2
wajah dan harta kalian tetapi dia memandang kepada hati
dan perbuatan kalian.” (H.R. Muslim).
Maksud dari perkataan memandang hati di sini ialah
memandang niat kalian. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
memperbaiki hati atau niat lebih didahulukan daripada
memperhatikan amalan fisik atau lahiriyyah.
Pentingnya ikhlas
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah didatangi seseo-
rang yang mana kemudian ia berkata, “Bagaimana pendapat-
mu tentang seseorang yang berperang karena mengharap pa-
hala dan pujian, apakah yang didapatkannya?”. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Dia tidak mendapat-
kan apapun”, beliau pun mengulanginya sebanyak tiga kali.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata ke-
padanya, “Dia tidak mendapatkan apapun”. Kemudian beliau
bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali
yang ikhlas dan mengharapkan wajah Allah” (H.R. An Nasai,
4
Syaikh Al Albani menyebutkan dalam ash shahihah 52 : is-
nadnya hasan.)
Pada hadits ini, yang menjadi poin penting ialah henda-
knya seseorang tidak mengharapkan dunia sepenuhnya, me-
lainkan seseorang tersebut juga mengharapkan pahala. Akan
tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan
bahwa orang yang ditanyakan tersebut tidak mendapatkan
apapun, yang kemudian dapat disimpulkan bahwa amalan
jihad orang tersebut tidak diterima. Hal ini berarti seseorang
harus benar-benar ikhlas dalam beramal untuk dapat
diterima oleh Allah Ta’ala.
Ibnul Qayyim rahimahullahu memberikan perumpamaan
yang indah tentang manisnya ikhlas dan tauhid, baik di dun-
ia maupun di akhirat, “Ikhlas dan tauhid seperti pohon yang
mengakar di dalam hati, sementara cabangnya merupakan
amalan, dan buahnya ialah kebaikan hidup di dunia dan ke-
nikmatan abadi di akhirat. Sebagaimana buah di surga yang
tidak akan terputus atau tidak akan berhenti, dan tidak ada
seorangpun yang akan terhalang darinya, begitu pula buah
dari tauhid dan ikhlas di dunia. Adapun syirik, dusta, dan riya`
ialah seperti pohon yang mengakar di daam hati, buahnya di
dunia merupakan rasa takut, sedih, khawatir, dan sempitnya
dada, serta gelapnya hati. Sementara di akhirat buahnya ialah
zaqqum dan azab yang abadi.” (Al Fawaid hal. 164).
5
Ikhlas juga dapat menjadi penyebab seseorang untuk
menghindari dosa dan maksiat. Hal ini sesuai firman Allah di
dalam Surat Yusuf ayat ke-24 (yang artinya), “Sesungguhnya
wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan
Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan
wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda dari Rabbnya.
Demikianlah agar kami memalingkan darinya kemungkaran
dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba yang
mukhlis (ikhlas)”.
Di dalam ayat tersebut, Allah Ta’ala memalingkan Nabi
Yusuf ‘alaihis salam dari perbuatan buruk dan keji, karena ia
termasuk hamba-hamba Allah yang ikhlas. Ikhlas juga dapat
melindungi pelakunya dari masuk neraka berdasarkan sabda
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang bersaksi tidak
ada ilah selain Allah, secara ikhlas dan yakin dari hatinya, nis-
caya ia tidak akan masuk neraka.” (H.R. Ahmad, dinilai shahih
oleh Syaikh Al Albani).
6
balasan di akhirat, maka hal itu dapat mencacati keikhlasan-
nya.
Hal ini tentu tidak benar, dikarenakan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Kami sendiri memohon surga (atau
berlindung dari neraka-penj)” (H.R. Abu Daud).
Oleh karena itu, mengharapkan balasan yang telah dijan-
jikan oleh Allah tidak mengapa. Dikarenakan yang namanya
ikhlas ialah seseorang beramal dengan mengharap segala
apa yang ada disisi Allah.
8
3. Tidak merasa amalnya besar, namun memandang kecil
amalnya tersebut.
4. Selalu merasa takut apabila amalnya tidak diterima.
5. Tidak mempedulikan perkataan orang lain, dan me-
nyadari bahwasanya manusia bukanlah pemilik surga
atau neraka.
Demikianlah pembahasan mengenai keikhlasan yang se-
moga dapat menambah keikhlasan kita kepada Allah Ta’ala.
Ziyadah
Berkata Al Hafizh Abu Hasan Thahir bin Mufawwiz Al Mua-
firi Al Andalusi:
“Pilar agama bagi kami ada empat kalimat dari perkataan
sebaik baik manusia: Jauhi syubhat, bersikap zuhud, tinggalkan
yang tidak bermanfaat, dan beramal dengan niat.”
Penulis :
David Erlangga C.
(Alumnus Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muraja'ah :
Ustaz Abu Salman, B.I.S.
SUSUNAN REDAKSI
Penanggung jawab Ari Wahyudi, S.Si. | Penasihat Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A.| Editor Ahli Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.,
Ustadz Abu Salman, B.I.S., Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. | Pemimpin redaksi Wildan S., S.Farm., Apt. | Redaktur pelaksana &
Editor Arif Muhammad N, S.Pd | Layouter Ramane musa .
ALAMAT REDAKSI
Kantor Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari, Jalan Selokan Mataram No. 412 Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta, Indonesia