Disusun oleh:
Nama: Bagus Saputra
M.Alfi Inderawan
Said Husin Al Mawardi
Yudho Mulyono
Kelompok:
Kelas: X MIA 1
Guru: AGUS SALIM, M.Pd
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi kami kesempatan serta
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan waktu yang di tentukan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di dunia dan
akhirat nanti.
Kami selaku penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta
kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, agar makalah ini nantinya bisa menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, apabila ada kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang diatas maka kami merumuskan
beberapa masalah yaitu:
1.Ayat pokok tentang keikhlasan beribadah.
2.Hadist tentang keikhlasan dalam beribadah.
3.Cara mencapai keikhlasan dalam beribadah.
BAB II
PEMBAHASAN
Keikhlasan dalam beribadah ialah beribadah semata-mata hanya kepada Alah
SWT. Menyembah kepada Allah SWT. dan menjauhi kemusyrikannya adalah
agama yang benar dan lurus. Menjalankan ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT. dengan penuh keikhlasan, seperti dalam menjalankan perintah shalat yang
tepat pada waktunya dengan khusyuk serta lengkap dengan rukun dan syaratnya.
Kata ikhlas secara harfiah berarti murni, suci, atau bersih. Konteks ikhlas ini
berkaitan dengan niat. Niat adalah dorongan dalam hati manusia untuk
melaksanakan amal perbuatan tertentu. Dalam mengamalkan ajaran islam
hendaknya dilandasi dengan niat ikhlas karena Allah SWT., artinya dengan
kesadaran semata-mata hanya menaati perintah-Nya.
Surah Al-An’am ayat 162-163 merupakan surat yang ke-6,terdiri dari 165 ayat,
surat ini termasuk surah Makiyyah karena diturunkan sebelum hijrah Nabi Saw. Ke
madinah. A-An’am berarti binatang ternak. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan
orang yang menganggap bahwa binatang ternak dapat dipergunakan untuk
mendekatkan diri kepada tuhan.
Isi pokok kandungan surat Al-An’am adalah tentang keimanan, hukum, kisah-
kisah. Adapun kandungan surat Al-An’am ayat 162-163 adalah kewajiban manusia
untuk beribadah kepada Allah SWT. secara ikhlas. Surat ini merupakan pernyataan
komitmen manusia dengan Allah SWT. yang merupakan pernyataan sikap, baik
hidup maupun mati semata-mata untuk mendapatkan rida dari-Nya. Orang ikhlas
banyak memperoleh manfaat dalam kehidupanya, misalnya, kesulitan hidupnya
dapat terbantu oleh ibadah yang diterima oleh Allah SWT.
b. Q.S Al-Bayyinah [98] ayat 5
َ ص َالة َّ صينَ لَهُ الدِِّينَ ُحنَفَا َء َويُ ِقي ُموا ال َّ َو َما أ ُ ِم ُروا ِإ َّال ِليَ ْعبُدُوا
ِ َّللاَ ُم ْخ ِل
ُ الز َكاةَ ۚ َو َٰذَ ِل َك د
ِين ْالقَ ِيِّ َم ِة َّ َويُؤْ تُوا
Padahal mereka tidak diperintah kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus.
Surat Al-Bayyinah merpakan surat yang ke 98 yang terdiri atas 8 ayat. Surat ini termasuk
surat madanniyah karena diturunkan setelah Nabi Saw. Hijrah ke Madinah. Al-Bayyinah
berarti bukti yang nyata. Isi pokok dari surat Al-Bayyinah adalah tentang pernyataan ahli
kitab dan orang musyrik bahwa mereka akan tetap sampai datang Nabi yang dijanjikan
Tuhan. Setelah Nabi Muhammad Saw. Datang dengan membawa bukti nyata, mereka
terbagi dua, ada yang beriman dan ada yang tetap dalam kekufuran.
5. Ibadah qauliyah, jismiyah, dan maliyah (bacaan, perbuatan dan harta), seperti haji.
Dengan demikian, segala bentuk ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT.,
baik itu shalat, puasa, atau zakat, haruslah disertai kerelaan dan keikhlasan hanya
kepada Allah SWT. Dengan keikhlasan dalam beribadah, menjadikan manusia
selalu ingat pada Allah SWT. dan menjalankan segala perintah-Nya dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Hadist Tentang Keikhlasan Dalam Beribadah
a. Lafad Hadist
Sebelum kita memahami secara lebih mendalam tentang kandungannya,
marilah kita baca dengan baik dan benar hadis berikut ini.
صلَّى َ ِإذَا-صلى هللا عليه وسلم- َِّللا َّ سو ُل ُ ت َكانَ َر ْ َشةَ قَال َ ع ْن
َ ِعائ َ
صنَ ُع َهذَا َوقَ ْد ْ ََّللاِ أَت
َّ سو َل ُ شةُ َيا َرَ ِعائ َ ت ْ َط َر ِر ْجالَهُ قَال َّ َام َحتَّى تَف َ َق
ع ْبدًا ُ شةُ أَفَالَ أ َ ُك
َ ون َ ِعائَ غ ِف َر لَ َك َما تَقَد ََّم ِم ْن ذَ ْنبِ َك َو َما تَأ َ َّخ َر فَقَا َل « يَا
ُ
. رواه مسلم.» ورا ً ش ُكَ
Aisyah r.a. berkata, Rasulullah saw. ketika melaksanakan shalat maka beliau berdiri
hingga kedua kakinya bengkak. Aisyah r.a. bertanya, “Wahai Rasulullah, Apa yang
engkau perbuat, sedangkan dosamu yang telah lalu dan yang akan datang telah
diampuni.” Lalu beliau menjawab, “Wahai Aisyah, bukankah seharusnya aku menjadi
hamba yang banyak bersyukur?”. (HR.Muslim).
Hadis tersebut menjelaskan betapa Rasul Saw, yang tidak memiliki kesalahan dan dosa
karena beliau ma’sum, masih senantiasa melaksanakan ibadah shalat malam bahkan
sampai bengkak-bengkak kakinya. Beliau adalah teladan kita, insan ciptaan Allah yang
paling mulia. Dasar beliau melaksanakan ibadah yang sedemikian itu, bukanlah
mengharap pujian, beliau melaksanakan dengan dasar ikhlas hanya untuk mencari
keridaan Allah Swt., semata, dan sebagai ekspresi rasa syukur kepada Allah Swt.
1. Tidak melihat amal sebagai amal, tidak mencari imbalan dari amal dan tidak puas
terhadap amal.
2. Malu terhadap amal sambil tetap berusaha. Artinya merasa amalnya itu belum
layak dilakukan karena Allah, tetapi amal itu tetap diupayakan.
3. Memurnikan amal, maksudnya adalah melakukan amal berdasarkan ilmu agama.
Rasul telah meneladani kita yang sedemikian indah, karenanya kita sudah selayaknya
untuk meniru yang dilakukan Rasul Saw. Rasul yang telah diampuni dosa yang telah lalu
maupun yang akan datang saja beribadah sedemikian ikhlas, kita yang tidak ada jaminan
ampunan dosa seharusnya melebihi atau paling tidak menirunya.
Maksud hadist tersebut adalah Allah SWT tidak melihat fisik umatnya khususnya
dalam konteks ibadah melainkan tergantung pada seberapa ikhlas ia melakukan
ibadah tersebut. Seperti telah dinyatakan pada hadist lain yang artinya :
“Segala sesuatu tergantung pada niatnya”
Dengan demikian orang yang tidak ikhlas dalam melakukan perintah Allah SWT.,
misalnya untuk mendapatkan keuntungan dunia semata, Allah akan memberikan
balasannya di dunia, tetapi Dia tidak akan memberikan apa-apa kelak di akhirat
2) Memahami makna dan hakikat ikhlas serta meluruskan niat dalam beribadah hanya
kepada Allah dan mencari keridlaan-Nya semata, setelah yakin perbuatan kita
sejalan dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Maka ketika niat kita menyimpang
dari keikhlasan.
3) Berusaha membersihkan hati dari sifat yang mengotorinya seperti riya, nifaq atau
bentuk syirik lainnya sekecil apapun. Fudhail Bin`Iyadh men
gatakan:”Meninggalkan amal karena manusia adalah riya, sedang beramal karena
manusia adalah syirik. Dan ikhlas adalah menyelamatkanmu dari kedua penyakit
tersebut.
4) Memohon petunjuk kepada Allah agar menetapkan hati kita dalam ikhlas. Karena
hanya Dia-lah yang berkuasa menurunkan hidayah dan menyelamat kan kita dari
godaan setan.
BAB III
PENUTUP
Inilah sekelumit hal mengenai keikhlasan, yang patut dihadirkan dan dijaga
dalam diri tiap insan. Keikhlasan bukan hanya monopoli mereka-mereka yang
pakar dalam ilmu keagamaan, atau mereka-mereka yang berkecimpung dalam
keilmuan syar’iyah. Namun keikhlasan adalah potensi setiap insan dalam
melakukan amalan ibadah kepada Allah. Bahkan tidak sedikit mereka-mereka yang
dianggap biasa-biasa saja, ternyata memiliki keluarbiasaan dalam keimanannya
kepada Allah.
Jika demikian halnya, marilah memulai dari diri pribadi masing-masing, untuk
menghadirkan keikhlasan, meningkatkan kualitasnya dan menjaganya hingga ajal
kelak menjemput kita. Wallahu A’lam bis Shawab.