Disusun oleh:
Amal yang pasti diterima adalah yang dikerjakan dengan ikhlas. Amal hanya
karena Allah semata, dan tidak ada harapan kepada makhluk sedikit pun. Niat
ikhlas bisa dilakukan sebelum amal dilakukan, bisa juga disaat melakukan amal
atau setelah amal dilakukan. Salah satu karunia Allah yang harus disyukuri adalah
adanya kesempatan untuk beramal. Menjadi jalan kebaikan dan memberikan
manfaat kepada orang lain. Karenanya, jangan pernah menunda kebaikan ketika
kesempatan itu datang. Lakukan kebaikan semaksimal mungkin dan lupakan jasa
yang sudah dilakukan. Serahkan segalanya hanya kepada Allah. Itulah aplikasi
dari amal yang ikhlas.
Berkaitan dengan suatu perbuatan, Islam sangat menekankan pentingnya
motif dan tujuan dari seorang yang melakukan perbuatan tersebut tidak cukup
hanya bentuk lahiriahnya saja. Dalam hal ini dapat diibaratkan bahwa setiap
perbuatan itu ada badan dan ruhnya. Badannya adalah bentuk luar yang terlihat
dan terdengar, sedangkan ruhnya adalah niat yang mendorong dilakukannya
perbuatan itu dan jiwa ikhlas yang mendorong terciptanya perbuatan tersebut.
Bagi golongan ahli hakikat (tasawuf), ikhlas merupakan syarat sahnya suatu
ibadah. Dengan demikian, diterima atau tidaknya suatu perbuatan sangat
tergantung kepada niat yang melakukannya.
Sedemikian pentingnya kedudukan ikhlas dalam amal ibadah, sehingga dalam
al-Qur’an sendiri sebagai sumber utama dalam ajaran Islam-terdapat banyak ayat
yang membicarakan masalah ikhlas dalam berbagai aspeknya. Oleh karena itu,
sesuai dengan tema yang telah ditentukan, kajian dalam tulisan ini akan berupaya
memaparkan konsep ikhlas. Hubungan antara sesama manusia berkaitan dengan
harta ini di bicarakan dan diatur dalam kitab-kitab fiqih karna kecendrungan
manusia kepada harta itu begitu besar dan sering menimbulkan persengketaan
sesamanya, kalau tidak diatur, dapat menimbulkan ketidakstabilan dalam
pergaulan hidup antara sesama manusia. Selain itu, dalam konteks hablun minanas
manusia butuhyang namanya kerjasama dalam hal yang berhubungan dengan
usaha. Maka dari itu, di dalam makalah ini dibahaslah semua yang berkaitan
dengan kerjasama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. IKHLAS
1. Ikhlas Dan Keutamaannya
Secara bahasa kata ikhlas berasal dari bahasa Arab: وخالصا خلوصا خلصyang artinya
murni, tiada bercampur, bersih, jernih. Ikhlas adalah suci dalam niat, bersih batin
dalam beramal, tidak berpura- pura, lurus hati dalam bertindak, jauh dari riya’ dan
kemegahan dalam berlaku berbuat, mengharapkan ridha Allah semata-mata
Oleh Ustadz Abu Ismail Muslim Al-Atsari:
Segala puji bagi Allâh Azza wa Jalla Rabb semesta alam. Shalawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rasul-Nya yang mulia, Nabi kita Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan kepada keluarga serta para sahabatnya. Ini
adalah sebuah risalah yang membahas keutamaan ikhlas, semangat untuk
merealisasikannya, serta upaya menjaga diri dari hal-hal yang bertolak belakang
dengannya.
2. Kedudukan Ikhlas Dalam Agama Dan Keutamaannya
Keikhlasan termasuk salah satu pokok di antara pokok-pokok agama ini,
bahkan ia merupakan poros dan sendi agama ini. Karena agama ini dibangun di
atas dasar realisasi ibadah yang merupakan tujuan manusia diciptakan, sementara
hakikat ibadah itu sendiri tidak akan ada kecuali disertai dengan ikhlas.
Keikhlasan dalam ibadah itu, ibarat ruh dalam jasad. Jasad tanpa ruh menjadi
bangkai yang tidak bernilai. Demikian pula amalan, jika dilakukan tanpa
keikhlasan maka tidak ada nilainya, bahkan suatu amalan tidak dikatakan amal
shalih tanpa keikhlasan. Banyak dalil, baik dari al-Qur’ân maupun sunnah yang
mengajak untuk selalu ikhlas. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
َو َم ا ُأِم ُروا ِإاَّل ِلَيْعُبُدوا َهَّللا ُم ْخ ِلِص يَن َلُه الِّد يَن ُحَنَفاَء
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allâh dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus [al-
Bayyinah/98:5]
Dan firman Allâh Azza wa Jalla :
ُقْل ِإَّنَم ا َأَنا َبَش ٌر ِم ْثُلُك ْم ُيوَح ٰى ِإَلَّي َأَّنَم ا ِإَٰل ُهُك ْم ِإَٰل ٌه َو اِح ٌد ۖ َفَم ْن َك اَن َيْر ُجو ِلَقاَء َر ِّبِه َفْلَيْع َم ْل َع َم اًل َص اِلًحا َو اَل ُيْش ِرْك
﴾ ُيَطاُف َع َلْيِهْم ِبَك ْأٍس ِم ْن َم ِع يٍن٤٤﴿ ﴾ َع َلٰى ُسُر ٍر ُم َتَقاِبِليَن٤٣﴿ ﴾ ِفي َج َّناِت الَّنِع يِم٤٢﴿ ُم ْك َرُم وَن
“Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah
kamu kerjakan. Tetapi hamba-hamba Allâh Azza wa Jalla yang dibersihkan (dari
dosa), mereka itu memperoleh rezki yang tertentu, yaitu buah buahan. Dan
mereka adalah orang-orang yang dimuliakan. Di dalam surga-surga yang penuh
ni’mat. Di atas tahta-tahta kebesaran berhadap-hadapan. Diedarkan kepada
mereka gelas yang berisi khamar dari sungai yang mengalir.” [ash-Shaffât/37:39-
45].
Itulah pahala bagi orang yang berbuat ikhlas, yaitu orang-orang yang memurnikan
amal-amal mereka hanya untuk Allâh Azza wa Jalla . Makna ini berdasarkan
qirâ’ah (bacaan) yang mengkasrah huruf laam pada kata al-mukhlishin. Dan ini
adalah qirâ’ah yang mutawatir. Diantara para Ulama yang membaca dengan cara
ini adalah Imam Ibnu Katsîr, Abu ‘Umar, Ibnu ‘Amir dan Ya’qûb. Diantara
buah keikhlasan dan keberkahannya adalah kesungguh-sungguhan pelakunya
dalam melakukan ketaatan akan diberi pahala, meskipun amalnya kurang atau
tidak mampu beramal. Oleh karena itulah Yahya bin Katsîr berkata, “Pelajarilah
niat, karena sesungguhnya ia lebih mendasar daripada amalan itu sendiri.”[22]
Sementara kehilangan keikhlasan akan menyebabkan pelakunya tetap berdosa,
meskipun ia mengerjakan amalan yang paling utama. Oleh karena itu, Allâh Azza
wa Jalla telah memberikan ancaman bagi orang-orang yang berbuat riya’ dalam
shalatnya, dengan firman-Nya :
) َو َيْم َنُعوَن اْلَم اُع وَن6( ) اَّلِذ يَن ُهْم ُيَر اُءوَن5( ) اَّلِذ يَن ُهْم َع ْن َص اَل ِتِهْم َس اُهوَن4( َفَو ْيٌل ِلْلُمَص ِّليَن
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (Yaitu) orang-orang yang
lalai dari shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’. Dan enggan (menolong
dengan) barang berguna.” [al-Mâ’ûn/107: 4-7]
Renungkanlah ! Bagaimana Allâh Azza wa Jalla mengancam orang-orang yang
riya’dalam shalatnya, padahal shalat itu amalan yang sangat utama, dan
mempunyaai kedudukan yang agung dalam agama.
Diantara buah keikhlasan di dunia adalah Allâh Azza wa Jalla akan menjaga
pelakunya dari perkara-perkara keji dan maksiat. Sebagaimana firman Allâh Azza
wa Jalla tentang kisah Nabi Yûsuf.
َك َٰذ ِلَك ِلَنْص ِر َف َع ْنُه الُّسوَء َو اْلَفْح َش اَء ۚ ِإَّنُه ِم ْن ِعَباِد َنا اْلُم ْخ َلِص يَن
“Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian.
Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih”.
[Yûsuf/12:24].
Ini menurut qirâ’ah Ibnu Katsîr, Abu ‘Umar, Ibnu ‘Âmir, dan Ya’qûb, di
mana mereka membaca dengan mengkasrah huruf lâm.[23] Berdasarkan qira’ah
ini, penjagaan Allâh Azza wa Jalla kepada Nabi-Nya Yûsuf dari kekejian karena
sebab keikhlasan amalannya kepada Allâh.
9. Pencegah Perbuatan Riya’
Diantara pencegah terkuat dari perbuatan riya’adalah sabda Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu , ia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
: َفَم ا َع ِم ْلَت ِفْيَها؟ َقاَل: َقاَل، َفَع َّر َفُه ِنَع َم ُه َفَعَر َفَها، َر ُجٌل اْسَتْش َهَد َفُأِتَي ِبِه،ِإَّن َأَّوَل الَّناِس ُيْقَض ى َيْو َم اْلِقَياَم ِة َع َلْيِه
ُثَّم ُأِمَر ِبِه َفُس ِحَب َع َلى َو ْج ِهِه، َفَقْد ِقْيَل، َج ِر ْي ٌء: َلِكَّنَك َقاَتْلَت َأِلْن ُيَقاَل، َك َذ ْبَت: َقاَل، َقاَتْلُت ِفْيَك َح َتى اْسَتْش َهْدُت
َفَم ا َفَع ْلَت ِفْيَها؟: َقاَل، َفَع َّر َفُه ِنَع َم ُه َفَعَر َفَها، َفُأِتَي ِبِه، َو َقَر َأ اْلُقْر آَن، َو َر ُجٌل َتَع َّلَم اْلِع ْلَم َو َع َّلَم ُه. َح َّتى ُأْلِقَي ِفي الَّناِر
: َعاِلٌم َو َقَر ْأَت اْلُقْر آَن ِلُيَقاَل: َلِكَّنَك َتَع َّلْم َت اْلِع ْلَم ِلُيَقاَل، َك َذ ْبَت: َقاَل، َتَع َّلْم ُت اْلِع ْلَم َو َع َّلْم ُتُه َو َقَر ْأُت ِفْيَك اْلُقْر آَن: َقاَل
َو َر ُج ٌل َو َّس َع ُهللا َع َلْي ِه َو َأْع َط اُه ِم ْن. ُثَّم ُأِم َر ِب ِه َفُس ِح َب َع َلى َو ْج ِه ِه َح َّتى ُأْلِقَي ِفي الَّن اِر، َفَقْد ِقْي َل،ُهَو َقاِر ٌئ
َم ا َتَر ْكُت ِم ْن َس ِبْيٍل ُتِح ُّب َأْن ُيْنَفَق: َفَم ا َع ِم ْلَت ِفْيَها؟ َقاَل: َقاَل، َفَع َّر َفُه ِنَع َم ُه َفَعَر َفَها، َفُأِتَي ِبِه،َأْص َناِف اْلَم اِل ُك ِّلِه
ُثَّم ُأِمَر ِبِه َفُس ِحَب َع َلى َو ْج ِهِه َح َّتى، َفَقْد ِقْيَل، ُهَو َج َّواٌد: َو َلِكَّنَك َفَع ْلَت ِلُيَقاَل، َك َذ ْبَت: َقاَل، ِفْيَها ِإَّال َأْنَفْقُت ِفْيَها َلَك
ُأ
ْلِقَي ِفي الَّناِر.
Sesungguhnya manusia pertama yang akan dihisab pada hari kiamat adalah
seorang lelaki yang mati syahid. Dia didatangkan (dihadapan Allâh Azza wa
Jalla ), lalu Allâh Azza wa Jalla mengingatkan nikmat-nikmat-Nya, maka diapun
mengakuinya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat
dengan nikmat-nikmat tersebut?” dia menjawab, “Aku berperang di jalan-Mu
sampai aku mati syahid.” Allâh Azza wa Jalla berfirman, “Kamu bohong, akan
tetapi kamu berperang agar kamu dikatakan pemberani, dan kamu telah dikatakan
seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya
sampai dia dilemparkan masuk ke neraka.
Dan (orang kedua adalah) seseorang yang mempelajari ilmu (agama),
mengajarkannya, dan dia membaca (menghafal) al-Qur`ân. Dia didatangkan lalu
Allâh Azza wa Jalla mengingatkan nikmat-nikmat-Nya maka diapun
mengakuinya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, “Lalu apa yang kamu perbuat
padanya?” Dia menjawab, “Aku mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya,
dan aku membaca al-Qur`ân karena-Mu.” Allâh Azza wa Jalla berfirman,
“Kamu bohong, akan tetapi kamu menuntut ilmu agar kamu dikatakan seorang
alim dan kamu membaca al-Qur`ân agar dikatakan qâri` dan kamu telah dikatakan
seperti itu (di dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya
sampai dia dilemparkan ke neraka.
Dan (yang ketiga adalah) seseorang yang diberikan keluasan (harta) oleh
Allâh Azza wa Jalla dan Dia memberikan kepadanya semua jenis harta. Dia
didatangkan lalu Allâh Azza wa Jalla mengingatkan nikmat-nikmatNya maka
diapun mengakuinya. Allâh Azza wa Jalla berfirman, “Lalu apa yang kamu
perbuat padanya?” Dia menjawab, “Aku tidak menyisakan satu jalanpun yang
Engkau senang kalau ada yang berinfak di situ kecuali aku berinfak disana
karena-Mu.” Allâh Azza wa Jalla berfirman, “Kamu bohong, akan tetapi kamu
melakukan itu agar disebut dermawan, dan kamu telah dikatakan seperti itu (di
dunia).” Kemudian diperintahkan agar dia diseret di atas wajahnya sampai dia
dilemparkan ke neraka.”[24]
Hendaklah orang yang berakal memperhatikan dan merenungkan, bagaimana
orang-orang yang memiliki amalan-amalan yang besar itu, justru yang paling awal
dimasukkan ke neraka ? Karena mereka tidak ikhlas dalam amalan mereka dan
ingin dipuji manusia. Dan diantara yang perlu menjadi bahan renungan adalah apa
yang disebutkan dalam hadits itu bahwa ketiga orang tersebut telah mendapatkan
pujian manusia yang mereka inginkan. Ini perlu diperhatikan agar tidak tertipu
dengan pujian manusia. Sesungguhnya yang menjadi tolok ukur adalah niat dalam
hati yang diketahui Allâh Azza wa Jalla .
Kita memohon, semoga Allâh Azza wa Jalla memberikan rahmat-Nya kepada
kita dan memberikan petunjuk kepada hati-hati kita agar ikhlas karena Allah k dan
mengharapkan keridhaan-Nya. Dan semoga Allâh Azza wa Jalla tidak
menyerahkan urusan kita kepada diri kita sendiri meskipun sekejap mata, atau
lebih singkat dari itu. Semoga shalawat, salam, dan barakah senantiasa tercurah
kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad dan kepada keluarga dan para shahabat
seluruhnya[25]
B. SUMPAH
1. Bersumpah dalam Islam – Hukum dan Syaratnya
Sebagaimana Tujuan Penciptaan Manusia , Tujuan Hidup Menurut Islam,
Hakikat Penciptaan Manusia, Hakikat Manusia Menurut Islam, Proses Penciptaan
Manusia ,maka manusia wajib untuk mengikuti segala tuntunan islam. Maka
islam pun terdapat bagaimana jika seorang muslim hendak bersumpah.
Bersumpah adalah mengucapkan seperti janji atau ikrar dengan kesungguhan
untuk menguatkan pernyataan yang dibuat oleh seseorang. Sumpah tentu memiliki
derajat yang tinggi atau tidak main-main. Sumpah tentu memiliki konsekwensi
dan dampak pada yang mengucapkannya. Untuk itu, sumpah tidak bisa diucapkan
main-main, apalagi jika membawa nama Agama, Allah, dan Rasulullah.
Hukum Sumpah Menurut Imam Mahdzab
Sumpah dalam islam dibahas oleh para ulama atau imam besar. Mereka
memiliki pendapat masing-masing mengenai bersumpah dalam islam. Hal
tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.
a. Pendapat beberapa Ulama
1
syirkah ini, disyaratkan modalnya harus berupa uang (nuqûd); sedangkan
barang (‘urûdh), misalnya rumah atau mobil, tidak boleh dijadikan modal
syirkah, kecuali jika barang itu dihitung nilainya (qîmah al-‘urûdh) pada
saat akad. Keuntungan dibagi sesuai presentase yang telah disepakati
sebelumnya. Jika mengalami kerugian ditanggung bersama dilihat dari
presentasi modal.Jika masing-masing modalnya 50%, maka masing-masing
menanggung kerugian sebesar 50%. Diriwayatkan oleh Abdur Razaq dalam
kitab Al-Jâmi’, bahwa Ali bin Abi Thalib ra. pernah berkata, "Kerugian
didasarkan atas besarnya modal, sedangkan keuntungan didasarkan atas
kesepakatan mereka (pihak-pihak yang bersyirkah)."
b. Syirkah al-Abdan
Perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai
kesepakatan. Artinya, dalam syirkah ini tidak disyaratkan memiliki
kesamaan profesi atau keahlian, tetapi boleh berbeda profesi.
Kesepakatandua orang atau lebih untuk menerima sesuatu pekerjaan tukang
besi, kuli angkut, tukang jahit, dan sebagainya. Tujuan syirkah ini mencari
keuntungan dengan modal pekerjaan bersama.
c. Syirkah Mudharabah
Syirkah mudhârabah adalah syirkah antara dua pihak atau lebih
dengan ketentuan, satu pihak memberikan konstribusi kerja (‘amal),
sedangkan pihak lain memberikan konstribusi modal (mal). Istilah
mudhârabah dipakai oleh ulama Irak, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya
qirâdh. Hukum syirkah mudhârabah adalah jâ’iz (boleh) berdasarkan dalil
as-Sunnah (taqrir Nabi Saw) dan Ijma Sahabat. Dalam syirkah ini,
kewenangan melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak pengelola
(mudharib/‘amil). Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf.
Namun demikian, pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan
oleh pemodal. Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara
pemodal dan pengelola modal, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh
pemodal. Sebab, dalam mudhârabah berlaku hukum wakalah (perwakilan),
sementara seorang wakil tidak menanggung kerusakan harta atau kerugian
dana yang diwakilkan kepadanya. Namun demikian, pengelola turut
menanggung kerugian, jika kerugian itu terjadi karena kesengajaannya atau
karena melanggar syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
d. Syirkah Wujuh
Disebut syirkah wujûh karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan,
atau keahlian (wujûh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah mudhârabah
adalah syirkah antara dua pihak atau lebih dengan ketentuan, satu pihak
memberikan konstribusi kerja (‘amil), sedangkan pihak lain memberikan
konstribusi modal (mâl). Dalam hal ini, pihak A dan B adalahtokoh
masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah
mudhârabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudhârabah
padaumumnya. Bentuk kedua syirkah wujûh adalah syirkah antara dua
pihak atau lebih yang ber-syirkah dalam barang yang mereka beli secara
kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya, tanpa konstribusi
modal dari masing-masing pihak.
e. Syirkah Mufawidah
Kesepakatan dimana modal sesuai pihak dan bentuk kerjasama yang
mereka lakukan baik kualitas, kuantitasnya harus sama dan keuntungannya
dibagi rata. Dalam syirkah mufawidah ini masing-masing pihak harus sama-
sama bekerja. Hal yang terpenting dalam syirkah ini yaitu modal, kerja
maupun keuntungan merupakan hak dan kewajiban yang sama.
3. Syarat-syarat Syirkah Uqud
3.1 Syarat Syirkah Uqud
Menurut ulama Hanafiyah syarat syirkah uqud tebagi dua macam, yaitu umum
dan khusus. Adapun syarat umum syirkah uqud, antara lain :
a. Dapat dipandang sebagai perwakilan.
b. Ada kejelasan dalam pembagian keuntungan.
c. Laba meurpakan bagian (juz) umum dari sunnah.
d. Syarat Khusus pada Syirkah Amwal
Sedangkan, syarat khusus pada syirkah amwal baik pada syirkah inan
maupun mufawidah adalah berikut ini :
a. Modal syirkah harus ada dan jelas
b. Modal harus bernilai atau berharga secar mutlak
c. Syarat Khusus Syirkah Mufawidah
3.2 Syarat Syirkah Mufawidah
Ulama Hanafiyah menyebutkan beberapa syarat khusus pada syirkah mufawidah,
diantaranya :
a. Setiap aqid (yang akad) harus ahli dalam perwakilan dan jaminan, yakni
keduanya harus merdeka telah baligh, berakal, sehat dan dewasa.
b. Ada kesamaan modal dari segi ukuran, harga awal dan akhir.
c. Adapun yang pantas menjadi modal dari salah seorang yang bersekutu
dimaukkan dalam perfungsian.
d. Ada kesamaan dalam pebagian keuntungan.
e. Ada kesamaan dalam berdagang. Tidakboleh dikhususkan pada seorang
atas saja, juga tidak bersifat dengan orang kafir.
3.3 Syarat Syirkah A’mal
Jika syirkah berbentuk mufawidah, harus memenuhi syarat mufawidah. Tapi jika
berbentuk syirkah inan, hanya disyaratkan ahli dalam perwakilan saja. Namun
demikian, jika pekerjaan membutuhkan alat itu dipakai oleh salah seorang aqid,
hal itu tidak berpengaruh terhadap syirkah. Akan tetapi, jika membutuhkan
kepada orang lain, pekerjaan itu menjadi tanggung jawab yang menyuruh dan
perkongsian dipandang rusak.
3.4 Syarat Syirkah Wujuh
Apabila syirkah ini berbentuk mufawidah, hendaklah yang bersekutu itu ahli
dalam memberikan jaminan dan masing-masing harus memiliki setengah harga
yang dibeli. Selain itu, keuntungan dibagi dua dan ketika akad harus
menggunakan kata mufawidah. Namun jika syirkah berbentuk inan, tidak
disyaratkan harus memenuhi persyaratan yang adadan dibolehkan salah seorang
aqid melebihi yang lain. Hanya saja, keuntungan harus didasarkan pada
tanggungan. Jika meminta lebih, akan batal.
4. Karakteristik Akad Syirkah
Dalam akad ini dikenal adanya karakteristik yang membedakan dengan
akad-akad yang lain, yaitu :
a. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai
suatu usaha, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra
dapat mengembalikan dana awal dan membagi hasil yang tela disepakati.
b. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau
aset nonkas, termasuk aset tak berwujud, seperti lisensi dan hak paten.
c. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, setiap mitra
dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau
kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya
kesalahan, ialah :
- Pelanggaran terhadap akad antara lain penyalahgunaan dana investasi,
manipulasi biaya, dan pendapatan operasional.
- Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.Jika tidak terdapat
kesepakatan antara pihak yang bersengketa, kesalahan yang disengaja
harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang.
- Pendapatan usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara
proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah yang
telah disepakati oleh para mitra. Sedangkan rugi dibebankan secara
proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan.
- Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra
lainnya dalam akad musyrakah, mitra tersebut dapat memperoleh
keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut
dapat berupa pemberian porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan
lainnya.
- Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah
yang disepakati dari pendapatan usaha yang diperoleh selam periode
akad bukan dari jumlah investasi yang disalurkan.
- Pengelola musyarakah mengadminitrasikan transaksi usaha yang terkait
dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam pembukuan tersendiri.
Secara bahasa kata ikhlas berasal dari bahasa Arab: وخالصا خلوصا خلصyang
artinya murni, tiada bercampur, bersih, jernih. Ikhlas adalah suci dalam niat,
bersih batin dalam beramal, tidak berpura- pura, lurus hati dalam bertindak,
jauh dari riya’ dan kemegahan dalam berlaku berbuat, mengharapkan ridha
Allah semata-mata
Bersumpah adalah mengucapkan seperti janji atau ikrar dengan kesungguhan
untuk menguatkan pernyataan yang dibuat oleh seseorang. Sumpah tentu
memiliki derajat yang tinggi atau tidak main-main. Sumpah tentu memiliki
konsekwensi dan dampak pada yang mengucapkannya. Untuk itu, sumpah
tidak bisa diucapkan main-main, apalagi jika membawa nama Agama, Allah,
dan Rasulullah
Berikut adalah syarat-syarat bersumpah dalam islam yang harus dipenuhi oleh
seorang muslim: Bersumpah dengan nama Allah, Sumpah dengan salah satu
dari nama-nama Allah, Sumpah dengan salah satu sifat Allah dan isi sumpah
jelas dan tegas
Syirkah secara bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya percampuran, yaitu
bercampurnya dua harta bagian secara utuh sehingga tidak dapat lagi
dibedakan mana harta bagian yang satu dari harta bagian yang lain. Secara
syara’ syirkah adalah aqad antara dua orang atau lebih yang bersepakat untuk
melakukan aktivitas yang menggunakan harta dengan maksud memperoleh
keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA