Bismillah.
2
Dengan bahasa lain, kita bisa memahami bahwa tauhid
juga bukan sekedar wawasan. Karena hakikat tauhid
adalah menujukan segala bentuk ibadah dan amalan
-besar ataupun kecil- untuk Allah semata, tidak kepada
selain-Nya. Oleh yang bertauhid akan menujukan
sholatnya, doanya, sembelihannya, nadzarnya,
istighotsah dan isti’adzahnya kepada Allah semata.
Allah berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya
masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah
kalian menyeru/berdoa bersama dengan Allah siapa
pun juga.” (al-Jin : 19)
3
Ibadah mengandung makna perendahan diri dan
ketundukan. Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan
bahwa ibadah itu merupakan perpaduan antara
puncak perendahan diri dengan puncak kecintaan.
Ibnu Taimiyah rahimahullah menerangkan bahwa
ibadah mencakup segala sesuatu yang dicintai dan
diridhai oleh Allah berupa ucapan dan perbuatan;
yang tampak maupun yang tersembunyi. Ulama yang
lain juga menjelaskan bahwa ibadah itu mecakup
pelaksanaan perintah dan menjauhi larangan. Dengan
bahasa yang lebih sederhana, ibadah itu adalah
ketaatan.
4
Dari sanalah maka tidak mengherankan jika Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan untuk
memulai dakwah dengan pelajaran tauhid sebelum
kewajiban-kewajiban Islam yang lainnya. Beliau
bersabda, “Hendaklah yang pertama kali kamu serukan
kepada mereka adalah supaya mereka mentauhidkan
Allah.” (HR. Bukhari)
5
artinya), “Dan seandainya mereka itu melakukan syirik
pasti akan lenyap amal-amal yang telah mereka
kerjakan.” (al-An’am : 88)
Bismillah.
6
Asas keimanan inilah yang dikenal dengan tauhid
kepada Allah. Tauhid bermakna pengesaan.
Maksudnya adalah mengesakan Allah dari segala
bentuk tandingan. Allah Mahaesa dalam hal Dzat-Nya,
nama dan sifat-Nya, perbuatan-Nya, rububiyah-Nya,
dan begitu pula dalam hal keberhakan untuk
mendapatkan ibadah dan penghambaan. Secara
ringkas, tauhid adalah mengesakan Allah dalam
beribadah kepada-Nya. Tauhid ini lah hikmah dan
tujuan diciptakannya jin dan manusia.
7
iman yang lainnya; iman kepada malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan iman
kepada takdir. Barangsiapa mengingkari salah satu
rukun iman maka dia tidak termasuk golongan kaum
beriman. Apalagi jika yang diingkari adalah rukun iman
yang pertama; yaitu iman kepada Allah.
8
Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Kami
utus sebelum kamu -wahai Muhammad- seorang rasul
pun melainkan Kami wahyukan kepadanya bahwa
tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku,
maka sembahlah Aku.” (al-Anbiya’ : 25)
9
Adapun tauhid rububiyah maka tidak ada perselisihan
-secara umum- antara kaum muslimin dan kaum
musyrikin. Adapun tauhid uluhiyah maka di sinilah
letak perselisihan antara kaum muslimin dengan kaum
musyrikin. Adapun tauhid asma’ wa shifat terjadi
padanya perselisihan diantara kaum muslimin (lihat
Syarh Kitab at-Tauhid min Shahih al-Bukhari karya
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
rahimahullah, hal. 27-28).
10
Tauhid kepada Allah juga menuntut seorang muslim
mencintai apa-apa yang Allah cintai dan membenci
apa-apa yang Allah benci. Tauhid kepada Allah juga
menuntut seorang muslim untuk mengikuti rasul dan
tidak membuat ajaran-ajaran baru.
11
Benteng Agama
Bismillah.
12
merupakan cabang dan konsekuensi dari keberadaan
sesuatu yang diyakini kebenarannya. Kalau begitu
maka kedudukan ilmu dalam keimanan seperti
peranan ruh di dalam jasad (lihat nukilan ini dalam
kitab ‘Ibadatul ‘Umri karya Syaikh Abdurrahman
as-Sanad hafizhahullah, hal. 10)
13
Inilah yang dimaksud dalam hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang Allah kehendaki
kebaikan maka Allah pahamkan dia dalam agama.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
14
mengucapkan perkara-perkara yang merusak
kemurnian tauhid dan bahkan bisa mencabut akar
keimanan.
15
Yang lebih memprihatinkan adalah ketika kerancuan
pemahaman ini dibawa oleh orang-orang yang
dianggap berilmu dan berpendidikan tinggi. Mereka
yang menyandang gelar akademik dan menduduki
posisi-posisi strategis dalam dunia pendidikan atau
kehidupan sosial. Keadaannya semakin runyam ketika
kerancuan ini dibungkus dengan berbagai argumentasi
abal-abal yang kebanyakan orang tidak mengerti dan
memahami letak kesalahannya.
16
orang yang membayar zakat dengan orang yang tidak
membayar zakat, padahal dia mampu. Semuanya akan
kita katakan bahwa iman mereka sempurna, karena
iman cukup di dalam hati. Dan tidak ada seorang
muslim pun yang mengatakan demikian.
17
perbuatan kekafiran dan kemusyrikan kepada Allah…
Kan, iman itu bukan di lisan, tetapi cukup apa yang
tertanam di dalam dada. Subhanallah!
Kalau iman itu cukup di hati maka apa arti hadits Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang muslim itu
adalah yang membuat selamat kaum muslimin dari
gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari dan
Muslim). Kalau begitu tidak usah anda melarang anak
anda berkata-kata keji atau melaknat orang tuanya;
karena iman itu kan letaknya di dalam hati, bukan di
lisan!? Apakah ada orang muslim yang mengatakan
demikian?
18
Sayang apabila pendapat aneh bin ajaib ini muncul dari
pembesar sebuah ormas Islam. Islam seperti apa yang
hendak diajarkan apabila makna iman saja rancu
dalam pikirannya? Hasan al-Bashri rahimahullah
mengatakan, “Bukanlah iman itu dengan
berangan-angan atau menghias penampilan semata.
Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di
dalam hati dan dibuktikan dengan amal-amal
perbuatan.”
19
Islam tidak melarang kaum muslimin berbuat baik
kepada orang kafir; apalagi itu tetangga atau kerabat.
Akan tetapi dalam urusan ibadah dan aqidah; bagi
mereka agama mereka dan bagi kita agama kita.
Sehingga kita pun tidak boleh menghadiri perayaan
hari besar mereka…
20
orang pun kembali tersadar bahwa manusia itu adalah
makhluk yang tidak berdaya di hadapan kekuasaan
Allah. Makhluk kecil bernama virus pun mampu
‘menumbangkan’ arogansi dan kesombongan
negara-negara kaya dan adidaya…
21
Allah semata dan agar kita senantiasa memohon
pertolongan kepada Allah dalam menghadapi urusan
dan permasalahan…
22
permintaan orang yang dalam keadaan terjepit ketika
dia memanjatkan doa kepada-Nya, dan siapakah yang
mampu menyingkapkan keburukan/musibah itu.”
(an-Naml : 62)
23
Allah pun telah menegaskan hal ini dalam firman-Nya
(yang artinya), “Dan apabila menimpa kalian suatu
marabahaya/musibah di tengah lautan maka lenyaplah
semua sesembahan yang kalian seru kecuali Dia, maka
ketika Allah selamatkan kalian ke daratan ternyata
kalian pun berpaling. Dan adalah manusia itu orang
yang sangat ingkar.” (al-Israa’ : 67)
24
tinggalkan segala bentuk sesembahan selain-Nya; apa
pun bentuknya. Kita bersihkan hati kita dari syirik,
kemunafikan, kefajiran, riya’, dan ujub serta
kesombongan. Jika musibah-musibah ini tidak
menyadarkan kita akan hal-hal ini maka anda perlu
waspada; karena bisa jadi Allah telah mengunci
hatinya.
25
Cobaan dan Kecintaan
Bismillah.
26
Hadits di atas juga mengandung faidah bahwasanya
barangsiapa yang ridha terhadap ketetapan takdir
Allah dan bersabar menghadapi musibah maka Allah
ridha kepadanya dan mencintainya. Dan barangsiapa
yang tidak ridha dengan takdir Allah maka Allah
membencinya. Musibah-musibah ini diberikan dalam
rangka membuktikan siapakah orang yang sabar dan
siapa yang tidak sabar; dan dengan itulah
balasan/pahala akan diberikan (lihat I’anatul Mustafid,
2/117)
27
Ya, dengan adanya musibah dan diikuti dengan
kesabaran akan membuahkan keutamaan dan pahala
yang sangat besar dari Allah. Allah berfirman (yang
artinya), “Dan Allah mencintai orang-orang yang
sabar.” (Ali ‘Imran : 146). Allah juga berfirman (yang
artinya), “Dan bersabarlah, sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar.” (al-Anfal : 46)
Referensi :
- at-Tamhid li Syarh Kitab at-Tauhid, Shalih bin Abdul
Aziz alu Syaikh
- I’anatul Mustafid bi Syarhi Kitab at-Tauhid, Shalih bin
Fauzan al-Fauzan
- Ibthal at-Tandid bi Ikhtishar Syarh Kitab at-Tauhid,
Hamd bin Ali bin Atiq
- al-Wabil ash-Shayyib, Ibnu Qayyim al-Jauziyah
28
Diantara Asma’ul Husna
Bismillah.
29
kepadanya maka Allah tidak demikian. Allah
Mahakaya dan tidak membutuhkan alam semesta.
30
bermanfaat, dzikir, dan istighfar dalam menjaga
kebersihan hati dari segala kotoran.
31
Bahkan, nikmat iman dan ketaatan ini adalah nikmat
yang lebih agung daripada nikmat-nikmat keduniaan.
Oleh sebab itu sudah semestinya kita senantiasa
mensyukurinya (lihat Syarh al-Qawa'id al-Arba' oleh
Syaikh Abdurrahman bin Nashir al-Barrak
hafizhahullah, hlm. 8)
32
muda.” (lihat al-Fawa'id wa al-Akhbar wa al-Hikayat,
hlm. 144)
Macam-Macam Sabar
33
Syaikh as-Sa'di rahimahullah berkata, “Adapun sabar
dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan sabar
dalam menjauhi kemaksiatan kepada-Nya, maka hal
itu sudah jelas bagi setiap orang bahwasanya keduanya
merupakan bagian dari keimanan. Bahkan, kedua hal
itu merupakan pokok dan cabangnya. Karena pada
hakekatnya iman itu secara keseluruhan merupakan
kesabaran untuk menetapi apa yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya serta untuk senantiasa mendekatkan diri
kepada-Nya, demikian pula harus sabar dalam
menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah. Dan juga
karena sesungguhnya agama ini berporos pada tiga
pokok utama: [1] membenarkan berita dari Allah dan
rasul-Nya, [2] menjalankan perintah Allah dan
rasul-Nya, dan [3] menjauhi larangan-larangan
keduanya...” (lihat al-Qaul as-Sadid fi Maqashid
at-Tauhid, hlm. 105-106)
34
Inilah sabar yang menjadi senjata untuk menangkal
fitnah syahwat.
Bismillah.
35
ketaatan beribadah kepada Allah.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
36
Mereka adalah para pejuang tangguh yang berusaha
menunaikan tugas pengikut rasul. Allah berfirman
(yang artinya), “Katakanlah; Inilah jalanku, aku
mengajak menuju Allah di atas bashirah/ilmu yang
nyata, inilah jalanku dan orang-orang yang
mengikutiku…” (Yusuf : 108)
37
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga Allah
memberkahi umur dan ilmu mereka. Semoga Allah
mencurahkan kepada kami dan mereka ampunan;
sampai-sampai ikan di lautan pun memohonkan
ampunan bagi pengemban ilmu syar’i. Terima kasih
guru, dari tanganmu -setelah taufik dari Allah- kami
mengenal jalan yang haq ini, dan melalui bimbingan
dan nasihat-nasihatmu masyarakat mengenal kebaikan
dan keburukan.
38
Mereka tidak menghendaki imbalan ataupun ucapan
terima kasih. Mereka hanya mencari wajah Allah. Dan
tidaklah kami menyucikan seorang pun di hadapan
Allah… Mereka berusaha mengamalkan sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Seorang mukmin yang
satu dengan mukmin yang lain laksana sebuah
bangunan; bagian satu memperkuat bagian yang lain.”
(HR. Bukhari)
39
kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batasan.
Ingatlah bahwa sabar dan keyakinan itulah modal
untuk meraih kemuliaan. Takwa kepada Allah akan
mendatangkan kemudahan. Takwa kepada Allah akan
membuahkan kebahagiaan dan ketentraman.
40
Perbanyak Istighfar
41
Dia menganggap kecil amal salihnya dan dia
mengkhawatirkan dampak perbuatan buruknya
meskipun itu kecil (lihat Fath al-Bari, 11/119)
42
keadaan menunaikan hajat semacam buang air maka
sesudahnya pun dianjurkan untuk membaca doa
ampunan. Hal ini tentu menunjukkan kepada kita
betapa besar kebutuhan seorang muslim terhadap
istighfar dan taubat kepada Allah.
43
melihat bahwa apa yang dia lakukan dalam bentuk
penghambaan kepada Allah sangat jauh dari apa yang
semestinya diberikan kepada-Nya berupa
pengagungan dan ibadah. Hak-hak Allah terlalu agung
dan mulia untuk ‘dibayar’ dengan ketaatan dan amal
salih segenap manusia! Karena Allah sama sekali tidak
membutuhkan hamba-Nya, bahkan seluruh makhluk
butuh kepada-Nya dalam segala kondisi mereka….
44
mengentaskan manusia dari penghambaan kepada
selain Allah menuju penghambaan kepada Allah
semata. Selain itu, tidaklah ada kerusakan dalam
urusan dunia yang dialami umat manusia melainkan
sebab utamanya adalah kerusakan yang mereka
lakukan dalam hal ibadah mereka kepada Rabb jalla
wa 'ala (lihat Qawa'id wa Dhawabith Fiqh ad-Da'wah
'inda Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, hlm. 249 oleh 'Abid
bin Abdullah ats-Tsubaiti penerbit Dar Ibnul Jauzi cet I,
1428 H)
45
musyahadatul minnah -menyaksikan curahan
nikmat-nikmat Allah- dan muthala'atu 'aibin nafsi wal
'amal -selalu meneliti aib pada diri dan amal
perbuatan-. Dengan senantiasa menyaksikan dan
menyadari setiap curahan nikmat yang Allah berikan
kepada hamba akan tumbuhlah kecintaan. Dan dengan
selalu meneliti aib pada diri dan amalan akan
menumbuhkan perendahan diri yang sempurna
kepada Rabbnya (lihat al-Wabil ash-Shayyib, hlm. 8
tahqiq Abdul Qadir dan Ibrahim al-Arna'uth)
46
hanya mencukupkan diri dengan rasa cinta dan
perendahan diri tanpa melakukan apa-apa yang
diperintahkan Allah dan tanpa meninggalkan apa-apa
yang dilarang Allah tidak dianggap menjadi hamba
yang beribadah kepada Allah. Oleh sebab itu puncak
kecintaan dan puncak perendahan diri itu
mengharuskan kepatuhan dalam bentuk melaksanakan
perintah Allah subhanahu wa ta'ala dan menjauhi
larangan-larangan-Nya. Dengan begitu akan terwujud
ibadah.” (lihat Silsilah Syarh Rasa'il, hlm. 251)
47
istighfar adalah kebutuhan yang sangat mendesak.
Karena kita tidak bisa terlepas dari bantuan dan
pertolongan Allah walaupun hanya sekejap mata. Oleh
sebab itu melazimkan istighfar dalam kehidupan
sehari-hari akan membuat hati kita selalu bergantung
kepada Allah, takut dan harap kepada-Nya, dan
bertawakal kepada Allah semata.
48
kepada kami dan segenap pembaca untuk
mengamalkannya…
Penyusun :
Redaksi www.al-mubarok.com
49