Anda di halaman 1dari 6

QAWAIDH FIQIYAH

-kaidah fiqiyah
Kaidah fiqiyah adalah keismpulan – kesimpulan hukum fiqih yang sifatnya umum
( mencangkup sebagian besar masalah masalah fiqih ) dan tertuang dalam bentuk kalimat
utuh yang sempurna, sekalipun terkadang sangat sederhana.

-Fungsi kaidah dan peranan kaidah fiqih


a. dapat dijadikan sebagai rujukan ahli dalam rangka memudahkan mereka untuk
penyelesaian masalah masalah fiqih yang mereka hadapi, dengan mengkategorikan masalah –
masalah yang serupa dalam lingkup satu kaidah.

b. sebagai media atau alat untuk menafsirkan nash-nash dalam rangka penetapan hukum,
terutama yang termasuk dalam kategori ma’lam yu’lam min ad-din dhaururah, yaitu hukum
yang tidak diterangkan secara tegas dalam al qur’an atau sunnah. Karena dalilnya masih
bersifat zhani.

c. fiqih itu sesungguhnya pengetahuan atau kompetensi untuk dapat melakukan persamaan –
persamaaan suaut masalah dengan masalah – masalah yang serupa.

Dalam berbagai literatur, macam – macam kaidah fiqih, secara umum disusun dengan
sistematika sebagai berikut:

-kaidah – kaidah fiqih induk ( al qawaid al asassiyah ) disebut induk karena banyak kaidah-
kaidah cabang yang dapat dikembalikan atau diproyeksikan kepadanya.
- kaidah – kaidah fiqih cabang yang disepakati oleh mayoriatas ulama.
- kaidah – kaidah fiqih cabang yang diperselisihkan oleh para ulama.

*kaidah 1
“ segala perkara tergantung daripada niatnya “

Penjelasan:
1.Berwudhu itu harus dengan niat , sperti itu pula menjadi wajib,sholat puasa.

2. jika ia melakukan perbuatan yang hukumnya mubah, tetapi ia beri’tikad bahwa ia


melakukan perbuatan yang tidak halal, seperti ketika seseorang menggauli perempuan dan
dalam hatinya menyatakan bahwa perempuan itu bukan isttrinya, dan ia sedang melakukan
perbuatan zina , walaupun ternyata itu adalah istrinya, maka perbuatan itu tetap haram.

3. ketika seseorang berniat dalam makan dan minum itu untuk menguatkan dalam beribadah,
maka ia akan mendapatkan pahala jika tidak diniati maka ia tidak akan mendapatkan pahala.

4. orang yang memeras anggur itu juga tergantung dnegan niatnya untuk dijadikan cuka atau
khamar ( minuman keras )

5. tidak berbicara dengan orang lain diatas 3 hari itu hukumnya haram, jika diniati tapi kalua
tanpa ada niat untuk itu maka hukumnya tidak haram.
6. tidak memakai wewangian dan berhias diir dalam 3 hari karena berkabung atas kematian
seseorang yang bukan suaminya itu hukumnya haram. Jika ia bertujuan untuk turut berduka
cita, jika tidak ada niat itu , maka tidak apa apa.

7. jika seseorang menagambila harta orang lain yang punya hutang kepadanya dengan niat
untuk bayar utang orang itu kepadanya dan juga dengan niat maling. Maka ia tidak terkena
hukuman potong tangan untuk niat yang pertama. Kecuali pada niat yang kedua.

8. tentang kinayah ( sindiran ) talak dan selain talak , ketika seseorang suami berkata pada
istirinya : ‘ kamu adalah perempuan yang tidak punya suam’ , jiika ia berniat untuk mentalaq
maka jatuhlah talaq nya , namu jika tidak ada niatan mentalaq maka tidak apa apa.

Kaidah 2

“ dalam perbuatan yang disyaratkan menyatakan niat maka kesalahan dalam pernyataan dapat
membatalkan perbuatan tersebut “

Penjelasan :

1.kesalahan dalam melakukan sholat dzuhur ke ashar dan sebaliknya, maka ketika ia
melakkukan solat dzuhur dan berniat solat ashar maka hukumnya tidak sah.

2. kesalahan dalam niat dari kafarat dzhihar ke kafarat membunuh.

3. kesalahan dalam niat sholat sunnah rawatib dzuhur ke sunnah rawatib ashar.

4. kesalahan dalam niat dari sholat idul fitri ke idul adha dan sebaliknya.

5. keslahan dalam niaat solat dua rakaat sunnah ihram ke dua rakaat sunnah thawaf dan
sbealiknya.

6. kesalahan dalam niat. Dari puasa arafah ke puasa asyura dan sebaliknya.

Kaidah 3

“ perbuatan disyaratakan niat secara global dan tidak disyaratkan ta’yin niat secara rinci, bila
ta’yin niatnya salah maka berbahaya”

Penjelasan:

1.Niat menjadi makmum pada zaid ternayata yang menjadi imam adlah umar, maka tidak sah
berjamaahnya, karena ia telah menghilangkan niat ma’mum kepada umar dnegan niat
menjadi ma’mumnya zaid . maka ketika ternyata ia menjadi ma’mum dari umar maka ia tidak
berniat menjadi ma’mum. Dan dalam berjamaah tidak disyaratkan menyatakan siapa
imamnya tetapi hanya dinyatakan untuk niat berjama’ah , tidak yang lain.

2. Niat mensholati mayitnya bakar, tenryata yang disholati adalah mayyit khalid atau niat
sholat untuk mayyit laki laki ternyata mayyitnya perempuan, begitupun sebaliknya, maka
smeua itu tidak sah. Karena dalam solat jenazah itu tidak wajib ta’yin ( menyatakan ) siapa
mayyit yang disholatkan hanya cukup berniat menyolatkan mayyit saja.
3. barang siapa yang melaksanakan solat untuk mayyit yang jumlahnya baanyak, maka dalam
soalt ini tidak wajib melakukan ta’yin ( menyatakan ) jumlah dari maayyit yang disolatkan.
Maka ketika beri’tikad bahwa mayyit yang disolatkan 10 orang tapi tenryata lebih dari 10
orang atau kurang dari 10 orang, maka solatnya mesti diulangi.

4. tidak dinyatakan ta’yin bilangan rakaat maka ketika seseorang niat solat dzuhur lima rakaat
atau tiga rakaat maka solatnnya tidak sah.

5. jika seseorang menyatakan telah mengeluarkan zakat untuk hartanya yang ghaib ( tidak ada
disampingnya ) dan ternyata harta yang ghaib itu telah rusak atau hilang maka zakat unutk
harta yang ghaib itu tidak bisa dikelauarkan atau dijadikan sebagai zakat harta yang masih
ada.

Kaidah 4

“ suatu perbuatan yang baik secara keseluruhan atau terperinci, tidak disyaratkan
mengemukakan niat, bila dinyatakannya dan ternyata keliru , maka tidak berbahaya. “

Penjelasan:

1. Kesalahan menyatakan tempat solat, maka ketika niat solat dzuhur di mesir dan ternyata
ia solat di mekah. Maka tidaklah batal solatnya. Karena niat solatnya sudah ada dan ta’yin
( menyatakan ) tempat itu bukanlah sambungan dari niat solat baik secara umum maupun
secara khusus.

2. Kesalahan dalam menyatakan masa solat, maka ketika seseorang niat melaksanakan solat
ashar pada hari kamis tapi ternyata hari jum’at maka solatnya itu tidak batal.

3. Kesalahan ta’yin ( menyatakan ) imam tentang ma’mum yang ada di belakangnya maka
jika seseorang berniat menjadi imamnya zaid tapi ternyata yang menjadi ma’mum adalah
umar, maka solatnya imam itu tidak menjadi mudharat ( tidak batal ) hal itu karena tidak
adanya syarat bagi imam untuk menentukan makmumnya dan tdiak juga niat untuk
menjadi imam.

Kaidah5

“maksud lafazd ( ucapan ) ini terhitung orang yang melafazdkannya ( mengucapkannya ) “

1. Jika seseorang membaca dalam solat dengan bacaan AL -QUR”AN dan tidak berniat
selain membacanya. Maka itu hukumnya jelas, tetapi jika ia bertujuan untuk memberikan
paham kepada orang lain saja. Maka batal solatnya. Tetapi jika ia berniat dua-duanya
maka solatnya tdiak batal sholatnya. Dan ketika seseorang memutlakannya maka qaul
yang lebih shahih berpendapat bahwa solatnya itu batal seperti firman Allah SWT dalam
surat al hijr : 46
“ masukalah ke dalamnya dengan sejahtera lagi aman “

Dan firman Allah SWT dalam surat Maryam : 12


“ hai yahya. Ambilah Al kitab ( Taurat ) itu dengan sungguh – sungguh “
Kaidah 6

“ yang dipertimbangkan dalam transaksi adalah maksud dan makna, bukan lafal dan bentuk
ucapan “

Penjelasan:

Yang diprioritaskan untuk dipertimbangkan dalam suatu transaksi adalah maksud dan niat,
bukan semata mata lafal atau ucapan. Oleh karena itu, tidak sah berpegang dengan zahir
ucapan, apabila telah jelas berbeda dari maksud dan niat seseorang

Kaidah 7

“ niat dalam sumpah mengkhususkan lafaz amm, tidak meng-umum-kan lafaz yang khash “

Penjelasan :

Dari kaidah di atas maka dipahami bahwa seseorang bersumpah tidak akan berbicara denga
manusia dengan manusia, tetapi yang dimaksud adalah hasan, maka sumpah itu hanya
berlaku kepada hasan, tidak kepada semua manusia.

Kaidah 8

“ keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan “

Penjelasan :

1. Barang siapa yang ragu-ragu dalam hitungan solatnya apakah 3 atau 4 maka peganglah 3
karena itulah yang lebih meyakinkan.

2. Barang siapa yakin dalam keadaan suci dan ragu – ragu mempunyai hadats makai adalah
suci .

3. Barang siapa yakin mempnyai hadats dan ragu – ragu dalam keadaan suci, makai ia
adalah orang yang mempunyai hadats

Dan kaidah yang menyatakan :

“seungguhnya sesuatu yang tetap dengan keyakinan itu tidak akan hilang kecuali dengan
keyakinan pula”

Kaidah 9

“hukum asal adalah tetap apa yang telah ada atas yang telah ada”

Penjelasan :

1. Barang siapa yang makan shaur diakahir malam dan ragu-ragu telah muncul fajar . maka
sah puasanya. Karena sesungguhnya aslanya adalah masih tetapnya malam.
2. Barang siapa yang berbuka puas diakhir siang dengan tanpa ijtihad dan ia ragu – ragu
pada terbenamnya matahari, maka batal puasanya. Karena sesungguhnya asalnya masih
tetapnya siang.

3. Kedua suami istri hidup susah dalam waktu yang cukup lama. Kemudian istrinya
menggugat suaminya tidak pernah memberi nafkah pakaian dan sebainya , maka ucapan
yang dipegang adalah ucapan istri itu. Karena pakaian dan nafakah itu berada pada
tanggungan suaminya dan suami tidak dapat memenuhi keduanya (pakaian dan nafkah)

4. Suami istri berselisih tentang masalah tamkin (perlakuan istri melayani suami) maka
ucapan yang dipegang adalah ucapan suami , karena asalnya tidak adanya tamkin , maka
tidak wajib bagi suami untuk memberikan nafkah istrinya , nafkah itu wajib adanya
tamkin.

5. Seorang yang telah membeli air kemudian menggugat bahwa air itu najis, dan hendak
mengembalikannya, maka ucapan yang mesti dipegang adalah ucapan si penjual, karena
sesungguhnya airnya itu adalah suci.

6. Seseorang yang meragukan air suci yang berubah apakah perubahan itu sedikit atau
banyak, maka air itu masih tetap suci.

Kaidah 10

“hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung jawab”

Penjelasan :

1. Seseorang yang dimintai penjelasan untuk melakukan sumpah, kemudian ia tidak mau
melakukannya , maka ia tidaklah dihukum karena ketidak mauanya itu. Karena
dihadapkan kepada orang yang menggugatnya.

2. Jika seseorang berkata “saya berikan kitab padamu agra kamu memberikan saya
pengganti kitab yang lain “ maka ketika orang yang diberi itu memungkirinya bahwa
tidak ada lafazd “memberikan penggantinya” maka ucapan yang didengar adalah ucapan
orang yang diberi kitab , karena asalnya adalah bebasnya tanggungan.

3. Jika dua orang berselisih tentang harga yang dipinjam kemudian rusak agar orang yang
merusaknya megganti sesuai dengan harganya ,maka ucapan yang didengar adalah
ucapan orang yang meminjamkannya. Karena asalnya ialah tanggungan dari apapun yang
terlebih tuntutan ( harga barang )

Kaidah 11

“hukum asal adalah tidak adanya sesuatu”

Penjelasan:
1. Seseorang yang memakan makanan orang lain kemudian ia berkata bahwa dia telah
membolehkannya untuk saya, sementara yang memiliki makanan itu memungkirinya.
Maka ucapan yang didengar adalah ucapan si pemilik makanan itu. Karena asalnya
adalah tidak adanya kemubahan.

2. Jika seseorang ditetapkan mempunyai hutang dengan sebab pengakuan atau jual beli,
kemudian ia mengaku tenang hutang itu sudah dia bayar atau dibebaskan, maka ucapan
yang dipegang adalah ucapan orang yang dida’wa mempunyai hutang, karena asalnya
adalah tidak adanya semua itu (hutang)

3. Jika seseorang ragu dalm meninggalkan perbuatan yang diperintah dalam solatnya,
seperti tidak melaksanakan tahyat awal. Maka ia menggantinya dengan dengan sujud
sahwi, tetapi jika melakukan perbuatan yang dilarang dalam solat, seperti menambah
jumlah sujud dengan ragu – ragu, maka tidaklah harus sujud sahwi, karena sesungguhnya
asalnya tidak adanya pekerjaan menambah sujud.

Kaidah 12

“hukum asal sesuatu adalah boleh hingga ada dalil yang menunjukan keharamannya”

Penjelasan :

Anda mungkin juga menyukai