2. Penjelasan
a. Hadits ت
ِ
Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib ra. Sahnya perbuatan tergantung
pada niatnya. Perbuatan yang dimaksud adalah segala bentuk aktifitas baik
Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal, Imam Abu Dawud dan lainnya
sepakat bahwa hadits tentang niat tersebut merupakan sepertiga ilmu. Imam
alBaihaqi mengilustrasikan hadits tersebut bahwa perbuatan manusia tidak lepas
b. Ulama membahas niat dari tujuh bagian yaitu hakikat, hukum, tempat, waktu,
tata cara, syarat dan tujuan niat. Maksud niat adalah untuk membedakan
ibadah dari adat yang serupa dengannya. Begitu juga fungsi niat untuk
membedakan keduanya.
orang yang tidak makan dan minum karena tidak memiliki makanan
atau minuman, tidak selera, sedang sakit. Maka niat disyari’atkan untuk
membedakan keduanya.
terjadi dalam sholat. Karena antara shalat dhuhur dan ashar sama dalam
segala sisi, maka untuk membedakannya harus ada niat penentu nama
dengan sandaran pada dhuhur atau ashar misalnya, serta harus ada
tayammum tidak disyaratkan niat fardhu tayammum, bahkan tidak sah apabila
adalah shalat.
3) Perkara yang wajib disebutkan secara umum dan tidak wajib disebutkan
diantaranya:
Kaidah baqa’ ma kana ‘ala ma kana (keadaan yang ada menetapi keadaan
1) Orang yang meyakini dirinya suci (punya wudhu), lalu ragu apakah
2) Orang yang meyakini hadas, lalu ragu apakah sudah wudhu atau belum,
masih malam.
1) Orang yang hendak shalat Jum’at ragu, apakah waktunya masih cukup
2) Orang mempunyai harta yang sudah mencapai ukuran wajib zakat, setelah
kaidah ini, satu orang saksi saja tidak bisa menjadi dasar penetapan seseorang
harus menanggung hak-hak orang lain, selama tidak ada bukti pendukung lain
atau sumpah dari pihak penuntut. Berdasarkan kaidah ini pula, yang diterima
Kaidah ini hanya berlaku bagi orang yang belum ditetapkan memiliki
memiliki tanggungan.
b. Kaidah man syakka hal fa’ala syai’an am la, fal ashl annahu lam yaf’alhu
(orang yang ragu, apakah telah melakukan sesuatu atau belum, maka hukum
c. Kaidah man tayaqqana al-fi’la wa syak fi al-qalil au al-katsir hummail ‘ala alqalil
(orang yang yakin telah melakukan suatu perbuatan, dan ragu tentang
orang shalat dan ragu apakah telah mengerjakan tiga aatu empat, maka yang
dihukumi baru melakukan tiga rakaat. Sebab, tiga rakaat adalah jumlah
d. Kaidah al-ashl al-‘adam (hukum asal pada hak adami adalah tidak ada
ketetapan atau tanggungan kepada orang lain). Contohnya, ketika Rusdi telah
telah melunasi atau telah dibebaskan hutangnya oleh Ahmad. Menurut hukum
dalam kasus ini yang dibenarkan adalah ucapan Ahmad, sebab hukum asalnya
e. Kaidah al-ashl fi kulli hadis taqdiruh bi aqrab zaman (hukum asal setiap
perkara yang baru datang adalah mengira-ngirakannya terjadi pada waktu yang
tidak ingat bahwa telah mimpi bersetubuh, maka ia wajib mandi besar menurut
pendapat yang shahih.Kaidah al-ashl fi al-abdha’ at-tahrim, jika haram dan halal
untuk dinikahi
majaznya, kecuali terdapat faktor yang menetapkan ucapan itu harus diarahkan
antara ulama, yaitu qashar shalat, tidak puasa dan mengusap muzah
mewujudkan ancaman.
dihukumi batal.
tercampur dengan kotoran hewan. Kedua contoh ini sulit dihindari dan
7) Naqshu (sifat kurang). Sifat kurang ini kebalikan sifat sempurna. Pada
Contoh tidak wajib mengerjakan shalat jum’at bagi wanita, budak dan
anak-anak.
1) Masyaqqah yang secara umum tidak terlepas dari ibadah atau ketaatan.
Seperti kesulitan atau kepayahan karena dinginnya air saat wudhu atau
Apa yang dilihat (dianggap) baik oleh seorang muslim, maka menurut Allah
2. Penjelasan
1) Cukup sekali
2. Harus terulang
3. Berulang kali sampai muncul dugaan kuat adat tersebut tidak berubahubah
b. Kaidah ‘adah mu’tabarah, adat bisa dijadikan pijakan hukum bila berlaku
berbeda-beda, dari satu orang dengan orang lain berbeda-beda, maka adat
1) Bila tidak berkaitan dengan hukum syar’i, maka didahulukan ‘urf yang
berlaku. Seperti ada orang bersumpah tidak akan makan daging (lahm),
maka dia tidak dikatakan melanggar sumpah bila memakan ikan laut
dalam al-Qur’an.
[16]:14)
menerjang sumpah kecuali dengan shalat syar’i, yaitu shalat yang ada
ruku’nya, sujudnya, dimulai deng