Disusun oleh:
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-
orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (QS. At-Taubah:
5).
Ayat di atas menegaskan bahwa beribadah dengan ikhlas adalah satu-satunya
tugas dan kewajiban manusia kepada Allah swt artinya, seluruh aktivitas hidup
dan kehidupan manusia adalah dalam rangka pengabdian ubudiyah dan perilaku
ketauhidan yang jauh dari syirik serta jauh dari kesesatan.
Seorang tokoh sufi menjelaskan tentang ciri-ciri orang yang berbuat ikhlas
dalam amalnya, antara lain: Pertama, disaat orang yang bersangkutan memandang
pujian dan celaan manusia sama saja; kedua, melupakan amal ketika beramal dan;
ketiga, jika ia lupa akan haknya untuk memperoleh pahala di akhirat karena amal
baiknya. Dengan demikian, maka ikhlas merupakan pondasi penting dalam
membangun agama, karena ikhlas mempunyai cakupan yang tidak kalah penting,
antara lain: Ikhlas dalam niat, yakni ikhlas beribadah dan beramal hanya demi
Allah semata. Ikhlas dalam nasihat, sebagaimana asal muara kata nasihat dalam
bahasa Arab adalah tulus atau kemurnian. Ikhlas dalam agama atau akidah, adalah
hakikat Islam dan prinsip dasar yang terbangun atas ketundukan yang mutlak
hanya kepada Allah, tidak yang lain-Nya, hal itu semua merangkum dalam redaksi
kalimat tauhid yang berbunyi: ”La illaha illallah, Muhammadul Rasulullah.”
Untuk memperoleh sifat ikhlas diperlukan beberapa sifat atau sikap sekaligus
sebagai unsur penunjang kesempurnaan yang harus ada dalam sifat ikhlas. Selain
itu, unsur penunjang tersebut sekaligus sebagai quality control bagi keikhlasan itu
sendiri, diantaranya adalah sifat atau sikap istiqamah, tawakal, sabar, syukur,
zuhud dan wara. Banyak diantara manusia yang menganggap dirinya sudah ikhlas
dalam hal niat, iktikad (keyakinan), tujuan dan maksud dari perbuatannya, namun,
apabila mereka mau menyelidikinya dengan teliti, mereka akan mengetahui
bahwa telah tersembunyi dalam niat, keyakinan, tujuan, dan maksud selain Allah
dalam aktivitasnya tersebut.
Adapun indikasi atau tanda-tanda ikhlas berdasarkan al-Qur’an dan hadis
Nabi SAW adalah tidak berharap apapun kepada makhluk, menjalankan
kewajiban bukan mencari status, tidak ada penyesalan, tidak berbeda apabila
direspons positif ataupun negatif, tidak membedakan situasi dan kondisi,
menjadikan harta dan kedudukan bukan sebagai penghalang, berintegrasinya lahir
dan batin, jauh dari sikap sektarian atau fanatisme golongan, selalu mencari celah
untuk beramal saleh. Dengan adanya indikasi tersebut, maka akan menjadi cermin
bagi setiap orang, khususnya bagi seorang apoteker agar senantiasa mengontrol
dirinya untuk ikhlas dan tidak terkecoh akan kemegahan dunia dengan segala
yang menghiasinya.
3. KOMPONEN-KOMPONEN IKHLAS
Untuk memperoleh sifat ikhlas diperlukan beberapa sifat atau sikap sebagai
penunjang kesempurnaan yang harus ada dalam sifat ikhlas dan sekaligus sebagai
quality control bagi keikhlasan itu sendiri, di antaranya adalah sebagai berikut:
a . Tawakal () توكلbahasa arab tawakkul dari kata wakala, artinya menyerah
kepada-Nya. Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya
kepada Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau
menanti akibat dari suatu keadaan. Tawakal adalah suatu sikap mental
seorang yang merupakan hasil dari keyakinannya yang bulat kepada Allah,
karena di dalam tauhid ia diajari agar meyakini bahwa hanya Allah yang
menciptakan segala-galanya, Dia yang menguasai dan mengatur alam semesta
ini, keyakinan inilah yang mendorongnya untuk menyerahkan segala
persoalannya kepada Allah, hatinya tenang dan tenteram serta tidak ada rasa
curiga, karena Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana.
b . Sabar (برSSSS) صmerupakan bentuk pengendalian diri atau kemampuan
menghadapi rintangan, kesulitan menerima musibah dengan ikhlas dan dapat
menahan marah, titik berat nurani (hati). Sabar adalah sikap menahan diri dan
membawanya kepada yang diperintahkan oleh Allah dan akal serta
menghindarkannya dari apa yang dibenci keduanya. Sabar terbagi tiga
macam, yaitu sebagai berikut : Sabar dari maksiat, artinya bersabar diri untuk
tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama, untuk itu, sangat dibutuhkan
kesabaran dan kekuatan dalam menahan hawa nafsu, Sabar karena taat
kepada Allah SWT artinya sabar untuk tetap melaksanakan perintah Allah
SWT dan menjauhi segala larangan-Nya dengan senantiasa meningkatan
ketakwaan kepada-Nya dan Sabar karena musibah, artinya sabar cobaan dari
Allah SWT.
c . Syukur () شكورdiambil dari kata syakara, syukuran, yang berarti berterima
kasih kepada-Nya. Syukur berasal dari kata syukuran yang berarti mengingat
akan segala nikmat-Nya. Sedangkan menurut istilah adalah tidak
mendurhakai Allah atas nikmat yang telah dikaruniakan.
d . Zuhud () زهدadalah meninggalkan sesuatu yang di kasihi dan berpaling dari
padanya kepada sesuatu yang lain, yang lebih baik daripadanya, karena itu
sikap seseorang yang meninggalkan kasih akan dunia karena mengigihkan
sesuatu didalam akhirat itulah yang dikatakan zuhud. Pengertian zuhud ini
ada tiga macam, yaitu: (a) Meninggalkan sesuatu karena mengigihkan sesuatu
yang lebih baik daripadanya, (b) Meninggalkan keduniaan karena
mengharapkan sesuatu yang bersifat keakhiratan, dan (c) Meninggalkan
segala sesuatu selain Allah karena mencintai-Nya.
e . Wara’ () ورعdalam tradisi sufi adalah meninggalkan segala sesuatu yang tidak
jelas atau belum jelas hukumnya (syubhat), hal ini berlaku pada segala hal
atau aktivitas kehidupan manusia, baik yang berupa benda maupun perilaku,
seperti makanan, minuman, pakaian, pembicaraan, perjalanan, duduk, berdiri,
bersantai, bekerja dan lain-lain.
4. HAL-HAL YANG DAPAT MENJADI RUSAKNYA IKHLAS
1. Nifak menurut syara’ (terminologi) berarti menampakkan keislaman dan
kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Dinamakan
demikian karena dia masuk pada syari’at dari satu pintu dan keluar dari pintu
yang lain.
2. Ujub () عجبatau bangga diri adalah sifat orang yang membanggakan dirinya
sendiri karena memiliki kelebihan daripada orang lain, misal kaya raya,
pandai, dan lain sebagainya, orang yang seperti itu tidak merasa takut
kehilangan kesempurnaan (kelebihannya) itu, ia sangat bangga terhadap
kenikmatan itu seolah-olah semua itu keberhasilan yang diperoleh dari
usahanya sendiri, ia tidak mengakui bahwa semua kenikmatan dan
kebahagiaan itu sebenarnya datang dari Allah.
3. Riya’. Tiga ciri-ciri orang riya’ sebagai berikut: Malas beramal kalau
sendirian, semangat beramal kalau dilihat orang banyak, amalnya bertambah
banyak kalau di puji oleh orang lain, dan berkurang kalau dicela orang lain.
4. Sumah adalah ucapan-ucapan yang didengar, secara lahiriah nya dikerjakan
karena Allah, namun tujuan nya adalah untuk selain Allah, contoh nya
seperti: "Membaca alQur'an, dzikir, memberi nasihat dan selain dari itu dari
ucapan-ucapan". Seorang yang berbicara tersebut bertujuan agar ucapannya
didengar manusia, mereka pun menyanjungnya seraya mengatakan:
“ucapannya bagus, dia bagus dalam berdialog, dia bagus dalam berkhutbah,
sesungguhnya suaranya paling bagus dalam membaca Al-Qur'an, apabila dia
menghiasi suaranya dengan Al-Qur'an tujuan nya untuk itu (dipuji ) , apabila
menyampaikan muhadharah (tabligh Akbar), seminar-seminar dan pelajaran-
pelajaran, maka tujuannya adalah agar dipuji manusia.
5. Waswas adalah ragu-ragu; kurang yakin. Was-was itu dari setan,
sebagaimana Allah swt berfirman: “Katakanlah (ya Muhammad): Aku
berlindung kepada Rabb manusia. Rajanya manusia. Sesembahan manusia,
dari kejelekan was-was al-khannas.” (An-Nas: 1-4)
6. Takabur ( ) تكبرberasal dari bahasa Arab takabbara-yatakabbaru yang artinya
sombong atau membanggakan diri. Secara istilah takabur adalah sikap
berbangga diri dengan beranggaan bahwa hanya dirinya beranggapan yang
paling hebat dan benar dibandingkan orang lain. Dijelaskan dalam firman
Allah swt.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan
Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat
yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”
Saat memberikan servis atau pelayanan kepada pelanggan sebaiknya
dilakukan dengan sepenuh hati untuk membantu konsumen dalam memenuhi
kebutuhannya, tanpa adanya paksaan. Kejujuran dan pelayan yang baik, ramah,
sopan, dan membuat mereka merasa nyaman itu akan membuat pelanggan senang
dan mendapatkan pelayanan yang memuaskan. Dengan adanya keinginan untuk
membantu konsumen melayani kebutuhannya, diharapkan karyawan dapat
melayani dengan mengutamakan kepentingan konsumennya.
Adapun budaya kerja dalam Islam yang mengaju kepada sifat-sifat Nabi
adalah kesuksesan Nabi Muhammad SAW berbisnis dilandasi oleh:
1. Shiddiq berarti memiliki kejujuran, dan selalu melandasi ucapan,keyakinan dan
perbuatan berdasarkan ajaran Islam. Dalam dunia kerja dan usaha, kejujuran
ditampilkan kesungguhan dan ketepatan, janji, dan pelayanan.
2. Istiqomah berarti konsisten dalam Iman dan nilai-nilai yang baik meskipun
menghadapi berbagai godaan dan tantangan. Istiqomah dalam kebaikan
ditampilkan dengan keteguhan, kesabaran serta keuletan sehingga
menghasilkan sesuatu yang optimal.
3. Fathanah berarti mengerti, memahami, dan menaati secara mendalam segala
hal yang menjadi tugas dan kewajiban.
4. Tablight yaitu mampu berkomunikasi dengan baik, mengajak sekaligus
memberikan contoh kepada pihak lain untuk melaksanakan ketentuan-
ketentuan ajaran Islam. Tabligh yang disampaikan dengan hikmah, sabar
argumentative dan persuasive akan menumbuhkan hubungan kemanusianyang
semakin solid dan kuat.
5. Amana berarti memiliki rasa tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas
dan tanggung jawab. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran,
pelayanan obtimal, dan ihsan (berbuat yangbaik) dalam keterbukaan, kejujuran,
pelayanan yang optimal, dan ihsan(berbuat baik) dalam segala hal.
Berikut adalah bentuk-bentuk kecurangan dalam pelayanan kesehatan:
1. Penagihan untuk layanan yang tidak pernah diberikan baik dengan
menggunakan informasi pasien asli, kadang-kadang diperoleh melalui
pencurian identitas, untuk membuat seluruh klaim atau klaim palsu dengan
biaya atas layanan yang tidak pernah dilakukan.
2. Penagihan untuk layanan lebih mahal dari prosedur yang sebenarnya
disediakan atau dilakukan, umumnya dikenal sebagai "upcoding" yaitu,
penagihan palsu untuk pengobatan harga yang lebih tinggi dari sebenarnya.
3. Melakukan pelayanan medis yang tidak perlu hanya yang bertujuan
menghasilkan pembayaran asuransi terlihat sering.
4. Kekeliruan Perawatan, dimana secara medis bertujuan memperoleh sebanyak-
banyaknya pembayaran asuransi.
5. Memalsukan diagnosis pasien untuk membenarkan tes, operasi atau prosedur
lain yang secara medis tidak diperlukan, misalnya kasus bedah kosmetik
diklaimkan sebagai kasus kecelakaan.
6. Unbundling - penagihan setiap langkah dari prosedur seolah-olah prosedur
terpisah.
Contoh: USG dada dan perut ditagihkan berbeda, padaha dilakukan sekaligus,
tindakan operasi appendectomy dan hysterectomy ditagihkan sendiri dan
seterusnya.
7. Billing pasien lebih dari jumlah co-membayar untuk layanan yang prabayar
atau dibayar penuh oleh program imbalan bawah persyaratan kontrak managed
care.
8. Menerima suap untuk merujuk pasien, padahal sebenanya rujukan tersebut
tidak dibutuhkan oleh pasien
BAB III
KESIMPULAN
1. Ikhlas adalah suci dalam niat, bersih batin dalam beramal, tidak berpura-
pura, lurus hati dalam bertindak, jauh dari riya’ dan kemegahan dalam
berlaku berbuat, mengharapkan ridha allah semata-mata.
2. Komponen ikhlas yaitu tawakal, sabar , syukur , zuhud, wara.
3. Hal-hal yang dapat menjadi rusaknya ikhlas seperti nifak, ujub, riya’,
takabur, hasad, was was bakhil, ghadab, dengki dan cinta dunia.
4. Bekerjasama adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya
terdapat aktivitas tertentu yang ditunjukkan untuk mencapai tujuan
bersama dengan saling membantu dan saling memahami aktivitas masing-
masing.
5. Prinsip-prinsip kerjasama seperti berorientasi pada tercapainya tujuan
yang baik serta Memperhatikan kepentingan bersama.
6. Sumpah adalah memperkuat suatu perkara dengan menyebut nama allah
atau salah satu sifat-nya. Seperti mengatakan : wallahi, billahi, tallahi
(demi allah), demi ar-rahman, demi keagungan allah demi kemuliaan-nya.
7. Kaffarah sumpah : Memberi makan sepuluh orang miskin, dengan
makanan yang biasa diberikan untuk keluarganya. Memberi pakaian
kepada sepuluh orang miskin, dengan pakaian yang dapat menutup aurat
ketika shalat. Memerdekakan hamba sahaya, yang muslim. Ini adalah
pendapat jumhur ulama. Jika seorang tidak mampu melakukan salah satu
dari ketiga hal diatas, maka kaffarahnya dengan berpuasa tiga hari.
DAFTAR PUSTAKA