Anda di halaman 1dari 10

NAMA:MAULIDIN AFDHAL

NIM :2003101010055

MK :HUKUM ISLAM

SUMBER HUKUM ISLAM

Sumber hukum Islam adalah adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam.

1.Al-Qur’an

 Al-Qur’an ajaran yang memberi pengetahuan tentang struktur kenyataan alam semesta dan
posisi berbagai makhluk,termasuk manusia,serta benda dijagat ray.
 Al-Qur’an berisi petunjuk yang menyerupai sejarah manusia,rakyat biasa,raja-raja,orang-
orang suci,para nabi sepanjang zaman dan cobaan yang menimpa mereka.
 Al-Qur’an berisi sesuatu yang sulit yang sulit untuk dijelaskan dalam bahasa biasa.

2.As-Sunnah atau al-Hadits

Adalah sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an,berupa perkataan (sunnah


qauliyah,perbuatan (sunnah fi’liyah dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah
sukutiyah)Rasulullah yang tercatat sekarang dalam kitab-kitab hadits.

3.Akal pikiran (al-ra’yu atau ijtihad)

Akal adalah ciptaan Allah untuk mengembangkan dan menyempurnakan sesuatu.Secara


harfiah ra’yu berarti pendapat dan pertimbanga seseorang yang memiliki presepsi mental dna
pertimbangan yang bijaksana disebut orang yang mempunyai ra’yu.

Pembagian Hukum

a.Hukum taklifi

1. Ijab (mewajibkan),yaitu titah yang mengandung suruhan yang mesti dikerjakan.


2. Nadb (anjuran supaya dikerjakan),yaitu titah yang mengandung suruhan yang tidak
mesti dikerjakan,hanya merupakan anjuran melaksanakannya.
3. Tahrim (mengharamkan),yaitu titah yang mengandung larangan yang mesti dijauhi.
4. Karobah (membencikan),yaitu titah yang mengandung larangan namun tidak mesti
dijauhi.

b.Hukum takhyiry

Ialah titah yang memberikan hak memilih atau ibahah,yakni titah yang menerangkan
kebolehan kita mengerjakan atau tidak mengerjakan pekerjaab yang dititahkan.Titah itu
dinamai ibahah sedang pekerjaannya dinamakan mubah.

c.Hukum wadhi

1. Titah yang menetapkan bahwa sesuatu itu dijadikan sebab bagi wajib dikerjakannya
suatu pekerjaan.
2. Titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu dijadikan syarat bagi sesuatu
3. Titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu menghalangi berlakunya (sahnya)
sesuatu hukum.
4. Titah yang menerangkan sahnya sesuatu pekeraan, yaitu apabila kita diperintah
mengerjakan sesuaru pekerjaan yang telah memenuhi sebab dan syaramya serta
terlepas dari penghalangannya yakinlah kita bahwa pekerjaan itu telah menjadi sah,
melepaskan diri dari tugas-tugas pelaksanaannya.
5. Titah yang menerangkan bahwa sesuatu iu bathal, tidak dipandan sah, tidak
dihukum terlepas yang membuatnya dari tugas.
6. Titah yang menetapkan atas para mukalaf, tugas-tugas yang diberatkan sebagai
suatu hukum yang umum, bukan karena suatu pengecualian, disebut azimah.
Bekasan dari azimah disebut azima pekerjaannya disebut azimah.
7. Titah yang memberi pengerian, bahwa hukum yang dimaksudkan itu sebagai ganti
rugi hukum amimah, yakni yang dikerjakan lantaran dipandang sukar menjalankan
yang azimah.Bekasannya disebut rukhshah,pekerjaan disebut rukhshah pula.

Pembagian hukum taklif

a.Wajib

1) Pengertian wajib

Secara etimologi wajib berarti "tetap", "mengikat" dan "pasti.Apabila dikatakan wajibul
bayiiq, maka hal itu berarti "jual beli itu pasti, tetap dan mengikat."

2) Macam-macam wajib

a) Dilihat dari segi waktu, wajib dibagi atas wajib al-muthlaq dan wajib al-mu'agqar

Wajib al-muthlaq adalah sesuatu yang dituntut Syari' untuk dilaksanakan orang mukallaf
tanpa ditentukan wakrunya. Misalnya,kewajiban membayar kafarat sebagai hukuman bagi yang
melanggar sumpahnya. Orang yang bersumpah tanpa dikaitkan dengan waktu, lalu ia langgar
sumpahnya itu, maka kafarat itu boleh ia bayar kapan saja.

Adapun wajib al-mu'agqat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan orang mukallaf pada
waktu-waktu tertentu, seperti shalat dan puasa Ramadhan. Shalat wajib (subuh, zhuhur, ashar,
maghrib dan isya) harus dikerjakan pada waktunya.

b. Dilihat dari segi ukuran yang diwajibkan, hukum wajib rerbagi kepada dua, yaitu wajiba al-
muhaddad dan wajib ghairu almuhaddad

Wajib al-muhaddad adalah suatu kewajiban yang ditentukan ukurannya oleh syara" dengan
ukuran tertentu. Misalnya, jumlah harta yang wajib dizakatkan dan jumlah raka'at dalam
shalat.Jumlah dan ukuran ini tidak boleh diubah, ditambah, atau dikurangi.

Sedangkan wajib ghairu al-muhaddad adalah kewajiban yang tidak ditentukan syarar ukuran
danjumlahnya, tetapi diserahkan kepada para ulama dan pemimpin umat untuk menentukannya.
Misalnya, penentuan hukuman dalam jarimah ta'zir (tindak pidana di luar hudud dan qishash) yang
diserahkan kepada para qadhi (hakim).

c) Dilihat dari segi orang yang dibebani kewajiban, hukum wajib dibagi kepada wajib al-'aini dan
wajib al-kifa'i.

Waib al-‘aini maksudnya adalah kewajiban yang ditujukan kepada setiap pribadi orang mukallaf.
Misalnya, kewajiban melaksanakan shalat bagi setiap orang mukallaf.
Sedangkan wajib al-kifa'l adalah kewajiban yang ditujukan kepada seluruh orang mukallaf, tetapi
apabila telah dikerjakan oleh sebagian dari mereka, maka kewajiban itu telah terpenuhi dan orang
yang tidak mengerjakannya tidak dituntut lagi untuk melaksanakannya.

d) Dilihat dari segi kandungan perintah, para ulama ushul figk

membagi wajib kepada wajib al-mu'ayyan dan wajib al-mukhayyar

Wajib al-mu'ayyan adalah kewajiban yang terkait dengan sesuatu yang diperintahkan, seperti shalat,
puasa dan harga barang dalam jual beli. Shalat dan puasa pekerjaan yang pada dirinya adalah wajib,
dan harga barang yang dibeli inujuga wajib ada dan diserahkan.Wajib al-mukhayyar adalah suatu
kewajiban tertentu yang bisa dipilih orang mukallaf.

b. Mandub

1) Pengertlan mandub

Secara etimologi, mandud berarti "sesuatu yang dianjurkan atau disenangi." Mandub disebut juga
dengan "naflah, tathawwu,ihsan " dan "mustahab".

2) Pembagian mandub

a) Sunnah al-Mu'akkadah (sunah yang sudah dianjurkan). Yaitu pekerjaan yang apabila dikerjakan
mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa, tetapi yang meninggalkannya

mendapat celaan. Di antaranya adalah shalat-shalat sunah sebelum dan sesudah mengerjakan shalat
lima wakru (shalat fardhu). dan setelah zhuhur, dan berkumur-kumur waktu berwudhu

b) Sunnah ghairu al-Mu'akkadah (sunah yang biasa saja), yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan
mendapat pahala, apabila ditinggalkan tidak berdosa dan tidak pula mendapat cela dari Syari', seperi
bersedekah, shalat sunah dhuha', dan puasa setiap hari Senin dan Kamis.

c) Sunnah al-Za'ldah (sunah yang bersifat tambahan), yaitu suatu pekerjaan yang dimaksudkan unruk
mengikuti apa yang dilakukan Rasulullah SAW, sehingga apabila dikerjakan diberi pahala dan apabila
tidak ia kerjakan tidak berdosa dan didak dicela. Pekerjaan pekerjaan seperti ini adalah berupa sikap
dan tindak-tandu Rasulullah SAW sebagal manusia biasa, seperti cara tidur, cara makan dan cara
berpakaian.

C. Haram

1) Pengertian haram

Secara etimologi haram berarti "sesuatu yang dilarang mengerjkannya". Adapun secara terminologi.
para ulama ushul fiqh mengemukakan dua rumusan definisi haram, yaitu dari segi batasan serta
esensinya, dan dari segi bentuk serta sifatnya.

2) Pembagian haram

Haram dapat dibagi menjadi haram li dzatih dan hararn li ghairih.Apabila keharaman terkait dengan
esensi perbuatan haram itu sendiri,maka disebut dengan haram li dzatih. Dan apabila terkait dengan
sesuau yang di luar esensi yang diharamkan, tetapi berbentuk kemafsadatan, maka disebut haram li
ghairth.
Haram li dzatih, yaitu suatu keharaman langsung dan sejak semula ditentukan Syari' bahwa
hal itu haram. Misalnya, memakan bangkai, babi, berjudi, meminum minuman keras, berzina,
membunuh dan memakan harta anak yatim.

d. Makruh

1) Pengertian makruh

Secara eimologi, makruh berari yang dibenci, semakna dengan qubh (yang buruk). Secara
terminologis ada dua rumusan definisi yang dikemukakan ulama ushul flqh. Kedua rumusan itu,
yaitu:

Dari segi esensinya, makruh didefinisikan dengan "Sesuatru yang

diruntut Syari' untuk meninggalkannya, tetapi tidak dengan cara

yang pasti.

Dari segi bentuk dan sifatnya, makruh dirumuskan "Sesuatu yang apabila ditinggalkan
mendapat pujian dan apabila dikerjakan pelakunya mendapat celaan".

2) Pembaglan makruh menurut Hanafiyah

Makruh tanzih adalah sesuatu yang dituntut Syart' untuk ditinggalkan, tetapi dengan
cuntutan yang tidak pasti. Makruh tanzih dalam istilah ulama Hanafiyyah ini sama dengan pengertian
makruh di kalangan Jumhur ulama. Misalnya, memakan daging kuda yangdikemukakan di atas.

Adapun makruh tahrim adalah tuntutan Syari' untuk meningalkan suatu perbuatan dan
tuntutan itu melalui cara yang pas terapi didasarkan kepada dalil yang zhanni Seperti larangan
memakan sutera dan perhiasan emas bagi kaum lelaki.

e. Mubah

1) Pengertian mubah

Secara etimologi mubah berarti boleh. Mubah juga berari ma'(yang diizinkan) dan izhhar
(penjelasan). Apabila dikatakan, mahal itu berarti "diizinkan bagi engkau untuk mengambil atau tidak

mengambil hartanya".

2) Pembagian mubah

a) Mubah yang apabila dilakukan atau idak dilakukan, tidak mengandung mudarat, seperti makan,
minum, berpakaian dan berburu.

b) Mubah yang apabila dilakukan mukallaf tidak ada mudaratnya,sedangkan perbuatan itu sendiri
pada dasamya diharamkan. Mubah seperti ini di antaranya, melakukan sesuatu dalam keadaan
darurat atau terpaksa, seperti makan daging babi, karena tidak ada makanan lagi yang mesi dimakan
dan apabila daging babi iu idak dimakan,maka seseorang bisa meninggal dunia.

c)Sesuatu yang pada dasarnya bersifat mudarat dan tidak boleh dilakukan menurut syara', tetapi
Allah memaafkan pelakunya,sehingga perbuatan itu menjadi mubah. Contohnya,yaitu mengerjakan
pekerjaan haram sebelum Islam, seperi mengawini bekas isri ayah (ibu tiri) dan mengawini dua
orang wanita yang bersaudara sekaligus.

4.Pembagian hukum wadh'i


a. Sabab

1) Pengertian sabab

Sabab yang dalam bahasa Indonesia disebur "sebab", secara etimologi, artinya adalah "sesuatu yang
memungkinkan dengannya sampai pada suatu tujuan."

2) Pembagian sabab

a) Dari segi objeknya, al-sabab terbagi dua, yaitu:

(1) Sabah al-waqti'seperti tergelincirnya matahari sebagai pertanda wajibnya shalat zhuhur.

(2) Sabab al-ma'nawi, seperti mabuk sebagai penyebab keharaman khamar Contoh lainnya,
mengenai satu nisab harta menjadi penyebab kewajiban zakat, dan penyebab-penyebab lain dalam
permasalahan hukuman.

b) Dari segi kaitannya dengan kemampuan mukallaf, sabab terbagi dua, yaitu:

(1) Sabab yang merupakan perbuatan mukallaf dan mampu dilakukan, seperi jual beli yang menjadi
penyebab pemilikan harta, pembunuhan sengaja menyebabkan dikenakanhukuman qishash, dan
akad nikah sebagai penyebab dihalalkannya hubungan suami isteri.

(2) Sabab yang bukan perbuatan mukallaf dan tidak mampuuntuk dilakukan, seperti tergelincimya
matahari sebagai penyebab wajibnya shalat zhuhur, hubungan kekerabatan sebagai penyebab
munculnya hak waris mewarisi, dan wafatnya seseorang sebagai penyebab berpindahnya hak milik
kepada ahli waris.

Dari segi hukumnya, sabab terbagi dua macam, yaitu:

(1) Sabab al-masyru', yaitu seluruh yang membawa kepada kemaslahatan dalam pandangan Syari',
sekaligus dibareng kemafsadatan secara zhahir, seperi jihad, sebagai penyebab tersiarmya Islam,
terpeliharanya 'aqidah dan sampainya pesan pesan agama; sekalipun dalam pelaksanaan jihad
membawa kepada kemaísadatan, seperti pengorbanan harta dan bahayayang mengancam jiwa.

(2) Sabab ghairu al-mayru, yaitu sebab yang membawa kepada mafsadat dalam pandangan Syari",
sekalipun di dalamnya juga terkandung suatu kemaslahatan secara zhahir Misalnya nikah fasid dan
adopsi (al-thabanni).

b. Syarth

1) Pengertian syarth

Secara etimologi yang dalam bahasa Indonesia disebut: "syarať",berararti 'alamah (pertanda).

2) Macam-macam syarth

Para ulama ushul fiqh mengemukakan bahwa al-syarth dapat dilihat pada berbagai segi, yaitu:

a) Dari segi kaitannya dengan sabab dan musabab. Dari sisi ini syarth terbagi kepada dua
bentuk,yaitu (1) Al-syarth al-mukammili al-sabab (syarat penyempurnaan sebab), seperi haul dalam

kewajiban zakat pada harta yang telah mencapai satu nisab.


(2) Al-syarth al-mukammil li almusabbab (syarat yang menjadi penyempurna bagi musabbab
(hukum), seperti bersuci dan menutupi aurat adalah dua syarat bagi penyempurmaan shalat dan
kemampuan menyerahkan barang sebagai penyempuma bagi akad jual beli. Ketiadaan syarat-syarat
ini menyebabkan ketiadaan hukum (musabbab).

b) Dari segi persyaratannya, syarth terbagi pada dua macam, yaitu:

(1) Al-gyarth alkyar, yaitu syarat yarng ditentukan Syari' terhadap berbagai hukum, seperti
persyaratan yang ada dalam bidang ibadah, mu'amalah, dan pelaksanaan hukuman, (2) Al-syar alja’li,
yaitu syarat yang dibuar para mukallal, seperti penyampaian membawa barang yang telah dibeli ke
rumah pembeli sebaagai syarat yang disepakati penjual dan pembeli ketika akad jual beli
berlangsung.

c)Dari segi hubungan syarth dengan masyruth, terdiri atas tiga bentuk, yaitu:

(1) Alyarth al-syarl, ialah syarat yang hubungannya dengan yang disyaratkan didasarkan atas hukum
syara', seperti wudhu' untuk shalat.

(2) Al-syarth al-aqli, ialah syarat yang hubungannya dengan yang disyaratkan didasarkan atas nalar
manusia, seperti meninggalkan makan sebagai syarat untuk sahnya shalat dan memahami sebagai
syarat taklif.

(3) Al-syarth al'adi, ialah syarat yang hubungannya dengan yang disyaratkan didasarkan kepada adat
kebiasaan atau urf. seperti mencuci sebagian kepala untuk penyempurna mencuci wajah.

e. Mani'

1) Pengertian mani'

Secara edimologi, mani' berarti al-kaff 'an al-syai"' (berhenti dari sesuatu), yang dalam
bahasa Indonesia berarti "halangan". Secara terminologi, para ulama ushul fiqh merumuskannya
dengan: "Sifat zhahir yang dapat diukur yang keberadaannya menyebabkan tidak adanya hukum
atau ketiadaan sebab."

2) Macam-macam mani'

Ulama ushul fiqh mengemukakan bahwa mani’ dari sisi pengaruhnya kepada hukum dan
sebab,ada dua macam,yaitu:

a) Mani'bagi hukum, disebabkan suatu hikmah yang menghendakinya berbeda dengan hukum.
Misalnya, hubungan ayah dengan anak (abuwwah) menjadi mani' dalam masalah qishas.
Keberadaan abuwwah menyebabkan qishas tidak bisa dilaksanakan.

b) Mani' bagi sabab, karena keberadaan maní' merusak hikmah yang ada pada sabab. Misalnya,
utang menyebabkan batalnya kewajiban zakat, karena harta tersebut tidak mencapai satu nishab
lagi(sabab).

Ulama Hanafiyah membagi mani' kepada lima macam, yaicu:

a) Mani'yang menyebabkan tidak berlakunya akad, seperti objek jual beli tidak ada.

b) Mani'yang menyebabkan akad tidaksempurna bagi orang keiga di luar akad, seperi bay'alfudhuli.
C) Mani'memulai hukum, seperti khiyar al-syarth dalam jual beli.

d) Mani' untuk penyempurnaan hukum, seperd keberadaan khiyar al-ruyah dalam jual beli.
Sebenamya jual beli telah berlangsung tetapi jual beli inu tidak sempurma sebelum barang yang di
dilihat lebih dahulu oleh pembeli.

e) Mani' yang menghalangi sifat mengikat suatu hukum, seperti adanya cacat dalam barang yang
dibeli. Setelah berlangsung akad jual beli, hak pembeli telah tetap pada harta tersebut, tetapi
dengan adanya cacat pada barang itu, akad tersebut menjadi tidak mengikat, karena pembeli
memiliki hak untuk membatal jual beli tersebut.

d. Sah, Fasad dan Batal

1) Pengertian sah, fasad, dan batal

Secara etimologi, sah atau shihhah atau shahih; lawan dari maridh yang artinya: sakit.
Apabila dikaitkan dengan perkataan misalnya sesuai dengan kenyataan.

Secara terminologi, para ahli ushul fiqh merumuskan definis sah dengan: "Tercapai sesuatu
yang diharapkan secara syara'; apabila sebabnya ada, syarat terpenuhi, halangan tidak ada, dan
berhasil memenuhi kehendak syara' pada perbuatan itu."

Maksudnya, sesuatu perbuatan dikatakan sah, apabila terpenusebab dan syaratnya, tidak
ada halangan dalam melaksanakannya serta apa yang diinginkan syara' dari perbuatan itu berhasil
dicapai.

Secara edimologi, batal, yang dalam bahasa Arabnya al-buthlan,berarti rusak dan gugur
hukumnya.Maksudnya, tindakan hukum yang bersifat syari tidak memenuhi ketentuan yang
ditetapkan oleh syara, sehingga apa yang dikehendak syara' dari perbuatan tidak memenuhi rukun
atau tidak memenuhi syarat, atau suatu perbuatan dilaksanakan keika ada maní' (penghalang)
Perbuatan seperti iru dalam pandangan syara', idak sah (bath).

e. Azimah dan Rukhshah

1) Pengertian Azimah

Secara etimologi, -asimah berarti tekad yang kuat.Para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa
'azimah ada empatmacam, yaitu:

a) Hukum yang disyari'atkan sejak semula untuk kemashlahatan umat manusia seluruhnya, sepert
ibadah, mu'amalah, jinayah dan seluruh hukum yang berrujuan unruk mencapai kebahagian umat di
dunia dan akhirat.

b) Hukum yang disyari'atkan karena adanya sesuatu sebab yang muncul, seperti hukun mencaci maki
berhala yang sesembahan agama lain. Hal ini dilarang Allah, karena orang yang menyembah berhala
atau sesembahannya dicela akan berbalik mencela Allah.

c)Hukum yang disyari’atkan sebagai pembatal (nasikh) bagi hukum sebelumnya, sehingga mansukh
seakan-akan tidak pernah ada Status nasikh dalam kasus seperi ini adalah 'azimah.

d) Hukum pengecualian dari hukum-hukum yang blaku umum.


2) Pengertian Rukshah

Secara etimologi, rukhshah berarti kemudahan, kelapangan dan kemurahan. Secara


terminologi, Imam al-Baidhawi merumuskannya dengan "Hukum yang ditetapkan berbeda dengan
dalil karena adanya uzur".

C. HAKIM

1. Pengertian Haklim

Secara erimologi, hakim mempunyai dua pengertian, yaitu

a. Pembuat, yang menetapkan, yang memunculkan dan sumber hukum.

b. Yang menemukan, menjelaskan, memperkenalkan, dan menyingkapkan hukum.

2. Kemampuan akal mengetahui syari’at

a. Ahlussunnah wal Jama'ah berpendapat bahwa sebelum diangkatnya rasul dan turunnya syaríat,
akal manusia idak manpu menetapkan hukum. Akal manusia tidak bisa mengetahui yang baik dan
yang buruk tanpa perantaraan rasul dan kitab-kitab samawi (kitab yang datang dari Allah).

b. Mutazilah mengatakan, bahwa akal manusia mampu menentukan hukum-hukum Allah tersebut
sebelum datangnya syarn'at. Akal manusia bisa menencukan sesuaru iru baik dan buruk tanpa
perantaraan kitab samawi dan rasul. Sesuatu dikatakan baik dan buruk terletak pada zatnya.

c.Maturidiyah berupaya menengahi kedua pendapat di atas. Menurut mereka, ada perbuatan atau
perkataan yang pada zatnya baik dan buruk. Allah tidak memerintahkan manusia untuk melakukan
perbuatan yang pada zatnya adalah buruk, sebagaimana Allah juga ddak melarang suatu perbuatan
yang pada zatnya adalah baik.

D.MAHKUM FIH

1. Pengertian Mahkum fih

Para ulama ushul fqh menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ma-hkum fih adalah objek hukum,
yaitu perbuatan orang mukalla yang terkait dengan titah Syart" (Allah dan Rasul-Nya), yang bersifat
tuntutan mengerjakan, tunrutan meninggalkan suatu pekerjaan dan yang bersifar syarat, sebab,
halangan, 'azimah, rukhshah, sah serta batal.

2. Syarat-syarat mahkum fih

Para ulama ushul fiqh mengemukakan beberapa syarat sahnya suatu taklif (pembebanan hukum),
yaitu:

a Mukallaf mengetahui secara sempurma perbuatan yang akan dilakukan, sehingga tujuannya dapat
ditangkap dengan jelas dan dapat ia lakukan. Seorang mukallaf tidak dituntut untu mendirikan
shalat, membayar zakat, mengerjakan haji, melakukan jihad, berinfak, meninggalkan minuman
keras, meninggalkan perzinaan, dan pencurian, melainkan setelah mengetahui secara baik hulum
Allah yang terkait dengan perbuatan tersebut.
b. Mukallaf mengetahui dengan baik sumber taklif suatu perbuatan yang akan ia laksanakan,
sehingga pelaksanaannya merupakan ketaatan dan kepatuhan terhadap titah Allah.

c Perbuatan itu mungkin dikerjakan atau ditinggalkan oleh mukallaf.

3. Macam-macam mahkum fih

1) Perbuatan yang secara material ada, tetapi tidak termasuk perbuatan yang terkait dengan syara',
seperti makan dan minun. Makan dan minum adalah perbuatan mukallaf yang eksis, tetapi dengan
perbuatan makan itu idak terkait hukum syara'.

2) Perbuatan yang secara material ada dan menjadi sebab adanya hukum syara, seperti perinaan,
pencurian, dan pembunuhan Perbuatan ini menjadi sebab adanya hukumsyara', yaitu hudud dan
qishash.

3) Perbuatan yang secara material ada dan batu bernilai dalam syara' apabila memenuhi rukun dan
syarat yang ditentukan,seperti shalat dan zakat.

4) Perbuatan yang secara material ada dan diakui syara', serta mengakibatkan adanya hukum syara'
yang lain, seperi nikah, jual beli dan sewa menyewa.

E. MAHKUM ALAIH

1. Pengertian Mahkum Alaih

Para ulama ushul figh mengatakan bahwa yang dimaksud denganmahkum 'alaih adalah seseorang
yang perbuatannya dikenakan khitab Allah Ta'ala, yang disebut dengan mukallaf.

Secara eumologi, mukallaf berari yang dibebani hukum. Dalam ushul fiqh, istilah mukallaf
disebutjuga mahkun 'alaih (subjek hukum).Orang mukallaf adalah orang yang telah dianggap mampu
bertindak hukum, baik yang berhubungan dengan perintah Allah maupun dengan larangan-Nya.
Seluruh tindakan hukum mukallafharus dipertanggung jawabkan.

2. Dasar taklif

Seorang manusia belum dikenakan taklif (pembebanan hukum) sebelum ia cakap untuk
bertindak hukum. Untuk itu, para ulama ushul fiqh mengemukakan bahwa dasar pembebanan
hukum tersebut adalah akal dan pemahaman. Maksudnya, seseorang baru bisa dibebani

hukum apabila ia berakal dan dapat memahami secara baik taklifyang ditujukan kepadanya. Dengan
demikian, orang yang tidak atau belum berakal, seperi orang gila dan anak kecil tidak dikenakan
taklif. Karena mereka tidak atau belum berakal, maka mereka dianggap tidak bisa memahami taklif
dari syara.

3. Syarat-syarat taklif

a.Orang itu telah mampu memahami khithah Syari;)yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah,
baik secara langsung maupun melalui orang lain; karena seseorang melakukan suatu pekerjaan-
disuruh atau dilarang pada pemahamannya terhadap suruhan dan larangan menjadi khithah Syari'.

b. Seseorang harus cakap bertindak hukum,yang disebut dengan ahliyyah.Artinya, apabila seseorang
yang tidak cakap bertindak hukum, maka seluruh perbuatan yang dilakukan belum atau tidak bisa
dipertanggung jawabkan sebab iu, anak kecil yang belum baligh, belum cakap bertindak hukum dan
tidak dikenakan tuntutan syara’.

F. AHLIYYAH

1. Pengertian Ahliyyah

Dari segi etimologi ahliyyah berarti "kecakapan menangani suatu urusan". Misalnya,
seseorang dikatakan ahli untuk menduduls suatu jabatan/posisi; berarti ia punya kemampuan
pribadi untuk itu.Ahliyyah adalah sifat yang menunjukkan seseorang itu telah sempurna jasmani dan
akalnya, sehingga seluruh indakarınya dapat dinilai oleh syara.

2. Pembagian Ahliyyah

a. Ahliyah ada'adalah sifat kecakapan bertindak hukum seseorang yang telah dianggap sempurma
untuk mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya, baik yang bersifat pasitif maupun negatif.

b. Adapun ahliyyah alwujub adalah sifat kecakapan seseoranang untuk menerima hak-hak yang
menjadi haknya, tetapi belum cakap untuk dibebani seluruh kewajiban.

3. Halangan ahliyyah

a Awaridh al samawiyyah, maksudnya halangan yang datang dari Allah. Bukan disebabkan perbuatan
manusia, seperti dungu, perbudakan, mardh maut (sakit yang berlanjut dan kematian) dan lupa.

b. Awaridh al-muktasabah, maksudnya halangan yang disebabkan perbuatan manusia, seperti


mabuk, terpaksa, tersalah, di bawah pengampuan dan bodoh.

Anda mungkin juga menyukai