Anda di halaman 1dari 5

1) Bagaimana peran penting Hadis/Sunnah dalam mengembangkan hukum

Islam di masyarakat ? Jelaskan!


Jawaban :
Hadist/Sunnah dalam pengembangan hukum Islam berperan sebagai sumber nilai dan
norma hukum Islam, selain itu juga sebagai petunjuk pelaksanaan kaidah-kaidah
fundamental yang terdapat di dalam Alquran dimana perlu dikembangkan/dirumuskan
lebih lanjut oleh akal pikiran manusia.

2) Apa Pengertian Sumber Hukum Islam menurut Ulama Usul Fiqih dan Ulama
Fiqih dan dan dibagi berapa bagiankah hukum islam menurut ulama usul fiqih  
Jawaban:

Pengertian sumber Hukum Islam menurut


a. Ulama Usul Fiqih Hukum Islam adalah , hukum adalah tuntutan Allah SWT
(Alquran dan hadis) yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (orang yang sudah
balig dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pemilihan, atau menjadikan sesuatu
sebagai syarat, penghalang, sah, batal, rukhsah (kemudahan) atau azimah.
b. Ulama Fiqih Hukum Islam adalah adalah akibat yang ditimbulkan oleh syariat
(Alquran dan hadis) berupa al-wujub, al-mandub, al-hurmah, al-karahah, dan al-
ibahah. Perbuatan yang dituntut tersebut disebut wajib, sunah (mandub), haram,
makruh, dan mubah.
Ulama usul fikih membagi hukum islam menjadi dua bagian, yaitu hukum
taklifiy dan hukum wadh’iy dan penjelasannya sebagai berikut :
1.      Hukum Taklifiy
Adalah tuntunan Allah yang berkaitan dengan perintah untuk melakukan suatu
perbuatan atau meninggalkannya. Hukum taklifiy dibagi menjadi lima macam,
yaitu
a. Al-ijab, yaitu tuntutan secara pasti dari syariat untuk dilaksanakan dan
dilarang ditinggalkan, karena orang yang meninggalkannya dikenai
hukuman
b. An-nadh, yaitu tuntutan dari syariat untuk melaksanakan suatu perbuatan,
tetapi tuntutan itu tidak secara pasti. Jika tuntutan itu dikerjakan
maka pelakunya mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan
tidak hukuman (dosa)
c. Al-ibahah, yaitu firman Allah yang mengandung pilihan untuk melakukan
suatu perbuatan atau meninggalkannya
d. Al-karahah, yaitu tuntutan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi
tuntutan itu diungkapkan melalui untaian kata yang tidak pasti
sehingga kalau dikerjakan pelakunya tidak dikenai hukuman
e. Al-tahrim, yaitu tuntutan untuk tidak mengerjakan suatu perbuatan dengan
tuntutan yang pasti sehingga tuntutan untuk meninggalkan
perbuatan itu wajib, dan jika dikerjakan pelakunya
mendapatkan hukuman (berdosa).
2.  Hukum Wad’iy
      Adalah perintah Allah SWT, yang mengandung pengertian, bahwa terjadinya
sesuatu merupakan sebab, syarat atau penghalang bagi adanya sesuatu (hukum).
Ulama usul fikih berpendapat bahwa hukum wad’iy itu terdiri dari 3 macam:
1.      Sebab, yaitu sifat yang nyata dan dapat diukur yang dijelaskan oleh
nas (Alquran dan hadis), bahwa keberadaannya menjadi sebab tidak
adanya hukum. Misalnya: tergelincirnya matahri menjadi sebab
wajibnya Salat Zuhur, terbenamnya matahari menjadi sebab wajibnya
Salat Magrib. Dengan demikian, jika matahari belum tergelincir maka
Salat Zuhur belum wajib dilakukan.
2.      Syarat, yaitu sesuatu yang berada di luar hukum syarak, tetapi
keberadaan hukum syarak tergantung kepadanya. Jika syarat tidak ada,
maka hukum pun tidak ada. Misalnya: genap satu tahun (haul), adalah
syarat wajibnya harta perniagaan. Jika tidak ada haul, tidak ada
kewajiban zakat harta perniagaan tersebut.
3.      Mani (penghalang), yaitu sesuatu yang keberadaannya
menyebabkan tidak adanya hukum atau tidak adanya sebab bagi
hukum. Misalnya: najis yang ada di badan atau pakaian orang yang
sedang mengerjakan salat menyebabkan salatnya tidak sah
(menghalangi sahnya salat).

Sedangkan menurut ulama fikih perbuatan mukallaf (orang yang dibebani


hukum yaitu orang yang sudah balig dan berakal sehat) itu jika ditinjau dari syariat
(hukum Islam) dibagi menjadi menjadi lima macam, yaitu:
     a.   Fardu (wajib), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya mendapat
pahala, tetapi apabila ditinggalkan akan mendapat hukuman (dianggap
berdosa). Perbuatan wajib ditinjau dari segi orang yang melakukannya dibagi
menjadi dua, yaitu:
1. Fardu ‘ain: perbuatan yang harus dikerjakan oleh setiap mukallaf, seperti 
salat lima waktu.
   2.   Fardu kifayyah: perbuatan yang harus dikerjakan oleh salah seorang
anggota masyarakat, maka anggota-anggota masyarakat lainnya tidak
dikenai kewajiban lagi. Namun, apabila perbuatan yang hukumnya fardu
kifayyah itu, tidak dikerjakan oleh seorang pun dari anggota masyarakat,
maka seluruh anggota masyarakat dianggap berdosa. Contohnya:
memandikan, mengafani, mensalatkan dan menguburkan jenazah seorang
muslim, membangun mesjid dan rumah sakit.
    b. Sunnah (mandub), yaitu suatu perbuatan yang apabila dikerjakan, pelakunya
akan mendapat pahala, tetapi apabila ditinggalkan tidak mendapat siksa.
Perbuatan sunnah dibagi dua:
1.Sunnah ‘ain: perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh setiap
individu. Misalnya: salat sunnah rawatib.
2.Sunnah kifayyah: perbuatan yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh salah
seorang (beberapa orang) dari golongan masyarakat. Misalnya: mendoakan
muslim/muslimah dan memberi salam.
      c.   Haram, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya dianggap berdosa
dan akan mendapat siksa, tetapi apabila ditinggalkan maka pelakunya akan
mendapat pahala. Misalnya: berzina, mencuri, membunuh.
   d.   Makruh, yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan pelakunya tidak akan
mendapat siksa, tetapi apabila ditinggalkan maka pelakunya akan mendapat
pahala. Misalnya: meninggalkan salat Dhuha.
      e.   Mubah, yaitu perbuatan yang boleh dikerjakan dan boleh pula ditinggakan.
Misalnya: usaha-usaha yang halal melebihi kebutuhan pokoknya dan memilih
warna pakaian penutup auratnya.
3) Mengapa dalam melaksanakan Syariah Islam harus juga dilandasi oleh nilai-
nilai ketauhidan dan akhlak ?
Jawaban :
Dalam melaksanakan Syariah Islam harus dilandasi oleh nilai ketauhidan dan
akhlak karena Syariah, akhidah, dan akhlak bagaikan bejana yang saling
berhubungan. Islam sebagai agama mempunyaisistem sendiri yang bagian-bagiannya
saling bekerja sama untuksuatu tujuan. Sumbernya adalah tauhid yang menjadi inti
akidah. Dari tersebut mengalir syariah dan akhlak Islami yang mengatur perbuatan
dan sikap seseoranghbaik dalam ibadah maupun muamalah.

4) Dalam tataran akademis antara Syariah dan Fikih dibedakan pengertiannya.


Jelaskanlah dimanakah sebernarnya letak perbedaan antara Syariah dan Fikih
itu ?
Jawaban :

Syari’ah terdapat di dalam al Qur’an dan sunnah Rasul saw. Kalau kita berbicara
tentang syari’ah yang dimaksud adalah wahyu Allah dalam al Qur’an dan sunnah
Rasul. Sedangkan fiqih  terdapat dalam berbagai kitab fiqih, dan yang dimaksud
dengan fiqih adalah pemahaman atau penalaran pemikiran manusia yang memenuhi
syarat untuk berijtihad tentang syari’at. Syariah dan fikih dapat dibedakan tapi tidak
dapat dipisahkan, karena fikih adalah ujung tombak  dari syariah (operasional syariah)

1. Syari’ah bersifat fundamental, idealistis, dan otoritatif, sedangkan fiqh bersifat


liberal, realistis , dan instrumental ruang lingkupnya terbatas pada apa yang
biasa disebut tindakan hukum
2. Syari’ah adalah ciptaan atau ketetapan Allah serta ketentuan RasulNya, karena
itu kebenarannya mutlak (absolut) serta berlaku abadi sepanjang masa dimana
saja. Fiqih adalah hasil karya manusia, maka keberannya bersifat relatif dan
tidak dapat berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke masa, dan dapat berbeda
dari satu tempat dengan tempat lain. Sebagai permisalan perbedaan waktu
adalah; peristiwa-peristiwa yang baru yang pada waktu tertentu tidak terjadi
seperti, bayi tabung, vasektomi dan tubektomi, pencangkokan organ tubuh,
dan masih banyak permaslahan yang akan muncul disebabkan oleh perubahan
waktu. Sedangkan perbedaan tempat seperti halnya wasiat wajibah, wasiat
wajibah yang dikenal di Indonesia diberikan kepada anak angkat, sedangkan
wasiat wajibah yang dikenal di Mesir diberikan kepada cucu yang ketika
kakeknya meninggal orangtuanya telah lebih dahulu meninggal (cucu yang
putus titi)
3. Syariah adalah satu (unity) dan fikih beragam/ berbilang (diversity). Dalam
fiqih, seseorang akan menemukan pemikiran-pemikiran para fukaha, antara
lain para pendiri empat imam mazhab yang ada dalam ilmu fiqih yang sampai
sekarang masih berpengaruh dikalangan umat Islam sedunia yaitu Abu
Hanifah (pendiri mazhab Hanafi), Malik bin Anas (pendiri mazhab Maliki)
Muhammad Idris As-Syafi’i (pendiri mazhab Syafi’i) dan Ahmad bin Hanbal
(pendiri mazhab Hanbali).
4. Fiqih berisi rincian dari syari’ah karena itu dapat dikatakan sebagai elaborasi
terhadap syari’ah. Elaborasi yang dimaksud disini merupakan suatu kegiatan
ijtihad dengan menggunakan akal fikiran atau al ra’yu. Yang dimaksud ijtihad
adalah suatu usaha sungguh-sungguh dengan mempergunakan segenap
kemampuan yang ada dilakukan oleh seseorang  (ahli hukum) yang memenuhi
syarat untuk mendapatkan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada
ketentuannya di dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah.

5) Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan istilah hukum Taklifi dan hukum
Wadh’I ?

Jawaban :
a. Hukum Taklifi merupakan norma-norma yang berisi wajib,
anjuran, haram (mutlak/tidak mutlak) dan kebolehan.
b. Hukum Wadh’I merupakan hukum yang mengatur tentang sebab penyebab
timbulnya hukum . Contohnya hubungan badan sepasang pria dan wanita menjadi
halal apabila telah menjadi suami istri ; Syarat (contoh : syarat wajib mengeluarkan
zakat dan ibadah haji) ; Halangan (contoh : pembunuhan pewaris menghalangi hak
mewaris, keadaan gila menyebabkan lepas dari kewajiban hukum.

6) Jelaskan bagaimana sebenarnya Islam itu mengatur kaidah-


kaidah yang berkaitan dengan ibadah vertikal dan ibaah horizontal
(muamalah) ?
Jawaban :

a. Kaidah yang berhubungan dengan ibadah vertikal.


Karena jenis ibadah ini merupakan hubungan manusia dengan sang khalik/Allah Swt
maka norma-norma yang mengatur tentang ibadah tidak boleh ditambah maupun
dikurangi sebab ketentuannya telah diatur oleh Allh Swt secara terperinci. Jadi,
semua jenis ibadah yang tidak ditemukan perintahnya dalam Alquran maupun Hadis
hukumnya haram.
b. Kaidah yang berhubungan dengan ibadah horizontal.
Karena jenis ibadah ini merupakan hubungan antara manusia dengan manusia dan
hanya pokok-pokoknya saja yang ditentukan dalam Alquran dan Hadis maka sifatnya
terbuka untuk dikembangkan melalui Ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk
dikembangkan. Semua jenis ibadah ini ialah boleh kecuali yang dilarang dalam
Alquran dan Hadis.

7) Bagaimana pentingnya peranan Ijtihad dalam pengembangan hukum Islam


di masa kini dan dalam masa mendatang ?
Jawaban :
Peranan Ijtihad sangatlah penting dalam pengembangan hukum Islam dari masa
ke masa, hal ini karena Islam dan umat Islam juga berkembang dari zaman ke zaman
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Dalam masyarakat yang
berkembang tersebut senantiasa muncul permasalahan yang perlu dipecahkan dan
ditentukan kaidah hukumnya. Maka diperlukanlah ijtihad guna menemukan hukum
Islam terkait dengan permasalahan tersebut.

8) Mengapa aturan-aturan hukum yang ada dalam Alquran lebih banyak yang
mengatur pokok-pokoknya saja atau garis besar saja dan tidak terperinci ?
Jawaban :
Dalam Alquran memang aturan yang ada lebih banyak yang hanya ditentukan
pokok-pokoknya saja karena Alquran merupakan sumber hukum Islam yang pertama
dan utama dimana memuat wahyu (firman-firman) Allah Swt. Aturan tersebut sama
persis dengan apa yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada nabi Muhammad
SAW sebagai Rosulnya dengan sedikit demi sedikit, memuat kaidah-kaidah hukum
fundamental sehingga perlu dikaji secara teliti lagi dan dikembangkan lebih lanjut.

9) Pengertian Sunah ternyata tidak hanya menunjuk pada hadis Nabi


Muhammad saja, tetapi mempunyai pengertian yang lain lain juga. Jelaskan apa
saja pengertian sunah yang lain!

Jawaban :
Pengertian pada dasarnya sunatullah yang berarti hukum alam yang dibuat Allah
Swt (Natural Law). Sunah dalam arti yang berhubungan dengan al ahkam al khomsah
berarti kaidah hukum yang bersifat anjuran yang jika dikerjakan mendapat pahala dan
kalau tidak dikerjakan tidak dosa.

10) Mengapa Ijtihad para intelektual muslim dijadikan juga sebagai sumber
hukum Islam selain Alquran dan hadis ?
Jawaban :
Ijtihad para intelektual muslim juga dijadikan sebagai sumber hukum Islam
karena dasar hukum untuk mempergunakan akal pikiran/ra’yu untuk berijtihad dalam
pengembangan hukum Islam tercamtum dalam :
a. Alquran Surat An Nisa ayat 59 yang mewajibkan juga orang mengikuti ketentuan
ulil amri (orang yang mempunyai kekuasaan/penguasa) mereka.
b. Hadis Mu’az bin jabal dimana dijelaskan bahwa Mu’az sebagai penguasa di Yaman
dibenarkan oleh Nabi mempergunakan ra’yunya untuk berijtihad.
c. Contoh yang diberikan Umar bin Khatab beberapa tahun setelah Nabi Muhammad
SAW wafat, dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang tumbuh dalam
masyarakat, pada awal perkembangan hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai