(MAQOSIDUS SYARIA’H)
Secara bahasa maqashid al-syari’ah berarti maksud atau tujuan disyari’atkan rukun Islam. sementara
menurut para pakar/ahli Ushul Fiqhi :
Maqashid al-syari’ah adalah: nilai-nilai dan sasaran syara’ yang tersirat dalam segenap atau bagian
terbesar dari hukum-hukum,nilai dan sasaran itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syari’ah yang
ditetapkan oleh syari’ dalam setiap ketentuan hukum.
b).Al-Syatibi
Maqasid Al Syariah, yang secara substansial mengandung kemashlahatan, dan itu dilihat dari sudut
pandang, maqashid al-syari’ atau tujuan Tuhan yang mengandung 4 aspek:
1. Tujuan awal dari Syari' menetapkan syariah yaitu kemashlahatan manusia di dunia dan akhirat.
Selain itu menurut As-syatibi tujuan akhir dari suatu hukum adalah:satu, yaitu maslahah atau
kebaikan dan kesejahteraan umat manusia.
• Bagi Abdul Wahhab Khallaf, ”Maqasid Al Syariah adalah suatu alat bantu untuk memahami
redaksi Al Qur'an dan Al Hadits, menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan dan
menetapkan hukum terhadap kasus yang tidak tertampung dalam Al Qur'an dan Al Hadits.”
• Jadi, maqashid al-syari’ah yaitu tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-
hukum Islam. Maksudnya yaitu sesuatu yang menjadi sasaran (sesuatu yang hendak dicapai)
atau alas an kenapa Allah dan Rasul-Nya merumuskan hokum-hukum Islam.
• Ialah: tingkatan kebutuhan yang harus ada atau disebut degan kebutuhan primer. Bila
tingkat kebutuhan ini tidak terpenuhi, maka akan terancam keselamatan umat manusia.
• Menurut Al-Syatibi ada lima hal yang termasuk dalam kategori kebutuhan dharuriyat
ini yaitu: seperti yang telah disebutkan diatas, yakni: memelihara agama (Hifz Al-Dien),
memelihara jiwa (Hifz Al-Nafs), memelihara akal (Hifz Al-Aql), memelihara keturunan (Hifz
Al-Nasl) dan memelihara harta (Hifz Al-Maal). Untukmemelihara lima pokok inilah syariat
islam diturunkan.
• Misalnya: islam membolehkan tidak puasa bagi orang yang melakukan perjalanan
dalam jarak tertentu dengan syarat diganti pada hari yang lain dan begitu juga halnya dengan
orang yang sakit.
• Jadi kebutuhan hajiyat ini yaitu: kebutuhan sekunder yang bila tidak terpenuhi maka
tidak sampai mengancam kemaslahatan umat, tapi akan mendatangkan kesukaran dan
kesulitan.
• Yaitu: tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi maka tidak akan mengancam
salah satu dari yang lima pokok diatas dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat
kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap seperti: hal-hal yang merupakan kepatutan
menurut adat istiadat, menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata.
1. Memelihara segala sesuatu yang dharuri bagi manusia dalam kehidupannya ( Dorurriyat)
Urusan yang dharuri itu adalah segala sesuatu yang diperlukan untuk hidup manusia yang apabila
tidak diperoleh akan mengakibatkan rusaknya sendi-sendi kehidupan sehingga akibatnya akan timbul
kekacauan.
• a. peringkat dharuriyat
• Yaitu: memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan, yang termasuk dalam peringkat
primer, seperti melaksankan sholat lima waktu, kalau sholat itu diabaikan maka akan
terancam eksistensi agama.
• b. peringkat hajiyyat
• c. Peringkat tahsiniyyat
• Yaitu mengikuti petunjuk agama guna menjunjung tinggi martabat manusia. Misalnya
menutup aurat, membersihkan badan dan lain-lain.
• a. tingkat dharuriyat
• Seperti melakukan operasi cesar untuk mempertahankan hidup si ibu dan atau si bayi. Jika ini
diabaikan maka akan terancam hidup manusia itu sendiri.
• b. Tingkat hajiyyat
• Seperti diperbolehkan operasi cesar karena dikhawatirkannya terjadi cacat permanen pada si
bayi, tapi jika ini diabaikan maka tidak akan mengancam hidup tetapi hanya mempersulit
hidupnya.
• c. tingkat tahsiniyyat
• Seperti melakukan operasi cesar karena hanya sebatas untuk membuat bahagia sang suami
dan atau hanya untuk tanggal kelahiran yang cantik. Jika ini tidak terlaksana maka tidak akan
mengancam eksistensi jiwa dan juga tidak akan mempersulit kehidupan seseorang.
• dilihat dari segi kepentingannya maka dapat dibedakan menjadi tiga pula yaitu:
• a. tingkat dharuriyat
• seperti diharamkan minuman keras. Jika ini tidak diindahkan maka akan berakibat
terancamnya eksistensi akal.
• b. tingkat hajiyyat
• seperti dianjurkan menuntut ilmu. Sekiranya hal itu tidak dilakukan, maka tidak akan
merusak akal, tetapi akan mempersulit seseorang dalam kaitanya dengan pengembangan
ilmu pengetahuan.
• c. tingkat tahsiniyyat
• menghidarkan diri dari mengkhayal atau mendengarkan sesuatu yang tidak berfaidah. Hal ini
erat kaitanya dengan etika dan tidak akan mengancam eksisitensi akal secara langsung.
• Ditinjau dari segi kebutuhannya dapat dibedakan menjadi tiga bagian yakni:
• a. tingkat dharuriyat
• seperti disyariatkan nikah dan dilarang berzina. Kalau kegiatan ini diabaikan maka eksistensi
keturunan akan terancam.
• b. tingkat hajiyyat
• seperti ditetapkannya ketentuan menyebutkan mahar bagi suami pada waktu akad nikah.
Jika mahar itu tidak disebutkan pada waktu akad nikah maka suami akan mengalami
kesulitan, karena ia harus membayar mahar misl.
• c. tingkat tahsiniyyat
• Seperti disyariatkan khitbah atau walimah dalam perkawinan. Jika hal ini diabaikan maka
tidak akan mengancam eksisitensi keturunan dan tidak pula mempersulit orang yang
melakukan perkawinan.
• Dilihat dari segi kepentingannya, maka dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
• a. tingkat dharuriyat
• seperti syariat tentang cara pemilikan harta dan larangan mengambil harta orang lain dengan
cara yang tidak sah. Apabila aturan ini dilanggar maka akibatnya akan terancam eksistensi
harta.
• b. tingkat hajiyyat
• seperti jual beli dengan cara salam. jika ini tidak dipakai maka hanya akan mempersulit orang
yang memerlukan modal.
• c. tingkat tahsiniyyat
• seperti ketentuan tentang menghindarkan diri daripengecohan atau penipuan. Hal ini juga
berpengaruh pada sah tidaknya jual beli itu, sebab peringkat yang ketiga ini juga merupakan
syarat adanya peringkat kedua dan pertama.