya kita melanjutkannya dengan
melakukan sunah-sunahnya. Ihsan yang mustahab (sunah) terbagi menjadi dua tingkatan:

1. Tingkatan Musyahadah
Yaitu seseorang beribadah kepada Allah seolah-oleh dia melihat-Nya. Maksud melihat di sini bukanlah
melihat dzat-Nya, tetapi melihat sifat-sifat-Nya, yaitu dengan melihat bekas-bekas dari sifat-sifat-Nya yang
bisa disaksikan pada ciptaan-Nya.
Ilmu dan keyakinan seorang mukmin dengan nama-nama Allah Ta’ala dan sifat-sifat-Nya akan
menjadikannya mengembalikan segala sesuatu yang dia lihat di alam ini kepada salah satu nama di antara
nama-nama Allah atau sifat diantara sifat-sifat-Nya. Dengan demikian, maka nama-nama Allah yang maha
indah dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi akan senantiasa hadir dalam hatinya, khususnya ketika beribadah
kepada Allah Ta’ala.

2. Tingkatan Muraqabah
Yaitu seseorang beribadah kepada Allah Ta’ala dengan disertai perasaan bahwasanya Allah senantiasa
mengawasinya. Jika seorang hamba beribadah kepada Allah dengan perasaan demikian, maka dia akan
senantiasa berusaha membaguskan ibadahnya karena Allah Ta’alasenantiasa mengawasinya. Ketika dia
memulai shalat, dia yakin bahwa Allah mengawasinya dan dia sedang berdiri dihadapan-Nya. Oleh karena
itu, dia akan senantiasa memperhatikan gerakan-gerakan di dalam shalat tersebut, dan membaguskannya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu
ayat dari al-Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di
waktu kamu melakukannya.” (QS. Yunus: 61)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda ketika menjelaskan tentang makna ihsan, “Engkau
beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun, jika engkau tidak bisa melakukannya,
maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Rujukan utama:
Syarh Arbain oleh Syaikh Shalih Alu Syaikh hafidhahullah.

Anda mungkin juga menyukai