Anda di halaman 1dari 8

NIAT/MOTIVASI BERAMAL DENGAN IKHLAS SERTA

MENJAUHI PERBUATAN RIYA’ (SYIRIK KECIL)

Jurnal
Dipresentasikan dalam Forum Seminar Kelas Mata Kuliah
Hadist Tarbawih
Program Sarjana Prodi PAI Semester III

Oleh Kelompok 3:
Ulfa Ulandari
(20100121035)
Nurul Alifah Saputri
(20100121036)

Dosen Pengampu:
Dr. H. Erwin Hafid Lc. M. Th. I M. Ed

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022/2023
ABSTRAK

This study aims to find out what is sincere in charity, the motivation for charity and what is
Riya '. Sincerity in charity is doing good deeds solely because of Allah SWT, while the
motivation for charity is an encouragement that makes someone to do good deeds only for
Allah SWT. And Riya' itself means an act that is done on the basis of wanting to show off or
just wanting to be seen and praised by others. The important points in this research are sincere
charity, motivation to do charity and stay away from Riya' actions.

Keywoards: Intention to do Charity Sincerely and Stay Away from Riya’.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa itu ikhlas dalam beramal, motivasi beramal dan
apa itu Riya’. Ikhlas dalam beramal adalah melakukan amal kebaikan hamya semata-mata
karena Allah SWT, sedangkan motivasi beramal adalah suatu dorongan yang membuat
seseorang untuk melakukan amal kebaikan tersebut hanya untuk Allah SWT. Dan Riya’ sendiri
berarti suatu perbuatan yang dilakukan atas dasar ingin pamer atau hanya ingin dilihat dan
dipuji oleh sesamanya. Poin penting dalam penelitian ini adalah Ikhlas beramal, motivasi
beramal dan menjauhi perbuatan Riya’

Kata Kunci: Niat Beramal dengan Ikhlas dan Menjauhi Riya’

__________________________________________________________________________

1. Pendahuluan
Dalam menjalani hidup di dunia tujuan utamanya yakni beribadah kepada Allah,
manusia seringkali dihadapkan dengan ujian niat. Manusia seringkali terperdaya pada niat
yang keliru bahkan menyimpang yang mengakibatkan amal menjadi tidak ikhlas. Ikhlas
dalam beramal merupakan sikap yang tiada mengharapkan tujuan lain selain dari pada
untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Ikhlas dalam beramal tidak boleh diikuti dengan niat riya, yaitu mengharapkan pujian
atau kehormatan dari sesamanya. Karena amal yang akan dibalas oleh Allah adalah amal
yang dilakukan karena mengharap kasih dan sayang-Nya, yaitu dengan keikhlasan di dalam
hatinya. Amalan apapun yang kita kerjakan adalah ibarat patung atau kerangka yang tidak
ada nyawanya sama sekali. Amal hanyalah bentuk yang tidak bergerak dan tidak ada yang
menggerakkan. Amal hanya bisa digerakkan jika ada ruhnya, yaitu ikhlas.

2. Niat/motivasi Beramal
Niat merupakan aktifitas hati yang tidak tampak oleh kasat mata, dan ikhlas merupakan
salah satu buah daripada niat. Sehingga kata ikhlas ini tidak dapat dipisahkan dari niat.
Tidak ada satupun manusia yang mampu mengetahui ikhlas atau tidaknya seseorang,
kecuali Allah SWT. Itu karena tempat niat ada didalam hati. Sementara hati adalah sesuatu
yang tidak terlihat.
‫سلَّ َم إِنَّ َما ْاْل َ ْع َما ُل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ‫صلَّى‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ قَا َل َر‬:َ‫ع ْنهُ قَال‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ب َر‬ َّ ‫ع َم َر ب ِْن ْالخ‬
ِ ‫َطا‬ ُ ‫ِيث‬ ُ ‫َحد‬
‫سو ِل ِه َو َم ْن‬
ُ ‫َّللا َو َر‬ ِ َّ ‫سو ِل ِه فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى‬ ِ َّ ‫َت هِجْ َرتُهُ ِإلَى‬
ُ ‫َّللا َو َر‬ ْ ‫ئ َما ن ََوى فَ َم ْن كَان‬ ٍ ‫النيَّ ِة َو ِإنَّ َما ِِل ْم ِر‬
ِ ‫ِب‬
‫ُصيبُ َها أَ ِو ْام َرأَةٍ يَتَزَ َّو ُج َها فَ ِهجْ َرتُهُ ِإلَى َما هَا َج َر ِإلَ ْي ِه‬
ِ ‫َت هِجْ َرتُهُ ِلدُ ْنيَا ي‬ ْ ‫كَان‬

Artinya:
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a berkata: Rasulullah SAW telah bersabda:
Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap urusan
itu akan mendapatkan hasil sesuai dengan niatnya. Barang siapa yang berhijrah karena
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kembali pada Allah dan Rasul-Nya. Dan barang
siapa yang berhijrah untuk mendapatkan dunianya atau untuk mendapatkan wanita yang
ingin dikawininya maka pahala hijrahnya akan mengikut pada apa yang diniatkannya.
(Muttafaqun alaih, Bukhari dalam kitab Bad’u al-Wahyi hadis No.1 dan kitab Iman hadis
No. 54).1

Telah disebutkan dalam Kitab Al-Bayan wat-Ta’rif, tentang sebab Nabi menyabdakan
hadits ini: “manakala Rasulullah SAW telah bermukim di Madinah sahabat-sahabatnya
telah berhijrah kesana dan banyak yang mendapat penyakit demam, datanglah seorang laki-
laki ke Madinah dengan mengatakan bahwa dia berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya.
Sebenarnya dia datang untuk mengawini seorang perempuan yang ia cintai, yang telah lebih
dulu ke Madinah, yang biasa dipanggil Ummul Qois, Nama aslinya adalah Lailah. Pada
suatu hari Nabi naik ke mimbar memberi nasehat kepada umat. Diantara ucapan beliau
ketika itu ialah hadits yang dibahas ini.2

Ibnu Mas’ud berkata: Diantara para sahabat ada seorang lelaki yang ingin kawin dengan
seorang perempuan yang biasa dipanggil Ummul Qois yang tidak suka menjadi istri orang
yang mencintainya jikalau orang itu tidak mau berhijrah. Karena itu, berhijrahlah orang
tersebut, lalu kawinlah mereka. Para sahabat menamai lelaki itu dengan Muhajir Ummu
Qois (seseorang yang berhijrah karena Ummul Qois)3

Hadis ini menerangkan bahwa setiap perbuatan syar’iyyah tergantung dengan niat dan
Semua yang bersifat maknawi seperti rasa takut dan raja’ (permohonan) tidak disyaratkan
niat, karena perbuatan tersebut tidak akan terwujud tanpa disertai niat. Jika tidak ada niat
maka mustahil perbuatan tersebut akan terwujud. Oleh karena itu niat merupakan syarat
logis bagi perbuatan.4

Niat dan pengelolaan hati Nabi bersabda, “Sesungguhnya setiap amal bergantung pada
niat” Maksudnya, niat ini merupakan standar benar atau tidaknya suatu perbuatan. Karena

1
HR. Bukhari, Kitab Al-iman, bab setiap perbuatan harus disertai niat dan ingin mendapatkan pahala, karena
setiap perbuatan tergantung kepada niat (41), Juz 1 Hlm. 19
2
Rahmat Syafe’i, Al-Hadis Aqidah, Ahklak, Sosial dan Hukum, hal. 56.
3
Diriwayatkan oleh sa’ied ibnu manshur dalam sunnahnya
4
Toto Haryanto dan Uswatun Hasanah, Hadits, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press), Hal. 19
apabila niatnya baik, maka amalannya juga bernilai baik. Apabila niatnya rusak, maka
amalannya juga dinilai rusak. Semua amalan terjadi karena niat. Seseorang yang berwudhu
pasti telah berniat berwudhu, tetapi tidak semua orang berniat berwudhu pasti berwudhu.
Maksud setiap amal bergantung pada niat adalah sifat amalan bergantung pada niatnya.
Sama-sama sholat dua rokaat, jika satu orang berniat sholat shubuh dan yang lain berniat
sholat rawatib, maka meskipun lahiriah amalnya sama tetapi esensinya berbeda. “Dan bagi
orang itu sesuai dengan yang diniatkan” maksudnya besar kecil pahala tergantung pada
niatnya. Maka orang yang berniat melakukan sholat wajib lebih besar pahalanya daripada
orang yang melaksanakan sholat sunnah meskipun sama-sama dua rokaat. Di samping itu,
semakin kuat niatnya, semakin besar pahalanya. Meski hanya satu amalan, jika dilakukan
dengan niat yang benar maka bisa jadi pahalanya akan banyak. Amalan di sini adalah
seluruh yang diperbuat oleh hamba, baik lisan, hati, dan anggota badan. Allah juga
memberikan sebuah syarat, bahwa syarat agar amalan ibadah diterima adalah dengan
memurnikan ketaatan kepada Allah (ikhlash).

Motivasi adalah kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakkan


individu untuk berbuat. Jadi, suatu keinginan yang datang dari dalam hati nurani manusia
untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Untuk mengetahui motivasi beramal dalam
Islam, perlu dipahami terlebih dahulu fungsi atau tujuan perbuatan/pekerjaan yang ingin
kita lakukan. Contohnya mencari nafkah. Mencari nafkah dalam Islam adalah sebuah
kewajiban. Dan Islam adalah agama fitrah yang sesuai dengan kebutuhan manusia,
diantaranya kebutuhan fisik. Dan salah satu cara memenuhi kebutuhan fisik itu ialah
dengan bekerja. Motivasi beramal dalam Islam itu adalah untuk mencari nafkah yang
merupakan bagian dari ibadah, bukan untuk mengejar hidup hedonis, bukan juga untuk
status, apa lagi untuk mengejar kekayaan dengan segala cara. Dengan demikian, motivasi
kerja dalam Islam, bukan hanya memenuhi nafkah semata tetapi sebagai kewajiban
beribadah kepada Allah setelah ibadah fardhu lainnya. Beramal untuk mencari nafkah
adalah hal yang istimewa dalam pandangan Islam. Motivasi bekerja untuk mendapatkan
ampunan dan ganjaran Allah adalah motivasi terbesar bagi seorang muslim. Bekerja dan
beramal dalam Islam tidak hanya mengejar “bonus duniawi” namun juga sebagai amal
soleh manusia untuk menuju kepada kekekalan5

3. Menjauhi Perbuatan Riya’/Syirik Kecil

ُ‫علَ ْي ُك ُم الش ِْرك‬ ُ ‫ف َما أَخ‬


َ ‫َاف‬ َ ‫سلَّ َم قَا َل إِ َّن أَ ْخ َو‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫َّللا‬ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫ع ْن َمحْ ُمو ِد ب ِْن لَبِي ٍد أَ َّن َر‬َ
ِ ‫َّللا قَا َل‬
‫الريَا ُء‬ ِ َّ ‫سو َل‬ ُ ‫صغ َُر يَا َر‬ ْ َ ‫صغ َُر قَالُوا َو َما الش ِْركُ ْاْل‬ ْ َ ‫ْاْل‬
‫ أن يعمل العبد العمل من أجل الناس‬:‫الريا‬

Artinya:

5
Rahmat, 2010. Motivasi Kerja Dalam Islam.
Dari Mahmud bni labid bahwanya Rasulullah telah bersabda “sesuatu yang paling aku
kuatirkan di antara kamu adalah syirik kecil para sahabat bertanya: apa yang dimaksud
dengan syirik kecil, rasul menjawab riya’ (riwayat Ahmad pada kitab baqi musnad
anshar no. 22523).

Dari hadist tersebut mengandung pengajaran bahwa Rosulullah SAW tentunya sangat
mengkhawatirkan kita ummatnya terjerumus kedalam dosa

Riya merupakan salah satu sifat syirik kepada Allah yang harus dijauhi oleh orang-
orang yang beriman. Sementara itu, keharaman syirik di dalam Al-Qur’an dan Sunnah
sudah sangat. Mungkin pertanyaan pertama yang muncul dalam benak kita setelah
membaca hadis diatas adalah kenapa riya itu merupakan sebuah sifat syirik atau
menyekutukan Allah. Riya ternyata menjerumuskan kita kepada hal yang sangat dibenci
oleh Allah. Bergantung kepada selain Allah adalah sifat yang tidak baik bagi hati. Karena
itu akan menimbulkan anggapan bahwa ada sesuatu yang lain yang bisa memberikan kita
pahala, kebahagiaan maupun keselamatan selain dari Allah. Ketika seseorang itu berbuat
bukan karenakan Allah, maka dapat dikatakan dia sudah menyekutukan Tuhannya,
walaupun secara tidak langung ataupun spontan.

Selain terjerumus kepada perbuatan syirik, riya juga akan menjadikan segala kebajikan
yang telah dilakukan kemudian diiringi dengan hasrat riya, maka ia tidak akan
mendapatkan sedikitpun kebaikan atau balasan dari Allah. Semuanya akan sia-sia tak
berfaedah sedikitpun, yang ia akan dapatkan hanyalah atas apa yang ia harapkan dari
keriyaannya itu. Selain itu, riya selalu menjuruskan seseorang ke dalam hal negatif yang
lain, selain daripada sifat syirik kepada Tuhannya yaitu sifat munafik. Karena, bagi orang
yang munafik apa yang diucapkan oleh lisannya dan dilakukan oleh ragawinya hanyalah
berpura-pura belaka, yaitu antara hati dan lisannya tidak sejalan. Mereka berniat melakukan
suatu amal ibadah agar mendapatkan pujian dari orang-orang di sekitarnya, seperti
tetangganya mungkin atau kerabatnya. Tetapi dia mengatakan bahwa dia melakukan amal
ibadah tersebut karena Allah dengan penuh keikhlasan, padahal tidak demikian. Disinilah
ketidaksesuaian antara hati dengan perbuatan, sehingga ia termasuk ke dalam golongan
orang yang munafik. Orang yang munafik itu ingin menipu Allah, dirinya sendiri dan
orang-orang di sekitarnya dengan penampilannya tersebut. Tetapi Allah Maha mengetahui
segala sesuatu.6

Beberapa faedah dari hadis tersebut adalah:

1. Begitu khawatirnya Rasulullah SAW kepada umatnya akan terjerumusnya kepada


syirik kecil (syirik ashgor)
2. Tanda kesayangan beliau (Rasulullah SAW) pada para umatnya dan karenanya beliau
memberi petunjuk juga nasehat kepada umatnya agar kiranya tidak terjerumus
kedalamnya.

6
Abdul Hamid Ritonga, Hadist Seputar Islam dan tata kehidupan, hal. 65
3. Syirik dalam bentuk kecil saja dikhawatirkan Rasulullah, apalagi dengan syirik besar.
Dan itulah mengapa kita sebagai umat diperingatkan untuk menjauhi perbuatan syirik
kecil terlebih lagi syirik besar.

Riya’ menurut bahasa adalah istilah yang berasal dari kata arriyaa’u yang artinya
memperlihatkan atau pamer. Riya’ adalah segala perbuatan yang dilakukan untuk
memperlihatkan sesuatu yang baik dengan maksud untuk dilihat orang lain dan dapat
pujian. Riya’ adalah salah satu perbuatan yang dibenci oleh Allah SWT karena perbuatan
yang dilakukan tidak didasarkan dengan niat semata-mata karena Allah. Riya’ juga adalah
salah satu bentuk syirik kecil yang dapat merusak ibadah dan mengurangi pahala seseorang.
Perbuatan baik yang ada didalamnya riya’ tidak bernilai ibadah disisi Allah SWT. Riya’
adalah sikap yang muncul karena kurangnya pemahaman atas tujuan amal ibadah yang
dilakukan.

Hukum Riya’ sendiri adalah haram, yang berarti sesuatu yang harus dihindari atau
perbuatan yang tidak diperbolehkan. Dan jika dilakukan maka akan menimbulkan dosa.
Riya’ adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam Allah SWT melarang hamba-hamba-
Nya untuk berbuat riya’ dan menjauhi segala perbuatam yang bersangkutan degan riya’ hal
ini terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 264 yang artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-
nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya
karena riya’ kepada manusia.”

Riya’ terbagi menjadi dua bagian, yaitu:


a) Riya’ kholish (riya’ dalam perbuatan)
Contoh riya’ kholish adalah beribadah dengan niat pamer atau hanya ingin dilihat
oleh orang lain dan dipuji.
b) Riya’ syirik (riya’ niat)
Contoh riya’ niat adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan niat menjalankan
perintah Allah SWT, sekaligus dilandasi dengan niat agar mendapat perhatian juga
pujian dari manusia.

Adapun bahaya riya’ adalah dapat menghapus pahala atas pahala yang dilakukan, ada
beberapa cara untuk menghindarkan diri dari perbuatan Riya’ yaitu sebagai berikut:
➢ Niatkan ibadah hanya kepada Allah SWT
➢ Berdo’a dan mohon pertolongan kepada Allah
➢ Mengendalikan hati
➢ Senantiasa mengingat Allah dalam segala perbuatan
➢ Menyembunyikan amal kebaikan seperti menyembunyikan aib
Riya adalah sesuatu yang Abstrak (tidak Nampak), sulit bahkan mustahil untuk
ditemukan oleh orang lain, bahkan yang bersangkutan sendiri terkadang tidak
menyadarinya, apalagi jika ia sedang tenggelam dalam suatu kesibukan. Riya‟ diibaratkan
sebagai semut kecil hitam lagi dengan perlahan di tengah kelamnya malam di tubuh
seseorang.7

Rasulullah SAW bersabda dalam riwayat Ahmad yang artinya:

“Wahai manusia jagalah dirimu dari syirik, karena ia lebih tersembunyi daripada rayapan semut.
Seseorang yang dikehendaki Allah bertanya: bagaimanakah kami menjaganya ya Rasulullah
padahal ia lebih tersembunyi dari rayapan semut. Beliau menjawab: ucapkanlah Ya Allah
sesungguhnya kami mohon perlindungan kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang
kami ketahui dan mohon ampun kepada-Mu dari sesuatu yang tidak kami ketahui‘ (HR. Ahmad)”

4. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa iklas beramal adalah niat mengharap
ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain, atau dapat juga
diartikan menyengajakan perbuatan semata-mata mencari keridhaan Allah dan
memurnikan perbuatan dari segala bentuk kesenangan duniawi. Iklas harus disertai dengan
niat, niat adalah adalah menyengajakan untuk berbuat sesuatu disertai dengan perbuatan-
perbuatannya.
Dalam beramal kita tidak diperbolehkan memiliki sifat riya’, karena perbutan riya’
termasuk ke dalam syirik kecil, dan itu bisa mengakibatkan kepada sipelaku terjerumus
kedalam api neraka, dan perbuatan yang telah ia lakukan itu hanyalah sia-sia belaka.

7
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an) Juz Amma Vol.15,
(Jakarta:Lentera Hati, 2002) hlm 548
Daftar Pustaka

Haryanto, Toto dan Uswatun Hasanah. 2006. Hadits. Palembang: IAIN Raden Fatah Press.

Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an) Juz Amma

Abdul Hamid Ritonga, Hadist Seputar Islam dan tata kehidupan

Rahmat Syafe’i, Al-Hadis Aqidah, Ahklak, Sosial dan Hukum

Rahmat, 2010. Motivasi Kerja Dalam Islam.

Anda mungkin juga menyukai