Anda di halaman 1dari 9

IKHLAS DAN RIDA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 13

RIJAL QALBI MUH. PAJRI

20400118041 20400118019

ANDI PANCAITANA BUNGA WALIE

20400118018

PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019
IKHLAS DAN RIDA

Syarat diterimanya ibadah adalah rasa ikhlas.  Sebagaimana diterangkan dalam ayat
Al-Qur’an ( QS.Az-Zumar: 65)

“Dan sunggguh,telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu,


“sungguh, jika engka menyekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah
engkau termaksud orang yang rugi.”.  Dengan ikhlas kita tidak akan tersesat ke jalan yang
tidak diridloi Allah, dengan ikhlas pula kita tidak akan menjadi orang yang riya’/sombong,
karena sombong itu merupakan sifatnya iblis. Ia (iblis) berkata,”Tuhanku, oleh karena
Engkau telah memutaskan bahwa aku sesat, aku pasti akan jadikan (kejahatan)t terasa indh
bagi mereka dibumi, dan akau akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-
Mu yang terpilih diantara mereka.” (QS. Al-Hijr: 39-40)

Seorang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras dari kerikil-kerikil dan batu-
batu kecil disekitar beras. Jika beras itu telah bersih, beras yang dimasak jadi nikmat
dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu
kecil. Demikianlah keikhlasan menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah,
dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya’
akan menyebabkan amal tidak terasa nikmat . pelakunya akan mudah menyerah dan akan
selalu kecewa. Namun, banyak dari kita yang beribadah tidak berlandasakan ikhlas kepada
Allah SWT, melinkaan dengan sikap riya’ atau sombong agar mendapatkan pujian dari orang
lain. Hal inilah yang dapat menyebabkan ibdah kita tidak diterima oleh Allah SWT.

1. IKHLAS
Definisi Ikhlas
Kata ikhlas termasuk salah satu kata yang penting dalam sislam. Kata ikhlas banyak
terdapat dalam Al-Qur’an, Sunnah dan biasa didengar oleh kaum muslimin. Ikhlas
menurut Al-Qur’an.
Secara Bahasa ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih.
Sedangkan secara terminologi ikhlas berarti niat dengan mengharap ridho Allah saja
dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain.
Dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfadz al-Qur’an(hlm.155), al Raghib al-Asfihani
menjelaskan bahwa secara Bahasa, ikhlas berarti murni (al-shafi) dan bersih dari
campuran . Hakikat ikhlas adalah al-tabarri ‘an kulli ma dunallah, bebas dari apa yang
selain Allah. Artinya seseorang beribadah hanya mengharap ridha Allah SWT, bukan
karena mengharap pujian makhluk. Satu hal yang perlu dipahami bahwa iklhas berkaitan
erat dengan niat dalam hati seseorang ketika beribadah.  Iklhas yang sempurna harus
dilakukan baik sebelum, sedang, dan sesudah beribadah.  Sebab ada orang yang iklhas
ketika beribadah, tetapi setelah itu ia terjebak pada sifat riya’ (pamer), maka rusaklah nilai
ibadahnya. Lebih jelasnya bias dilihat dari ciri-ciri sesesorang yang terjangkit penyakit
Riya’.

Definisi Ikhlas Menurut Al-Qur’an

Seluruh kata yang terdapat pada kamus islam, jika maknanya bersumber dari al-
qur’an maka kita akan dapat memahami maknanya secara mendalam yang akan membantu
kita dalam memahami islam pada seluruh aspeknya, karena al-qur’an adalah ajaran islam
itu sendiri.

     Kata ikhlas secara etimologi banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an diantaranya:

 Khalis, yaitu bersih dan tidak dicampuri noda apapun seperti dalam firman Allah
SWT Q.S Az-zumar: 3 “Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih”.
 Khalashu, yaitu menyendiri,sebagaimana firman Allah Q.S Yusuf ayat 80 : “Maka
tatkala mereka berputus asa dari (putusan) Yusuf, mereka menyendiri sambil
beruding dengan berbisik-bisik”.
 Khalishah, yakni khashshah yang berarti khusus, sebagaimana dalam firman Allah,
Q.S Al-A’raf ayat 32 : “Katakanlah, ‘Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari
Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hambanya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik ? ‘ Katakanlah, semuanya itu (disediakan) bagi
orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja)
dihari kiamat’. Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang
mengetahui”.
 Mukhlish, yaitu orang yang memurnikan agamanya untuk Allah semata sehingga
tidak dikotori noda sedikitpun. Adapun bentuk jama’ dari kata al-mukhlish adalah
kata al-mukhlisin. Seperti dalam firman Allah , Q.S Az-Zumar ayat 12: “Katakanlah
‘hanya Allah yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agamaku”. Dan Q.S Az-Zumar ayat 11: “Katakanlah, ‘sesungguhnya
aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-
Nya dalam (menjalankan) agama”.
 Mukhlas, bentuk jama’ dari mukhlashin. Seperti dalam firman Allah Q.S Maryam
ayat 51: “Sesungguhnya dia adalah orang yang dipilih dan seorang rasul dan nabi”.

Macam - Macam Ikhlas

 Ikhlas Mubtadi, yaitu orang yang beramal karena Allah tetapi didalam hatinya terbesit
keinginan pada dunia.  Ibadahnya dilakukan hanya untuk menghilangkan kesulitan
dan kebingungan. Ia melaksanakan sholat tahajud dan bersedekah karena ingin
usahanya berhasil. Ciri orang dalam kategori ikhlas ini bisa terlihat dari cara
beribadahnya. Orang yang hanya beribadah ketika sedang butuh biasanya ia tidak
akan istiqomah. Ia beribadah ketika ada kebutuhan. Jika kebutuhannya sudah
terpenuhi, ibadahnya pun akan berhenti.
 Ikhlas ‘Abid, yaitu orang yang beramal karena Allah dan hatinya bersih dari riya serta
keinginan dunia. Ibadahnya dilakukan hanya karena allah dan demi meraih
kebahagiaan akhirat, meggapai surga, takut neraka, dengan dibarengi keyakinan
bahwa amal ini bisa menyelamatkan dirinya dari siksaan api neraka.
 Ikhlas Mukhibb, yaitu orang yang beribadah hanya karena Allah, bukan ingin surga 
ataupun takut neraka.  Semuanya dilakukan karena bhakti dan memenuhi perintah dan
mengagungkan-Nya.
 Ikhlas Arif, yaitu orang yang dalam ibadahnya memiliki perasaan bahwa ia digerakkan
Allah. Ia merasa bahwa yang beribadah itu bukanlah dirinya.  Ia hanya meyaksikan ia
sedang digerakkan Allah karena memiliki keyakinan bahwa ia tidak memiliki daya
melaksanakan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan. Semuanya berjalan atas
kehendak Allah SWT.
Manfaat dan Keutamaan Ikhlas
Ikhlas memliki manfaat dan keutamaan yang sangat besar. Diantara manfaat dan
keutamaan ikhlas tersebut adalah :
 Membuat hidup menjadi tenang dan tentram
 Amal ibadah kita akan diterima oleh Allah SWT.
 Dibukanya pintu ampunan dan dihapuskannya dosa serta dijauhkan dari api neraka
 Diangkatnya derajat dan martabat oleh Allah SWT.
 Doa kita akan diijabah oleh Allah SWT.
 Allah SWT akan memberi hidayah (petunjuk) sehingga tidak tersesat kejalan yang
salah
 Dapat memiliki sifat zuhud (menerima dengan apa adanya yang diberikan oleh Allah
SWT.)

Perusak - Perusak Ikhlas

Iblis telah bersumpah kepada Allah bahwa dia akan menyesatkan manusia dari jalan
yang lurus dengan berbagai cara dan muslihat, kepada orang yang mau melakukan
kebaikan ditanamkan rasa malas sehingga tidak jadi melakukannya, kepada orang yang
sedang melakukan ditanamkan rasa tergesa- gesa sehingga tidak sempurna hasilnya, dan
kepada orang yang pandai lagi rajin serta teliti ditanamkan rasa benar sendiri sehingga
timbul ujub dan meremehkan orang lain demikian seterusnya.

Diantara tipu daya syaitan yang dapat menghalangi kita untuk melakukan perbuatan -
perbuatan baik dengan ikhlas adalah sebagai berikut :

 Riya’ yaitu memperlihatkan suatu bentuk ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu
orang – orang pun memujinya. Terdapat bentuk detail dari perbuatan riya’ yang
sangat tersembunyi, atau disebut dengan riya’khafiy.
 Sum’ah yaitu beramal dengan tujuan untuk didengar oleh orang lain (mencari
popularitas).
 Ujub, masih termasuk kategori riya’ hanya saja Syaikhul Islam Ibnu Taiimiyah
membedakan keduanya dengan mengatakan bahwa : “ riya’ masuk didalam bab
meyekutukan Allah dengan makhluk, sedang ujub masuk dalam bab menyekutukan
Allah dengan diri sendiri”.
 Nifaq yaitu menampakkan keislaman dan kebaikan tetapi menyembuyikan kekufuran
dan kejahatan.
2. RIDHA
Pengertian Ridha
Ridha berasal dari kata Rodhiya -Yardho yang berarti menerima suatu perkara dengan
lapang dada tanpa merasa kecewa ataupun tertekan. Sedangkan menurut istilah, ridha
adalah menerima semua kejadian yang menimpa dirinya dengan lapang dada,
menghadapinya dengan tabah, tidak merasa kesal dan tidak berputus asa. 
Hakikat Ridha adalah menerima segala yang terjadi dengan senang hati karena hal itu
merupakan kehendak Allah SWT. Orang yang telah mencapai maqom ridha, tidak akan
menentang keputusan (Qodho Allah). Maka hati orang yang ridho akan tetap tenang,
meskipun sedang tertimpa musibah. Sikap ridha merupakan buah darima’rifatullah dan
bukti bahwa seseorang benar-benar mencintai Allah SWT. Demikian penegasan Abdul
Qodir Isa dalam kitab Haqa ‘iq al-Tashawwuf.
Sikap ridha bukan berarti seseorang boleh meninggalkan usaha (ikhtiar). Usaha
adalah sesuatu yang wajib dilakukan. Demikian pula sikap ridho.  Ia juga merupakan
sesuatau yang di perintahkan Allah SWT. Sebagian orang memang mengira bahwa sikap
ridha akan menyebabkan seseorang bersikap fatalistic dan pasif, sehingga tidak mau
berusaha (ikhtiar). Orang yang ridha tetap merasakan pedihnya musibah, tetapi ia yakin
bahwa dibalik kepedihan itu ada kebahagiaan. Dia ridha atas musibah sebab ia ibaratkan
sebagai obat dalam kehidupan. Sebagaimana halnya orang yang sakit lalu disuntik oleh
seorang dokter. Ia tetap merasakan sakitnya jarum suntik, tetapi ia rela disuntik karena
yakin akan memperoleh kesembuhan. Sebagian orang lagi mengira bahwa dengan sikap
ridha seseorang tak perlu lagi berdoa. Itu adalah anggapan keliru. Sebab termasuk dalam
konteks sikap ridho adalah apabila seorang mukmin mau melakukan amal perbuatan yang
diridhoi Allah SWT, antara lain berdoa dan berusaha.  Allah SWT berfirman dalam QS.
Al-Mukmin ayat 60 yang Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan
diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina.”(QS
Mu’min:60)
Meninggalkan usaha-usaha yang menjadi sebab kesembuhan atau menjadi wasilah
menghindari suatu musibah justru menyalahi perintah Allah. Untuk itu, misalnya
seseorang terkena musibah kemiskinan atau banjir, maka ia harus berusaha keluar dari
masalah tersebut.

Macam - Macam Ridha

1. Ridho terhadap perintah dan larangan Allah SWT


Artinya ridho untuk mentaati Allah dan Rosul-Nya dan ridho untuk meninggalkan
larangan Allah dan Rosul-Nya. Pada hakikatnya seseorang yang telah mengucapkan
dua kalimah syahadat, dapat diartikan sebagai pernyataan ridho terhadap semua nilai
dan syariat islam. Perhatikan firman Allah dalam QS. Al-Bayyinah (98 ayat 8)  yang
Artinya: “Balasan mereka disisi Tuhan mereka ialah surga ‘Adn yang mengalir
dibawahnya sungai- sungai, mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah ridha
terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. Yang demikian itu adalah (balasan)
bagi orang yang takut kepada Tuhannya.” (QS. Al-Bayyinah ayat 8).
Dari ayat tersebut dapat dihayati jika kita ridha terhadap perintah Allah, maka Allah
pun ridha terhadap kita.
2. Ridha terhadap takdir Allah SWT
Ada dua sikap utama bagi seseorang ketika dia tertimpa sesuatu yang tidak
diinginkan yaitu ridha dan sabar. Ridha merupakan keutamaan yang dianjurkan,
sedangkan sabar adaalah keharusan dan kemestian yang perlu dilakukan oleh seorang
muslim. Perbedaan antara ridha dan sabar adalah sabar merupakan perilaku menahan
nafsu dan mengekangnya dari kebencian, sekalipun menyakitkan dan mengharap akan
segera berlalunya musibah. Sedangkan ridha adalah kelapangan jiwa dalam menerima
takdir Allah SWT, dan menjadikan ridha sendiri sebagai penawarnya. Sebab, di dalam
hatinya selalu tertanam sangkaan baik (khuznudzan) terhadap sang Khaliq. Bagi orang
yang ridha ujian adalah pembangkit semangat untuk semakin dekat dengan Allah dan
mengasyikkan dirinya untuk bermusyahadah kepada Allah. Begitu tingginya keutamaan
ridha, hingga ulama’ syalaf mengatakan, “Tidak akan tampak di akhirat derajat yang
tertinggi dari pada orang-orang yang senantiasa ridha kepada Allah SWT dalam situasi
apapun”.
3. Ridha terhadap perintah orang tua
Ridha terhadap perintah orang tua merupakan salah satu bentuk ketaatan kita
kepada Allah SWT. Karena keridhaan Allah tergantung kepada keridhaan orang tua,
terdapat dalam Q.S Al Luqman (31) Ayat 14, yanga artinya : “Dan kami perintahkan
kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya: ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaku dan kepada kedua ibu-bapakmu, hanya
kepada-Ku lah kembalimu”.
Bahkan Rasulullah bersabda: “keridhaan Allah tergantung keridhaan orang tua,
dan murka Allah tergantung murka orang tua”. Begitulah tingginya nilai ridha orang
tua dalam kehidupan kita, sehingga untuk mendapatkan keridhaan dari Allah,
mempersyaratkan adanya keridhaan orang tua.
4. Ridha terhadap peraturan dan Undang-undangan Negara
Menaati peraturan yang berlaku merupakan bagian dari ajaran Islam dan
merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Karena dengan demikian
akan menjamin keteraturan dan ketertiban social. Sebagaimana firman Allah pada  Q.S
An-Nisa ayat 59:
‫ل َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِمن ُك ْم ۖ فَِإن تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى‬fَ ‫ هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا ال َّرسُو‬f‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا‬
َ ِ‫ُول ِإن ُكنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر ۚ ٰ َذل‬
‫ك َخ ْي ٌر َوَأحْ َسنُ تَْأ ِوياًل‬ ِ ‫هَّللا ِ َوال َّرس‬

Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan
ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu,
maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S An Nisa: 59).

Termasuk ridha terhadap peraturan dan perundang-undang negara adalah ridha


terhadap peraturan sekolah, karena dengan sikap demikian berarti membantu diri
sendiri, orang tua, guru dan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan. Dengan
demikian mempersiapkan diri menjadi kader bangsa yang tangguh.

Manfaat Bersikap Ridha

1. Dengan ridha umat manusia akan menimbulkan rasa optimis yang kuat dalam
menjalani dan menatap kehidupan di masa depan dengan mengambil hikmah dari
kehidupan masa lampau.
2. Orang yang berhati ridha atas keputusan-keputusan Allah SWT, hatinya menjadi
lapang, dan jauh dari sifat iri hati, dengki hasud dan bahkan tamak atau rakus.
3. Ridho akan menumbuhkan sikap husnazzann, terhadap ketentuan-ketentuan Allah,
sehingga manusia tetap teguh iman dan amal shalehnya.
4. Dengan ridha setiap kesulitan yang kita hadapi akan ada jalan keluarnya, di tiap satu
kesulitan ada dua kemudahan.
5. Dengan ridha akan menumbuhkan rasa cinta kasih terhadap sesama makhluk Allah
SWT, dan akan lebih dekat dengan Allah SWT.
3. PERBEDAAN IKHLAS DAN RIDA
Terkadang ridho disama artikan dengan ikhlas. Namun sebenarnya ridho dan ikhlas
adalah dua hal yang berbeda. Ridho ( ً‫)رض‬
ِ berarti suka, rela, senang, yang berhubungan
dengan takdir (qodha dan qodar) dari Allah. Ridho adalah mempercayai sesungguh-
sungguhnya bahwa apa yang menimpa kepada kita, baik suka maupun duka adalah terbaik
menurut Allah. Dan apapun yang digariskan oleh Allah kepada hamba-Nya pastilah akan
berdampak baik pula bagi hamba-Nya.s
Perilaku yang ditampakkan oleh seorang hamba yang ridho adalah ia tidak membenci
apa yang terjadi menimpa dirinya, sehingga terjadi atau tidak terjadi adalah sama saja
baginya. Sementara Ikhlas adalah melakukan amal perbuatan syariat yang ditujukan hanya
kepada Allah secara murni atau tidak mengharapkan imbalan dari orang lain. Bahkan bila
tingkatan ridho seorang hamba sudah mencapai tingkat tertinggi, ia akan selalu memuji
Allah apapun yang Allah berikan kepada dirinya baik nikmat maupun bencana, karena ia
percaya apa yang menimpanya semata-mata untuk kebaikan dirinya. Sang hamba secara
suka rela dan senang menerima apapun yang diberikan Allah kepada-Nya baik berupa
nikmat maupun musibah berupa bencana.

Anda mungkin juga menyukai