Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ilmu Tauhid yang
dibimbing oleh:
Murtiningsih, M.Pd.I
Disusun
Oleh Kelompok 4:
PALEMBANG
2020
A. RIYA’
Dalam bahasa Arab, arriya’ ( )الرياءberasal dari kata kerja raâ ( )راءى
yang bermakna memperlihatkan. Riya’ merupakan memperlihatkan sekaligus
memperbagus suatu amal ibadah dengan tujuan agar diperhatikan dan
mendapat pujian dari orang lain. Riya’ termasuk karena meniatkan ibadah
selain kepada Allah SWT.1
1
Ibrahim, Memabangun Akidah dan Akhlaq kelas VII. (Solo : Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2009), hlm 98
1
“Sesungguhnya orang-rang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan
membalas tipuan mereka. Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka
berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya’ (dengan shalat itu) dihadapan
manusia, dan tidaklah mereka dzkiri kepada Allah kecuali sedikit sekali.” (Q.
S. An-Nisa’ : 142)
1. Hukum Riya’
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan dari apa yang aku takutkan
menimpa kalian adalah syirkul ashghar (syirik kecil).” Maka para
shahabat bertanya, ”Apa yang dimaksud dengan syirkul
ashghar?” Beliau shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab,“Ar-riya’.”
(HR. Ahmad no. 27742.)
2
b) Riya’ dalam perbuatan
Ada tiga ciri dasar yang merupakan akar daripada perbuatan riya’ yakni;
1) Serius dan giat bekerja ketika mendapat pujian, dan sebaliknya, akan
malas jika tidak ada yang memerhatikan atau tidak ada yang memberi
penghargaan. Bahkan cenderung melepas tanggung jawab atas
pekerjaan tersebut apabila ada orang lain yang mencela.
2) Saat bekerja kelompok akan sangat bersemangat dan profesional,
namun menjadi sangat malas saat mengerjakan sesuatu sendirian.
3) Ketika berada dihadapan banyak orang akan selalu mawas diri
daripada perbuatan yang melanggar perintah Allah SWT. Sebaliknya,
saat orang lain tidak melihat maka akan melakukan perbuata-perbuatan
yang tercela.
3
mendapat pujian dari manusia dan tidak ikhlas. Riya’ berbahaya karena
merupakan salah satu daripada penyakit hati yang menjadikan seseorang
masuk dalam golongan orang munafik.
س ٰال ۙى
َ ص ٰلو ِة قَا ُم ْوا ُك َّ ع ُه ْۚ ْم َو ِإذَا قَا ُم ْوا ِإلَى الُ َّللاَ َو ُه َو خَا ِد ُ َّن ْال ُم ٰن ِف ِقيْنَ ي ُٰخ ِد
ع ْونَ ه
َّللاَ إِ ََّل قَ ِلي ً ا
ْل اس َو ََل يَ ْذ ُك ُر ْونَ هَ َّي َُرا ُء ْونَ الن
Masih banyak lagi bahaya perbuatan riya’ yang tentu saja sangat
merugikan, yakni:
4
4. Lebih berbahaya daripada fitnah
5. Terhalang daripada taufik dan hidayah Allah SWT
6. Menimbulkan kesempitan dalam hidup
7. Menjadi penyebab jiwa yang tidak tenang dan gelisah
8. Khilangnya wibawa dan kharisma diri di hadapan orang lain, Allah
SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Hajj ayat 18, yang artinya;
“Barangsiapa yang dihinakan Allah, niscaya tiada seorangpun yang
akan memuliakannya.”
9. Profesionalisme kerja tidak ada lagi
10. Terjebak dalam sikap sombong yang hanya akan menyulitkan diri
sendiri
11. Menghilangkan keimanan
12. Menimbulkan kesengsaraan
13. Akan mendapat siksa di akhirat
5. Bentuk-Bentuk Riya’
1. Riya’ yang mencampuri amal dari awal hingga akhir, maka amalannya
terhapus. Misalnya seseorang yang hendak mengerjakan shalat lalu
datang seseorang yang ia kagumi. Kemudian ia shalat dengan bagus
dan khusyu’ karena ingin dilihat orang tersebut. Riya’ tersebut ada
dari awal hingga akhir shalatnya dan ia tidak berusaha untuk
menghilangkannya, maka amalannya terhapus.
2. Riya’ yang muncul tiba-tiba di tengah-tengah amal dan dia berusaha
untuk menghilangkannya sehingga riya’ tersebut hilang, maka riya’ ini
tidak mempengaruhi pahala amalannya. Misalnya seseorang yang
shalat kemudian muncul riya’ di tengah-tengah shalatnya dan ia
berusaha untuk menghilangkannya sehingga riya’ tersebut hilang,
maka riya’ tersebut tidak mempengaruhi ataupun merusak pahala
shalat tersebut.
3. Riya’ muncul tiba-tiba di tengah-tengah namun dibiarkan terus
berlanjut, maka ini adalah syirik asghar dan menghapus amalannya.
5
Namun dalam kondisi ini ulama berselisih pendapat tentang amalan
mana yang terhapus, misalnya riya’ dalam shalat. Apakah rakaat yang
tercampuri riya’ saja yang terhapus ataukah keseluruhan shalatnya.
B. SUM’AH
2
Ibrahim, Memabangun Akidah dan Akhlaq kelas VII. (Solo : Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2009), hlm 98
6
Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-Asqalani mengetengahkan pendapat
Izzudin bin Abdussalam bahwa sum’ah adalah sikap seseorang yang
menyembunyikan amalnya untuk Allah, namun ia bicarakan hal tersebut
kepada manusia. Sehingga, sum’ah adalah amal terpuji jika ia melakukannya
karena Allah dan untuk memperoleh ridha-Nya, dan tercela jika dia
membicarakan amalnya di hadapan manusia.
“Siapa yang berlaku sum’ah maka akan diperlakukan dengan sum’ah oleh
Allah dan siapa yang berlaku riya maka akan dibalas dengan riya.” (HR.
Bukhari)
1. Contoh Sum’ah :
1) Ketika seseorang pernah menolong orang lain, lalu orang lain bercerita
tentang kebaikannya, dirinya merasa senang dan bahkan dengan
sengaja berusaha mengungkit-ungkit masa lalu tersebut dan
memancing-mancing agar orang yang tahu masalahnya untuk bercerita
kepada orang lain di hadapannya dengan harapan ia akan merasa
bangga mendengar hal itu.
7
2) Beramal karena ingin didengar orang lain, seperti seseorang
memperindah bacaan Al Qur’annya karena ingin disebut qari’, maka
ini yang disebut sebagai sum’ah.
2. Beberapa Perkara yang Disangka Riya dan Sum’ah
1) Tidak dengan sengaja mendapat pujian dari orang lain atas perbuatan
baik yang dilakukan. Dari Abu Dzar: “Ditanyakan kepada Rasulullah
SAW; “Beritakan kepadaku tentang seseorang yang melakukan
amalan kebaikan dan orang-orang memujinya padanya!” Beliau
bersabda: “itu adalah kabar gembira yang segera bagi seorang
mukmin.” (H. R. Muslim).
2) Ibadah yang dilakukan dengan giat tidak hanya dihadapan orang lain
tapi juga saat sendirian.
3) Membaguskan pakaian bukan untuk pamer atau ingin dipuji melainkan
karena Allah SWT menyukai keindahan. Dari Abdullah bin Mas’ud
RA, Nabi Muhammada SAW bersabda yang artinya; “Tidak akan
masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat
biji sawi”. Seorang laki-laki bertanya : “Ada seseorang suka bajunya
bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?)”.
Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai
keindahan kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan
manusia.” (H. R. Muslim).
4) Tidak membeberkan atau menceritakan dosa sendiri, bukan maksud
untuk menutupi kekurangan agar hanya dilihat kebaikannya. Tapi
berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang artinya; “Semua umatku akan
diampuni (atau : tidak boleh dighibah) kecuali orang yang melakukan
kemaksiatan dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk
melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, yaitu seseorang yang
melakukan perbuatan (kemaksiatan) pada waktu malam dan Allah
telah menutupinya (yakni, tidak ada orang yang mengetahuinya), lalu
ketika pagi dia mengatakan : “Hai Fulan, kemarin aku melakukan ini
dan itu”, padahal pada waktu malam Allah telah menutupinya, namun
8
ketika masuk waktu pagi dia membuka tirai Allah terhadapnya. ” (H.
R Bukhari dan Muslim).
5) Seorang hamba Allah yang memperoleh ketenaran di antara sesama
manusia bukan karena ia sendiri yang mencarinya sehingga tidak ada
unsur ujub di dalamnya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya;
“Maukah kalian aku beritakan tentang penghuni neraka ; yaitu setiap
orang yang berperangai jahat serta kasar, orang gemuk yang
berlebih-lebihan dalam berjalannya, dan orang-orang yang
sombong,” (H. R Bukhari, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
3. Cara Mengobati Penyakit Riya’ dan Sum’ah
1) Memohon dan selalu berlindung kepada Allah agar mengobati penyakit
riya’
9
2) Mengenal riya’ dan sum’ah serta berusaha menghindarinya
C. Kesimpulan
10
lain. sedangkan sum’ah ialah memperdengarkan amal ibadah yang
sebelumnya tidak diketahui atau tersembunyi- kepada manusia lain agar
dirinya mendapatkan kedudukan dan/atau penghargaan dari mereka, atau
mengharapkan keuntungan materi.
11
Daftar Pustaka
Al-Qur’an Al-Karim
Mutiara Faidah Kitab Tauhid Syaikh Muhammad At Tamimi. Abu ‘Isa ‘Abdullah
bin Salam. Cetakan pertama. LBIA Al Atsary.
Ibrahim. Memabangun Akidah dan Akhlaq kelas VII. Solo : Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri 2009
12