Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH AL-QUR’AN HADIST

INDAHNYA IKHLAS DALAM BERIBADAH

Disusun oleh:
Nama: Bagus Saputra
M.Alfi Inderawan
Said Husin Al Mawardi
Yudho Mulyono
Kelompok:
Kelas: X MIA 1
Guru: AGUS SALIM, M.Pd

MAN BARITO SELATAN


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kesempatan serta
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan waktu yang di tentukan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di dunia dan
akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul “Ikhlas Beramal Dalam Beribadah”.

Kami selaku penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya bisa menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, apabila ada kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.

Buntok,8 Februari 2020


BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tugas utama manusia hidup di dunia ini adalah beribadah kepada
Allah SWT. Ibadah kepadanya merupakan bukti pengabdian seorang
hamba kepada tuhannya. Dari berbagai ayat dan hadis dijelaskan bahwa
pada hakikatnya manusia yang beribadah kepada Allah ialah manusia
yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh kepada wahyu
Allah SWT. dan hadis Nabi SAW.
Namun ada satu aspek yang serikali dilupakan dalam pelaksanaan
ibadah kepada-Nya, yakni keikhlasan dalam
menjalankannya.Keikhlasan dalam beribadah merupakan aspek yang
sangat fundamental yang akan mempengaruhi diterima atau tidaknya
ibadah kita. Ibadah yang dilakukan tanpa keikhlasan adalah ibadah
yang sia-sia. Keikhlasan daam beribadah inilah yang akan dibahas
dalam makalah ini.
Semua amalan yang kita lakukan termasuk shalat, membaca Al-
Qur’an, berzakat, menolong orang susah dan belajar perlu diniatkan
ikhlas semata-mata karena Allah SWT. Sekiranya niat kita bercampur
dengan perasaan riak, ingin dipuji, karena pangkat, mengharapkan
balasan tertentu berarti kita sudah tidak rida dalam menaati Allah Swt.
Kita harus ikhlas dalam bramal, beribadah hanya untuk Allah Swt.
semata.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas maka kami merumuskan
beberapa masalah yaitu:
1.Ayat pokok tentang keikhlasan beribadah.
2.Hadist tentang keikhlasan dalam beribadah.
3.Cara mencapai keikhlasan dalam beribadah.
BAB II
PEMBAHASAN
Keikhlasan dalam beribadah ialah beribadah semata-mata hanya kepada Alah
SWT. Menyembah kepada Allah SWT. dan menjauhi kemusyrikannya adalah
agama yang benar dan lurus. Menjalankan ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT. dengan penuh keikhlasan, seperti dalam menjalankan perintah shalat yang
tepat pada waktunya dengan khusyuk serta lengkap dengan rukun dan syaratnya.
Kata ikhlas secara harfiah berarti murni, suci, atau bersih. Konteks ikhlas ini
berkaitan dengan niat. Niat adalah dorongan dalam hati manusia untuk
melaksanakan amal perbuatan tertentu. Dalam mengamalkan ajaran islam
hendaknya dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT., artinya dengan
kesadaran semata-mata hanya menaati perintah-Nya.

1. Ayat Pokok Tentang Keikhlasan Dalam Beribadah


a. QS. Al-An’am [6] ayat 162-163

َ‫ب ْال َعالَ ِمين‬ ِ ِّ ‫اي َو َم َماتِي ِ ََّلِلِ َر‬


َ َ‫س ِكي َو َم ْحي‬ َ ‫قُ ْل ِإ َّن‬
ُ ُ‫صالتِي َون‬
‫يك لَهُ َو ِبذَ ِل َك أ ُ ِم ْرتُ َوأَنَا أَ َّو ُل ْال ُم ْس ِلم‬
َ ‫ال ش َِر‬
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah)”.

Surah Al-An’am ayat 162-163 merupakan surat yang ke-6,terdiri dari 165 ayat,
surat ini termasuk surah Makiyyah karena diturunkan sebelum hijrah Nabi Saw. Ke
madinah. A-An’am berarti binatang ternak. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan
orang yang menganggap bahwa binatang ternak dapat dipergunakan untuk
mendekatkan diri kepada tuhan.
Isi pokok kandungan surat Al-An’am adalah tentang keimanan, hukum, kisah-
kisah. Adapun kandungan surat Al-An’am ayat 162-163 adalah kewajiban manusia
untuk beribadah kepada Allah SWT. secara ikhlas. Surat ini merupakan pernyataan
komitmen manusia dengan Allah SWT. yang merupakan pernyataan sikap, baik
hidup maupun mati semata-mata untuk mendapatkan rida dari-Nya. Orang ikhlas
banyak memperoleh manfaat dalam kehidupanya, misalnya, kesulitan hidupnya
dapat terbantu oleh ibadah yang diterima oleh Allah SWT.
b. Q.S Al-Bayyinah [98] ayat 5

َ ‫ص َالة‬ َّ ‫صينَ لَهُ الدِِّينَ ُحنَفَا َء َويُ ِقي ُموا ال‬ َّ ‫َو َما أ ُ ِم ُروا ِإ َّال ِليَ ْعبُدُوا‬
ِ ‫َّللاَ ُم ْخ ِل‬
ُ ‫الز َكاةَ ۚ َو َٰذَ ِل َك د‬
‫ِين ْالقَ ِيِّ َم ِة‬ َّ ‫َويُؤْ تُوا‬
Padahal mereka tidak diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus.

Surat Al-Bayyinah merpakan surat yang ke 98 yang terdiri atas 8 ayat. Surat ini termasuk
surat madanniyah karena diturunkan setelah Nabi Saw. Hijrah ke Madinah. Al-Bayyinah
berarti bukti yang nyata. Isi pokok dari surat Al-Bayyinah adalah tentang pernyataan ahli
kitab dan orang musyrik bahwa mereka akan tetap sampai datang Nabi yang dijanjikan
Tuhan. Setelah Nabi Muhammad Saw. Datang dengan membawa bukti nyata, mereka
terbagi dua, ada yang beriman dan ada yang tetap dalam kekufuran.

Dari segi bentuknya ibadah dibedakan menjadi 5, yaitu:

1. Ibadah qauliyah (ucapan), seperti membaca Al-Qur’an, berdoa dan berdzikir.

2. Ibadah jismiyah (fisik), seperti berpuasa dan menolong orang.

3. Ibadah maliyah (melibatkan harta), seperti memberi zakat, infaq, sedekah.

4. Ibadah qauliyah wa jismiyah (ucapan perbuatan), seperti shalat.

5. Ibadah qauliyah, jismiyah, dan maliyah (bacaan, perbuatan dan harta), seperti haji.

Ditinjau dari cakupannya, ibadah dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Ibadah ‘ammah (umum), yaitu segala perbuatan yang dilakukan semata-mata


karena Allah SWT., untuk mendapatkan rida-Nya seperti, menolong orang,
mencari nafkah, menyerukan kebaikan, serta mencegah kejahatan. Ibadah
seperti ini disebut juga dengan ibadah gairu mahiah.
2. Ibadah khassah (khusus), yaitu ibadah yang telah ditetapkan oleh nash tentang
kafiyah (tata cara) pelaksanaannya, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Ibadah
ini disebut juga dengan ibadah mahiah.

Dengan demikian, segala bentuk ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.,
baik itu shalat, puasa, atau zakat, haruslah disertai kerelaan dan keikhlasan hanya
kepada Allah SWT. Dengan keikhlasan dalam beribadah, menjadikan manusia
selalu ingat pada Allah SWT. dan menjalankan segala perintah-Nya dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Hadist Tentang Keikhlasan Dalam Beribadah
a. Lafad Hadist
Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungannya,
marilah kita baca dengan baik dan benar hadis berikut ini.

‫صلَّى‬ َ ‫ ِإذَا‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫َّللا‬ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ت َكانَ َر‬ ْ َ‫شةَ قَال‬ َ ‫ع ْن‬
َ ِ‫عائ‬ َ
‫صنَ ُع َهذَا َوقَ ْد‬ ْ َ‫َّللاِ أَت‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫شةُ َيا َر‬َ ِ‫عائ‬ َ ‫ت‬ ْ َ‫ط َر ِر ْجالَهُ قَال‬ َّ َ‫ام َحتَّى تَف‬ َ َ‫ق‬
‫ع ْبدًا‬ ُ ‫شةُ أَفَالَ أ َ ُك‬
َ ‫ون‬ َ ِ‫عائ‬َ ‫غ ِف َر لَ َك َما تَقَد ََّم ِم ْن ذَ ْنبِ َك َو َما تَأ َ َّخ َر فَقَا َل « يَا‬
ُ
.‫ رواه مسلم‬.» ‫ورا‬ ً ‫ش ُك‬َ
Aisyah r.a. berkata, Rasulullah saw. ketika melaksanakan shalat maka beliau berdiri
hingga kedua kakinya bengkak. Aisyah r.a. bertanya, “Wahai Rasulullah, Apa yang
engkau perbuat, sedangkan dosamu yang telah lalu dan yang akan datang telah
diampuni.” Lalu beliau menjawab, “Wahai Aisyah, bukankah seharusnya aku menjadi
hamba yang banyak bersyukur?”. (HR.Muslim).

Hadis tersebut menjelaskan betapa Rasul Saw, yang tidak memiliki kesalahan dan dosa
karena beliau ma’sum, masih senantiasa melaksanakan ibadah shalat malam bahkan
sampai bengkak-bengkak kakinya. Beliau adalah teladan kita, insan ciptaan Allah yang
paling mulia. Dasar beliau melaksanakan ibadah yang sedemikian itu, bukanlah
mengharap pujian, beliau melaksanakan dengan dasar ikhlas hanya untuk mencari
keridaan Allah Swt., semata, dan sebagai ekspresi rasa syukur kepada Allah Swt.

Menurut Manazilus-Sa’irin, ikhlas itu ada tiga derajat, yaitu :

1. Tidak melihat amal sebagai amal, tidak mencari imbalan dari amal dan tidak puas
terhadap amal.
2. Malu terhadap amal sambil tetap berusaha. Artinya merasa amalnya itu belum
layak dilakukan karena Allah, tetapi amal itu tetap diupayakan.
3. Memurnikan amal, maksudnya adalah melakukan amal berdasarkan ilmu agama.

Rasul telah meneladani kita yang sedemikian indah, karenanya kita sudah selayaknya
untuk meniru yang dilakukan Rasul Saw. Rasul yang telah diampuni dosa yang telah lalu
maupun yang akan datang saja beribadah sedemikian ikhlas, kita yang tidak ada jaminan
ampunan dosa seharusnya melebihi atau paling tidak menirunya.

‫علَ ْي ِه‬َ ُ‫صلَّى هلّلا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ع ْنهُ قَا َل‬


َ ِ‫س ْو ُل هلّلا‬ َ ُ‫ع َْن اَبِ ْي ُه َر ْي َرةَ َر ِض َي هلّلا‬
‫ص َو ِر ُك ْم َولَ ِك ْن‬ُ ‫ام ُك ْم َوالَ اِلَى‬
ِ ‫س‬َ ‫ظ ُر اِلَى اَ ْج‬ ُ ‫ إِ َّن هلّلاَ تَعَالَى الَ يَ ْن‬: ‫سلَّ َم‬
َ ‫َو‬
‫ظ ُراِلَى قُلُ ْو ِب ُك ْم‬ُ ‫يَ ْن‬
“DariAbu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah tidak
melihat bentuk badan dan rupamu, tetapi ia melihat/memperhatikan niat dan keikhlasan
dalam hatimu”.

Maksud hadist tersebut adalah Allah SWT tidak melihat fisik umatnya khususnya
dalam konteks ibadah melainkan tergantung pada seberapa ikhlas ia melakukan
ibadah tersebut. Seperti telah dinyatakan pada hadist lain yang artinya :
“Segala sesuatu tergantung pada niatnya”
Dengan demikian orang yang tidak ikhlas dalam melakukan perintah Allah SWT.,
misalnya untuk mendapatkan keuntungan dunia semata, Allah akan memberikan
balasannya di dunia, tetapi Dia tidak akan memberikan apa-apa kelak di akhirat

-Dari Amirul Mukminin, Umar Bin Khathab


Segala amal itu tergantung niatnya dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya.
Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul – Nya, maka hijrah itu kepada
Allah dan Rasul – Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau
karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang
ditujukan.

3. Cara Mencapai Keikhlasan Dalam Beribadah


Cara agar kita dapat mancapai rasa ikhlas adalah dengan mengosongkan
pikiran dissat kita sedang beribadah kepada Allah SWT. Kita hanya memikirkan
Allah, shalat untuk Allah, zikir untuk Allah, semua amal yang kita lakukan hanya
untuk Allah. Lupakan semua urusan duniawi, kita hanya tertuju pada Allah. Jangan
munculkan ras riya’ atau sombong di dalam diri kita karena kita tidak berdaya di
hadapan Allah SWT.
Rasakanlah Allah berada di hadapan kita dan sedang menyaksikan kita.
Insya Allah dengan cara di atas anda dapat mencapai ikhlas. Dan jangan lupa untuk
berdoa memohon kepada Allah SWT agar kita dapat beribadah secara ikhlas untuk-
Nya, sebagaimana do’ a Nabi Ibrahim a.s,” Sesungguhnya jika Rabb-ku tidak
memberi hidayah kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.
Sebagai upaya membina terwujudnya keikhlasan yang mantap dalam hati
setiap mukmin, sudah selayaknya kita memperhatikan beberapa hal yang dapat
mencapai dan memelihara ikhlas dari penyakit-penyakit hati yang selalu mengintai
kita, di antaranya:
1) Dengan meyakini bahwa setiap amal yang kita perbuat, baik lahir maupun batin,
sekecil apapun, selalu dilihat dan didengar Allah SWT dan kelak Dia
memperlihatkan seluruh gerakan dan bisikan hati tanpa ada yang terlewatkan.
Kemudian kita menerima balasan atas perbuatan-perbuatan tadi.

2) Memahami makna dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam beribadah hanya
kepada Allah dan mencari keridlaan-Nya semata, setelah yakin perbuatan kita
sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka ketika niat kita menyimpang
dari keikhlasan.

3) Berusaha membersihkan hati dari sifat yang mengotorinya seperti riya, nifaq atau
bentuk syirik lainnya sekecil apapun. Fudhail Bin`Iyadh men
gatakan:”Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, sedang beramal karena
manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah menyelamatkanmu dari kedua penyakit
tersebut.

4) Memohon petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam ikhlas. Karena
hanya Dia-lah yang berkuasa menurunkan hidayah dan menyelamat kan kita dari
godaan setan.
BAB III

PENUTUP

Inilah sekelumit hal mengenai keikhlasan, yang patut dihadirkan dan dijaga
dalam diri tiap insan. Keikhlasan bukan hanya monopoli mereka-mereka yang
pakar dalam ilmu keagamaan, atau mereka-mereka yang berkecimpung dalam
keilmuan syar’iyah. Namun keikhlasan adalah potensi setiap insan dalam
melakukan amalan ibadah kepada Allah. Bahkan tidak sedikit mereka-mereka yang
dianggap biasa-biasa saja, ternyata memiliki keluarbiasaan dalam keimanannya
kepada Allah.

Jika demikian halnya, marilah memulai dari diri pribadi masing-masing, untuk
menghadirkan keikhlasan, meningkatkan kualitasnya dan menjaganya hingga ajal
kelak menjemput kita. Wallahu A’lam bis Shawab.

Anda mungkin juga menyukai