Anda di halaman 1dari 8

‫القواعد الفقهية‬

‫ األساس‬:‫ والقاعدة لغة‬،‫القواعد جمع قاعدة‬


Secara bahasa Qawa’id adalah bentuk jamak dari qa’idah yang berarti asas atau fondasi.
Sedankan menurut istilah:

‫القواعد الفقهية هي حكم شرعي كلي يتضمن بعض مسائل الفقه في أبواب متعددة من أفعال المكلف‬
Kaidah fiqhiyyah ialah hukum syari’at yang menyeluruh yang mencakup sebagian
permasalahan fiqih pada bab yang berbeda-beda dari setiap amalan manusia.

Kaidah Fiqih 1

‫األمور بمقاصدها‬
Al-Umuuru bi Maqaashidiha

(Segala Perbuatan Tergantung Niatnya)

Maksud dari kaidah ini adalah segala perkataan maupun perbuatan semua
tergantung dari niatnya. Apakah perkataan dan perbuatan tersebut berbuah pahala
atau tidak, semua akan kembali kepada niat dan tujuan dia berkata dan berbuat.
Dengan niat, akan terbedakan antara dua orang yang melakukan jenis ibadah yang
sama tetapi yang satu berpahala yang satunya tidak, atau yang satu berpahala
tetapi sedikit namun satunya berpahala yang sangat besar.

‫أصل القاعدة‬
Sumber/Dalil dari kaidah ini diantaranya sabda Rasulullah ‫ﷺ‬:

‫إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امريء ما نوى فمن كانت هجرته إلى هللا ورسوله فهجرته إلى هللا‬
‫ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه‬
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan
mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-
Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena
mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia
tuju.” (HR Bukhari, no. 1 dan Muslim no. 1907)
Hijrah pada dasarnya merupakan amalan yang sangat agung yang diganjar dengan
pahala yang besar. Namun itu hanya didapatkan bagi mereka yang berhijrah dengan
niat karena Allah dan Rasul-Nya semata. Adapun yang berhijrah bukan karena niat
tersebut maka dia tidak akan mendapatkan pahala.
Tidak semua yang mati dalam peperangan mendapatkan predikat syahid di sisi Allah
lantas masuk ke dalam surga. Sebagaimana dalam sebuah hadits bahwa dikatakan
kepada Nabi ‫ﷺ‬:

‫ من قاتل‬:‫ي ذلك في سبيل هللا؟ فقال‬


ُّ ‫ فأ‬،‫ ويقاتل رياء‬،‫ ويقاتل حمية‬،‫ الرجل يقاتل شجاعة‬،‫يا رسول هللا‬
.‫لتكون كلمة هللا هي العليا فهو في سبيل هللا‬
“Wahai Rasulullah, seseorang berperang (karena ingin dikatakan) berani, seorang
(lagi) berperang (karena ingin dikatakan) gagah, seorang (lagi) berperang karena
riya’ (ingin dilihat orang), maka yang mana yang termasuk jihad di jalan Allah?”
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Barangsiapa yang
berperang (dengan tujuan) untuk menjadikan kalimat Allah yang paling tinggi, maka
ia (berada) fii sabiilillaah (di jalan Allah).” (HR Bukhari no. 7458 dan Muslim no.
1904)

Orang-orang yang ikut dalam peperangan tetapi dengan niat untuk membela
sukunya semata, atau unjuk keberanian, maka amalan mereka itu tidak bernilai di
sisi Allah walaupun secara dzhahir amalan yang mereka dan orang-orang yang
ikhlas lakukan itu sama, sama-sama berperang di barisan Islam.

Penjelasan kaidah ini:

Maksud dari kaidah ini, bahwa hukum syariah dari setiap amal manusia berbeda-
beda tergantung niat dari perbuatannya tersebut. Terkadang seseorang melakukan
sesuatu dengan niat A maka berlaku suatu hukum terhadap amalnya tersebut,
terkadang amalnya tersebut diniati B maka berlaku hukum yang lain.
Fungsi Niat

A. Niat sebagai penentu ibadahnya tertuju kepada siapa


1. Ikhlas beribadah karena Allah semata, atau;
2. Syirik dengan beribadah karena riya, sum’ah, ‘ujub dan lainnya.
B. Niat sebagai pembeda
1. Pembeda antara ibadah dan adat.
Contoh, seseorang yang mandi di pagi hari jumat. Kemungkinannya kembali kepada
dua kemungkinan tergantung niatnya, apakah niatnya mandi junub untuk
melaksanakan shalat jumat atau mandi biasa sekedar untuk menyegarkan
badannya. Yang pertama dia mendapatkan pahala karena melakukan amalan
ibadah, sedangkan yang kedua tidak mendapatkan pahala karena hanya melakukan
aktivitas kebiasaan sehari-hari.
2. Pembeda antara ibadah yang satu dengan ibadah yang lainnya.
Contoh, seseorang yang shalat dua rakaat setelah terbit fajar (masuk waktu subuh).
Maka shalat yang dia laksanakan kembali kepada tiga kemungkinan, bisa jadi dia
shalat sunnah tahiyyatul masjid, atau shalat sunnah rawatib qabliyah subuh, atau
shalat subuh langsung, atau kemungkinan lainnya yang kesemuanya tergantung
pada niatnya.
Patut diketahui bahwa diantara amalan-amalan itu ada yang merupakan ibadah di
satu waktu tetapi di lain waktu dia adalah sekedar kebiasaan, seperti mandi yang
telah dicontohkan sebelumnya. Namun terdapat amalan yang tidak membutuhkan
niat sebagai pembeda apakah itu ibadah atau sekedar kebiasaan, karena dari sisi
dzatnya dia adalah ibadah secara mutlak. Seperti berdzikir, membaca Al-Quran,
shalat, atau puasa. Amalan-amalan tersebut tersebut secara dzatnya adalah ibadah,
tidak bisa berubah jenis menjadi kebiasaan hanya karena niat.
Ada pula jenis amalan yang sudah sangat jelas dan bahkan tidak butuh niat
pembeda hendak melakukan jenis ibadah yang ini atau ibadah yang itu, karena tidak
memiliki kemiripan dengan ibadah yang lain. Seperti ibadah haji, tidak ada amalan
lain yang mirip seperti haji tetapi bukan dengan niat haji. Begitu pula berpuasa di
bulan ramadhan, tidak ada kemungkinan puasa yang lain di bulan itu. Sehingga dia
tidak perlu mempertegas niatnya akan melakukan jenis ibadah yang mana. Fungsi
niat dalam amalan seperti ini adalah tinggal membedakan apakah dia ikhlas atau
tidak.
Contoh dari penerapan kaidah fiqih ‫بمقاصدها‬ ‫األمور‬ adalah sebagai berikut:

1. Wudhu, mandi, shalat dan shaum agar berpahala mesti dibarengi dengan niat
ibadah.
2. Contoh No 2 pada gambar di atas masih ambigu.
3. Makan dan minum jika diniatkan “agar kuat dalam melaksanakan ibadah” maka
makan dan minum tersebut akan berbuah pahala, dan jika tidak disertai niat
maka tidak berpahala.
4. Juz/ air perasan anggur jika dibuat dengan tujuan membuat minuman keras
maka haram hukumnya, dan jika diniatkan untuk membuat minuman biasa maka
hukumnya halal.
5. Seorang pemberi hutang, jika mengambil barang milik si pengutang (peminjam
uang) dengan niat mengambil barang tersebut sebagai ganti dari hutang yang
belum dibayar, maka tidak dihukumi mencuri sehingga tidak bisa dihukum
potong tangan. Adapun jika mengambil barang milik si pengutang dengan tujuan
mencuri maka dihukumi mencuri dan bisa dikenai hukum potong tangan
6. Perkataan suami kepada istrinya “Silahkan kamu Kembali ke rumah
orangtuamu”, apabila niatnya talak maka jatuh talak, dan jika bukan niat talak
maka tidak jatuh talak.
Kaidah-Kaidah Turunan dari Kaidah Pertama
Telah dijelaskan di awal bahwa diantara karakteristik kaidah kubra adalah
mempunyai kaidah cabang atau turunannya. Diantara kaidah cabang dari kaidah
pertama ini, adalah:

‫طأ ُ ِف ْي ِه ُمب ِْطل‬


َ ‫ط ِف ْي ِه التَّ ْع ِي ْينُ فَال َخ‬
ُ ‫َما يُشتَ َر‬ )1
(Suatu ibadah yang disyaratkan untuk dijelaskan/diperinci niatnya, maka kesalahan
dalam niat menyebabkan batalnya ibadah tersebut)

1. Kesalahan menyatakan macam shalat dalam niat. Seperti melakukan shalat


dzuhur tetapi niat shalat ashar maka shalatnya tdk sah
2. Kesalahan dalam menyatakan niat shalat rawatib dzuhur ke ashar
3. Kesalahan dalam menyatakan niat shalat idul fitri ke idul adlha
4. Kesalahan dalam menyatakan niat thowaf untuk umrah atau haji
5. Kesalahan dalam menyatakan niat jenis puasa arofah atau puasa ashura
َ ‫أخ‬
َ ،‫طأ‬
‫ض َّر‬ ْ ‫عيَّنَهُ َو‬ ُ ‫ض لَهُ ُج ْملَةً َو َل يُشت َ َر‬
َ ‫ إذَا‬،‫ط ت َ ْع ِي ْينُهُ ت َ ْف ِص ْي ًًل‬ ُ ‫ب الت َّ َع ُّر‬
ُ ‫) َما يَ ِج‬2
(Suatu ibadah yang wajib niatnya global/umum dan tidak disyaratkan niatnya
terperinci, Ketika niatnya diperinci dan ternyata salah maka ibadah tersebut batal)

1. Barangsiapa yang berniat mengikuti Zaid ketika shalat berjamaah dan ternyata
ahmad, maka iqtida (mengikuti ahmad) menjadi tdk sah. Karena dia tdk berniat
mengikuti ahmad dalam shalat. Padahal dalam shalat berjemaah tdk disyaratkan
harus menyatakan nama imam. Akantetapi disyartakan niat mengikuti saja.
2. Barangsiapa yang berniat shalat jenazah atas nama Bakar lalu ternyata si
jenazah adalah Khalid, atau berniat menshalatkan jenazah laki-laki dan ternyata
si jenazah perempuan. Dalam shalat jenazah tidak disyaratkan menyatakan
nama mayit atau jenisnya, tetapi cukup niat shalat utk si mayit saja.
3. Barangsiapa yang shalat utk jenazah dalam jumlah yg banyak, maka tidak
disyaratkan menyatakan jumlah mereka secara rinci. Kalau seandainya dia yakin
bahwa jenazah berjumlah 10 lalu ternyata lebih, maka shalatnya diulang karena
sebagian dai jenazah belum dishalatkan.
َ ‫أخ‬
‫ لَ ْم يَض َُّر‬،‫طأ‬ َ ‫ إذَا‬،‫ض لَهُ ُج ْملَةً َو َل ت َ ْف ِص ْي ًًل‬
ْ ‫عيَّنَهُ َو‬ ُ ‫) َما َل يُشت َ َر‬3
ُ ‫ط الت َّ َع ُّر‬
(Suatu ibadah yang tidak disyaratkan niatnya disebutkan baik secara global/umum
ataupun secara terperinci, Ketika niatnya diperinci dan ternyata salah maka hal itu
tidak membatalkan ibadah tersebut)

1. Kesalahan dalam menyebutkan tempat shalat ketika niat maka tidak membatalkan
shalat. Karna tempat shalat tidak perlu ditegaskan dalam niat shalat baik secara global
ataupun rinci.
2. Keslahan dalam menyebutkan waktu shalat ketika niat, seperti berniat shalat ashar di
hari kamis padahal dia berada di hari jum’at maka shalatnya sah dan tdk batal
3. Kesalahan niat seorang imam bahwa yang menjadi makmum adalah Utsman namun
ternyata yang menjadi imam adalah Nuh, maka hal tersebut tidak membatalkan
shalatnya
َّ ‫علَى نِيَّ ِة‬
‫الًلفِ ِظ‬ َ ‫اص ُد اللَّ ْف ِظ‬
ِ َ‫َمق‬ )4
(maksud dari sebuah lafadz (ucapan) Kembali kepada niat orang yang
mengucapkannya)

1. Jika seorang suami mempunyai istri bernama thaliq (orang yang diceraikan),
kemudian ia memanggil istrinya: “ya thaliq”. Maka jika dia bermaksud talaq
jatuhlah talaq dan jika bermaksud panggialn biasa maka tidak jatuh talak.
2. Kalau seorang suami mengatakan: “kamu saya ceraikan...kamu saya
ceraikan...kamu saya ceraikan”... jika maksudnya istinaf maka jatuh talak 3, jika
maksudnya taukid/penegasan maka jatuh talak 1.
3. Jika seseorang mengucapkan ayat al-Quran ketika shalat dengan tujuan
mempersiahkan tamu masuk maka shalatnya batal. Jika niatnya membaca ayat
setepah fatihah sekaligus mempersilahkan tamu maka tetap sah shalatnya
4. Jika niat mengerjakan sesuatu disertai dengan lafadz in sha Allah dengan tujuan
“menggantungkan” mqka batal niatnya. Jika tujuannya mensucikan Allah maka
tidak batal niatnya.

Anda mungkin juga menyukai