Disusun Oleh :
Kelompok 7
Dosen Pengampu
NAMA: Novita Herawati
NIP: 199208032020122004
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
kesehatan dan kesempatan sehingga kelompok penulis bisa menyelesaikan tugas makalah
“Ruang Lingkup Iman Kepada Takdir” sebagai mana mestinya. Tak lupa pula kelompok 7
ucapkan banyak terima kasih terhadap teman satu kelompok yang turut ikut andil dalam
menyelesaikan tugas ini. Penulis sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan
dan kekurangan dalam segi penyusunan dan sistematika penulisan yang baik dan benar oleh
karena itu penulis selaku penyusun sangat berharap banyak terhadap para pembaca agar memberi
saran dan masukkan sehingga penulis bisa menyempurnakan kekurangan tersebut. Semoga
makalah yang penulis susun ini bermanfaat bagi kita semua terutama terhadap penulis.
Kelompok 7
ii
iii
RUANG LINGKUP IMAN KEPADA TAKDIR
A. Pengertian Takdir
Takdir dipercayai sebagai bagian dari iman yang harus diyakini keberadaannya oleh setiap
muslim. Takdir yang dimaksud di sini adalah ketentuan Allah SWT sejak dahulu kala atas segala
sesuatu yang pasti akan terjadi sesuai dengan ilmu dan kehendak-Nya.
Abu Hasan al-Asy'ari menjelaskan bahwa takdir itu merupakan perwujudan kehendak Allah
SWT terhadap makhluk-Nya. Perwujudan itu akan terjadi dalam bentuk dan keadaan yang sesuai
dengan Ilmu Allah. M.T. 'Abdul Muin selanjutnya menjelaskan bahwa para filosof Islam
memberi definisi takdir, yaitu terbuktinya semua kejadian dan makhluk di alam ini sehingga
terwujud secara lengkap dengan sebab-sebabnya dan sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh
Qada' (Iradah, 'Ilmu) Allah. Jadi, takdir itu dipandang sebagai adanya kaitan antara keadaan dan
kehidupan wujud makhluk dengan ilmu dan iradah Allah terhadap ciptaan-Nya itu. Dengan
demikian, segala sesuatu itu tidak dapat lepas dari kehendak, ilmu, dan kekuasaan Allah. Oleh
karena itu, semua ke- jadian yang terjadi akan terlaksana sesuai takdir (ketentuan, ukuran) yang
ditetapkan oleh Allah.
Menurut Muhammad Abduh, pengertian takdir yang diartikan dengan adanya kebebasan
dan kekuasaan mutlak manusia ala Qadariah adalah suatu penipuan. Sebaliknya, takdir seperti
yang dipahami oleh kaum Jabariah merupakan keyakinan yang meruntuhkan syariat agama,
menghapus taklid, dan membatalkan hukum akal logis yang merupakan tiang agama.1
Dalam terminologi Islam, dikenal dua istilah untuk menjelaskan tentang takdir, yaitu qadha
dan qadar. Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai definisi keduanya. Qadha
menurut bahasa berarti hukum, ciptaan, kepastian, dan penjelasan. Sedangkan mak- nanya adalah
memutuskan, memisahkan, menentukan sesuatu, mengukuhkan, menja- lankan, dan
menyelesaikannya. Dengan kata lain, makna qadha adalah mencipta.
Menurut Ibn Faris, makna kata qadar adalah akhir atau puncak segala sesuatu. Secara isti- lah,
qadar berarti ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk sesuai dengan ilmu Allah. Ibn
Hajar Al-Asqalani mengartikan qadha sebagai ketentuan yang bersifat menye- luruh dan umum
sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian ketentuan-ketentuan
tersebut. Hal ini berkebalikan dengan pendapat Syaikh Ahmad Izzudin Al-Bayanuni yang
menyatakan bahwa qadha adalah pelak- sanaan terhadap qadar yang telah ditentukan oleh Allah.
1
Teologi Islam Terapan, 108–109.
1
Muhammad ibn Ibrahim Al- Hamd menjelaskan, "Qadha dan qadar adalah dua perkara yang
beriringan, salah satu- nya tidak terpisah dari yang lainnya karena salah satunya berkedudukan
sebagai fondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai ba- ngunan, yaitu qadha.
Barang siapa bermaksud memisahkan keduanya, dia merobohkan ba- ngunan tersebut."
Berbagai perbedaan pendapat tersebut tidak mengurangi esensi dan makna qadha dan qadar.
Kedua istilah tersebut digunakan untuk menggambarkan ketetapan-ketetapan Allah terhadap
semua makhluk. Untuk menyederhanakan pengertian dan memudahkan pembahasan, selanjutnya
digunakan istilah takdir yang mencakup pengertian qadha dan qadar serta terbatas pada takdir
manusia beserta hal-hal yang berkaitan dengannya.2
2
Takdir Allah Tak Pernah Salah, 16–17.
2
2. Takdir Umuri
Yaitu takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya ketika
pembentukan air sperma (usia empat bulan) dan bersifat umum. Takdir ini mencakup rezeki,
ajal, kebahagiaan, dan kesengsaraan. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah saw berikut ini.
“…kemudian Allah mengutus seorang malaikat yang diperintahkan un- tuk meniupkan
rulinya dan mencatat empat perkara: rezeki, ajal, sengsara, atau bahagia..." (HR. Bukhari)
3. Takdir Samawi
Yaitu takdir yang dicatat pada malam Lailatul Qadar setiap tahun. Perhatikan firman
Allah berikut ini:
4. Takdir Yaumi
Yaitu takdir yang dikhususkan untuk semua peristiwa yang akan terjadi dalam satu hari
mulai dari penciptaan, rezeki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa,
menghilangkan kesusahan, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
َيْسَته َم ن ِفي الَّسَم َو اِت َو اَأْلْر ِض ُك َّل َيْو ٍم ُهَو ِفي َش ْأٍن:
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam
kesibukan (QS. Ar-Rahmaan: 29)
3
melainkan dinisbatkan kepada amal perbuatan manusia, Sesungguhnya, segala sesuatu yang
dinisbatkan kepada Allah mengandung keadilan, hikmah, dan ahmat Hal ini berdasarkan
firman Allah swt, berikut ini:
ما َأَص اَبَك ِم ْن َحَس َنٍة َفِم َن ِهَّللا َو َم ا َأَص اَبَك ِم ن َس ِّيَئٍة َفِم ن نْفِس َك
) َو َأْر َس ْلَناَك ِللَّناِس َر ُسوًال َو َكَفى ِباِهَّلل َش ِهيًدا
"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi rasul kepada
segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi." (QS. an-Nisaa": 79
Maksudnya adalah, segala kenikmatan dan kebaikan yang dialami manusia berasal dari
Allah swt., sedangkan keburukan yang menimpanya diakibatkan karena dosa dan
kemaksiatannya sendiri. Allah swt. membenci kekufuran dan kemaksiatan yang dilakukan
hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, Dia mencintai dan meridhai ketakwaan dan keshalihan. Dia
juga menunjukkan dua jalan untuk hamba-hamba-Nya, sedangkan manusia diberikan akal
untuk memilih salah satu jalan tersebut sesuai pilihan dan kehendaknya. Maka, barangsiapa
yang memilih jalan kebaikan ia berhak mendapat ganjaran dan yang memilih jalan
keburukan atau kebatilan maka ia berhak mendapat siksa karena hal ini dila- kukan secara
sadar dan atas pilihannya sendiri tanpa ada unsur paksaan, meskipun sebab-sebab dan faktor-
faktor pendorong amal perbuatannya tidak lepas dari kehendak Allah swt. Tidak ada alasan
dan hujjah lagi bagi manusia bahwa setiap kekufuran dan kemaksiatan yang dilakukannya
karena takdir Allah swt. Oleh karena itu, Allah mencela orang-orang musyrik yang berdalih
dengan maksiat Allah swt atas kekufuran mereka seperti dalam firman-Nya:
ُهللا َم ا َأْش َر ْك َنا َو اَل َو آَباُؤَنا َو اَل َح َّر ْم َنا ِم ن َش ْي ٍء َك َذ ِلَك َك َّذ َب اَّلِذ يَن ِم ن َقْبِلِهْم َح َّتى َسَيُقوُل اَّلِذ يَن َأْش َر ُك وا َلْو َش اَء
ُقْل َفِلَّلِه اْلُحَّج ُة: ِع ْلٍم َفُتْخ ِر ُجوُه َلَنا ِإن َتَّتِبُعوَن ِإاَّل الَّظَّن َو ِإْن َأنُتْم ِإاَّل َتْخ ُرُضوَن َذ اُقوا َبْأَس َنا ُقْل َهْل ِع نَد ُك م ِّم ْن
( َأْج َم ِع يَنَلَهَد َنُك ْم َش اَء َفَلْو البلغُة
4
mengemukakannya kepada kami " Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan
kamu tidak lain hanyalah berdusta. 149) Katakanlah: "Allah mempunyai hujjah yang jelas
lagi kuat: Maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya
" (QS. al-An'aam: 148-149)
َو َقاَل اَّلِذ يَن َأْش َر ُك وا َلْو َش اَء ُهللا َم ا َع َبْد َنا ِم ن ُدوِنِه ِم ن
َش ْي ٍء َنْح ُن َو اَل َء اَباُؤَنا َو اَل َح َّر ْم َنا ِم ن ُدوِنِه ِم ن َش ْي ٍء َك َذ اِلَك َفَعَل
اَّلِذ يَن ِم ن َقْبِلِه ْم َفَهْل َع َلى الُّر ُس ِل ِإاَّل اْلَبَلُغ اْلُم ِبيُن
"Dan berkatalah orang-orang musyrik: Jika Allah menghendaki, nisca- ya kami tidak akan
menyembah sesuatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak
pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya.' Demikianlah yang diperbuat orang-
orang sebelum mereka; Maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyam paikan
(amanat Allah) dengan terang." (QS. an-Nahl: 35)
Adapun ber-hujjah kepada takdir atas musibah yang menim pa manusia dapat
dibenarkan Islam. Sebagaimana dialog yang terjadi antara Nabi Adam dan Nabi Musa
tentang musibah di- keluarkannya Bani Adam dari surga seperti berikut:
"Adam dan Musa berbantah-bantahan. Musa berkata, Wahai, Adam, Anda adalah bapak
kami yang telah mengecewakan dan mengeluarkan kami dari surga. Lalu Adam menjawab,
"Kamu, wahai Musa yang telah dipilih Allah dengan Kalam-Nya dan menuliskan untukmu
dengan tangan-Nya, apakah kamu mencela kepadamu atas suatu perkara yang mana Allah
telah menakdirkan kepadaku sebelum aku diciptakan empat puluh tahun? Maka Nabi
bersabda. Maka, Adam telah membantah Musa, Adam telah membantah Musa" (HR
Muslim).
5
al-Asyqar dalam kitab "al-Qadha wa al-Qadar" menyimpulkan buah beriman terhadap spadar
sebagai berikut:
َوِإَذ ا َم َّسُه الَخْيُر: ِإَّن اِإل نَس َن ُخ ِلَق َهُلوًعا ج ِإَذ ا َم َّسُه الَّلُر َج ُروًعا
َم ُنوًعا ِإاَّل اْلُمَص ِّليَن
19) Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah lagi kikir. 20) Apabila ia ditimpa
kesusahan in berkeluh-kesah. 21) Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir. 22)
Kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat. (QS. al-Ma'ary: 19-22)
ليس البر أن ُتَو ُّلوا ُوُجوَهُك ْم ِقَبَل اْلَم ْش ِرِق َو اْلَم ْغ ِر ِب َو َلِكَّن اْلَبِّر مْن َء اَم َن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َو اْلَم َلِبَك ِة
َو اْلِكَتاِب َو الَّنِبِّييَن َو َأَتى الماَل َع َلى ُحِّبِه َذ ِو ى اْلُقْر َبى َو اْلَيَتَم ى َو اْلَم ْس ِكيَن َو اْبَن
6
الَّسِبيِل َو الَّساِبِليَن َوِفي الِّر َقاِب َو َأَقاَم الَّص َلَو َة َو َأَتى الَّز َكوَة اْلَبْأَس اِء َو اْلُم وُفوَن ِبَع ْهِدِهْم ِإَذ ا َع َهُدوا
َو الَّص ِبِريَن ِفي َو الَّضَّراِء َو ِح يَن اْلَبْأِس ُأَو َلَتِبَك اَّلِذ يَن َص َد ُقوا َو ُأوَليَك ُهُم
) اْلُم َّتُقوَن
"Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-
anak ya- fim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-
orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba saha ya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat: dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-
orang yang sabar da- lam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa" (QS. al-
Baqarah: 177)
ِإَّنا ُك َّل َش ْي ٍء َخ َلْقَتُه ِبَقَد ٍر
"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran." (QS al-Qamar: 49)
Juga terdapat sabda Nabi saw yang bisa ditemukan hadits Jibril berikut ini:
"Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik
maupun yang buruk." (HR. Muslim) Demikianlah uraman tentang rukun Islam dan rukun
iman, dan pada pembahasan selanjutnya buku ini hanya akan membahas lebih jelas seputar
rukun Islam mulai dari syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.3
Kita juga harus yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah memiliki rencana yang sangat
terencana terhadap semua makhluk-Nya, termasuk manusia sebagai salah satu makhluk
3
Buku Pintar Muslim Dan Muslimah, 28–34.
7
ciptaan Nya yang ditimpakan takdir atasnya. Oleh karenanya, beriman kepada takdir yang
Allah takdirkan termasuk pilar keimanan bagi kaum mukminun. Maka, boleh dikata bahwa
seseorang tidak dikatakan beriman jika ia tidak mengimani takdir Allah, bahwa sesungguhnya
Allah menetapkan segala sesuatu.
Manusia memiliki kemauan besar untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan mencapai
apa yang diimpikan, namun, terkadang manusia lupa bahwa keinginan keras yang dimiliki
manusia pada hakikatnya juga atas izin Allah sehingga dengan demikian, apa yang menjadi
kemauan manusia haruslah bermuara dan terbatas pada takdir Allah. Artinya, manusia tidak
bisa memaksakan kemauan besarnya jika Allah memiliki rencana lain di luar itu.
Dan, tidak berarti dengan adanya takdir dalam hidup menjadikan manusia malah tidak
berbuat apa-apa. Hal itu salah besar. Manusia tetaplah dengan kemauannya yang besar, akan
tetapi, kemauan besar itu haruslah diposisikan dan dialirkan dalam koridor 'keimanan yang
menyelimuti hati manusia. Karena, keimanan inilah yang menjadi fondasi manakala kemauan
besar itu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Maka, diri manusia tidak akan mudah
berputus asa, justru malah ingin selalu bangkit dan memperbaiki diri.
Ingatlah, bahwa kita adalah makhluk. Jika ada makhluk berarti ada Sang Khalik, artinya
jika ada yang diciptakan berarti ada Sang Pencipta. Di sinilah Allah bertindak sebagai
Pencipta. Dialah yang Maha Berkuasa atas segala makhluk-Nya. Mungkin kata 'takdir'
bukanlah hal yang baru lagi di telinga kita. Sejak di bangku sekolah dasar hingga perguruan
tinggi, mulai dari masjid hingga tepian pasar, mungkin kata yang satu ini telah banyak
menghiasi setiap atmosfer udara kita. Tapi, kata 'takdir' tak semudah yang kita pahami sebab
tak sedikit orang yang menyalahartikan baik disengaja atau tidak sehingga berdampak pada
sikap manusia dalam menyikapi takdir. Kita bisa lihat orang yang benar dalam menyikapi
takdir, dalam hidupnya-atas semua keputusan Allah-akan selalu teguh dalam menjalani hidup.
Sebaliknya, bagi mereka yang menyalahartikan takdir, hidupnya selalu penuh dengan keluhan,
menantang, dan selalu berpikir buruk (negative thinking). Dengan demikian, dapat dikatakan
pula bahwa pemahaman tentang takdir sangat penting bagi seorang Muslim sebab pemahaman
tentang takdir ini akan menentukan arah dan sikap seorang Muslim terhadap berbagai hal yang
terjadi dalam hidupnya Bagaimana ia menyikapi berbagai kejadian dalam hidupnya yang
mungkin tidak mereka harapkan, dan bagaimana pula mereka menyikapi atas tercapainya
kemauan mereka selama ini?
8
Takdir terkait erat dengan iradat dan perbuatan manusia. Manusia bisa berbuat atas
kebebasannya, tapi itu semua dapat diperbuat dalam batas-batas sunnatullah (ketetapan Allah
atau hukum alam). Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa Allah yang menentukan sedangkan
manusia bertugas memilih dan berbuat Takdir Allah kepada hamba-hamba-Nya meliputi tiga
unsur, yakni akal, kemauan, dan daya yang diberikan Allah kepada manusia. Manusia bebas
memilih, tapi tetaplah dalam koridor sunnatullah. Sehingga-menurut Muhammad Abduh-
tidak ada alasan bahwa manusia tidak bisa aktif dan produktif, sebaliknya, manusia haruslah
berusaha dengan segenap kemampuannya dalam menjalani kehidupan.
Suatu qadha/keputusan telah ditetapkan oleh Allah, akan tetapi, Allah selalu menuntun dan
menunjukkan ke arah yang seharusnya dituju oleh makhluk-Nya. Sebab, apa yang
dituntunkan dan ditunjukkan oleh Allah terdapat hikmah besar di balik takdir itu. Di sinilah
Allah selalu menggiring manusia untuk menemukan takdirnya seraya mengarahkannya.
Maka, tugas manusia di sini ialah berusaha untuk mendapatkan takdir sesuai apa yang
diusahakannya, namun tetap dalam koridor bahwa Allah seraya menuntun manusia dengan
keputusan Nya yang akan membawa kebaikan bagi manusia.
۳( (َو اَّلِذ ي َقَّد َر َفَهَدى۲( ( اَّلِذ ي َخ َلَق َفَس َّوى۱) سبح اْس َم َر ِّبَك األْعَلى
9
Belajar dari kejadian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa takdir itu tidak boleh
dianggap sebagai suatu jalan untuk melegalkan kemaksiatan dan tidak boleh pula dijadikan
alasan untuk tidak berbuat apa-apa yang hanya menunggu suatu kejadian, serta tidak boleh
pula dimaknai sebagai suatu bentuk paksaan dan kekejaman Tuhan untuk makhluk-Nya.
Namun, sebaliknya, takdir harus dimaknai sebagai jalan untuk menuju cita-cita dan tujuan-
tujuan dari sekian banyak amal perbuatan yang melatarinya. Mengimani takdir haruslah
berpegang pada beberapa konsepsi: Pertama, bahwa Allah Mahamengetahui terhadap segala
apa-apa yang akan terjadi dan apa-apa yang telah terjadi. Kedua, bahwa Allah memiliki
kehendak mutlak yang mengarahkan manusia pada sesuatu hal yang pasti baik buat
manusia. Ketiga, bahwa Allah adalah Mahapencipta yang telah mengikutsertakan hukum-
hukum sunnatullah di dalamnya. Keempat, bahwa takdir merupakan hal yang gaib, yang
tidak dapat diketahui oleh manusia, dan hanya diketahui oleh Yang Mahagaib. Jika kita
telah berpegang pada empat konsepsi tersebut, maka kita akan lebih mudah untuk menerima
segala keputusan Allah.4
4
Ya Allah Beri Aku Sabar Agar Bisa Bersyukur, 2–6.
10
menimpanya adalah merupakan taqdir dan ujian dari Allah, dengan demikian dia akan
bersabar dan tabah dan tidak akan gelisah.
3. Beriman kepada taqdir, melindunginya dari sebab-sebab yang menjerumuskan kepada
kesesatan dan suul khatimah (pengakhiran hidup yang jelek) karena taqdir membuat
seseorang senantiasa bersungguhsungguh untuk istiqamah, memperbanyak amal saleh dan
menjauhi kemaksiatan dan penyebab kehancuran.
4. Menumbuhkan pada jiwa orang-orang beriman keteguhan hati dan keyakinan yang
mantap di samping mengusahakan sebab dalam menghadapi musibah dan berbagai
kesulitan. Rasulullah shallallahu alaihiwasallam bersabda:
إن أصابتة،عجبا األثر المؤمن إلى أمرة كله له خير وليس ذلك ألحد إال للمؤمن
وإْن أَص اَبْتُه َض َّراُء َصَبَر َفَك اَن َخْيرًا َلُه،سراء شكر فكان خيًرا له
5
“BERIMAN KEPADA QADHA DAN QADAR ALLAH,” 8–9.
11
Kesimpulan
Takdir adalah hukum Allah, hukum yang ditetapkan berdasarkan pada kekuatan, daya,
potensi, ukuran, dan batasan yang ada pada sesuatu yang ditetapkan hukumnya. Memahami
konsep takdir berguna demi kelangsungan hidup umat manusia selama di dunia dalam
menjalankan amal perbuatan dan ibadah agar menjadi seorang manusia yang lebih baik dari
waktu ke waktu. Mempercayai takdir dengan sepenuh hati merupakan cerminan keimanan
seseorang. Semakin tinggi iman seseorang semakin yakinlah bahwa segala yang diberikan Allah
kepadanya merupakan ketentuan yang telah ditentukan.
Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan kita semua dalam bidang agama khususnya
mengenal konsep takdir Allah swt. Dapat juga menambah rasa keimanan kita kepada Allah,
karena iman kepada takdir merupakan salah satu yang ada dalam rukun iman umat islam kepada
Allah.
Saran
Pemakalah menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
baik dari segi penulisannaya maupun dari segi penyajiannya. Untuk ke depannya pemakalah akan
lebih fokus dan lebih teliti dalam menjelaskan makalah diatas maupun makalah lainnya dengan
sumber-sumber yang lebih banyak serta dapat dipertanggungjawabkan Oleh karena itu,
pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini serta
pembuatan makalah yang akan datang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Agus Susanto. Takdir Allah Tak Pernah Salah. Bandung: Penerbit Safina, 2014.
“BERIMAN KEPADA QADHA DAN QADAR ALLAH,” n.d.
M. Amin Syukur. Teologi Islam Terapan. Tiga Serangkai, 2003.
Rina Ulfatul Hasanah. Buku Pintar Muslim Dan Muslimah. Media Pressindo, n.d.
Thoriq Aziz Jayana. Ya Allah Beri Aku Sabar Agar Bisa Bersyukur. Anak Hebat Indonesia, 2019.
13
BIODATA
14