Anda di halaman 1dari 29

KELOMPOK 2

HUKUM SYARA

M. Iqbal Putra. S 1192060058


Indah Puspitaningsih 1192060047
Ghilmi Sri A 1192060043
Haliza Aulia 1192060046
Miftahul Farid S.S 1182060065
Pengertian Hukum Syara’
01 Atau Arti Hukum

HUKUM 02 Pembagian Hukum Syara

SYARA
03 Mahkum ‘Alaih

04 Hakim Dan Mahkum Fih


HUKUM Pengertian Hukum Syara’

SYARA 01 Atau Arti Hukum


Pengertian
Hukum Syara
Menurut etimologi kata hukum Al hukum berarti mencegah
atau memutuskan.menurut terminologi usul Fiqih hukum
berarti kitab Allah yang mengatur amal perbuatan orang
mukallaf baik berupa ‘iqtidha’ (perintah ,larangan, anjuran,
untuk melakukan atau anjuran untuk meninggalkan).
Takhyir (kebolehan bagi orang mukallaf untuk memilih
antara melakukan dan tidak melakukan), atau wadh’I
(ketentuan yang menetapkan sesuatu sebagai sebab
,syarat, dan man’i (penghalang).
Hukum Syara
ayat-ayat atau hadits-hadits hukum dapat dikategorikan kepada beberapa macam:

a) Perintah untuk b) Larangan c) Anjuran untuk d) Anjuran untuk e) Memberikebebasan untuk


melakukan suatu melakukan suatu melakukan suatu meninggalkan suatu memilih antara melakukan
perbuatan. Perbuatan perbuatan. Perbuatan perbuatan, dan perbuatan, dan perbuatan atautidak melakukan, dan
mukalaf yang mukalaf yang dilarang perbuatan yang yang dianjurkan untuk perbuatan yang diberi pilihan
diperintahkan itu itu sifatnya haram. dianjurkan itu sifatnya ditinggalkan itu sifatnya untuk dilakukan atau
sifatnya wajib. mandub. makruh. ditinggalkan itu sifatnya mubah.
.
Dengan demikian bukan berarti bahwa yang disebut
hukum hanya terdapat pada bunyi teks itu sendiri. Abdul
WahhabKhallaf menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya itu ada
yang secara langsung ditunjukkan oleh teks al-Qur‟an dan
Sunnah dan ada pula yang secara tidak langsung
ditunjukkan oleh teks, tetapi oleh substansi ayat atau
hadits yang disimpulkan oleh ahlinya (mujtahid) dengan
kegiatan ijtihad, seperti hukum yang ditetapkan dengan
ijma‟‟, qiyas, dan dalil-dalil hukum lainnya seperti akan
datangpenjelasannya. Ketentuan-ketentuan seperti itu
adalah

ketentuan Allah dan Rasul-Nya juga karena bersumber


dari al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah saw.
HUKUM
SYARA
02 Pembagian Hukum Syara
Pembagian
Hukum Syara
a. Hukum taklifi
Hukum taklifi adalah firman Allah swt yang di dalamnya
mengandung tuntutan untuk dikerjakan oleh mukallaf atau
meninggalkan sesuatu atau yang mengandung pilihan
antara di kerjakan atau ditinggalkan.

Hukum taklifi terbagi kepada lima macam yaitu:


a). Wajib

yaitu kitab syari’ yang menuntut agar dilakukan suatu


perbuatan dengan tuntutan yang pasti orang yang
melakukan sesuatu yang wajib maka akan mendapatkan
pahala dan ketika ditinggalkan mendapatkan dosa. Wajib
juga dibagi menjadi beberapa hal yaitu:
Wajib

1). Wajib dilihat dari 2). Wajib dilihat 3). Wajib dilihat dari 4). Wajib dilihat dari 5). Wajib dilihat dari
segi tuntutannya dari kadar dan segi orang yang waktu mengerjakan segi pelaksanaan
bentuk tuntutan mengerjakan.
•Wajib mukhayyar • Wajib mutlak •Ada’,.
•Wajib muayyan • Wajib muhaddat • Wajib ‘ain • Wajib muaqqat, •I’adah
• Wajib ghairu • Wajib kifayah
muhaddad
b). Sunnah
 
yaitu kitab syari’ yang menuntut agar dilakukan suatu
perbuatan dengan tuntutan yang tidak harus di kerjakan.
Orang yang melakukan sunnah akan mendapat pahala
tidak dikerjakan tidak mendapat dosa. Sunnah dibagi
menjadi tiga yaitu :Sunnah dilihat dari orang
melakukannya, sunnah dilihat dari tingkatannya, dan
sunnah dilihat dari kesempurnaan melaksanakan.
Sunnah
• Sunnah dilihat dari orang melakukannya yaitu sunnah
‘ain dan sunnah kifayah. Sunnah ‘ain adalah perbuatan
yang dianjurkan untuk dilakukan oleh setiap individu
(perorangan), sunnah kifayah, yaitu perbuatan yang
dianjurkan untuk dilakukan oleh seseorang dari suatu
golongan. Contoh: mendoakan orang bersin.

• Sunnah dilihat dari tingkatannya yaitu sunnah


mu’akad dan sunnah ghairu muakkad. Sunnah
mu’akad adalah perbuatan yang dianjurkan
untuk dilakukan dengna anjuran yang kuat,
sehingga apabila idak dilakukan mendapat
cela.
• Sunnah dilihat dari kesempurnaan melaksanakan ada 2
yaitu menurut madzhab hanafi adalah bila perbuatan
sudah dilakuakn lalu terhenti sebelum sempurna
makawajib mengqadha’ perbuatan tersebut. Sedangkan
menurut madzhab syafi’i adalah bila perbuatan sudah
dilakukan lalu terhenti sebelum sempurna, maka boleh
meneruskan perbuatan sunnah tersebut sampai selesai
atau berhenti saja
c). Haram

yaitu kitab syari’ yang menuntut untuk meninggalkan


segala perbuatan secara tegas. Orang yang
meninggalkan perbuatan haram akan mendapatkan
pahala dan yang mnegerjakan akan mendapatkan dosa.
Perbuatan haram dibagi menjadi dua yaitu:

• Haram lidzatih, yaitu haram yang ditunjuk oleh syara’


sejak semula, seperti zina, mencuri, musyrik dan
sebagainya.
• Haram lighairih, yaitu haram yang karena ada hal lain,
sedang hukum asalnya adalah wajib, sunnah atau
mubah. Seperti shalat dengan pakaian curian
d). Makruh

yaitu kitab syari’ yang menuntut untuk meninggalkan


sesuatu perbuatan dengan tuntutan yang tidak tegas agar
ditinggalkan. Orang yang meninggalkan perbuatan
makruh mendapatkan pahala dan orang yang
melaksanakan tidak mendapat dosa. Menurut ulama
hanafiyah makruh terbagi kepada dua macam: makruh
Tahrim yaitu sesuatu yang dilarang oleh syariat tetapi dalil
yang melarangnya itu bersifat zoni Al wurud seperti
larangan meminang wanita yang sedang dalam pinangan
orang lain .dan selanjutnya makruh tanzih yaitu sesuatu
yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya
seperti memakan daging kuda dan meminum susunya di
saat sangat butuh di waktu perang
e). Mubah

yaitu kitab Sari yang mengandung hak pilihan bagi orang


mukallaf antara mengerjakan dan meninggalkannya orang
yang melaksanakan maupun meninggalkannya tidak
mendapatkan pahala atau dosa.
Pembagian
Hukum Syara
b. Hukum wadh’i
Hukum wadh’i adalah kitab yang berhubungan dengan
dua hal, yakni antara dua sebab (sabab) dan yang
disebabi (musabab), antara syarat dan disyarati,antara
penghalang (man’i) dan yang menghalangi (mamnu),
antara hukum yang sah dan tidak sah.Hukum wadh’i
terbagi kepada tiga macam yaitu sebab, syarat, dan man’i
tetapi ada Sebagian ulama Ushul fiqih yang mengatakan
bahwa hukum wadh’I terbagi kepada 5 macam yaitu
sebab,syarat,man’i,rukhsah,dan azimah.
•Hukum wadh’i

1). Sebab 3). Man’i 5). Azimah


2). Syarat 4). Rukhsah
• Hukum yang disyariatka
Ulama membagi sebab
Ulama Ushuliyyin Pembagian berarti keringanan, sejak semula untu
ini menjadi dua bagian : kemashlahatan uma
membagi syarat mani’Para ahli maksudnya manusia seutuhnya,
• Sebab yang diluar kepada beberapa Ushul Fiqhmembagi keringanan tentang • Hukum yang disyariatka
kemampuan mukalaf. bagian: mani‟ kepada dua hukum ibadah yg karena adanya suat
• Sebab yang berada macam: sebab yang muncul
diberikan Allah • Hukum yang disyariatka
dalam kesanggupan • Syarat hakiki kepada hambahnya sebagai pembata
sebagai seorang • Mani‟ al-Hukm (nasikh) bagi hukum
mukallaf.
(syar’i) sebagai bukti bahwa
• Man’I terhadap sebelumnya
• Syarat ja’li Allah sayang kepada • Hukum pengecualian da
sebab hukum hambahNya hukum-hukum yan
berlaku umum
HUKUM
03
Mahkum ‘Alaih

SYARA
Mahkum ‘Alaih

a. Pengertian Mahkum ‘Alaih.

Mahkum ‘alaih adalah seorang mukallaf yang dianggap


telah mampu melakukan perbuatan secara hukum (taklif)
baik itu yang berhubungan dengan perintah Allah maupun
larangan-Nya.
Mahkum ‘Alaih

b. Pembebanan Hukum (Taklif)

Sebagian ulama ushul fiqh berpendapat bahwa dasar


pembebanan hukum bagi seorang mukallaf adalah akal
dan pemahaman. Seseorang dapat dibebani hukum
apabila ia berakal dan dapat memahami secara baik taklif
yang ditujukan kepadanya. Yang termasuk ke dalam
golongan ini adalah orang yang dalam keadaan tidur,
mabuk dan lupa karena dalam keadaan yang tidak sadar.
EASY TO CHANGE COLORS

c. Syarat-syarat Taklif

1) Orang itu telah mampu mengetahui dan memahami


tuntutan Allah berupa dalil taklif (tuntutan syara’) yang
terkandung dalam Alquran dan sunnah, baik secara
langsung maupun tidak langsung atau melalui orang lain.

2) Seseorang harus mampu menerima pembebanan


hukum (ahliyah). Dengan demikian, seluruh perbuatan
orang yang belum atau tidak mampu melakukan
perbuatan secara hukum belum dapat
dipertanggungjawabkan. Maka anak kecil yang belum
baligh, tidak dikenakan hukum syara’. Begitu juga dengan
orang gila, karena kecakapannya untuk melakukan
perbuatan hukumnya hilang.
HUKUM
04
Hakim Dan Mahkum Fih

SYARA
Hakim

a. Pengertian

Kata hakim secara etimologi berarti «orang yang


memutuskan hukum.» Dalam istilah fiqh kata hakim
diartikan sebagai orang yang memutuskan hukum di
pengadilan atau disebut dengan qadhi.
Hakim
b. Hakikat hakim

Para ulama telah sepakat dan tidak memperselisihkan sumber


hukum yang menjadi segala perbuatan yang dilakukan oleh
seorang mukallaf yaitu dari Allah SWT. Karena Allah-lah yang
menjadi hakim syar'i dan tidak ada hukum selain berasal dari-Nya.
Namun yang menjadi perselisihan atau perbedaan pandangan
diantara umat Islam adalah bagimana hukum Allah tersebut
didapatkan, apakah melalui utusan Allah (Rasul) atau didapatkan
dengan sendirinya yaitu berkaitan dengan perbedaan pendapat
tentang fungsi akal

dalam mengetahui sesuatu hal itu baik atau buruknya. Dengan


demikian, hakikat hakim itu sendiri adalah Allah SWT.
Mahkum Fih

a. Pengertian

mahkum fih adalah objek hukum, yaitu perbuatan seorang


mukallaf yang terkait dengan perintah Allah dan Rasul-
Nya, baik yang bersifat tuntutan meninggalkan, tuntutan
memilih suatu pekerjaan. (Bahrudin, 2019: 110)
Mahkum Fih
b. Macam-macam mahkum fih

Menurut Bahrudin (2019: 112), Objek hukum atau


perbuatan seorang mukallaf itu terbagi menjadi 3 (tiga)
macam yaitu :
• Objek hukum yang pelaksanaannya itu mengenai
diri pribadi dan di kenai taklif, seperti shalat dan
puasa.
• Objek hukum yang pelaksanaannya itu berkaitan
dengan harta benda pelaku taklif, seperti
kewajiban membayar zakat..
• Objek hukum yang pelaksanaannya itu mengenai
diri pribadi dan harta dari pelaku taklif, seperti
kewajiban haji.
Mahkum Fih

c. Syarat-syarat mahkum bih

Agar suatu perbuatan yang dibebankan itu dapat


dilaksanakan dengan baik dan sempurna oleh
seorang mukallaf, maka harus terpenuhinya syarat-
syarat
• Mahkum bih dilihat dari
segi tujuan

1). Perbuatan yang 3). tetapi hak Allah


2)Perbuatan yang 4). Perbuatan yang
dihukumi hak Allah, yaitu dihukumi hak lebih dominan,
segala sesuatu yang didalamnya
hamba, yaitu terkait seperti hukuman
menyangkut dengan Perbuatan yang
terkandung hak
kemashlahatan umum kepentingan pribadi Allah dan hak
bagi manusia, tidak didalamnya
seseorang, seperti hamba, tetapi hak
tertentu pada seseorang. ganti rugi harta
terkandung hak
seseorang yang Allah dan hak hamba lebih
dirusak, hak-hak hamba,untuk tindak dominan, seperti
kepemilikan, dan pidana qadzaf dalam masalah
hak-hak (menuduh orang qishash.
pemanfaatan lain berbuat zina).
hartanya sendiri. .
THANK YOU
Any Question?

Anda mungkin juga menyukai