Tidak semua orang bisa meraih derajat yang mulia ini. Hanya hamba-hamba
Allah yang khusus saja yang bisa mencapai derajat mulia ini. Oleh karena
itu, merupakan keutamaan tersendiri bagi hamba yang mampu meraihnya.
Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menjadikan kita termasuk di dalamnya.
Tingkatan agama yang paling tinggi adalah ihsan, kemudian iman, dan
paling rendah adalah islam. Kaum muhsinin (orang-orang yang memiliki
sifat ihsan) merupakan hamba pilihan dari hamba-hamba Allah yang shalih.
Oleh sebab itu, sebagian ulama menjelaskan jika ihsan sudah terwujud
berarti iman dan islam juga sudah terwujud pada diri seorang hamba.
Jadi, setiap muhsin pasti mukmin dan setiap mukmin pasti muslim. Namun
tidak berlaku sebaliknya. Tidak setiap muslim itu mukmin dan tidak
setiap mukmin itu mencapai derajat muhsin. Pelaku ihsan adalah hamba
pilihan dari hamba-hamba Allah yang shalih. Oleh karena itu, di dalam al
Quran disebutkan hak-hak mereka secara khusus tanpa menyebutkan hak yang
lainnya.[2]
Makna Ihsan
اه َف ِإَن ّـَّ ُه ي َ َرا َك ُ َال « أ َ ْن تَ ْعبُ َد الَل ّـ َّ َه ك َأََن ّـ َّ َك تَ َر
ُ اه َف ِإ ْن ل َْم تَك ُْن تَ َر َ ق.ان َ َال فَأ َ ْخب ِْر ِنى
ِ ع ِن ا ِإل ْح َس َ ق »
Tingkatan Ihsan
ِ ون ِف
}61{… يه ُ ودا ِإ ْذ تُ ِف
َ يض َ َّع َم ٍل ِإَال ّـ َّ كَُناّـ
ً عل َيْك ُْم ُش ُه َ ُون ِم ْن ٍ ُون ِفي َشأ ْ ٍن َو َماتَتْل ُوا ِمن ْ ُه ِم ْن ق ُْر َء
َ ان َوالَتَ ْع َمل ُ َو َماتَك
“Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat
dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan
Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya…” (QS. Yunus: 61)
Kedua,tingkatan musyahadah
Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang senantiasa
memeperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh aktifitasnya
dengan sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi dari sabda Nabi أ َ ْن تَ ْعبُ َد الَل ّـَّ َه
‘( ك َأََن ّـ َّ َك تَ َراهKamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya).Pada
tingkatan ini seseorang beribadah kepada Allah, seakan-akan dia melihat-
Nya. Perlu ditekankan bahwa yang dimaksudkan di sini bukanlah melihat
dzat Allah, namun melihat sifat-sifat-Nya, tidak sebagaimana keyakinan
orang-orang sufi. Yang mereka sangka dengan tingkatan musyahadah adalah
melihat dzat Allah. Ini jelas merupakan kebatilan. Yang dimaksud adalah
memperhatikan sifat-sifat Allah, yakni dengan memperhatikan pengaruh
sifat-sifat Allah bagi makhluk. Apabila seorang hamba sudah memiliki
ilmu dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah, dia akan
mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah pada nama-nama dan sifat-
sifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat ihsan.[5]
Keutamaan Ihsan
َ ُ ح ِسن
}128{ ون َ ين اَتّـَّ َق ْوا َواَل ّـ َِّذ
ْ ين ُهم ّـُُّم َ الله َم َع اَل ّـ َِّذ
َ ِإ ّـ ََّن
Dalam ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang bertakwa
kepada Allah, yang tidak meninggalkan kewajibannya dan menjauhi segala
yang haram. Kebersamaan Allah dalam ayat ini adalah kebersamaan yang
khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk pertolongan, dukungan, dan
petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan dari kebersamaan Allah yang
umum (yakni pengilmuan Allah). Makna dari firman Allah ون
َ ُ ح ِسن َ َواَل ّـ َِّذ
ْ ين ُهم ّـُُّم
( dan orang-orang yang berbuat ihsan) adalah yang mentaati Rabbnya,
yakni dengan mengikhlaskan niat dan tujuan dalam beribadah serta
melaksankanan syariat Allah dengan petunjuk yang telah dijelasakan oleh
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.[6]
َ ح ِس ِن
}195{ ين َ الله َوال َ تُلْقُوا بِأَي ْ ِديك ُْم ِإل َى الَتّـ َّ ْهلُك َِة َوأ َ ْح ِسنُوا ِإ ّـ ََّن
ُّالله ي ُ ِح ّـ
ْ ُب ال ُْم ِ ِيلِ َوأَن ِفقُوا ِفي َسب
Pembaca yang dirahmati Allah, sikap ihsan ini harus berusaha kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita berbuat amalan kataatan,
maka perbuatan itu selalu kita niatkan untuk Allah. Sebaliknya jika
terbesit niat di hati kita untuk berbuat keburukan, maka kita tidak
mengerjakannya karena sikap ihsan yang kita miliki. Seseorang yang sikap
ihsannya kuat akan rajin berbuat kebaikan karena dia berusaha membuat
senang Allah yang selalu melihatnya. Sebaliknya dia malu berbuat
kejahatan karena dia selalu yakin Allah melihat perbuatannya. Ihsan
adalah puncak prestasi dalam ibadah, muamalah, dan akhlak seorang hamba.
Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini tentu akan
berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada
tingkat tersebut. Siapa pun kita, apa pun profesi kita, di mata Allah
tidak ada yang lebih mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah
naik ke tingkat ihsan dalam seluruh amalannya. Kalau kita cermati
pembahasan di atas, untuk meraih derajat ihsan, sangat erat kaitannya
dengan benarnya pengilmuan seseorang tentang nama-nama dan sifat-sifat
Allah.
Semoga kita semua dapat mewujudkan ihsan dalam diri kita, sebelum Allah
mengambil ruh ini dari jasad kita. Semoga bermanfaat. Allahul
musta’an..
Penulis: Abu ‘Athifah Adika Mianoki
Artikel www.muslim.or.id§
[1]. Hadist yang dimaksud adalah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim
(102). Terdapat pula dalam Hadist Arba’in No 2.
[3]. Lihat Syarh Tsalaatsatil Ushuul 95-96, Syaikh Muhammad bin Sholeh
al ‘Utsaimin.