القواعد الفقهية هي حكم شرعي كلي يتضمن بعض مسائل الفقه في أبواب متعددة من أفعال المكلف
Kaidah fiqhiyyah ialah hukum syari’at yang menyeluruh yang mencakup sebagian
permasalahan fiqih pada bab yang berbeda-beda dari setiap amalan manusia.
Kaidah Fiqih 1
األمور بمقاصدها
Al-Umuuru bi Maqaashidiha
Maksud dari kaidah ini adalah segala perkataan maupun perbuatan semua
tergantung dari niatnya. Apakah perkataan dan perbuatan tersebut berbuah pahala
atau tidak, semua akan kembali kepada niat dan tujuan dia berkata dan berbuat.
Dengan niat, akan terbedakan antara dua orang yang melakukan jenis ibadah yang
sama tetapi yang satu berpahala yang satunya tidak, atau yang satu berpahala
tetapi sedikit namun satunya berpahala yang sangat besar.
أصل القاعدة
Sumber/Dalil dari kaidah ini diantaranya sabda Rasulullah ﷺ:
إنما األعمال بالنيات وإنما لكل امريء ما نوى فمن كانت هجرته إلى هللا ورسوله فهجرته إلى هللا
ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan
mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-
Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena
mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia
tuju.” (HR Bukhari, no. 1 dan Muslim no. 1907)
Hijrah pada dasarnya merupakan amalan yang sangat agung yang diganjar dengan
pahala yang besar. Namun itu hanya didapatkan bagi mereka yang berhijrah dengan
niat karena Allah dan Rasul-Nya semata. Adapun yang berhijrah bukan karena niat
tersebut maka dia tidak akan mendapatkan pahala.
Tidak semua yang mati dalam peperangan mendapatkan predikat syahid di sisi Allah
lantas masuk ke dalam surga. Sebagaimana dalam sebuah hadits bahwa dikatakan
kepada Nabi ﷺ:
Orang-orang yang ikut dalam peperangan tetapi dengan niat untuk membela
sukunya semata, atau unjuk keberanian, maka amalan mereka itu tidak bernilai di
sisi Allah walaupun secara dzhahir amalan yang mereka dan orang-orang yang
ikhlas lakukan itu sama, sama-sama berperang di barisan Islam.
Maksud dari kaidah ini, bahwa hukum syariah dari setiap amal manusia berbeda-
beda tergantung niat dari perbuatannya tersebut. Terkadang seseorang melakukan
sesuatu dengan niat A maka berlaku suatu hukum terhadap amalnya tersebut,
terkadang amalnya tersebut diniati B maka berlaku hukum yang lain.
Fungsi Niat
1. Wudhu, mandi, shalat dan shaum agar berpahala mesti dibarengi dengan niat
ibadah.
2. Contoh No 2 pada gambar di atas masih ambigu.
3. Makan dan minum jika diniatkan “agar kuat dalam melaksanakan ibadah” maka
makan dan minum tersebut akan berbuah pahala, dan jika tidak disertai niat
maka tidak berpahala.
4. Juz/ air perasan anggur jika dibuat dengan tujuan membuat minuman keras
maka haram hukumnya, dan jika diniatkan untuk membuat minuman biasa maka
hukumnya halal.
5. Seorang pemberi hutang, jika mengambil barang milik si pengutang (peminjam
uang) dengan niat mengambil barang tersebut sebagai ganti dari hutang yang
belum dibayar, maka tidak dihukumi mencuri sehingga tidak bisa dihukum
potong tangan. Adapun jika mengambil barang milik si pengutang dengan tujuan
mencuri maka dihukumi mencuri dan bisa dikenai hukum potong tangan
6. Perkataan suami kepada istrinya “Silahkan kamu Kembali ke rumah
orangtuamu”, apabila niatnya talak maka jatuh talak, dan jika bukan niat talak
maka tidak jatuh talak.
Kaidah-Kaidah Turunan dari Kaidah Pertama
Telah dijelaskan di awal bahwa diantara karakteristik kaidah kubra adalah
mempunyai kaidah cabang atau turunannya. Diantara kaidah cabang dari kaidah
pertama ini, adalah:
1. Barangsiapa yang berniat mengikuti Zaid ketika shalat berjamaah dan ternyata
ahmad, maka iqtida (mengikuti ahmad) menjadi tdk sah. Karena dia tdk berniat
mengikuti ahmad dalam shalat. Padahal dalam shalat berjemaah tdk disyaratkan
harus menyatakan nama imam. Akantetapi disyartakan niat mengikuti saja.
2. Barangsiapa yang berniat shalat jenazah atas nama Bakar lalu ternyata si
jenazah adalah Khalid, atau berniat menshalatkan jenazah laki-laki dan ternyata
si jenazah perempuan. Dalam shalat jenazah tidak disyaratkan menyatakan
nama mayit atau jenisnya, tetapi cukup niat shalat utk si mayit saja.
3. Barangsiapa yang shalat utk jenazah dalam jumlah yg banyak, maka tidak
disyaratkan menyatakan jumlah mereka secara rinci. Kalau seandainya dia yakin
bahwa jenazah berjumlah 10 lalu ternyata lebih, maka shalatnya diulang karena
sebagian dai jenazah belum dishalatkan.
َ أخ
لَ ْم يَض َُّر،طأ َ إذَا،ض لَهُ ُج ْملَةً َو َل ت َ ْف ِص ْي ًًل
ْ عيَّنَهُ َو ُ ) َما َل يُشت َ َر3
ُ ط الت َّ َع ُّر
(Suatu ibadah yang tidak disyaratkan niatnya disebutkan baik secara global/umum
ataupun secara terperinci, Ketika niatnya diperinci dan ternyata salah maka hal itu
tidak membatalkan ibadah tersebut)
1. Kesalahan dalam menyebutkan tempat shalat ketika niat maka tidak membatalkan
shalat. Karna tempat shalat tidak perlu ditegaskan dalam niat shalat baik secara global
ataupun rinci.
2. Keslahan dalam menyebutkan waktu shalat ketika niat, seperti berniat shalat ashar di
hari kamis padahal dia berada di hari jum’at maka shalatnya sah dan tdk batal
3. Kesalahan niat seorang imam bahwa yang menjadi makmum adalah Utsman namun
ternyata yang menjadi imam adalah Nuh, maka hal tersebut tidak membatalkan
shalatnya
َّ علَى نِيَّ ِة
الًلفِ ِظ َ اص ُد اللَّ ْف ِظ
ِ ََمق )4
(maksud dari sebuah lafadz (ucapan) Kembali kepada niat orang yang
mengucapkannya)
1. Jika seorang suami mempunyai istri bernama thaliq (orang yang diceraikan),
kemudian ia memanggil istrinya: “ya thaliq”. Maka jika dia bermaksud talaq
jatuhlah talaq dan jika bermaksud panggialn biasa maka tidak jatuh talak.
2. Kalau seorang suami mengatakan: “kamu saya ceraikan...kamu saya
ceraikan...kamu saya ceraikan”... jika maksudnya istinaf maka jatuh talak 3, jika
maksudnya taukid/penegasan maka jatuh talak 1.
3. Jika seseorang mengucapkan ayat al-Quran ketika shalat dengan tujuan
mempersiahkan tamu masuk maka shalatnya batal. Jika niatnya membaca ayat
setepah fatihah sekaligus mempersilahkan tamu maka tetap sah shalatnya
4. Jika niat mengerjakan sesuatu disertai dengan lafadz in sha Allah dengan tujuan
“menggantungkan” mqka batal niatnya. Jika tujuannya mensucikan Allah maka
tidak batal niatnya.