Anda di halaman 1dari 3

KHUTBAH 1 Tiga Hakikat dalam Ibadah Zakat

Sumber: https://islam.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-tiga-hakikat-dalam-ibadah-zakat-freaR

‫ق هللا ال َع ِظيْم‬
َ ‫ص َد‬
َ .‫ين‬ ۟ ‫وا ٱل َّز َك ٰوةَ َوٱرْ َكع‬
َ ‫ُوا َم َع ٱل ٰ َّر ِك ِع‬ ۟ ُ‫صلَ ٰوةَ( َو َءات‬ ۟ ‫ال هللاُ تَ َعالَى َوَأقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬ َ َ‫فَق‬
Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,
Alhamdulillahirabbilalamin, menjadi kalimat yang sudah sepatutnya kita ucapkan pada keseharian hidup kita,
khususnya kita ungkapkan pada kesempatan kali ini, sebagai wujud syukur atas karunia nikmat Allah swt yang tiada
tara. Kita harus menjadi hamba yang tahu diri dan tidak melupakan hakikat dari diciptakannya kita ke dunia ini. Semua
ini tiada lain hanya untuk beribadah kepada Allah swt. Dan syukur menjadi bagian dari ibadah itu sendiri.

Pada Jumat kali ini mari kita juga terus mengencangkan dan menguatkan iman dan takwa kita kepada Allah swt
dengan meyakini bahwa Allah lah yang paling berkuasa atas hidup dan kehidupan kita di dunia. Mari berjuang sekuat
tenaga untuk menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Mudah-mudahan kita
termasuk golongan orang yang bersyukur, beriman dan bertakwa sehingga kita akan menjadi orang yang mulia di sisi
Allah swt.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,


Pada kesempatan Jumat kali ini, khatib mengajak kita semua untuk merenungi makna dan hakikat dari ibadah zakat
yang pada bulan Ramadhan, khususnya di akhir bulan suci ini, senantiasa menjadi bahan diskusi, kajian, dan materi
perbincangan hangat umat Islam. Selain mempelajari definisi dan pernak pernik pengamalan rukun Islam yang ketiga
ini, sepatutnya kita juga mengetahui hakikat ibadah zakat yang kita lakukan. Hal ini agar kita tahu dan sadar bahwa
hakikat beribadah adalah bukan hanya sekadar menggugurkan kewajiban, namun semua itu merupakan sebuah
kebutuhan yang akan membawa dampak positif bagi kehidupan kita. Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah, Allah swt
berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 56:

َ ‫ُول لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡر َح ُم‬


‫ون‬ ْ ‫وا ٱل َّز َك ٰوةَ( َوَأ ِطيع‬
(َ ‫ُوا ٱل َّرس‬ ْ ُ‫صلَ ٰوةَ َو َءات‬ ْ ‫َوَأقِي ُم‬
َّ ‫وا ٱل‬
Artinya, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.”

Dalam ayat ini, jelas disebutkan bahwa ibadah zakat merupakan sebuah perintah. Sebagai makhluk dan hambanya,
perintah yang diberikan Allah kepada kita menunjukkan sebuah kewajiban yang wajib dipatuhi dan dikerjakan. Jika
menjalankan shalat adalah kewajiban yang memiliki dimensi vertikal yakni sebuah kepatuhan untuk memenuhi hak
Allah swt dengan menyembah-Nya, maka kewajiban zakat memiliki dua dimensi ibadah. Selain dimensi vertikal
sebagai kewajiban kepada Allah, zakat juga memiliki dimensi horizontal dalam bentuk memberikan harta yang dimiliki
karena di dalamnya terdapat hak-hak orang lain.

Dalam menunaikannya, zakat juga bukan hanya sekadar memberikan bagian harta dan setelah itu selesai kewajiban
kita. Namun di situ terdapat aturan dalam pengeluarannya dan sudah ditentukan besaran harta yang harus dikeluarkan.
Ini lah kemudian yang menjadikan zakat disebut masuk dalam kategori ibadah maliyyah (ibadah kehartaan). Hadirin
jamaah Jumat rahimakumullah, Dalam kitab Ihya ‘Ulumiddin, Imam  al-Ghazali menjelaskan tiga hakikat makna dan
tujuan dari kewajiban berzakat. Pertama, mengeluarkan zakat mampu menjadi wujud totalitas kecintaan kita kepada
Allah swt. Totalitas dalam mencintai akan memunculkan komitmen kuat untuk tidak akan menduakan yang kita cintai.
Keterkaitan dengan ke-Esa-an Allah, maka zakat akan semakin menyempurnakan keimanan kita untuk tidak akan
menduakan Allah dan menguatkan bahwa Dia lah satu-satunya yak berhak untuk disembah.

َّ ‫قُلْ هُ َو هّٰللا ُ اَ َح ۚ ٌد هّٰللَا ُ ال‬


‫ص َم ُ(د لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم ي ُْولَ ۙ ْد َولَ ْم يَ ُك ْن لَّهٗ ُكفُ ًوا اَ َح ٌد‬
Artinya: "Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah)
tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia." (QS Al-Ikhlas: 1-4)

Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa semakin tinggi derajat manusia di sisi Allah maka akan semakin besar rasa cinta
kepada Allah. Ketika cinta sudah kuat, maka ia akan rela untuk memberikan apa yang dicintainya untuk jalan menuju
Allah swt. Termasuk harta yang merupakan materi paling digandrungi dan dicintai oleh manusia ketika hidup di dunia.
Sehingga esensi dari zakat adalah melepaskan hal yang dicintai untuk mengukuhkan ketauhidan kepada Allah swt.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,


Hakikat zakat kedua menurut Imam al-Ghazali adalah sebagai ikhtiar untuk membersihkan diri dari berbagai sifat
negatif khususnya sifat kikir atau pelit. Sifat buruk ini bisa diobati dengan membiasakan diri membantu orang lain
dengan harta yang kita miliki, khususnya melalui zakat. Imam al-Ghazali pun menarasikannya dengan kalimat:
“Kecintaan terhadap sesuatu, hanya bisa diobati dengan cara memaksa untuk berpisah darinya, sampai menjadi sebuah
kebiasaan.” Kita juga sebenarnya tak perlu khawatir jika ketika memberikan harta kepada orang lain kemudian harta
kita akan berkurang. Pada hakikatnya, orang yang memberikan hartanya untuk hal-hal yang diperintahkan oleh Allah
akan dilipat gandakan lebih dari yang ia berikan. Allah berfirman:

ْ َ‫َمثَ ُل الَّ ِذي َ(ْن يُ ْنفِقُ ْو َن اَ ْم َوالَهُ ْم ِف ْي َسبِي ِْل هّٰللا ِ َك َمثَ ِل َحبَّ ٍة اَ ۢ ْنبَت‬
ُ‫ت َس ْب َع َسنَابِ َل ِف ْي ُكلِّ ُس ۢ ْنبُلَ ٍة ِّماَئة‬
‫هّٰللا‬ ٰ ‫َحبَّ ٍة ۗ َوهّٰللا ُ ي‬
‫اس ٌع َعلِ ْي‬ِ ‫ف لِ َم ْن يَّ َش ۤا ُء َۗو ُ َو‬ ُ ‫ُض ِع‬
Artinya: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan
tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Mahaluas, Maha Mengetahui.”  

Ketiga, zakat yang kita keluarkan pada hakikatnya adalah sebagai wujud syukur atas nikmat dari Allah swt. Perlu kita
sadari bahwa Allah telah memberikan kita nikmat anggota badan yang harus kita syukuri dengan wujud ibadah
badaniyyah, seperti shalat dan ibadah sejenisnya. Selain itu juga Allah telah memberikan nikmat memiliki harta benda
yang cara mensyukuri adalah dengan ibadah maliyyah yakni dengan mengeluarkan zakat, infak, atau sedekah.

Lebih dari itu, Imam al-Ghazali pun menyebut bahwa zakat juga bukan sebatas bentuk syukur. Tetapi juga wujud
kepedulian dan kasih sayang terhadap orang lain khususnya yang membutuhkan uluran tangan kita. Dengan kepedulian
ini, kita kemudian akan bisa menjadi jiwa-jiwa yang bisa memberi manfaat pada orang lain. Rasulullah bersabda:

ِ َّ‫الناس َأنفَ ُعهُم لِلن‬


‫اس‬ ِ ‫َخ ْي ُر‬
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR Imam Thabrani)

Tiga hakikat zakat menurut Imam al-Ghazali ini, cukup kiranya mampu mendewasakan cara kita dalam berzakat. Mari
niati berzakat bukan sebatas menggugurkan kewajiban namun lebih dari itu, zakat yang kita tunaikan harus mampu
mewujdukan nilai-nilai luhur yang perlu ditanamkan dalam dalam diri kita.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,


Dari tiga hakikat berzakat ini kita berharap bisa lebih meresapi ibadah zakat yang kita tunaikan sehingga manisnya
ibadah yang kita lakukan akan lebih terasa. Ketika nikmat ibadah bisa kita rasakan, maka otomatis akan semakin
menambah rasa kerinduan untuk terus melakukannya. Ibadah dan aktivititas apapun yang dilakukan bukan atas dasar
keterpaksaan, pasti akan maksimal hasilnya. Sebaliknya, ibadah atau pekerjaan yang dilakukan atas dasar keterpaksaan
dan sebatas menggugurkan kewajiban saja maka akan jauh dari hasil yang diharapkan. Semoga kita bisa menjadi insan
yang ikhlas dalam menjalankan perintah-perintah Allah dan masuk ke dalam golongan orang-orang yang dicintai-Nya.

‫ت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬ِ ‫ك هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ ٰا ِن ْال َع ِظي ِْم َونَفَ َعنِي َواِيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِم َن ااْل ٰ يَا‬ َ ‫بار‬ َ
‫ َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ ْال َع ِظ ْي َم لِ ْي َولَ ُك ْم َولِ َساِئ ِر‬.‫َوتَقَب ََّل ِمنِّ ْي َو ِم ْن ُك ْم تِاَل َوتَهُ اِنَّهُ هُ َو ال َّس ِم ْي ُع ْال َعلِ ْي ُم‬
‫ت فَيَا فَ ْو َز ْال ُم ْستَ ْغفِ ِري َْن َويَا نَ َجاةَ التَّاِئبِي َْن‬ ِ ‫ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما‬

Khutbah II
‫صاَل ةُ( َوال َّساَل ُم َع ٰلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َخي ِْر‬ ‫ان َوااْل ِ ْساَل ِم‪َ .‬وال َّ‬ ‫اَ ْل َح ْم ُد هللِ الَّ ِذيْ َأ ْن َع َمنَا بِنِ ْع َم ِة ااْل ِ ْي َم ِ‬
‫ك ْالقُ ُّد ْوسُ ال َّساَل ُم َوَأ ْشهَ ُد‬ ‫اَأْلنَ ِام‪َ .‬و َع ٰلى ٰالِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه ْال ِك َر ِام‪َ .‬أ ْشهَ ُد اَ ْن اَل اِ ٰلهَ اِاَّل هللاُ ْال َملِ ُ(‬
‫ف َواِإْل حْ تِ َرام ِ َأ َّما بَ ْع ُد‪ .‬فَيَاَأيُّهَا‬ ‫احبُ ال َّش َر ِ‬ ‫ص ِ‬ ‫اَ َّن َسيِّ َدنَا َو َحبِ ْيبَنَا ُم َح َّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْولُهُ َ‬
‫ال هللاُ تَ َعالَى اِ َّن هللاَ َو َماَل ِئ َكتَهُ‬ ‫از ْال ُمتَّقُ ْو َن‪ .‬فَقَ َ‬ ‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ فَقَ ْد فَ َ‬ ‫النَّاسُ ُأ ْو ِ‬
‫صلُّ ْوا( َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُم ْوا تَ ْسلِ ْي ًما‬‫ُصلُّ ْو َن َعلَى النَّبِ ِّي ٰيَأيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰأ َمنُ ْوا َ‬ ‫‪.‬ي َ‬

‫ٰ‬
‫ْت َع ٰلى َسيِّ ِدنَا‬ ‫صلَّي َ‬ ‫صلِّ َو َسلِّ ْم َع ٰلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َع ٰلى ٰأ ِل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫اَللّهُ َّم َ‬
‫ت َع ٰلى َسيِّ ِدنَا اِب َْرا ِه ْي َم‬ ‫ار ْك َ‬ ‫ار ْك َع ٰلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َو َع ٰلى ٰا ِل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َ‬ ‫اِب َْرا ِه ْي َم َوبَ ِ‬
‫َو َع ٰلى ٰا ِل َسيِّ ِدنَا اِب َْرا ِه ْي َم ْفي ْال َعالَ ِمي َْن اِنَّ َ‬
‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬
‫ت‪ .‬اَ ٰللّهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْال َغاَل َء َو ْال َوبَا َء‬ ‫ت َو ْال ُمْؤ ِمنِي َْن َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬
‫ٰ‬
‫اَللّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِمي َْن َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫صةً َو َع ْن‬ ‫ُك َع ْن بَلَ ِدنَا ٰه َذا اِ ْن ُد ْونِي ِْسيَّا َخا َّ‬ ‫اض َو ْالفِتَ َن َما اَل يَ ْدفَ ُعهُ َغ ْير َ‬ ‫َوالطَّا ُع ْو َ(ن َوااْل َ ْم َر َ‬
‫َساِئ ِر بِاَل ِد ْال ُم ْسلِ ِمي َْن َعا َّمةً يَا َربَّ ْال َعالَ ِمي َْن‪َ .‬ربَّنَا ٰاتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َو فِي ااْل ٰ ِخ َر ِة َح َسنَةً‬
‫اب النَّ ِ‬
‫ار‬ ‫َو ِقنَا َع َذ َ‬
‫ان َويَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء َو ْال ُم ْن َك ِر‪ .‬يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ ‫ْأ‬
‫هللا اِ َّن هللاَ يَ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َوااْل ِ حْ َس ِ‬
‫ِعبَا َد ِ‬
‫تَ َذ َّكر ُْو َن‪ .‬فَ ْاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم‪َ .‬و ا ْش ُكر ُْوهُ َع ٰلى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم‪َ .‬ولَ ِذ ْك ُر هللاِ اَ ْكبَ ُر‬

Anda mungkin juga menyukai