Anda di halaman 1dari 12

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman, Islam dan Ihsan

1. Iman

Kita tidak mungkin menjadi mukmin yang hakikitanpa mengenal profil nabi kita
Muhammad S.A.W.. sebab, hanya dengan itu kita tahu bagaimana seharusnya
mengamalkan agama islam ini.[1]§

Membahas tentang prihal iman maka pembahasan tersebut menjurus kepada ilmu
tauhid. Ilmu tauhid tidak dapat dipisahkan dengan permasalahan keimanan. Dengan
demikian, membahas ilmu tauhid berarti juga menerangkan segala sesuatu tentang
keimanan serta rukun-rukunnya sebab yang diisyaratkan dengan tauhid ialah al-iman.[2]§

Iman berasal dari kata : " ‫ " ايمان‬merupakan bentuk masdar yang fi’il madhinya
adalah " ‫" امن‬

Yang menurut lughah (bahasa) artinya adalah :

‫صد قه ووثق به‬

(Membenarkan serta mempercayakan). [3]§

Secara etimologi berarti:

‫ اِي ْ َمانًا‬- ‫ ي ُ ْؤ ِم ُن‬- ‫ ا ٰ َم َن‬-aamana-yu minu-iimaanan = Mengamankan.

ِ ‫ ا ٰ َم َن‬-aamana
‫ب‬ bi = Percaya.[4]§

Menurut para ahli kalam yang termaktub (tercantum) dalam kitab al-a’lamah
as-syayid husein affandi al-jisri at-tharabilisi yang berjudul al husunul
hamidiyyah, pengertian iman adalah sebagai berikut :
“membenarkan apa-apa yang dibawa Rasulullah SAW. Yang diketahui
kedatangannya secara pasti, maksudnya tekad membenarkan apa-apa yang dibawa
nabi itu dari sisi Allah SWT, yang diketahui secara yakin kedatangannya disertai
ketundukan hati.[5]§

Menurut imam bukhari sendiri, iman adalah:‫االيمان قول وعمل يزيد وينقص‬

ucapan dan amalan (pekerjaan), bertambah dan berkurang.[6]§

Menanggapi pernyataan beliau tersebut tentang bertambah serta berkurangnya

iman di jawab berbeda oleh ulama yang masuk dalam pembahasan ilmu kalam.

Apakah benar iman itu bisa bertambah serta bisa pula berkurang?

Senada dengan pernyataan tersebut imam al-asy’ari menyatakan bahwa iman


itu bisa naik serta bisa pula turun. Dapat bertambah akan tetapi dapat pula berkurang.

Pernyataan beliau tersebut menyatakan bahwa bukan pengertian iman secara


esensi yang dapat bertambah serta berkurang akan tetapi yang disebutkan beliau itu
adalah pengertian iman secara sifat.

Kemudian menurut al-bazdawi iman tidak bisa naik maupun turun atau tidak
dapat bertambah maupun berkurang. Hanya saja beliau mencontohkan bahwa iman
tersebut adalah suatu benda yang terkena cahaya yang mana cahaya tersebut akan
membuat bayangan, bayangan benda tersebut dapat berupa bayangan yang sedikit
bisa pula berupa bayangan yang banyak sesuai dengan cahaya yang di berikan kepada
benda tersebut. Nah jika benda tersebut dimisalkan dengan iman, apakah benda tadi
dengan sendirinya bisa bertambah serta bisa berkurang? Tentu tidak bukan, karena
yang dapat bertambah serta berkurang adalah bayangan dari benda tersebut dan
bayangan itulah yang dimaksudkan sebagai iman yang bisa bertambah dan berkurang.

Seseorang yang telah beriman wajib menjaga keimanannya dari segala


perbuatan buruk yang akan mengakibatkan rusaknya iman tersebut.[7]§
Iman itu belumlah cukup apabila hanya diucapkan dengan lidah saja, tetapi
harus disertai dengan amal saleh, yaitu melaksanakan semua perintah syari’ah agama.
Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW.:

“Iman ialah kepercayaan (diyakini) di dalam hati, ditetapkan (diucapkan)


dengan lidah, dan dilaksanakan dengan anggota badan (perbuatan).”

Ada pula riwayat hadits yang menjelaskan tentang keagungan iman, seperti riwayat
berikut.

Dikeluarkan oleh Bukhari (6443) dan Muslim (94) dari Abi Dzar r.a. ia
berkata: “pada suatu malam aku keluar rumah, tba-tiba kulihat Rasulullah s.a.w.
berjalan sendirian tidak ada seorangpun yang bersamanya, lalu aku berkata dalam
hati: mungkin Rasulullah saw. Ingin sendirian, “ Abu Dzar r.a. berkata “ aku
kemudian berjalan di bawah bayang-bayang rembulan, Rasulullah saw. Menoleh dan
melihatku, “kemudian berkata: “siapakah ini?”, aku menjawab: ” aku Abu Dzar, “
beliau berkata: “ wahai Abu Dzar kemarilah,” abu dzar r.a. berkata: “ lalu aku
berjaalan bersamanya sejam lamanya, “ maka beliau bersabda: “ sesungguhnya orang
yang memperbanyakharta didunia mereka itulah yang akan kemiskinan pada hari
kiamat, kecuali orang yang diberi kebaikan oleh Allah subhanahu wa taala, hingga ia
membelanjakan hartanya dari samping kanan, kiri, dari depan, belakang dan selalu
berbuat kebaikan, : Abu Dzar berkata: “ aku berjalan bersama beliau sejam lamanya”,
kemudian beliau berkata kepadaku: “duduklah di sini! “, Abu Dzar berkata:
“Rasulullah saw. Menyuruhku duduk di sebuah tempat luas yang dipenuhi dengan
batu, “ beliau berkata: “ tunggu di sini sampai aku kembali,” Abu Dzar r.a. berkata:
“Rasulullah saw. Pergi ke sebuah tempat yang dipenuhi batu hitam, hingga aku tidak
melihatnya, dan akupun lama menunggu beliau, tidak lama kemudian aku mendengar
suaranya ketika hendak dekat padaku, “ setelah datang dan aku tidak sabar aku
langsung bertanya kepadanya: “wahai nabi Allah ! dengan siapa kau berbicara
disana?: ”, aku tidak mendengar seorangpun yang menjawabmu?, beliau menjawab: “
itu Jibril yang sedang datang dengan membawa wahyu “, ia berkata kepadaku: “
Wahai Muhammad! Berilah kabar gembira umatmu dengan surga bagi siapapun yang
mati dan tidak berbuat syirik kepada Allah sekalipun,“ lalu aku bertanya: “ Wahai
Jibril! Meski ia melakukan zina dan mencuri? “, Jibril menjawab: “Ya”, aku (Abu
Dzar) bertanya: “ wahai Rasulullah! Meski berzina dan mencuri?”, beliau menjawab:
“Benar”, aku bertanya lagi:” meski berzina dan mencuri?”, kemudian beliau
menjawab: “ Ya, meskipun ia meminum khomer(minuman keras)”. (demikian
disebutkan dalam jam’ul fawaid jilid 1 hal 7, dan ada tambahan dalam Riwayat
Bukhari, Muslim Dan Tarmidzi dalam pertanyaan keempat: “ meski kau tidak bisa
menerimanya wahai Abu Dzar”)[8]§

Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa setiap orang beriman harus


mengamalkan keimanannya dalam perbuatan lahiriah dan batiniah (keyakinan hati
yang didasari oleh keikhlasan). Bila tidak demikian, maka keimannya belum
sempurna.[9]§

2. Islam

Islam berasal dari kata Arab Aslama-Yuslimu-Islaman yang secara kebahasaan berarti
'Menyelamatkan'. beberapa istilah terpenting dalam pemahaman mengenai keislaman,
yaitu Islam dan Muslim. Kesemuanya berakar dari kata Salam yang berarti kedamaian.
Kata Islam lebih spesifik lagi didapat dari bahasa Arab Aslama, yang bermakna "untuk
menerima, menyerah atau tunduk" dan dalam pengertian yang lebih jauh kepada Tuhan.

Pengertian Islam bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan
aspek peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari
kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima
selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri masuk dalam
kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah
swt. disebut sebagai orang Muslim.

Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kata Islam dari segi
kebahasaan mengandung arti patuh, tunduk, taat, dan berserah diri kepada Allah
swt. dalam upaya mencari keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat. Hal itu dilakukan atas kesadaran dan kemauan diri sendiri, bukan paksaan
atau berpura-pura, melainkan sebagai panggilan dari fitrah dirinya sebagai
makhluk yang sejak dalam kandungan telah menyatakan patuh dan tunduk kepada
Allah.

Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang
mendefinisikannya di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Ia mengatakan bahwa
Islam menurut istilah (Islam sebagai agama) adalah agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad saw.
sebagai Rasul. Islam pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang bukan hanya
mengenal satu segi, tetapi menganal berbagai segi dari kehidupan manusia.

Sementara itu Maulana Muhammad Ali mengatakan bahwa Islam adalah


agama perdamaian; dan dua ajaran pokoknya, yaitu keesaan Allah dan kesatuan
atau persaudaraan umat manusia menjadi bukti nyata bahwa agama Islam selaras
benar dengan namanya. Islam bukan saja dikatakan sebagai agama seluruh Nabi
Allah, sebagaimana tersebut dalam Al Qur’an, melainkan pula pada segala sesuatu
yang secara tak sadar tunduk sepenuhnya pada undang-undang Allah.

Kemudian menurut Hamka setelah manusia menerawang, berfikir, merenung,


membanding, mengukur, menjangka, pendeknya memfilosof, akhirnya sampailah
dia di ujung perjalanan. Di dinding yang tidak tersebrangi itu. Segala macam telah
dicobanya. Akhirnya yakinlah dia bahwa memang ada sesuatu itu, dialah yang
Mutlak, Dialah Yang Maha Kuasa, Dialah puncak (kata plato). Dialah Tao,yang
tak dapat diberi nama (kata Lao Tze). Maka insyaflah manusia akan kelemahan
dirinya, dan insyaf akan kemaha besarnya yang ada itu. Maka menyerahlah dia
dengan segala rela hati. Penyerahan yang demikian dalam bahasa arab dinamai
Islam.[10]§

Dari pengertian Islam tersebut, adanya 3 aspek, yaitu:

a. Aspek vertikal
Mengatur antara makhluk dengan kholiknya (manusia dengan Tuhannya).
Dalam hal ini manusia bersikap berserah diri pada Allah.
b. Aspek horizontal

Mengatur hubungan antara manusia dengan manusia. Islam menghendaki


agar manusia yang satu menyelamatkan, menentramkan dan mengamankan
manusia yang lain.

c. Aspek batiniah
Mengatur ke dalam orang itu sendiri, yaitu supaya dapat menimbulkan
kedamaian, ketenangan batin maupun kemantapan rohani dan mental.

Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengetian islam adalah sebuah agama
yang tidak membebani tidak pula memanjakan pemeluknya ( agama pertengahan)
yang mana tanpa ada paksaan untuk pemeluknya menyerah atau tunduk sesuai
dengan fitrahnya dan selamatlah mereka yang taat serta benar-benar memegangnya.

3. Ihsan

Ihsan ( ‫ناسح‬I ) adalah kata dalam bahasa Arab yang berarti “kesempurnaan” atau
“terbaik.” Dalam terminologi agama Islam, Ihsan berarti seseorang yang menyembah
Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya,
maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.
[11]§

Ihsan ialah melaksanakan ibadah dengan sepenuh hati karena menyadari


bahwa Allah selalu melihatnya, hingga ia merasakan berhadapan langsung dengan
Allah dan bahkan ia melihat Allah SWT. dengan hati nurani. Semua itu
dilakukannya dengan ikhlas.[12]§

Seseorang tidak akan merasakan nikmatnya ibadah apabila dia tidak merasa
melihat dengan tuhannya. Bila kita ingkar kepada Allah, maka akan mengalami
kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan kebahagiaan dalam
hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah untuk
kebaikan manusia.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, disebutkan bahwa
Nabi Muhammad SAW bersabda:

“sesungguhnya Allah mewajibkan al-Ihsan dalam segala masalah, oleh karena


itu jika kalian berperang harus dengan satria, dan jika menyembelih binatang pun
harus dengan cara yang baik (tidak sadis)”.[13]§

Syaikh ‘Abdurrahman as Sa’di Rahimahullah menjelaskan bahwa ihsan


mencakup dua macam, yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah dan ihsan
dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam beribadah kepada Allah
maknanya beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya atau merasa diawasi
oleh-Nya.

Sedangkan ihsan dalam hak makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak


mereka.
Ihsan kepada makhluk ini terbagi dua, yaitu:

a. Wajib

Yang hukumnya wajib, misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap
adil dalam bermuamalah.

b. Sunnah

Yang hukumnya sunnah, misalnya memberikan bantuan tenaga atau harta


yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang.

Salah satu bentuk ihsan yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang yang
berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.[14]§

B. Hubungan antara iman, islam dan ihsan

Islam, Iman dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar akidah. Keyakinan
tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan
pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri
kepada Allah.

Untuk mempelajari ketiga pokok ajaran agama tersebut, para ulama


mengelompokkannya lewat tiga cabang ilmu pengetahuan. Rukun Islam berupa
praktek amal lahiriah disusun dalam ilmu Fiqh, yaitu ilmu mengenai perbuatan amal
lahiriah manusia sebagai hamba Allah. Iman dipelajari melalui ilmu Tauhid (teologi)
yang menjelaskan tentang pokok-pokok keyakinan. Sedangkan untuk mempelajari
ihsan sebagai tata cara beribadah adalah bagian dari ilmu Tasawuf.

QS Ali-Imran ayat 19 :

¨bÎ) šúïÏe$!$# y‰YÏã «!$# ÞO»n=ó™M}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |


=»tGÅ3ø9$# žwÎ) .`ÏB ω÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $J‹øót/ óOßgoY÷t/ 3
`tBur öàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# cÎ*sù ©!$# ßìƒÎŽ| É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ

Artinya:

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada


berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitabkecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka.
Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat
cepat hisab-Nya.”

Di dalam ayat tersebut dijelaskan kata Islam dan selalu diikuti dengan kata addin
yang artinya agama. Addin terdiri atas 3 unsur yaitu, iman, Islam, dan ihsan. Dengan
kata lain dapat dinyatakan bahwa iman merupakan keyakinan yang membuat
seseorang ber-Islam dan menyerahkan sepenuh hati kepada Allah dengan
menjalankan syareatnya dan meninggalkan segala yang dilarang oleh syariat Islam.

Selain itu iman, islam, dan ihsan sering juga diibaratkan hubungan diantara
ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu dan sisi lainya berkaitan erat.
Segitiga tersebut tidak akan terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi
manusia yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan antara iman, islam
dan ihsan.

C. Perbedaan Antara Iman, Islam, Dan Ihsan


Disamping adanya hubungan diantara ketiganya, juga terdapat perbedaan
diantaranya sekaligus merupakan identitas masing-masing. lebih menekankan pada
segi keyakinan dalam hati. Islam merupakan sikap untuk berbuat dan beramal, dan
Ihsan merupakan pernyataan dalam bentuk tindakan nyata. Dan dengan ihsan,
seseorang bisa diukur tipis atau tebal iman dan islamnya.
Islam dan iman bila disebutkan secara bersamaan, maka yang dimaksud dengan
Islam adalah amal perbuatan yang nampak, yaitu rukun Islam yang lima, dan
pengertian iman adalah amal perbuatan yang tidak nampak, yaitu rukun iman yang
enam. Dan bila hanya salah satunya (yang disebutkan) maka maksudnya adalah makna
dan hukum keduanya.
Ruang lingkup ihsan lebih umum daripada iman, dan iman lebih umum daripada
Islam. Ihsan lebih umum dari sisi maknanya, karena ia mengandung makna iman.
Seorang hamba tidak akan bisa menuju martabat ihsan kecuali apabila ia telah
merealisasikan iman dan ihsan lebih spesifik dari sisi pelakunya, karena ahli ihsan
adalah segolongan ahli iman. Maka, setiap muhsin adalah mukmin dan tidak setiap
mukmin adalah muhsin.
Iman lebih umum daripada Islam dari maknanya, karena ia mengandung Islam.
Maka, seorang hamba tidak akan sampai kepada tingkatan iman kecuali apabila telah
merealisasikan Islam dan iman lebih spesifik dari sisi pelakunya, karena ahli iman
adalah segolongan dari ahli Islam (muslim), bukan semuanya. Maka, setiap mukmin
adalah muslim dan tidak setiap muslim adalah mukmin.

D. Keutamaan Iman, Islam dan Ihsan bagi Manusia


Di antara perbendaharaan kata dalam agama Islam ialah iman, Islam dan ihsan.
Berdasarkan sebuah hadits, ketiga istilah itu memberi umat Islam (Sunni) ide
tentang Rukun Iman yang enam, Rukun Islam yang lima dan ajaran tentang
penghayatan terhadap Tuhan Yang Maha Hadir dalam hidup.
Setiap pemeluk Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam (al-Islam) tidak
absah tanpa iman (al-iman), dan iman tidak sempurna tanpa ihsan (al-ihsan).
Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman juga tidak mungkin tanpa
inisial Islam. Ternyata pengertian antara ketiga istilah itu terkait satu dengan yang
lain, sehingga setiap satu dari ketiga istilah itu mengandung makna dua istilah yang
lainnya. Dalam iman terdapat Islam dan ihsan, dalam Islam terdapat iman dan
ihsan dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam. Dari sudut pengertian inilah
kitamelihat iman, Islam dan ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahi.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

· Iman adalah ucapan yang disertai dengan perbuatan diiringi


dengan ketulusan niat dan dilandasi dengan Sunnah.
· Islam adalah inisial seseorang masuk ke dalam lingkaran ajaran Ilahi.

· Ihsan adalah cara bagaimana seharusnya kita beribadah kepada


Allah.

Islam, Iman dan Ihsan adalah satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu
dengan lainnya. Iman adalah keyakinan yang menjadi dasar aqidah. Keyakinan
tersebut kemudian diwujudkan melalui pelaksanaan kelima rukun Islam. Sedangkan
pelaksanaan rukun Islam dilakukan dengan cara ihsan, sebagai upaya pendekatan diri
kepada Allah.

Anda mungkin juga menyukai