Anda di halaman 1dari 7

Khutbah Pertama – Khutbah Jumat Bulan Dzulhijjah Tentang Hakikat Ibadah Qurban

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat Jumat rahimakumullah..

Alhamdulillah kita senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita selalu memuji dan
menyanjungNya atas semua limpahan nikmat dan karuniaNya, kita memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala
atas kesempurnaan nama-namaNya yang maha indah dan sifat-sifatNya yang maha tinggi.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Di hari-hari ini kita berada di musim kebaikan yang terbesar dalam Islam. Di dalam hadits shahih riwayat
Imam Bukhari, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫ َأياَم العشِر‬:‫َم ا ِم ْن َأياٍم الَع َم ُل الَّصالُح ِفيها َأَح ُّب ِإلى ِهَّللا ِم ْن هِذِه اَألَّياِم ”يعني‬
“Tidak ada hari-hari yang ketika itu amalan shalih lebih dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih
daripada beramal shalih di hari-hari ini: yaitu 10 hari awal bulan Dzulhijjah.” (HR. Bukhari)

Inilah musim kebaikan yang terbesar. Beramal shalih, baik itu berpuasa sunnah ataupun bersedekah,
membaca Al-Qur’an, berzikir, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung silaturahim dan amal-
amal kebaikan yang lainnya, lebih diutamakan di hari-hari ini dibandingkan hari-hari yang lain. Menurut
pendapat yang terkuat bahkan melebihi 10 hari terakhir di bulan Ramadhan.

Kesempatan bagi orang-orang yang beriman. Allah Subhanahu wa Ta’ala maha mengetahui kebutuhan
kita untuk mendapatkan iman yang benar, iman yang sempurna, untuk bisa memurnikan kecintaan kita
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan musim kebaikan
yang besar ini, kita diberikan kesempatan untuk bisa menjumpainya dan bisa berbuat kebaikan-kebaikan
yang besar di bulan ini.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Perhatikan makna hadits ini:

‫الَع َم ُل الَّصالُح ِفيها َأَح ُّب ِإلى ِهَّللا‬


“Amal shalih di hari-hari ini lebih dicintai oleh Allah.”

Berarti ini menggambarkan amalan-amalan shalih secara umum merupakan sebab yang akan
menyempurnakan kecintaan kita kepada Allah. Kita ketahui -kata Syaikh Abdurrahman As-Sa’di- cinta
kepada Allah merupakan:

‫ وأساس التقرب‬،‫ وعين التعبد‬،‫ وحقيقة التوحيد‬،‫روح اإليمان‬


“Cinta kepada Allah merupakan ruh dari iman, inilah hakikat tauhid, landasan utama ibadah dan
pendekatan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Ibadah pada asalnya menumbuhkan kecintaan kita kepada Allah, menguatkan iman. Sebagaimana
konsekuensi iman yang benar akan memotivasi kita untuk semangat beribadah kepada Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Syaikh Abdurrahman As-Sa’di Rahimahullahu Ta’ala mengatakan, “Banyak beribadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan ibadah yang disyariatkan akan menumbuhkan dan menguatkan iman,
sebagaimana iman yang benar ini akan memotivasi manusia untuk banyak beribadah, banyak berdzikir,
banyak mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Apalagi ketika dikatakan amal-amal di waktu ini paling dicintai Allah. Subhanallah, kesempatan bagi
orang yang beriman untuk membenarkan cintanya kepada Allah, kesempatan bagi mereka untuk
menumbuhkan imannya. Makanya ini kesempatan yang harusnya kita berlomba-lomba dalam kebaikan
ini, kita berlomba-lomba mengerjakan amal-amal shalih yang disyariatkan di hari-hari yang singkat ini.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan semua itu sebagai sebab untuk kita meraih kecintaan
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan sebab utama kebahagiaan kita di dunia dan di
akhirat nanti.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Kemudian kita ketahui bersama di hari-hari ini amalan-amalan shalih yang disyariatkan dalam semua
bentuk amalan shalih seperti berpuasa, yang paling utama adalah di tanggal 9 Dzulhijjah atau hari Arafah.
Di dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim dari sahabat yang mulia Abu ََQatadah Radhiyallahu Ta’ala
‘Anhu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ditanya tentang keutamaan puasa di hari Arafah, maka
beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫ُيَك ِّفُر الَّس َنَة اْلَم اِض َيَة َو اْلَباِقَيَة‬


“Menggugurkan dosa-dosa di tahun yang lalu dan tahun yang sedang berlangsung.” (HR. Muslim)

Kemudian tanggal 10 Dzulhijjah ada shalat hari raya Idul Qurban, shalat Idul Adha, setelah itu
ada berqurban di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan lambang cinta kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan wujud rela mengorbankan harta kita yang paling kita cintai dalam
rangka mendahulukan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berqurban kita ketahui bersama adalah ibadah yang agung, disyariatkan sejak Nabi-Nabi yang terdahulu.
Kita ingat bersama kisah dua putranya Nabi Adam ‘Alaihish Shalatu was Salam:

‫ِإْذ َقَّر َبا ُقْر َباًنا َفُتُقِّبَل ِم ْن َأَحِدِهَم ا َو َلْم ُيَتَقَّبْل ِم َن اآْل َخ ِر‬
“Ketika keduanya mempersembahkan qurban kepada Allah diterima dari salah satunya dan tidak diterima
dari yang keduanya (karena keikhlasannya)”

Yang jelas ibadah qurban karena agungnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala syariatkan sejak Nabi-Nabi yang
terdahulu. Ibadah qurban kita ketahui bersama juga digandengkan dalam Al-Qur’an dengan ibadah
terbesar, yaitu shalat. Di dua ayat Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫﴾ اَل َش ِر يَك‬١٦٢﴿ ‫ُقْل ِإَّن َص اَل ِتي َو ُنُس ِكي َو َم ْح َياَي َو َمَم اِتي ِلَّلـِه َر ِّب اْلَع اَلِم يَن‬
﴾١٦٣﴿ ‫َلُهۖ َو ِبَٰذ ِلَك ُأِم ْر ُت َو َأَنا َأَّو ُل اْلُم ْس ِلِم يَن‬
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihan/qurbanku untuk Allah, hidup dan matiku hanya
semata-mata untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya dan
dengan inilah aku diperintahkan dan aku adalah orang yang pertama kali berserah diri kepadaNya’.”
(QS. Al-An’am[6]: 163)

Juga dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

﴾٢﴿ ‫َفَص ِّل ِلَر ِّبَك َو اْنَح ْر‬


“Dirikanlah shalat untuk Rabbmu Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata dan sembelihlah
sembelihanmu untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (QS. Al-Kautsar[108]: 2)

Kenapa qurban digandengkan dengan shalat? Yaitu karena keutamaannya sangat besar. Sebagian ulama
mengatakan inilah sedekah yang paling utama, berqurban. Makna yang paling diutamakan untuk kita
renungkan di sini adalah berqurban untuk mendahulukan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala
dibandingkan dengan apapun yang dicintai oleh hawa nafsu kita.

Antum ketahui bersama, di dalam surat Al-Hajj, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan tentang
nilai qurban, yang sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan daging atau darah yang disembelih,
tapi yang sampai adalah ketakwaan, keikhlasan dari hati kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

… ۚ ‫َلن َيَناَل الَّلـَه ُلُحوُمَها َو اَل ِد َم اُؤ َها َو َلٰـ ِكن َيَناُلُه الَّتْقَو ٰى ِم نُك ْم‬
“Tidak akan sampai kepada Allah daging ataupun darah hewan-hewan sembelihan yang kalian alirkan,
tetapi yang sampai kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah ketakwaan yang terdapat di dalam
hatimu.” (QS. Al-Hajj[22]: 37)

Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa amal berqurban bagi orang-orang yang diberi kemampuan
untuk melakukannya benar-benar kesempatan melatih diri untuk meraih keridhaan Allah Subhanahu wa
Ta’ala, memurnikan ketakwaan, memurnikan keikhlasan dari dalam hati kita. Makanya di hari-hari ini
juga kita ingat bahwa dengan beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, berqurban, berpuasa dan
ibadah-ibadah yang lainnya, disitu kita ingin melatih diri kita untuk memurnikan ketaatan kepada Allah
dengan berjuang menundukkan hawa nafsu kita, makanya kita melaksanakan ibadah yang ikhlas hanya
untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala semata-mata dan berusaha mengamalkan ibadah yang sesuai dengan
petunjuk yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada RasulNya Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam.

Oleh karena itulah ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Lihatlah dalam ayat yang saya sebutkan tadi tentang qurban dan shalat:
﴾١٦٢﴿ ‫ُقْل ِإَّن َص اَل ِتي َو ُنُس ِكي َو َم ْح َياَي َو َمَم اِتي ِلَّلـِه َر ِّب اْلَع اَلِم يَن‬
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidup dan matiku untuk Allah Subhanahu wa
Ta’ala Rabb semesta alam.’” (QS. Al-An’am[6]: 162)

Dua ibadah ini menjadi lambang pemurnian tauhid pada diri seorang hamba. Oleh karena itu pelaksanaan
shalat harus yang paling diutamakan dibandingkan ibadah-ibadah yang lain karena keutamaannya paling
besar. Berqurban juga seperti itu. Hal-hal yang mendukung shalat kita, berzikir, membaca Al-Qur’an,
berdoa, ini juga merupakan hal yang harus kita perhatikan untuk menjadikan shalat kita benar-benar
merupakan titik totak perbaikan bagi keimanan kita, tauhid kita, pemurnian penghambaan diri kita kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat jumat rahimakumullah..

Jadi, hikmah ibadah yang agung yang disyariatkan di hari-hari 10 hari awal bulan Dzulhijjah ini kita
renungkan bersama bahwa sekali lagi dengan memperbaiki ibadah itulah yang merupakan sebab
perbaikan bagi iman kita. Allah Subhanahu wa Ta’ala mensyariatkan ibadah hakikatnya untuk kita
renungkan maknanya. Yaitu agar dengan ibadah ini kita bisa laksanakan untuk Allah Subhanahu wa
Ta’ala semata-mata, kita bisa menundukkan hawa nafsu kita, untuk mendahulukan keridhaanNya,
insyaAllah sedikit demi sedikit dengan kita memperbaiki ibadah, memperbaiki tauhid untuk memurnikan
keikhlasan, membenarkan ketakwaan dalam hati kita, kemudian mengamalkan dengan amalan anggota
badan kita, amalan yang sesuai dengan petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, inilah yang
akan menjadi sebab kesempurnaan iman kita, teguhnya keimanan kita, yang menjadi sebab Allah
Subhanahu wa Ta’ala akan menguatkan iman kita sampai di akhir hayat kita, sampai kita berjumpa Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

… ۖ‫ُيَثِّبُت الَّلـُه اَّلِذ يَن آَم ُنوا ِباْلَقْو ِل الَّثاِبِت ِفي اْلَح َياِة الُّد ْنَيا َو ِفي اآْل ِخ َرِة‬
“Allah Subhanahu wa Ta’ala akan meneguhkan keimanan orang-orang yang beriman dalam kehidupan
di dunia dan di akhirat nanti dengan ucapan yang teguh sampai di akhir hayatnya…” (QS. Ibrahim[14]:
27)

Ketika menafsirkan ini, Imam besar dari kalangan tabi’in, Qatadah bin Di’amah As-Sadusi
Rahimahullahu Ta’ala mengatakan: “Adapun dalam kehidupan di dunia Allah akan meneguhkan dan
menguatkan imannya orang-orang yang beriman dengan kebaikan dan amalan shalih yang dilakukannya.”

Kalau ini berlaku untuk amalan shalih yang kita kerjakan sehari-hari, apalagi di hari-hari amalan shalih
dilipatgandakan keutamaan dan amalan shalih paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Maka
dengan nasihat ringkas dalam khutbah ini, saya menghimbau kepada kaum muslimin setelah kepada
dirisaya sendiri untuk marilah kita manfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya untuk
merenungkan hikmah ibadah, hikmah amalan-amalan shalih bahwa ini mendekatkan kita kepada puncak
kebahagiaan yang sesungguhnya, yaitu mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala lebih daripada kecintaan
apapun yang kita miliki dalam kehidupan dunia ini.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan khutbah singkat ini bermanfaat.


Khutbah Kedua – Jumat Bulan Dzulhijjah Tentang Hakikat Ibadah Qurban

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat jumat rahimakumullah..

Sebelum saya lanjutkan, saya ingatkan kepada anak-anak yang ada di luar atau jamaah yang ada di luar,
jangan ribut, dengarkan khutbah karena ini kewajiban anda untuk menjadikan shalat jumat anda itu
sempurna keutamaannya, jangan ribut ketika sedang khutbah, dengarkan baik-baik. Barakallahu fiikum..

Ma’asyiral muslimin jamaah shalat jumat rahimakumullah..

Juga masih di dalam surat Al-Hajj dalam rangkaiannya dengan kegiatan-kegiatan ibadah di hari-hari yang
agung ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

﴾٣٢﴿ ‫َٰذ ِلَك َو َم ن ُيَع ِّظْم َش َع اِئَر الَّلـِه َفِإَّنَها ِم ن َتْقَو ى اْلُقُلوِب‬
“Yang demikian itu maka barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, mengagungkan perintah
dan larangan Allah, mengagungkan kebaikan-kebaikan yang Allah syariatkan dalam agamaNya, maka
itu timbulnya dari ketakwaan yang terdapat di dalam hati.” (QS. Al-Hajj[22]: 32)

Ma’asyiral muslimin rahimaukumullah..

Ayat ini menggambarkan kepada kita bahwa takwa yang hakiki adalah takwa yang terdapat dalam hati.
Imam Ibnul Qayyim Rahimaullah ketika menjelaskan ayat ini beliau berkata:

‫والتقوى في الحقيقة تقوى القلوب ال تقوى الجوارح‬


“Takwa yang hakiki, takwa yang sejati, adalah takwa yang terdapat dalam hati bukan cuma sekedar yang
diamalkan oleh anggota badan.”

Makanya ayat yang saya jelaskan di khutbah yang pertama tadi menjelaskan bahwa “Bukan yang sampai
kepada Allah itu daging sembelihan yang kita sembelih atau darah yang kita alirkan”, bukan. Yang
sampai adalah niat kita, takwa kita. Yang sampai adalah kemauan kita berqurban di jalan Allah, yang
sampai adalah niat kita menundukkan hawa nafsu dalam rangka mendahulukan ketaatan kepadaNya.

Oleh karena itulah, ini yang kita latih diri kita sewaktu kita beribadah. Kita merenungkan ibadah itu
dibangun di atas landasan yang sangat agung. Ibadah itu adalah sesuatu yang menghimpun kesempurnaan
cinta dan kesempurnaan sikap merendahkan diri dihadapan Allah. Kita beribadah karena kita ingin
meraih kecintaan kepada Allah, karena kita akan menderita, kita akan hidup sengsara kalau jauh dari
Allah Subhanahu wa Ta’ala, jauh dari kecintaan kepadaNya. Kita beribadah karena kita butuh kepada
rahmat Allah yang mana rahmat Allah diturunkan pada ibadah-ibadah yang disyariatkanNya. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

﴾٥٦﴿ ‫…ِإَّن َر ْح َم َت الَّلـِه َقِريٌب ِّم َن اْلُم ْح ِس ِنيَن‬


“Sesungguhnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala dekat dengan orang-orang yang berbuat kebaikan,
melaksanakan apa yang diturunkan dalam agamanya.” (QS. Al-A’raf[7]: 56)

﴾١٠﴿ ‫…َو اَّتُقوا الَّلـَه َلَع َّلُك ْم ُتْر َح ُم وَن‬


“Bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu senantiasa mendapatkan rahmatNya.” (QS. Al-
Hujurat[49]: 10)

Jadi dengan perasaan ini kita renungkan bahwa kita beribadah landasannya adalah karena kita cinta
kepada Allah, kita menginginkan kebaikan-kebaikanNya, kita menginginkan segala kekurangan kita
dipenuhiNya, segala kebutuhan kita hanya Dia yang maha kuasa untuk memenuhinya. Kita beribadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan merendahkan diri karena kita mengetahui tanpa ibadah hidup
kita akan penuh dengan keburukan, penuh dengan segala sesuatu yang membawa kepada kebinasaan di
dunia dan di akhirat nanti.

Oleh karena itulah ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Sekali lagi, renungan tentang ibadah pantas untuk kita selalu tanamkan dalam diri kita dan inilah hakikat
tauhid, hakikat penghambaan diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Maka di 10 hari awal Dzulhijjah ini kita merenungkan makna ini, kita ingat kisahnya Nabi Ibrahim
‘Alaihish Shalatu was Salam yang dalam rangka menguji kecintaannya kepada Allah, diperintahkan untuk
menyembelih anaknya yang sangat dicintainya. Yang kemudian mereka berdua Nabi yang mulia ini
‘Alaihimush Shalatu was Salam lulus dalam ujian tersebut. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjadikan Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam sebagai kekasih
terdekatnya, khalilullah. Sebagaimana Allah menjadikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
sebagai kekasih terdekatNya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

‫ َك َم ا اَّتَخ َذ ِإْبَر اِهيَم َخ ِليًل‬، ‫َفِإَّن ِهَّللا َتَع اَلى َقِد اَّتَخ َذ ِني َخ ِلياًل‬
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan Ibrahim sebagai kekasih terdekatNya
sebagaimana Allah menjadikan aku sebagai kekasih terdekatnya.”

Hanya dua Nabi yang mendapatkan predikat tersebut. Kenapa? Karena dia berhasil murnikan
kecintaannya kepada Allah, mengorbankan yang paling dicintainya agar membuktikan dia lebih cinta
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Makanya dalam Islam kita diperintahkan mengikuti agama tauhid yang murni yang dicontohkan Nabi
Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam.

﴾٩٥﴿ ‫ُقْل َص َدَق الَّلـُهۗ َفاَّتِبُعوا ِم َّلَة ِإْبَر اِهيَم َح ِنيًفا َو َم ا َك اَن ِم َن اْلُم ْش ِرِكيَن‬
“Katakanlah: ‘Maha benar Allah, ikutilah kalian agamanya Nabi Ibrahim ‘Alaihish Shalatu was Salam
yang lurus dan dia tidak termasuk orang-orang yang melakukan perbuatan syirik.’” (QS. Ali-Imran[3]:
95)

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah..

Seandainya hikmah ini kita akan ulas, membutuhkan waktu yang sangat panjang. Cukuplah kita
renungkan, ibadah disyariatkan untuk kita memurnikan cinta kepada Allah, membenarkan iman, apalagi
di waktu-waktu yang dilipatgandakan, ibadah-ibadah yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu wa
Ta’ala diwaktu tersebut. Ini yang seharusnya kita tumbuhkan dalam diri kita. Inilah hakikat yang
harusnya kita renungkan ketika kita mengamalkan pelajaran tauhid kita, pelajaran kita mengenal
kemahaindah nama-nama Allah dan kemahasempurnaan sifat-sifatNya.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan kita dalam kebaikan iman, memudahkan kita untuk
meraih keutamaan di hari-hari 10 awal Dzulhijjah ini, memudahkan kita sebagai hamba-hamba yang
dipilihNya untuk selalu berusaha menundukkan hawa nafsunya, mengorbankan kecintaannya kepada
harta dan kepada apapun yang ada di dunia ini dalam rangka mendahulukan kecintaan kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.

Demikianlah, akhirnya khutbah ini kita akhiri dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Anda mungkin juga menyukai