Anda di halaman 1dari 2

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia

mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam
beribadat kepada Tuhannya."
(Al-Kahfi:110)
Akidah Secara Etimologi
Akidah (Aqidah) berasal dari kata aqd yang berarti pengikatan. "I'taqadtu Kadza," artinya
"Saya beritikad begini." Maksudnya, saya mengikat hati terhadap hal tersebut. Akidah
adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, "Dia mempunyai akidah yang
benar," berarti akidahnya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu
kepercayaan hati dan pembenarannya kepada sesuatu.
Akidah Secara Syara
Yaitu iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan kepada
hari akhir, serta kepada Qadar yang baik maupun yang buruk. Hal ini disebut juga sebagai
rukun iman.
Syariat terbagi menjadi dua, yaitu itikadiyah (I'tiqadiyah) dan amaliyah.
Itikadiyah adalah hal-hal yang tidak berhubungan dengan tata cara amal. Seperti
kepercayaan (i'tiqad) terhadap rububiyah Allah dan kewajiban beribadah kepada-Nya,
juga beritikad terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut pokok agama
(ashliyah).
Adapun amaliyah adalah segala apa yang berhubungan dengan tata cara amal, seperti
salat, zakat, puasa, dan seluruh hukum-hukum amaliyah. Bagian ini disebut cabang
agama (far'iyah) karena ia dibangun di atas itikadiyah. Benar dan rusaknya amaliyah
tergantung dari benar dan rusaknya itikadiyah.
Akidah yang benar adalah fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat
sahnya amal. Firman Allah SWT yang artinya, "Barangsiapa mengharap perjumpaan
dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (Al-Kafi: 110).
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang
sebelumnya: 'Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi'." (Az-Zumar: 65).
"Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya. Ingatlah hanya
kepunyaan Allah lah agama yang bersih (dari syirik)." (Az-Zumar: 2-3).
Ayat-ayat tersebut di atas dan yang senada dengannya yang masih banyak, menunjukkan
bahwa segala amal tidak diterima jika tidak bersih dari syirik. Karena itulah perhatian
Nabi saw yang pertama kali adalah pelurusan aqidah. Dan hal pertama yang didakwahkan
para rasul kepada umatnya adalah menyembah Allah semata dan meninggalkan segala
yang dituhankan selain Dia.
Firman Allah SWT yang artinya:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan):
'Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Taghut itu', . . .." (An-Nahl: 36).
Dan setiap rasul mengucapkan pada awal dakwahnya, "Wahai kaumku sembahlah Allah,
sekali-kali tak ada tuhan bagimu selain-Nya." (Al-A'raf: 59, 65, 73, 85).
Pernyataan tersebut diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Syu'aib dan seluruh rasul.
Selama 13 tahun di Makkah sesudah bi'tsah, Nabi saw mengajak manusia kepada tauhid
dan pelurusan akidah, karena hal itu merupakan landasan bangunan Islam. Para da'i dan
para pelurus agama dalam setiap masa telah mengikuti jejak para rasul dalam
berdakwah. Sehingga mereka memulai dengan dakwah kepada tauhid dan pelurusan
akidah, setelah itu mereka mengajak kepada seluruh perintah agama lainnya.
Sumber-Sumber Akidah yang Benar dan Manhaj Salaf dalam Mengambil Akidah
Akidah adalah tauqifiyah. Artinya, tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar'i, tidak
ada medan ijtihad dan berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya
terbatas kepada apa yang ada di dalam Alquran dan Sunah. Tidak seorang pun yang lebih
mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa yang wajib bagi-Nya dan apa yang harus
disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Tidak seorang pun sesudah Allah yang lebih
mengetahui tentang Allah selain Rasulullah saw. Oleh karena itu, manhaj salafu saleh dan
para pengikutnya dalam mengambil akidah terbatas pada Alquran dan Sunnah.
Maka segala apa yang ditunjukkan oleh Alquran dan Sunah tentang hak Allah mereka
mengimaninya, meyakininya, dan mengamalkannya. Apa yang tidak ditunjukkan oleh
Alquran dan Sunah mereka menolak dan menafikannya dari Allah. Oleh karena itu, tidak
ada pertentangan di antara mereka di dalam itikad. Bahkan, akidah mereka adalah satu
dan jamaah mereka juga satu. Karena Allah sudah menjamin orang yang berpegang teguh
dengan Alquran dan Sunah rasul-Nya dengan kesatuan kata, kebenaran akidah dan
kesatuan manhaj.
Firman Allah SWT yang artinya:
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai berai, ...." (Ali Imran: 103)
"Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut
petunjuk-Ku, ia tidak sesat dan tidak akan celaka." (Thaha: 123)
Karena itulah mereka dinamakan firqah najiyah (golongan yang selamat). Sebab
Rasulullah saw telah bersaksi bahwa merekalah yang selamat, ketika memberitahukan
bahwa umat ini akan terpecah menjadi 73 golongan yang kesemuanya di neraka, kecuali
satu golongan. Ketika ditanya tentang yang satu itu, beliau menjawab,
"Mereka adalah orang yang berada di atas ajaran yang sama dengan ajaranku pada hari
ini, dan para shahabatku." (HR Ahmad)
Kebenaran sabda baginda Rasul saw tersebut telah terbukti ketika sebagian manusia
membangun aqidahnya di atas landasan selain Kitab dan Sunnah, yaitu di atas landasan
ilmu kalam dan kaidah-kaidah manthiq yang diwarisi dari filsafat Yunani dan Romawi.
Maka terjadilah penyimpangan dan perpecahan dalam aqidah yang mengakibatkan
pecahnya umat dan retaknya masyarakat Islam.

Anda mungkin juga menyukai