Anda di halaman 1dari 7

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Mengawali khotbah kali ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah
sekalian agar senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah
Ta’ala. Karena takwa merupakan benteng dari segala fitnah dan bekal untuk segala cobaan.
Takwa jugalah yang akan membentengi seorang mukmin dari azab Allah dan kemurkaannya.

Sebagian ulama mengatakan tentang takwa, “Hakikatnya adalah rasa takut kepada Al-Jalil
(Yang Mahamulia) Allah Ta’ala, pengamalan atas apa yang turun dari wahyu-Nya, keridaan
atas banyak ataupun sedikitnya rezeki yang telah Allah berikan dan persiapan menghadapi
hari kepergian dari dunia ini.”

Ketakwaan merupakan kewajiban dan wasiat Allah kepada hamba-Nya. Ia berfirman,

َ َ‫اح َد ٍة َو َخل‬
‫ق‬ ِ ‫س َو‬ ٍ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجااًل َكثِيرًا َونِ َسا ًء َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي‬ َّ َ‫ِم ْنهَا َز ْو َجهَا َوب‬
َ ‫ون بِ ِه َواَأْلرْ َحا َم ِإ َّن هَّللا َ َك‬
‫ان َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬ َ ُ‫تَ َسا َءل‬
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu.” (QS. An-Nisa: 1)

Allah Ta’ala juga berfirman,

َ َ‫ين ُأوتُوا ْال ِكت‬


َ ‫اب ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم َوِإيَّا ُك ْم َأ ِن اتَّقُوا هَّللا‬ َ ‫ص ْينَا الَّ ِذ‬
َّ ‫ۚ َولَقَ ْد َو‬
“Dan sungguh Kami telah memerintahkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum
kamu dan (juga) kepada kamu, ‘Bertakwalah kepada Allah.’” (QS. An-Nisa: 131)

Sudah menjadi keharusan bagi setiap muslim untuk menyadari kedudukan takwa dan merasa
butuh kepadanya di saat menjalankan ketaatan kepada Allah karena ketakwaan merupakan
ruh dan nyawa bagi setiap ketaatan dan peribadatan. Oleh karenanya, Allah Ta’ala
memberikan balasan khusus untuk hamba-Nya yang bertakwa. Allah Ta’ala berfirman,

‫ان تَقِيًّا‬ ِ ُ‫ك ْال َجنَّةُ الَّتِي ن‬


ُ ‫ور‬
َ ‫ث ِم ْن ِعبَا ِدنَا َم ْن َك‬ َ ‫تِ ْل‬
“Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.”
(QS. Maryam: 63)

Kaum muslimin yang dirahmati Allah Ta’ala.


Takwa memiliki berbagai macam cara agar terwujud dan terealisasi dalam kehidupan.
Sumber utamanya adalah rasa takut kita kepada Allah Ta’ala serta selalu merasa diawasi
oleh-Nya dan mengagungkan kebesarannya. Allah Ta’ala menjelaskan keutamaan mereka
yang takut akan kebesaran Allah Ta’ala sebagai bentuk ketakwaan kepada-Nya dengan
berfirman,

‫س َع ِن ْالهَ َو ٰى فَِإ َّن ْال َجنَّةَ ِه َي‬ َ ‫َوَأ َّما َم ْن َخ‬


َ ‫اف َمقَا َم َربِّ ِه َونَهَى النَّ ْف‬
‫ْال َمْأ َو ٰى‬
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-
Nazi’at: 40-41)

Yang kedua, ketakwaan tak dapat diraih dan diwujudkan, kecuali dengan keimanan yang
sempurna dan tinggi. Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,

‫ ولكن هو ما وقر في‬،‫ وال بالتحلي‬،‫ليس اإليمان بالتمني‬


‫ وصدقه العمل‬،‫القلب‬
“Bukanlah iman itu dengan angan-angan semata, bukan pula dengan sekedar hiasan. Akan
tetapi, iman itu ialah apa yang menancap di relung hati dan dibenarkan oleh amalan.”
(Majmu’ah Rasa`il At-Taujihat Al-Islamiyyah li Ishlahil Fardhi wal Mujtama’ karya Syekh
Jamil Zainu)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menjelaskan bahwa kedudukan iman yang tinggi
ini tidak dapat diraih, kecuali dengan menghindarkan diri dari dosa-dosa besar. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

‫ وال يَ ْش َربُ ال َخ ْم َر‬،‫ين يَ ْزنِي وهو ُمْؤ ِم ٌن‬ َ ‫ال يَ ْزنِي ال َّزانِي ِح‬
‫ق وهو ُمْؤ ِم ٌن‬ ُ ‫ْر‬ِ ‫ين يَس‬
َ ‫ق ِح‬ ُ ‫ْر‬ِ ‫ وال يَس‬،‫ين يَ ْش َربُ وهو ُمْؤ ِم ٌن‬ َ ‫ِح‬
“Tidaklah beriman orang yang berzina tatkala ia berzina. Tidaklah beriman orang yang
minum khamr tatkala ia meminumnya. Dan tidaklah beriman orang yang mencuri ketika ia
mencuri.” (HR. Bukhari no. 2475).

Yang ketiga, akhlak dan budi pekerti yang baik. Mereka yang berakhlak baik, seringkali akan
terhindarkan dari perbuatan dosa dan kezaliman karena akhlaknya tersebut. Akhlaknya juga
yang akan menuntunnya melakukan perbuatan mulia dan terpuji.

Jika terkumpul pada diri seseorang akhlak yang baik, keimanan yang tinggi, serta rasa takut
kepada Allah Ta’ala, bisa dipastikan ia akan lebih berhati-hati, menjaga, dan menghindarkan
dirinya dari larangan-larangan Allah Ta’ala. Karena ia sadar bahwa kemaksiatan dan dosa
sangatlah berlawanan dengan rasa syukur dan perbuatan baik. Tidak mungkin kebaikan yang
selama ini Allah berikan kepadanya dibalas dengan kekufuran dan kemaksiatan kepada-Nya.
Allah Ta’ala pernah berfirman,

‫هَلْ َج َزٓا ُء ٱِإْل حْ ٰ َس ِن ِإاَّل ٱِإْل حْ ٰ َس ُن‬


“Tidak ada balasan kebaikan, kecuali kebaikan (pula).” (QS. Ar-Rahman: 6)

Yang keempat, akal sehat. Akal yang sehat akan menghalangi pemiliknya dari berbuat
sesuatu yang tidak pantas dan tidak baik. Akal yang sehat akan memotivasi pemiliknya untuk
senantiasa bertakwa. Oleh karenanya, di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala mengajak mereka
yang berakal untuk bertakwa. Allah Ta’ala berfirman,

ِ ‫ك َك ْث َرةُ ْٱل َخبِي‬


ۚ‫ث‬ َ َ‫يث َوٱلطَّيِّبُ َولَ ْو َأ ْع َجب‬ ُ ِ‫قُل اَّل يَ ْستَ ِوى ْٱل َخب‬
ِ َ‫وا ٱهَّلل َ ٰيَُٓأ ۟ولِى ٱَأْل ْل ٰب‬
َ ‫ب لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح‬
‫ُون‬ ۟ ُ‫فَٱتَّق‬
“Katakanlah, ‘Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk
itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah, wahai orang-orang berakal, agar kamu
mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Ma’idah: 100)

Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Banyak sekali amalan-amalan dalam ajaran Islam yang disyariatkan dengan tujuan untuk
mewujudkan takwa. Salat yang kita lakukan merupakan bukti nyata ikatan seorang hamba
dengan Rabbnya. Puasa yang kita lakukan merupakan tameng dari perbuatan haram dan
terlarang. Haji yang dilakukan seorang muslim, maka itu adalah sebaik-baik bekal untuk
mewujudkan ketakwaan. Sungguh semua amalan saleh yang dilakukan seorang hamba
dengan niat untuk meraih wajah Allah Ta’ala maka itu semua tujuannya adalah ketakwaan
kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman,

‫ب َو ٰل ِك َّن ْالبِ َّر‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬ ِ ‫ْس ْالبِ َّراَ ْن تُ َولُّ ْوا ُوج ُْوهَ ُك ْم قِبَ َل ۤ ْال َم ْش ِر‬ َ ‫لَي‬
‫ب َوالنَّبِ ٖيّ َن ۚ َو ٰاتَى‬ ‫هّٰلل‬
ِ ‫َم ْن ٰا َم َن ِبا ِ َو ْاليَ ْو ِم ااْل ٰ ِخ ِر َو ْال َم ٰل ِٕى َك ِة َو ْال ِك ٰت‬
‫ْال َما َل َع ٰلى ُحب ِّٖه َذ ِوى ْالقُرْ ٰبى َو ْاليَ ٰتمٰ ى َو ْال َم ٰس ِكي َْن َواب َْن ال َّسبِي ۙ ِْل‬
‫ب َواَقَا َم الص َّٰلوةَ َو ٰاتَى ال َّز ٰكوةَ ۚ َو ْال ُم ْوفُ ْو َن‬ ِ ۚ ‫فى ال ِّرقَا‬ ۤ
ِ ‫َوالسَّا ِٕىلِي َْن َو‬
‫ضر َّۤا ِء َو ِحي َْن‬ َّ ‫صبِ ِري َْن فِى ْالبَْأ َس ۤا ِء َوال‬ ّ ٰ ‫بِ َع ْه ِد ِه ْم اِ َذا َعاهَ ُد ْوا ۚ َوال‬
ٰۤ ُ ٰۤ ُ ‫ْ ْأ‬
‫ك هُ ُم ْال ُمتَّقُ ْو َن‬ ‫ى‬ ‫ول‬ ‫ا‬ ‫و‬ۗ ‫ا‬ ‫و‬ ُ
َ ِٕ َ ْ َ َ َ ِ َ ِٕ ‫س ا‬ ‫ق‬ ‫د‬ ‫ص‬ ‫ْن‬
‫ي‬ ‫ذ‬ َّ ‫ل‬‫ا‬ ‫ك‬ ‫ى‬ ‫ول‬ ِ ۗ َ‫الب‬
“Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi
kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintainya kepada
kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir),
peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan
menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar
dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang
yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 177)

Di antara konsekuensi takwa di dalam beramal, seorang muslim dituntut untuk memperdalam
tata cara beribadah yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
sehingga seluruh amalan yang akan dikerjakannya nanti diridai oleh Allah Ta’ala dan
diterima oleh-Nya. Banyak sekali orang yang rajin beramal namun tidak diterima oleh Allah
karena tidak memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah bercerita,

‫ يَا‬:‫ث َأ ْغبَ َر يَ ُم ُّد يَ َد ْي ِه ِإلَى ال َّس َما ِء‬


َ ‫َذ َك َر ال َّر ُج َل ي ُِط ْي ُل ال َّسفَ َر َأ ْش َع‬
‫ َو َم ْلبَ ُسهُ َح َرا ٌم‬،‫ َو َم ْش َربُهُ َح َرا ٌم‬،‫ط َع ُمهُ َح َرا ٌم‬ ْ ‫ َو َم‬، ِّ‫َربِّ يَا َرب‬
َ ِ‫ي بِال َح َر ِام فََأنَّى يُ ْستَ َجابُ لِ َذل‬
‫ك‬ َ ‫َو ُغ ِّذ‬
“Ada seseorang yang melakukan perjalanan panjang dalam keadaan dirinya kusut dan
kotor. Dia menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Wahai Rabb-ku,
wahai Rabb-ku,’ namun makanannya haram, minumannya haram, dan pakaiannya haram
dan kenyang dengan sesuatu yang haram, lalu bagaimana mungkin doanya akan
dikabulkan?!” (HR. Muslim no. 1015)

Dalam hadis tersebut, Nabi menunjukkan bahwa doa yang dikabulkan memiliki beberapa
syara. Di antaranya adalah memakan makanan halal, meminum minuman halal, dan
mengenakan pakaian halal.

Seorang muslim tentunya juga harus bersemangat untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala dalam
setiap ucapan yang keluar dari lisannya. Tidak berucap kecuali dengan kebenaran, jujur, dan
menghindarkan diri dari ucapan-ucapan yang dapat merusak lisan. Allah Ta’ala berfirman,

َ ُ‫ون َما تَ ْف َعل‬


‫ون‬ َ ‫ يَ ْعلَ ُم‬ ‫ين‬ َ ‫َوِإ َّن َعلَ ْي ُك ْم لَ َحافِ ِظ‬
َ ِ‫ين ِك َرا ًما َكاتِب‬
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi
(pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka
mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Infithar: 10-12)

Di ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

‫َما يَ ْلفِظُ ِم ْن قَ ْو ٍل اِاَّل لَ َد ْي ِه َرقِيْبٌ َعتِ ْي ٌد‬


“Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang
selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf: 18)

Jemaah salat Jumat yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala,


Ketahuilah, bahwa wujud ketakwaan di dalam kehidupan tidak hanya nampak pada perbuatan
dan perkataan. Lebih dari itu, takwa sangatlah nampak pada keyakinan (akidah) dan akal
pikiran seorang muslim. Seorang muslim yang baik tentunya akan bertakwa kepada Allah di
dalam akidahnya, sehingga ia antusias dan bersemangat di dalam menguatkan keimanannya
akan keberadaan Allah Ta’ala, menyifatinya dengan sifat-sifat yang sempurna dan mulia,
serta juga bersemangat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan rukun-rukun keimanan dan
hal-hal mendasar dalam agamanya.

Karena ia menyadari bahwa hati dan keyakinan merupakan salah satu hal yang dilirik dan
diperhatikan Allah Ta’ala dari hambanya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah
bersabda,

‫ ولَ ِك ْن يَ ْنظُ ُر إلى قُلُوبِ ُك ْم‬،‫ص َو ِر ُك ْم وَأ ْموالِ ُك ْم‬


ُ ‫إن هَّللا َ ال يَ ْنظُ ُر إلى‬
َّ
‫وَأ ْعمالِ ُك ْم‬
“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah
hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564)

Jemaah yang dirahmati dan dimuliakan Allah Ta’ala, marilah kita semua selalu
memperhatikan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala, di setiap keadaan dan kesempatan,
mewujudkannya baik dalam bentuk keyakinan hati, perkataan maupun perbuatan, karena
takwa merupakan salah satu kunci diterimanya amalan kita. Allah Ta’ala berfirman,

‫اِنَّ َما يَتَقَبَّ ُل هّٰللا ُ ِم َن ْال ُمتَّقِي َْن‬


“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah:
27)

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita salah satu hamba-Nya yang bisa mengamalkan ayat,

ٰ ‫هّٰللا‬
ٍ ‫َواتَّقُ ْوا يَ ْو ًما تُرْ َجع ُْو َن فِ ْي ِه اِلَى ِ ۗثُ َّم تُ َوفّى ُكلُّ نَ ْف‬
ْ َ‫س َّما َك َسب‬
‫ت‬
‫ُظلَ ُم ْو َن‬ْ ‫َوهُ ْم اَل ي‬
“Dan takutlah pada hari (ketika) kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian setiap
orang diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang telah dilakukannya, dan
mereka tidak dizalimi (dirugikan).” (QS. Al-Baqarah: 281)

Yaitu mereka yang selalu bertakwa kepada Allah hingga ajal datang menjemputnya. Amiin ya
rabbal aalamiin.

‫ ِإنَّهُ هُ َو‬،ُ‫ فَا ْستَ ْغفِر ُْوه‬،‫َأقُ ْو ُل قَ ْولِ ْي ٰه َذا َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم‬
ِ ‫ْال َغفُ ْو ُر الر‬
‫َّح ْي ُم‬
‫‪Khotbah Kedua‬‬

‫صلِّ ْي َوُأ َسلِّ ُم َعلَى ُم َح َّم ٍد ْال ُمصْ طَفَى‪َ ،‬و َعلَى‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ َو َكفَى‪َ ،‬وُأ َ‬
‫ك‬‫آلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َأ ْه ِل ْال َوفَا‪َ .‬أ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل َش ِر ْي َ‬
‫‪،‬لَهُ‪َ ،‬وَأ ْشهَ ُد َأ َّن ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ َأ َّما بَ ْع ُد‬
‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ ْال َعلِ ِّي ْال َع ِظي ِْم‬ ‫فَيَا َأيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُم ْو َن‪ُ ،‬أ ْو ِ‬
‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم‬ ‫َوا ْعلَ ُم ْوا َأ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم ِبَأ ْم ٍر َع ِظي ٍْم‪َ ،‬أ َم َر ُك ْم بِال َّ‬
‫ون َعلَى النَّبِ ِّي‪ ،‬يَا‬ ‫صلُّ َ‬ ‫َعلَى نَبِيِّ ِه ْال َك ِري ِْم فَقَا َل‪ِ :‬إ َّن هللاَ َو َماَل ِئ َكتَهُ يُ َ‬
‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما‬ ‫ين آ َمنُوا َ‬ ‫‪َ،‬أيُّهَا الَّ ِذ َ‬
‫ْت َعلَى‬ ‫صلَّي َ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫صلِّ َعلَى ُم َح َّم ٍد َو َعلَى ِ‬ ‫اَللَّهُ َّم َ‬
‫ار ْك َعلَى ُم َح َّم ٍد‬ ‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪َ .‬وبَ ِ‬ ‫آل ِإ ْب َرا ِه ْي َم‪ِ ،‬إنَّ َ‬
‫ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى ِ‬
‫آل ِإ ْب َرا ِه ْي َم‪،‬‬ ‫ت َعلَى ِإ ْب َرا ِه ْي َم َو َعلَى ِ‬ ‫آل ُم َح َّم ٍد َك َما بَا َر ْك َ‬ ‫َو َعلَى ِ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ ‫ِإنَّ َ‬
‫ٰ‬
‫ت‬‫وال ُمْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬ ‫ت ْ‬ ‫اَللّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫ت‬‫‪،‬اَأْلحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَأْل ْم َوا ِ‬
‫اللهم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَاَل َء َو ْال َغاَل َء َو ْال َوبَا َء َو ْالفَحْ َشا َء َو ْال ُم ْن َك َر‬
‫ف ْال ُم ْختَلِفَةَ َوال َّش َداِئ َد َو ْال ِم َح َن‪َ ،‬ما ظَهَ َر ِم ْنهَا‬ ‫َو ْالبَ ْغ َي َوال ُّسي ُْو َ‬
‫ان ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َعا َّمةً‪،‬‬ ‫صةً َو ِم ْن ب ُْل َد ِ‬ ‫َو َما بَطَ َن‪ِ ،‬م ْن بَلَ ِدنَا هَ َذا َخا َّ‬
‫ك َعلَى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر‬ ‫ِإنَّ َ‬
‫طْأنَا َربّنَا َوالَ تَحْ ِملْ َعلَ ْينَا ِإصْ رًا‬ ‫اخ ْذ نَا ِإ ْن نَ ِس ْينَا َأ ْو َأ ْخ َ‬ ‫َربّنَا الَتَُؤ ِ‬
‫طاقَةَ لَنَا بِ ِه‬ ‫َك َما َح َم ْلتَهُ َعلَى الّ ِذي َْن ِم ْن قَ ْبلِنَا َربّنَا َوالَ تً َح ّم ْلنَا َماالَ َ‬
‫صرْ نَا َعلَى ْالقَ ْو ِم‬ ‫ت َم ْوالَنَا فَا ْن ُ‬ ‫ف َعنّا َوا ْغفِرْ لَنَا َوارْ َح ْمنَا َأ ْن َ‬ ‫َوا ْع ُ‬
‫‪.‬ال َكافِ ِري َْن‬‫ْ‬
‫اف ‪ ،‬وال ِغنَى‬ ‫ك الهُ َدى ‪ ،‬والتُّقَى ‪ ،‬وال َعفَ َ‬ ‫اللَّهُ َّم إنَّا نَ ْسَألُ َ‬
‫ي ال ُّد ْنيَا‬ ‫ور ُكلِّهَا‪َ ،‬و ِ‬ ‫ُأل‬
‫أجرْ نَا ِم ْن ِخ ْز ِ‬ ‫الله ّم أحْ ِس ْن َعاقِبَتَنَا فِي ا ُم ِ‬
‫اآلخ َر ِة‬
‫ب ِ‬ ‫َو َع َذا ِ‬
‫اب النّ ِ‬
‫ار‬ ‫‪َ .‬ربَنَا َءاتِنَا فِي ال ّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اَْأل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫َو ْال َح ْم ُد هللِ َربِّ ال َعالَ ِمي َْن‬
‫ان َوِإ ْيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَى‬ ‫إن هللاَ يَْأ ُم ُر ِب ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َس ِ‬
‫ِعبَا َد هللاِ‪َّ ،‬‬
‫ويَ ْنهَى َع ِن الفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر َوالبَ ْغ ِي‪ ،‬يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن‪.‬‬
‫فَاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُر‬

Anda mungkin juga menyukai