Anda di halaman 1dari 13

Penyakit – Penyakit Tauhid

(Riya’ dan Sum’ah)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Tauhid yang
dibimbing oleh:

Murtiningsih, M.Pd.I

Disusun

Oleh Kelompok 4:

Jetah Arobiah (1730304083)

Miranda Rahmania (1730304090)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH

PALEMBANG

2020
A. RIYA’

Dalam bahasa Arab, arriya’ (‫ )الرياء‬berasal dari kata kerja raâ ( ‫)راءى‬
yang bermakna memperlihatkan. Riya’ merupakan memperlihatkan sekaligus
memperbagus suatu amal ibadah dengan tujuan agar diperhatikan dan
mendapat pujian dari orang lain. Riya’ termasuk karena meniatkan ibadah
selain kepada Allah SWT.1

Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya, dan sesungguhnya


amalan seseorang itu akan dibalas sesuai dengan apa yang ia niatkan.”
(Muttafaqun ‘alaihi).

Adapun amal perbuatan yang diridhai Allah SWT ialah yang


diniatkan kepada Allah semata, dikerjakan dengan ikhlas sesuai dengan
kemampuan, tidak pilih kasih, dan merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Sementara ibadah yang tidak akan diterima oleh Allah merupakan amal
ibadah yang dikerjakan dengan niat bukan kepada Allah, tidak ikhlas karena
ingin mendapat imbalan (bisa berupa pujian atau penghargaan), serta
mengada-ada.

Allah SWT berfirman yang artinya;

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan


(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada
manusia.” (Q. S. Al-Baqarah : 264).

Bersamaan dengan sum’ah, riya’ merupakan perbuatan tercela dan masuk


ke dalam syirik kecil. Allah SWT berfirman yang artinya;

1
Ibrahim, Memabangun Akidah dan Akhlaq kelas VII. (Solo : Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2009), hlm 98

1
“Sesungguhnya orang-rang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka
berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ (dengan shalat itu) dihadapan
manusia, dan tidaklah mereka dzkiri kepada Allah kecuali sedikit sekali.” (Q.
S. An-Nisa’ : 142)

1. Hukum Riya’

Perbuatan riya’ termasuk ke dalam syirik kecil sehingga dilarang oleh


agama Islam dan hukumnya adalah haram. Dari Mahmud bin Labid,
Rasulullah SAW bersabda yang artinya;

ْ َ ‫َّللاِ َو َما الش ِْركُ األ‬


‫صغ َُر‬ ْ َ ‫علَ ْي ُك ْم الش ِْركُ األ‬
ُ ‫صغ َُر قَالُوا يَا َر‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ف َما أَخ‬
َ ‫َاف‬ َ ‫ِإ َّن أ َ ْخ َو‬
ِ ‫قَا َل‬
‫الريَا ُء‬

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan dari apa yang aku takutkan
menimpa kalian adalah syirkul ashghar (syirik kecil).” Maka para
shahabat bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan syirkul
ashghar?” Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab,“Ar-riya’.”
(HR. Ahmad no. 27742.)

2. Jenis – Jenis Riya’

a) Riya’ dalam niat

Berkaitan dengan niat di dalam hati seseorang yang merupakan awal


daripada setiap perbuatan yang menyebabkan tidak adanya rasa ikhlas.
Dalam sebuah hadist yang artinya;

“Aku mendengar Umar bin Khattab berkata di atas mimbar; ‘Aku


mendengar Rasulullah SAW bersabda; ‘Sesungguhnya segala perbuatan
itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap orang memperoleh
sesuai apa yang ia niatkan.” (H. R. Bukhari Muslim).

2
b) Riya’ dalam perbuatan

Lanjutan daripada niat di dalam hati tadi, yakni menunjukkan segala


tindak perbuatan atau ibadah dihadapan orang lain dengan tujuan untuk
diperhatikan dan mendapat pujian. Macam-macam riya’ dalam perbuatan
adalah:

1) Riya’ badan. Misalnya; memamerkan tubuh yang kurus tanda rajin


berpuasa.
2) Riya’ dalam pakaian. Misalnya; menganakan pakaian yang sesuai
dengan syar’i agar dianggap sebagai orang yang alim.
3) Riya’ dalam ucapan. Misalnya; membaca Al-Qur’an dengan suara
yang, merdu dan fasih dihadapan orang agar dipuji.

3. Ciri dari Perbuatan Riya’

Ada tiga ciri dasar yang merupakan akar daripada perbuatan riya’ yakni;

1) Serius dan giat bekerja ketika mendapat pujian, dan sebaliknya, akan
malas jika tidak ada yang memerhatikan atau tidak ada yang memberi
penghargaan. Bahkan cenderung melepas tanggung jawab atas
pekerjaan tersebut apabila ada orang lain yang mencela.
2) Saat bekerja kelompok akan sangat bersemangat dan profesional,
namun menjadi sangat malas saat mengerjakan sesuatu sendirian.
3) Ketika berada dihadapan banyak orang akan selalu mawas diri
daripada perbuatan yang melanggar perintah Allah SWT. Sebaliknya,
saat orang lain tidak melihat maka akan melakukan perbuata-perbuatan
yang tercela.

4. Bahaya terhadap Riya’

Riya’ kini sudah begitu merajalela. Meskipun dari setiap orang


memiliki kadar yang berbeda, tetap saja tujuannya adalah sama-sama ingin

3
mendapat pujian dari manusia dan tidak ikhlas. Riya’ berbahaya karena
merupakan salah satu daripada penyakit hati yang menjadikan seseorang
masuk dalam golongan orang munafik.

Riya’ juga merupakan dosa besar karena tergolong dalam


perbuatan syirik yang mendatangkan murka Allah SWT. Balasannya tidak
lain adalah siksa api neraka.

Riya’ dapat menimpa siapa saja bahkan termasuk orang mukmin


yang shaleh dan shalehah sekalipun. Dalam sebuah hadits dari Abu
Hurairah RA, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW
mengabarkan bahwa golongan yang pertama kali dihisab adalah yang mati
syahid, mempelajari dan mengajarkan ilmu, dan bersedekah.

Akan Allah SWT justru melempar ketiganya ke dalam api neraka


karena amal ibadah yang mereka lakukan tidak dengan niat kepada Allah
SWT. Firman Allah SWT :

‫س ٰال ۙى‬
َ ‫ص ٰلو ِة قَا ُم ْوا ُك‬ َّ ‫ع ُه ْۚ ْم َو ِإذَا قَا ُم ْوا ِإلَى ال‬ُ ‫َّللاَ َو ُه َو خَا ِد‬ ُ ‫َّن ْال ُم ٰن ِف ِقيْنَ ي ُٰخ ِد‬
‫ع ْونَ ه‬
‫َّللاَ إِ ََّل قَ ِلي ً ا‬
‫ْل‬ ‫اس َو ََل يَ ْذ ُك ُر ْونَ ه‬َ َّ‫ي َُرا ُء ْونَ الن‬

“Dan apabila mereka (kaum munafikin) berdiri mengerjakan shalat, maka


mereka berdiri dalam keadaan malas dan riya’ di hadapan manusia dan
tidaklah mereka mengingat Allah kecuali sedikit sekali.” (Q. S. An Nisa
ayat 142).

Masih banyak lagi bahaya perbuatan riya’ yang tentu saja sangat
merugikan, yakni:

1. Menghapus amalan yang dikerjakan


2. Pada hari kiamat akan dipermalukan dihadapan seluruh makhluk
3. Menjadikan amal ibadah yang baik menjadi batal, berubah buruk, dan
berbuah dosa

4
4. Lebih berbahaya daripada fitnah
5. Terhalang daripada taufik dan hidayah Allah SWT
6. Menimbulkan kesempitan dalam hidup
7. Menjadi penyebab jiwa yang tidak tenang dan gelisah
8. Khilangnya wibawa dan kharisma diri di hadapan orang lain, Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 18, yang artinya;
“Barangsiapa yang dihinakan Allah, niscaya tiada seorangpun yang
akan memuliakannya.”
9. Profesionalisme kerja tidak ada lagi
10. Terjebak dalam sikap sombong yang hanya akan menyulitkan diri
sendiri
11. Menghilangkan keimanan
12. Menimbulkan kesengsaraan
13. Akan mendapat siksa di akhirat

5. Bentuk-Bentuk Riya’

1. Riya’ yang mencampuri amal dari awal hingga akhir, maka amalannya
terhapus. Misalnya seseorang yang hendak mengerjakan shalat lalu
datang seseorang yang ia kagumi. Kemudian ia shalat dengan bagus
dan khusyu’ karena ingin dilihat orang tersebut. Riya’ tersebut ada
dari awal hingga akhir shalatnya dan ia tidak berusaha untuk
menghilangkannya, maka amalannya terhapus.
2. Riya’ yang muncul tiba-tiba di tengah-tengah amal dan dia berusaha
untuk menghilangkannya sehingga riya’ tersebut hilang, maka riya’ ini
tidak mempengaruhi pahala amalannya. Misalnya seseorang yang
shalat kemudian muncul riya’ di tengah-tengah shalatnya dan ia
berusaha untuk menghilangkannya sehingga riya’ tersebut hilang,
maka riya’ tersebut tidak mempengaruhi ataupun merusak pahala
shalat tersebut.
3. Riya’ muncul tiba-tiba di tengah-tengah namun dibiarkan terus
berlanjut, maka ini adalah syirik asghar dan menghapus amalannya.

5
Namun dalam kondisi ini ulama berselisih pendapat tentang amalan
mana yang terhapus, misalnya riya’ dalam shalat. Apakah rakaat yang
tercampuri riya’ saja yang terhapus ataukah keseluruhan shalatnya.

Pendapat pertama menyatakan bahwa yang terhapus hanyalah pada


amalan yang terkait. Pendapat kedua, yaitu perlu dirinci:

1. Kalau amalannya merupakan satu rangkaian dan tidak mungkin


dipisahkan satu dengan yang lain, misalnya shalat dhuhur empat
rakaat, maka terhapus rangkaian amal tersebut.
2. Kalau amalannya bukan merupakan satu rangkaian, maka amal
yang terhapus pahalanya adalah sebatas yang tercampuri saja.
Misalnya seseorang yang bersedekah kepada sepuluh orang anak
yatim. Saat bersedekah pada anak kesatu sampai yang kelima ia
ikhlas. Akan tetapi riya’ muncul saat ia bersedekah pada anak ke-
enam, maka pahala yang terhapus adalah sedekah pada anak ke-
enam. Contoh yang serupa adalah puasa.

B. SUM’AH

Pengertian secara bahasa, kata sum’ah (‫ )السمعة‬berasal dari kata ‫سمع‬


samma’a (memperdengarkan). Kalimat samma’an naasa bi ‘amalihi
digunakan jika seseorang menampakkan amalnya kepada manusia yang
semula tidak mengetahuinya. 2

Pengertian secara Istilah, Pengertian sum’ah secara istilah/terminologi


adalah sikap seorang muslim yang membicarakan atau memberitahukan amal
shalihnya -yang sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada
manusia lain agar dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari
mereka, atau mengharapkan keuntungan materi.

2
Ibrahim, Memabangun Akidah dan Akhlaq kelas VII. (Solo : Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2009), hlm 98

6
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengetengahkan pendapat
Izzudin bin Abdussalam bahwa sum’ah adalah sikap seseorang yang
menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut
kepada manusia. Sehingga, sum’ah adalah amal terpuji jika ia melakukannya
karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika dia
membicarakan amalnya di hadapan manusia.

Dalam Al-Qur’an Allah telah memperingatkan tentang sum’ah dan riya:


ُ ِ ‫اْل َ ذ َ ٰى كَا ل َّ ِذ ي ي ُ ن ْ ف‬
‫ق َم ا ل َ ه ُ ِر ئ َا َء‬ ْ ‫ي َ ا أ َي ُّ هَ ا ا ل َّ ِذ ي َن آ َم ن ُ وا ََل ت ُب ْ ِط ل ُ وا صَ د َ ق َ ا ت ِ ك ُ مْ ب ِ ا ل ْ َم نِ َو‬
‫اْل ِخ ِر‬ ْ ‫اَّلل ِ َو ا ل ْ ي َ ْو ِم‬
َّ ِ ‫اس َو ََل ي ُ ْؤ ِم ُن ب‬ ِ َّ ‫ال ن‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)


sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian.…” (QS. Al-
Baqarah264)

Rasulullah SAW juga memperingatkan dalam haditsnya:

َّ ‫َّللاُ ِب ِه َو َم ْن يُ َرائِي يُ َرائِي‬


‫َّللاُ ِب ِه‬ َّ ‫س َّم َع‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫س َّم َع‬

“Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh
Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya.” (HR.
Bukhari)

1. Contoh Sum’ah :
1) Ketika seseorang pernah menolong orang lain, lalu orang lain bercerita
tentang kebaikannya, dirinya merasa senang dan bahkan dengan
sengaja berusaha mengungkit-ungkit masa lalu tersebut dan
memancing-mancing agar orang yang tahu masalahnya untuk bercerita
kepada orang lain di hadapannya dengan harapan ia akan merasa
bangga mendengar hal itu.

7
2) Beramal karena ingin didengar orang lain, seperti seseorang
memperindah bacaan Al Qur’annya karena ingin disebut qari’, maka
ini yang disebut sebagai sum’ah.
2. Beberapa Perkara yang Disangka Riya dan Sum’ah
1) Tidak dengan sengaja mendapat pujian dari orang lain atas perbuatan
baik yang dilakukan. Dari Abu Dzar: “Ditanyakan kepada Rasulullah
SAW; “Beritakan kepadaku tentang seseorang yang melakukan
amalan kebaikan dan orang-orang memujinya padanya!” Beliau
bersabda: “itu adalah kabar gembira yang segera bagi seorang
mukmin.” (H. R. Muslim).
2) Ibadah yang dilakukan dengan giat tidak hanya dihadapan orang lain
tapi juga saat sendirian.
3) Membaguskan pakaian bukan untuk pamer atau ingin dipuji melainkan
karena Allah SWT menyukai keindahan. Dari Abdullah bin Mas’ud
RA, Nabi Muhammada SAW bersabda yang artinya; “Tidak akan
masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat
biji sawi”. Seorang laki-laki bertanya : “Ada seseorang suka bajunya
bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?)”.
Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai
keindahan kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan
manusia.” (H. R. Muslim).
4) Tidak membeberkan atau menceritakan dosa sendiri, bukan maksud
untuk menutupi kekurangan agar hanya dilihat kebaikannya. Tapi
berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang artinya; “Semua umatku akan
diampuni (atau : tidak boleh dighibah) kecuali orang yang melakukan
kemaksiatan dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk
melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, yaitu seseorang yang
melakukan perbuatan (kemaksiatan) pada waktu malam dan Allah
telah menutupinya (yakni, tidak ada orang yang mengetahuinya), lalu
ketika pagi dia mengatakan : “Hai Fulan, kemarin aku melakukan ini
dan itu”, padahal pada waktu malam Allah telah menutupinya, namun

8
ketika masuk waktu pagi dia membuka tirai Allah terhadapnya. ” (H.
R Bukhari dan Muslim).
5) Seorang hamba Allah yang memperoleh ketenaran di antara sesama
manusia bukan karena ia sendiri yang mencarinya sehingga tidak ada
unsur ujub di dalamnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Maukah kalian aku beritakan tentang penghuni neraka ; yaitu setiap
orang yang berperangai jahat serta kasar, orang gemuk yang
berlebih-lebihan dalam berjalannya, dan orang-orang yang
sombong,” (H. R Bukhari, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
3. Cara Mengobati Penyakit Riya’ dan Sum’ah
1) Memohon dan selalu berlindung kepada Allah agar mengobati penyakit
riya’

Seorang hamba tidak akan mampu melakukan sesuatu kecuali


dengan bantuan dan anugerah Allah. Oleh karena itu, untuk mengobati
riya’, seorang selalu membutuhkan pertolongan dan memohon
perlindungan kepada-Nya dari penyakit riya’ dan sum’ah. Demikian yang
diajarkan Rasulullah dalam sabda beliau:

“Wahai sekalian manusia, peliharalah diri dari kesyirikan


karena ia lebih samar dari langkah kaki semut.” Mereka bertanya,
“Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami memelihara diri darinya
padahal ia lebih samar dari langkah kaki semut?” beliau menjawab,
“Katakanlah:

َ َ‫الل ُه َّم إِنَّانَعُ ْوذُبِكَ ِم ْن أَََ ْن نُ ْش ِركَ ِبك‬


‫ش ْيئًا َن ْعلَ ُمهُ َونَ ْستَ ْغ ِف ُركَ ِل َما َلَ َن ْعلَ ُم‬

‘Ya Allah, kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang


kami ketahui. Dan kami mohon ampunan kepada-Mu dari apa yang tidak
kami ketahui.'” (HR. Ahmad)

9
2) Mengenal riya’ dan sum’ah serta berusaha menghindarinya

Kesamaran riya’ menuntut seseorang yang ingin menghindarinya


agar mengetahui dan mengenal dengan baik riya’ dan penyebabnya.
Selanjutnya, berusaha menghindarinya. Adakalanya seorang itu terjangkit
penyakit riya’ dan sum’ah disebabkan ketidaktahuan dan adakalanya
karena keteledoran dan kurang hati-hati.

3) Menyembunyikan dan merahasiakan ibadah

Salah satu upaya mengekang riya’ adalah dengan


menyembunyikan amalan. Hal ini dilakukan oleh para ulama sehingga
amalan yang dilakukan tidak tercampuri riya’. Mereka tidak memberikan
kesempatan kepada setan untuk mengganggunya. Para ulama menegaskan
bahwa menyembunyikan amalan hanya dianjurkan untuk amalan yang
bersifat sunnah. Sedangkan amalan yang wajib tetap ditampakkan.
Sebagian dari ulama ada yang menampakkan amalan sunnahnya agar
dijadikan contoh dan diikuti manusia. Mereka menampakkannya dan tidak
menyembunyikannya, dengan syarat merasa aman dari riya’. Hal ini tentu
tidak akan bisa kecuali karena kekuatan iman dan keyakinan mereka.

4) Latihan dan mujahadah

Latihan yang terus menerus dan mujahadah (kesungguhan) agar


jiwa terbina dan terjaga dari sebab-sebab yang dapat membawa kepada
perbuatan riya’ bila tidak, maka sesungguhnya hal tersebut telah membuka
pintu dan kesempatan kepada setan untuk menyebarkan penyakit riya’ dan
sum’ah ke dalam hati.

C. Kesimpulan

. Riya’ merupakan memperlihatkan sekaligus memperbagus suatu


amal ibadah dengan tujuan agar diperhatikan dan mendapat pujian dari orang

10
lain. sedangkan sum’ah ialah memperdengarkan amal ibadah yang
sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada manusia lain agar
dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau
mengharapkan keuntungan materi.

Riya’ dan sum’ah merupakan akhlak yang tercela yang dapat


mempengaruhi turunnya kadar iman dan tauhid seseorang. keduanya sama-
sama memiliki tujuan agar dipandang baik dihadaan manusia lainnya
sehingga dalam Q.S An nisa: 142 Allah menyebutnya sebagai orang yang
munafik. Adapaun didalam hadis bahwa riya’ dan sum’ah adalah perbuatan
yang rasul takuti akan terjadi pada umatnya karena perbuatan ini termasuk ke
dalam syirik kecil.

11
Daftar Pustaka

Al-Qur’an Al-Karim

Terjemah Sittu Duror, Landasan Membangun Jalan Selamat. ‘Abdul Malik


Ahmad Ramdhani. Media Hidayah. Cetakan pertama. 2004.

Mutiara Faidah Kitab Tauhid Syaikh Muhammad At Tamimi. Abu ‘Isa ‘Abdullah
bin Salam. Cetakan pertama. LBIA Al Atsary.

Majalah As-Sunnah edisi 05/ VIII/ 1425H/ 2004M.

Abdurrahman. Syaikh Bin Hasan Alu Asy-Syaikh, Fathul Majid Penjelasan


Lengkap Kitab Tauhid,Terj, Izzudin Karimi dan Abdurrahman Nur
Yaman, Cet Viii. Jakarta : Darul Haq. 2016

Ibrahim. Memabangun Akidah dan Akhlaq kelas VII. Solo : Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri 2009

12

Anda mungkin juga menyukai