Anda di halaman 1dari 8

06

1444 H

Ternyata Ucapan
Ini Syirik!
A llah Ta’ala berfirman, “Dialah yang menjadikan bumi se-
bagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air hujan dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan
hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untuk kalian. Karena
itu janganlah kalian membuat sekutu-sekutu bagi Allah, pada-
hal kalian mengetahui.” (T.Q.S. Al-Baqarah : 22)
Dalam Tafsir Ibn Abi Hatim no. 229, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma menjelaskan tafsir ayat ini, bahwa yang dimaksud mem-
buat sekutu adalah berbuat kesyirikan, yang mana lebih samar
daripada jejak semut di atas batu hitam di tengah kegelapan ma-
lam. Contoh kesyirikan ini adalah perkataan-perkataan semisal:

• “Demi Allah dan demi hidupmu…”


• “Jika Allah berkehendak dan engkau berkehendak”
• “Kalau bukan karena Allah dan Fulan”
Dari penjelasan tersebut, ada beberapa ucapan yang terma-
suk kesyirikan:
Bersumpah dengan selain nama
Allah
Bersumpah adalah ibadah yang tidak boleh diarahkan kepada
selain Allah, sehingga kita tak boleh bersumpah dengan selain
nama Allah, seperti bersumpah dengan nama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Ka’bah, langit, atau makhluk lainnya. Ini adalah
dosa besar, para ulama’ sepakat atas keharamannya, apa pun
kondisinya. (Lihat At-Tamhid 14/366 dan Al-Kaba’ir hal. 103).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Ba-
rangsiapa yang bersumpah dengan selain Nama Allah, maka dia
telah berbuat kekafiran atau berbuat kesyirikan.” (H.R. Ahmad,
Abu Dawud, dan At-Tirmidzi, shahih).

Perkataan semisal “Seandainya bu-


kan karena Fulan”
Menisbatkan sesuatu kepada sebab tanpa menisbatkannya
kepada Allah adalah bentuk kesyirikan yang harus kita jauhi. Con-
tohnya adalah perkataan, “Seandainya bukan karena Fulan, maka
acara ini tidak akan berjalan sukses.”
Al-Qurthubi dalam Tafsirnya (9/273) menjelaskan ayat “Dan
sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan
dalam keadaan mempersekutukan Allah,” (T.Q.S. Yusuf : 106).
Mereka berdoa kepada Allah agar Dia menyelamatkan me-
reka dari marabahaya. Namun setelah selamat, mereka berkata,
“Seandainya bukan karena Fulan, maka kita tidak akan selamat”

2
atau semisalnya. Mereka menisbatkan nikmat dan penjagaan
Allah kepada Fulan. Banyak muslimin awam yang terjatuh ke
dalam perkataan semacam ini.
Syaikh Al-’Utsaimin rahimahullah berkata, “Perkataan ini
mengandung kesyirikan jika ia melihat kepada sebab tanpa Dzat
yang menjadikannya sebagai sebab, yaitu Allah. Adapun menyan-
darkan sesuatu pada sebab syar’i (sesuatu yang telah dijelaskan
sebabnya oleh syariat) atau sebab indrawi yang memang sudah
umum diketahui, maka telah lewat pembahasannya bahwa hal
ini tidak mengapa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Seandainya bukan karena aku, maka (Abu Thalib) pasti sudah
berada di kerak paling bawah dari neraka.’
Akan tetapi, bisa jadi akan terbesit kesyirikan dalam hati se-
seorang jika ia berkata, ‘Seandainya bukan karena ini, maka pasti
akan terjadi begini…”, lantaran menyandarkan sesuatu pada se-
bab, bukan pada Dzat yang menjadikannya sebagai sebab, yaitu
Allah.” (Mughnil-Murid hal. 2653).

Perkataan semisal “Jika Allah


menghendaki dan engkau meng-
hendaki”
Perkataan semacam ini adalah kesyirikan karena penggu-
naan kata hubung “dan” antara lafazh mulia Allah dan makh-
luk-Nya. Contoh lainnya adalah perkataan, “Seandainya bukan
karena Allah dan Fulan, maka acara ini tidak akan berjalan sukses.”
Sebelumnya kita telah membahas bahwa perkataan ini adalah

3
kesyirikan jika lafazh jalalah Allah tidak disebutkan. Akan tetapi,
jika pun lafazh jalalah Allah telah disebutkan, tetapi kemudian
kita menggunakan kata hubung “dan” seperti pada contoh di
atas, maka ini juga adalah kesyirikan.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa se-
seorang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika
Allah dan engkau menghendaki.” Kemudian Nabi bersabda, “Apakah
kamu menjadikanku sekutu bagi Allah? Jika Allah semata meng-
hendaki!” (H.R. An-Nasa’i, shahih). Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu
meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Janganlah kalian berkata, ‘Jika Allah dan Fulan menghendaki.’
Akan tetapi katakanlah, ‘Jika Allah menghendaki, kemudian jika
Fulan menghendaki.” (H.R. Abu Dawud, shahih).
Ibnul-Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa penggunaan
“dan” sebagai kata hubung berarti menyamakan kehendak Al-
lah dan makhluk karena menggabungkan keduanya, sementara
kata hubung “kemudian” berarti menjadikan kehendak makhluk
mengikuti kehendak Allah.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Dan kalian tidak mampu,
kecuali jika dikehendaki Allah.’ (T.QS. Al-Insan : 30).
Contoh lainnya adalah perkataan ‘Seandainya bukan kare-
na Allah dan Fulan’, ini adalah syirik ashghar. Namun, boleh jika
dia berkata, ‘Seandainya bukan karena Allah kemudian Fulan.’”
(Ma’arijul Qabul, 2/497).

4
Menganggap sesuatu yang bukan
sebab sebagai sebab
Selain perkataan yang disebutkan oleh Ibnu ‘Abbas di atas,
terdapat berbagai jenis kesyirikan lain yang seringkali orang ucap-
kan. Misalnya adalah ketika seseorang berkata, “Hujan ini turun
karena bintang ini dan bintang itu,” atau berkata, “Jangan duduk
di pintu, nanti susah dapat jodoh.”
Ini adalah kesyirikan berdasarkan kaidah yang telah ditetap-
kan oleh para ulama’, “Barangsiapa yang menetapkan sesuatu
sebagai sebab padahal Allah tidak menjadikannya sebagai sebab,
baik secara syariat maupun indrawi (qadari), maka dia telah ber-
buat kesyirikan terhadap Allah.” (Lihat Al-Qaulul-Mufid, 1/159).
Contoh sesuatu yang Allah tetapkan sebagai sebab secara
syar’i adalah membaca surat Al-Fatihah dapat menyembuhkan
penyakit karena ia adalah ruqyah. Contoh sesuatu yang Allah te-
tapkan sebagai sebab secara indrawi (atau qadari: secara peng-
alaman atau secara ilmiah) adalah minum parasetamol dapat
menyembuhkan demam.
Namun, ada catatan penting, sebagaimana yang telah dije-
laskan oleh Syaikh As-Sa’di rahimahullah, “Dalam masalah sebab
ini kita harus mengetahui tiga hal berikut:
1. Tidak menjadikan sesuatu sebagai sebab kecuali yang telah
jelas bahwa ia adalah sebab, baik secara syar’i maupun qadari.
2. Tidak bersandar kepada sebab tersebut, melainkan harus
bersandar pada Dzat Yang menjadikannya sebagai sebab,
sambil melakukan apa yang dibolehkan oleh syariat terhadap
5
sebab tersebut dan bersemangat untuk mengambil apa-apa
yang bermanfaat darinya.
3. Menyadari bahwa sebab -sekuat apapun pengaruhnya- akan
selalu terikat pada qadha dan qadar Allah, takkan bisa lepas
darinya.” (Al Qaulus Sadid hal. 34).

Mencela waktu
Bentuk lain dari syirik dalam ucapan adalah perkataan, “Hari
ini adalah hari yang sial!” Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda, “Janganlah kalian mencela ad-dahr (waktu), karena
sesungguhnya Allah adalah ad-dahr.” (Shahih Muslim). Maknanya
yaitu Allah-lah yang mengatur ad-dahr (waktu). Dalam hadits lain,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda bahwa Allah Ta’ala
berfirman, “Anak Adam telah menyakitiKu. Dia mencela ad-dahr,
sedangkan Aku adalah ad-dahr. Seluruh urusan ada di TanganKu.
Aku membolak-balikkan malam dan siang.” (Muttafaqun ‘alaih).
Maksud dari larangan ini adalah sebagaimana yang telah dije-
laskan oleh An-Nawawi rahimahullah, “Janganlah kalian mencela
pembuat kejadian. Karena jika kalian mencela pembuat kejadian,
maka terkenalah celaan itu kepada Allah Ta’ala, karena Dialah
pembuat kejadian tersebut. Adapun ad-dahr (waktu), maka dia
tidak bisa berbuat sama sekali, karena dia hanyalah makhluk dari
sekian makhluk Allah Ta’ala. Dan makna, ‘Sesungguhnya Allah
adalah ad-dahr,’ adalah bahwa Dia adalah pembuat kejadian dan
pencipta segala yang ada.” (Syarah Shahih Muslim hal. 406).
Termasuk dalam hal ini adalah larangan mencela hujan dan
angin, karena celaan kepada keduanya pada hakikatnya adalah

6
celaan kepada Allah Ta’ala yang telah menurunkan hujan dan
mengarahkan angin.
Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallal-
lahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian mencela angin.
Jika kalian melihat apa yang kalian benci, maka katakanlah, ‘Ya
Allah, kami memohon kepada Engkau kebaikan angin ini, dan
kebaikan apa yang ada padanya, dan kebaikan sesuatu yang ia
dikirim karenanya. Dan kami berlindung kepada Engkau dari ke-
burukan angin ini, dan keburukan apa yang ada padanya, dan
keburukan sesuatu yang ia dikirim karenanya.’” (H.R. An-Nasa’i
dan Al-Hakim, shahih)
Hanya kepada Allah kita berlindung dari segala bentuk kesyi-
rikan, baik yang telah kita ketahui maupun yang tidak.
_"_

Disarikan dari tulisan Ustadz Andy Octavian Latief, M.Sc., Ph.D.


(Alumnus Mahad Al ‘Ilmi Yogyakarta)

DONASI BULETIN AT-TAUHID


BSI 7755-3322-45 | Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari.

Wajib Konfirmasi
Nama # Alamat # email # BesarDonasi # TanggalTransfer # Buletin
(SMS/WA) ke: 0823-2461-6668


SUSUNAN REDAKSI
Penanggung jawab Ari Wahyudi, S.Si. | Penasihat Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A.| Editor Ahli Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.,
Ustadz Abu Salman, B.I.S., Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. | Pemimpin redaksi Zulfahmi Djalaluddin, S.Si. | Redaktur pelaksana &
Editor Arif Muhammad N, S.Pd | Layouter Ramane musa .

ALAMAT REDAKSI
Kantor Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari, Jalan Selokan Mataram No. 412 Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta, Indonesia

WEBSITE | buletin.muslim.or.id @buletin_tauhid INFORMASI | 0823-2461-6668

Anda mungkin juga menyukai