Anda di halaman 1dari 8

PERMASALAHAN BMT DI INDONESIA

Kliping

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH


Ekonomi Syariah
yang dibina oleh Prof. Dr. HM. Bambang Banu Siswoyo, MM

Oleh

Lisa Rahayu Ningsih N

130413611590

Mansyur Hidayat

140411602691

Marianus Kamarlius Rafan

140413605013

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
September 2016

PERMASALAHAN BMT DI INDONESIA


A. Masalah

Kemiskinan merupakan masalah kronis yang melanda bangsa Indonesia. Banyak program pengentasan
kemiskinan telah dilakukan, tetapi keberhasilannya belum terasa sama sekali, hasil yang dicapai tidak efisien
dan tidak tepat sasaran. Satu temuan dari hasil kajian tingkat internasioanal maupun lokal bahwa bagaimana
membebaskan manusia dari belenggu kemiskinan dengan memutus mata rantai kemiskinan melalui
pengembangan microfinance, yaitu suatu model penyedian jasa keuangan bagi masyarakat yang memiliki usaha
pada sektor paling kecil yang tidak dapat mengakses bank karena berbagai keterbatasannya.
Upaya pengentasan kemiskinan ini dapat dilakukan, antara lain dengan memutus mata rantai
kemiskinan itu sendiri, diantaranya adalah penguatan berbagai aspek di sektor usaha mikro, kecil, dan
menengah (UMKM) pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat miskin yang mempunyai kemauan dan
kemampuan untuk produktif. Arti penting UMKM tidak terbantahkan lagi karena ia merupakan penyumbang
lapangan pekerjaan terbesar perekonomian Indonesia. Dalam hal ini, di Indonesia telah dikembangkan
Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dengan istilah yang lebih dikenal dengan nama Baitul Maal wa
at-Tamwil atau biasa juga disebut Balai Usaha Mandiri Terpadu atau disingkat BMT.
Kehadiran BMT ini diharapkan mampu mananggulangi masalah permodalan yang dialami oleh
pengusaha kecil mikro, sehingga distribusi modal dan pendapatan dapat dirasakan masyarakat kecil yang tidak
tersentuh oleh kebijakan pemerintah. Peluang pengembangan BMT di Indonesia sesungguhnya sangat besar,
mengingat Usaha Mikro dengan skala pinjaman dibawah Rp. 5 Juta adalah segmen pasar yang dapat dilayani
dengan efektif oleh lembaga ini.
Hamzah, Zulkifli Rusdy dan Zulfadli dalam penelitian mereka Analisis Masalah
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Operasi di Pekanbaru Indonesia MenggunakanPendekatan Analytical Network
Process (ANP) bahwa dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan ANP, ada beberapa temuan yang
dirumuskan, salah satunya tentang permasalah internal, kurangnya kualitas sumber daya manusia yang
dimiliki oleh BMT menjadi isu yang sangat penting untuk diselesaikan oleh para praktisi BMT. Karena sumber
daya manusia sebagai unsur yang paling penting dalam kegiatan usaha untuk mencapai suatu tujuan BMT itu.
Selain itu dari isu-isu eksternal juga tidak adanya regulasi khusus yang mengatur masalah BMT yang harus
diatasi. Karena masalah yang berkaitan dengan status hukum BMT masih menjadi perdebatan hangat di
kalangan praktisi, akademisi, dan regulator.
Sebagai lembaga keuangan mikro, Baitul Maal wa Tamwil (BMT), kerap mengalami sejumlah kendala
internal dan eksternal seperti yang telah dikemukakan diatas. Meski begitu, banyak di antara mereka berhasil
bertahan. Ketua Pengurus BMT Mardlotillah Sumedang ASEP Sudrajat mengungkapkan, mengelola BMT tidak
mudah.
Angkatan perintis, BMT sebagai lahan dakwah. Angkatan muda memiliki orientasi lain, bahkan
penggelapan pun ada saja. ''Ilmu pengelola BMT akan menentukan keberlangsungannya. Butuh kekuatan
ruhiyah, juga rupiah,'' kata Asep dalam seminar nasional peran pembiayaan mikro dalam pemberdayaan umat.
Tercatat, pada 2013 ada sekitar 4.500 BMT yang beroperasi di Indonesia dengan aset mencapai Rp 8
triliun. Di Jawa Barat sendiri jumlah BMT yang beroperasi mencapai 291 dengan aset Rp 900 miliar. Meski dari
sisi teknologi BMT sudah cukup kompetitif, modal dan legalitas membuat BMT berbeda dengan bank.
Ketidakcocokan pembiayaan dengan dana kadang memicu persoalan likuiditas BMT.
Persoalan legalitas juga membuat BMT harus teliti. BMT koperasi harus dijalankan sebagai koperasi.
Sebab jika dilanggar, dendanya Rp 10 miliar, yang bisa jadi lebih besar dari modal BMT sendiri. Baik bank
maupun BMT boleh berbadan hukum koperasi. BMT sendiri saat ini pun banyak yang statusnya koperasi.
Direktur SDI dan Maal BMT Fastabiq Pati Agus Jamaluddin juga mengatakan, BMT banyak bangkrut
karena persoalan internal. Karena itu pemilihan SDI yang terlibat penting diperhatikan. Di sisi lain, jumlah SDI
berkualitas di tempat berdirinya BMT tidak sebanyak kota besar. Selain itu, persoalan yang kerap dihadapi BMT
juga faktor nasabah. Direktur Pemberdayaan Wakaf Nurul Islam Batam Bimo Tunggal Prasetyo
mengungkapkan, kendala bagi BMT di Batam adalah masa menetap orang-orang di Batam yang hanya sekitar
4,8 tahun dari awalnya sekitar enam tahun. Sebagai kota perdagangan, Batam didominasi pendatang. Melihat
nasabah-nasabah itu bukannya tidak mau, tapi kadang terkendala satu dua faktor sehingga menunda pembayaran
cicilan. ''Mereka lebih mudah didekati secara personal. Mereka tidak ngemplang, tidak juga lari, tapi kesulitan
bayar. Potensi pembiayaan bermasalah, masalahnya bukan orang tapi kemampuan menghadapi persoalan.

Inti Permasahan: Upaya mengurangi permasalahan kemiskinan yang dihadapi oleh microfinance
melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) dengan istilah yang lebih dikenal dengan nama Baitul
Maal wa at-Tamwil atau biasa juga disebut Balai Usaha Mandiri Terpadu atau disingkat BMT. Sebagai
lembaga keuangan mikro, Baitul Maal wa Tamwil (BMT), kerap mengalami sejumlah kendala internal dan
eksternal. Permasalahan internal, kurangnya kualitas sumber daya manusia yang dimiliki oleh BMT sedangkan
permasalahan eksternal adalah juga tidak adanya regulasi khusus yang mengatur masalah BMT yang harus
diatasi. Namun tidak menutup kemungkinan terdapat permasalahan lain selain SDM dan Regulasi Khusus.

B. Metode Pemecahan masalah


Metode pengumpulan data yang digunakan sebagai bahan analisis didapatkan dari berbagai sumber studi
pustaka yang digunakan sebagai landasan teori dan pijakan penulis dalam menganalisis masalah yang dikaji.
Pustaka diperoleh dari teori dan pendapat para ahli baik dari buku, jurnal, situs internet, blog, dan lain-lain.
Metode analisis yang digunakan adalah deskriptif analitik, yaitu menganalisis permasalahan yang ada dari hasil
pengamatan atau identifikasi dan studi kepustakaan tentang permasalahan serta hubungan antara masalah
tersebut yang didasarkan kepada suatu teori atau konsep keilmuan yang relevan.
C. Dasar Teori yang Digunakan
Menurut pendapat Lubis & Wajdi (2012) menyimpulkan bahwa BMT (Baitul Mal Wat-Tamwil)
adalah suatu lembaga yang dioperasionalkan dengan prinsip bagi hasil, menumbuhkan bisnis usaha mikro dalam
membela kepentingan kaum fakir miskis, ditumbuhkan atas prakarsa dan modal awal dari tokoh-tokoh
masyarakat setempat dengan berlandaskan pada sistem ekonomi yang pada sistem ekonomi yang berintikan
keadilan. BMT bukan hanya sebuah lembaga yang berorientasi bisnis, tetapi sosila lembaga yang kekayaannya
terdistribusi secara merata dan adil.
BMT atau baitul maal watamwil merupakan padanan kata dari Balai Usaha Mandiri Terpadu. Baitul
mall berfungsi menampung dan menyalurkan dana berupa zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) dan mentasrufkan
sesuai amanah. Sedangkan baitul tamwil adalah pengembangan usaha-usaha produktif investasi dalam
meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil serta mendorong kegiatan menabung dalam
menunjang ekonomi. Sedangkan Lubis mendefinisikan baitul maal secara harfiah yang berarti rumah harta
benda atau kekayaan.Namun demikian, kata baitul maal bisa diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau
negara).Baitul maal dilihat dari istilah fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi
kekayaan negara terutama keuangan, yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan, maupun yang
berhubungan dengan masalah pengeluaran lain. Sedang baitul tamwil berupa rumah penyimpanan harta milik
pribadi yang dikelola oleh suatu lembaga.
Dari pengertian di atas, secara kontekstual BMT berusaha memadukan dua macam kegiatan sekaligus
yang berbeda-beda sifatnya yaitu laba dan nirlaba dalam suatu lembaga.Kegiatan sosial sebagai kegiatan
penunjang (Baitul Maal) dan kegiatan bisnis sebagai kegiatan utama (Baitul Tamwil). Sebagai lembaga sosial
(Baitul Maal), BMT berfungsi menghimpun dana-dana sosial yang bersumber dari zakat, infak dan shadaqah
atau sumber lain yang halal kemudian didistribusikan kepada mustahiq (yang berhak) dan bersifat nirlaba.
Sementara sebagai lembaga bisnis (Baitul Tamwil) dalam keuangan Islam BMT berfungsi menghimpun dan
menyalurkan dana (intermediasi) yang bersifat profit motif. Penghimpunan dana diperoleh melalui simpanan
pihak ketiga (anggota BMT) melalui simpanan berbentuk tabungan wadiah dan mudharabah dan penyalurannya
dalam bentuk pembiayaan atau investasi, dengan prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna), prinsip bagi
hasil (mudharabah dan musyarakah), prinsip sewa-menyewa (ijarah dan ijarah muntahia bitamlik) (IMBT) dan
pembiayaan qardh yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam konteks ini BMT berfungsi sebagai
lembaga pengelola dan pemberdayaan dana masyarakat, dengan jalan menjalin mitra kerjasama antara pihak
pengelola BMT dengan masyarakat. yakni dengan menghimpun dana masyarakat kemudian didistribusikan
kembali kepada masyarakat (nasabah) yang bergerak dalam sektor usaha produktif dan membutuhkan bantuan
dana dengan sifat perolehan laba.
Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil
(PINBUK).PINBUK mendapatkan pengakuan dari Bank Indonesia sebagai Lembaga Pengembangan Swadaya
Masyarakat.PINBUK sebagai lembaga primer karena pengembangan misi yang sangat luas.Dalam prakteknya
BMT dapat didirikan dalam bentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dan Koperasi.Sebelum menjalankan
usahanya, Kelompok Swadaya Masyarakat harus mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK.Tugas BMT
membantu usaha-usaha kecil sehingga keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat
dimana BMT itu berada, dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat.
Peran umum baitul maal wa tamwil adalah melakukan pembinaan dan pendanaan berdasarkan sistem
syariah yang menegaskan arti penting prinsip prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai
lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil maka BMT
mempuyai tugas penting dalam mengembangkan misi ke-Islam-an dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Sejarah berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada prakasa
mengenai bank syariah, yang diawali dengan Lokakarya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada
tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil lokakarya tersebut dilanjutkan dan
dibahas dalam Musyarawah Nasional IV (MUNAS IV) MUI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya
Jakarta.Hasil MUNAS membentuk Tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian
bank syariah di Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 1 November 1991, tim berhasil mendirikan Bank Muamalat
Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi sejak September 1992. Pada awalnya kehadiran BMI belum mendapat
perhatian baik dari pemerintah maupun industri perbankan. Namun dalam perkembangannya, ketika BMI dapat
tetap aksis ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, telah mengilhami pemerintah untuk memberikan perhatian

dan mengatur secara luas dalam Undang-undang, serta memacu segera berdirinya bank-bank syariah lain baik
bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun Widows Syariah untuk bank umum
Kehadiran BMI ini pada awalnya diharapkan mampu untuk membangun kembali sistem keuangan
yang dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth).Akan tetapi pada prakteknya terhambat, karena BMI
sebagai bank umum terikat dengan prosedur perbankan yang telah dibakukan oleh Undang- Undang.Sehingga
akhirnya dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang diharapkan dapat memberikan pelayanan
yang lebih luas kepada masyarakat bawah.Namun realitasnya, sistem bisnis BPRS terjebak pada pemusatan
kekayaan hanya pada segelitir orang, yakni para pemilik modal.Sehingga komitmen untuk membantu derajat
kehidupan masyarakat bawah mendapat kendala baik dari sisi hukum maupun teknis. Dari segi hukum, prosedur
peminjaman bank umum dan bank BPRS sama, begitu juga dari sisi teknis.
BMT merupakan sebuah organisasi Kelompok Swadaya Masyarakat (pra koperasi) atau berbadan
hukum koperasi, dalam bentuk kelompok simpan pinjam atau serba usaha. Oleh karena itu, berbadan hukum
koperasi, maka BMT harus tunduk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian dan PP
Nomor 9 Tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. Hal ini dipertegas oleh
KEP.MEN Nomor 91 Tahun 2004 tentang Koperasi Jasa Keuangan Syariah.Undang-Undang tersebut sebagai
payung hukum berdirinya BMT (Lembaga Keuangan Mikro Syariah).Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai
karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam
BMT, pembiayaan yang diberikan tidak hanya kepada anggota tetapi juga untuk diluar anggota atau tidak lagi
anggota jika pembiayaannya telah selesai.
Falsafah yang mendasari adalah kerjasama, gotong royong dan demokrasi ekonomi. Hal ini
menekanan akan pentingnya kerjasama dan tolong menolong (taawun), persaudaraan (ukhuwah) dan
pandangan hidup demokrasi (musyawarah). Di dalam Islam kerjasama dan tolong menolong sangat dianjurkan
sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Maidah ayat 2: Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

D. Kajian Empiris (Penelitian Terdahulu)


Hasil penelitian yang dilakukan oleh (F Apriadi, M Findi A, 2013:8) solusi internal untuk menangani SDM
BMT dilakukan dengan cara: pelatihan dan workshop, seleksi Sumber Daya Manusia (SDM), insentif,
peningkatan ibadah dan analisis strategi. Yusrialis (2013:5) tentang BMT sebagai Pemberdaya Usaha Mikro
Syariah telah banyak membantu UMK (Usaha Mikro Kecil) berupa pendampingan atau masalah teknis, hal ini
sesuai dengan sifat sosial dari baitul maal dirancang untuk melakukan pemberdayaan kepada masyarakat
miskin atau sangat miskin, khusus BMT yang tergabung dalam Perhimpunan BMT Indonesia sudah memiliki
Haluan BMT 2020 telah mengidentifikasi tantangan dan peluang. Tantangan eksternal berasal terkait dengan
dinamika ekonomi Indonesia (Otoritas Ekonomi, Pertumbuhan Ekonomi, Angka Pengangguran Terbuka,
Penerimaan Andalan dan Pengeluaran Pemerintah). Sedangkan tantangan internal adala kepatuhan syariah,
memperthankan idealisme gerakan, penguatan kelembangaan, pengembangan sumber daya menusia termasuk
peluang yang akan diraih dimasa depan. (Hascaryani, T. D., Manzilati, A., Fadjar N. 2011:9) terkait dengan
permasalahan pembiayaan pada BMT lebih rentan terhadap kondisi pasar, mayoritas lembaga keuangan mikro
tidak bekerjasama dengan lembaga penjamin kredit (asuransi) seperti PT. Penjaminan Kredit Pengusaha
Indonesia (PKPI), PT. Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO), dan Asuransi Ekspor Indonesia (ASEI), Perum
Sarana, PT. Perum Pengembangan Koperasi.Fakta bahwa lembaga keuangan di luar sistem perbankan
(misal:BMT) belum dilengkapi dengan sistem penjaminan dana nasabah, menjadi kendala dalam
mengoptimlkan penghimpunan dana karena keamanan dana menjadi salah satu tuntutan dari nasabah. Penelitian
lainya juga dilakukan (Hamzah., Rusby, Z., Zulfadli, H. 2013:10) secara spesifik penelitian dilakukan di
Pekanbaru untuk menganalis problem...the problem faced by BMT in Pekanbaru can be seen from two sides
aspects, ex: aspects of internal and external aspects. Internal aspect, they are: lack of quality of Human Resource
owned by BMT, Lack of Managerial Skill, Lack of IT Facilities, lack of Innovation in marketing Product and
Lack of Capital obtained by BMT. Beside that, external aspects they are: Lack of Publics Undertanding Islamic
economic, Lack of Publics Trust toward performance of BMT, Difficult to find honesty Customers, Lack of
supervision from goverment and MUI, the absence not specific regulation governing BMT. Penunjang
penelitian lainya juga dilakukan (Muna,2015:10) tentang implementasi menajemen strategik syariah di BMT
amanah Ummah. Hasil penelitian menunjukkan tahapan proses perumusan strategi analisis internal organisasi
dan analisis eksternal organisasi, analisis internal menggunakan pendekatan sumber daya yang dimiliki selain
itu juga menggunakan pendekatan fungsional dengan menganalisa kinerja keuangan perusahaan, kinerja
keuangan dan kinerja pemasaran. Analisis lingkungan eksternal dibagi dengan dua cara: lingkungan makro dan
lingkungan industri. Selain itu, terkait dengan asek-aspek hukum BMT dalam perspektif hukum ekonomi
menurut Kelik Wardoyo (dalam Ismayati 2011:2) disebutkan bahwa selama ini belum ada undang-undang yang
secara spesifik mengatur BMT. Oleh karena itu dalam operasional BMT digunakan berbagai norma yang
menjadi acuan dari berbagai sumber peraturan perundang-undangan yang telah ada, diantaranya: UU No 25
Tahun 1992 tentang Koperasi, PP No. 9 tahun 1995, UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, KUH
Perdata khususnya Buku III mengenai perjanjian KUH Dagang, Fatwa-fatwa DSN menyangkut Akad syariah,
Keputusan-keputusan Menteri Koperasi dan UKM mengenai Koperasi jasa keuangan syariah, UU No. 21 tahun

2008 tentang Perbankan Syariah, UU NO. 7 tahun 2007 tentang Pengadilan Agama dan UU NO. 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa.

E. Implementasi: Tahapan-Tahapan Pemecahan Masalah (Strategi yang digunakan)


1. Mengatasi masalah internal (SDM), diantaranya:
a. Evaluasi, dilakukan untuk mengetahui kinerja pengelola BMT saat ini dengan harapan kapabilitas
dapat diketahui. Jika kemampua SDM kurang memenuhi kualifikasi untuk lembaga tersebut
dikarenakan kurangnya skill penunjang, maka perlu dilakukan perencanaan untuk training.
b. Perencanaan pendidikan dan pelatihan, bertujuan untuk memberi pelatihan, motivasi yang kuat,
kemajuan dan penguasaan science, teknologi serta skill dalam mewujudkan kualitas para pengelola
LKM syariah (Lembaga keuangan Mikro Syariah/Baitul Maal Wa Tamwil) yang sadar akan
tanggung jawabnya.
c. Sosialisasi, dilaksanakan sebelum pelaksanaan pemberian latihan umum ataupun latihan khusus.
Supaya tujuan dari perencanaan sebelumnya dapat dipahami oleh target sasaran.
d. Pelatihan umum, diadakan sebagai institusi latihan yang disusun secara vertikal sebagai tahapan
kualitas karyawan, hal ini didasarkan atas kondisi riil bahwa tidak semua karyawan memiliki
kompetensi yang dibutuhkan agar dapat bekerja secara profesional dalam artian jujur, cakap, mampu
mengkomunikasikan gagasan dan memiliki kemampuan leadership pada setiap jenjang menejemen
yang dibutuhkan.
e. Latihan khusus, dilakukan untuk menambah dan mengembangkan keahlian dan kecakapan
karyawan dalam bidang-bidang tertentu secara khusus. Hal ini sangat diperlukan bagi BMT
mengingat semakin berkembangnya BMT maka kompleksitas masalah akan semakin meningkat,
disamping itu perubahan lingkungan social ekonomi masyarakat serta perkembangan teknologi
apalagi ditengah persaingan yang semakin ketat maka dibutuhkan kecakapan/ketrampilan/keahlian
khusus oleh karena itulah dirancang kursus-kursus tertentu yang dibutuhkan menurut situasi dan
kondisi yang ada.
f. Talim, sangat diperlukan untuk menata ruhiah segenap pegiat atau pengelola BMT sehingga
diharapkan kegiatan Talim ini dapat mengintegrasikan Iman, lmu dan Amal.
2. Mengatasi masalah eksternal, diantaranya:
a. Memahami norma yang menjadi acuan dari berbagai sumber peraturan perundang-undangan
yang telah ada, diantaranya: UU No 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, PP No. 9 tahun 1995, UU No
38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat, KUH Perdata khususnya Buku III mengenai perjanjian
KUH Dagang, Fatwa-fatwa DSN menyangkut Akad syariah, Keputusan-keputusan Menteri
Koperasi dan UKM mengenai Koperasi jasa keuangan syariah, UU No. 21 tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, UU NO. 7 tahun 2007 tentang Pengadilan Agama dan UU NO. 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa.
b. Mengimplementasikan norma dan peraturan perundang-undangan yang telah ada, sebagai
lembaga ekonomi yang mempunyai fungsi sosial.
F. Faktor Pendukung dan Penghambat
1. Faktor Pendukung
a. Keberadaan dari BMT juga menjadi aternatif financial inclusion ketika masyarakat tidak mampu
mengakses keuangan karena keterbatasan dan beberapa prasyaratan yang harus dipenuhi dalam sistem
perbankan.
b. Menumbuhkan lembaga permodalan pagi masyarakat yang mayoritas pengusaha kecil dominan di
Indonesia, contohnya: UMKM.
c. Kemampuan BMT dalam penyalurkan dana berupa pembiayaan dapat dikatakan sangat spektakuler.
Rasio financing to deposit ratio (FDR), yang umumnya mendekati atau lebih dari100%, menunjukkan
bahwa dana yang dihimpun dari anggota dan nasabah dapat disalurkan sepenuhnya.
d. Diperkirakan sekitar 50.000 tenaga kerja berhasil diserap oleh BMT sebagai pengelolanya. Sekitar
separuh dari jumlah tersebut adalah mereka yang mengenyam perguruan tinggi.
e. Biaya peminjaman di BMT lebih murah jika di banding dengan bank konvensional, terlebih lagi BMT
lebih berfokus pada UMKM yang membutuhkan dana relatif kecil.
f. Tak berlebihan jika dikatakan bahwa nilai-nilai Islam menjadi sesuatu yang hidup dalam BMT, bukan
sekedar dianggap serangkaian aturan dan larangan, melainkan prinsip yang bisa diperasionalkan.
g. Kegiatan BMTcenderung merekatkan kohesivitas (kebersamaan) masyarakat di wilayah operasionalnya.
Mereka yang tergolong mampu secara ekonomis bisa didekatkan dengan yang kurang mampu.
2. Faktor Penghambat
a. SDM yang bertugas untuk mengelola BMT membutuhkan sistem training melalui edukasi, selama ini
pegawai BMT hanya capable dalam hal manajemen keuangan secara konvensional saja, akan tetapi
setidaknya juga harus dapat memiliki beberapa kemampuan terkait: marketing, analisa pembiayaan,
konsultan usaha, kemampuan pendampingan dan juru dakwah.

b. Para pengurus BMT belum memahami sepenuhnya aspek sumber daya manusia dalam BMT, dengan
kata lain belum mumpuni sumber daya insani yang mumpuni di bidang ekonomi syariah, sehingga
dalam pratiknya BMT seringkali menyimpang dari prinsip syariah.
c. Permasalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu usaha adalah permodalan. Setiap
ide ataupun rencana untuk mendirikan ataupun pengoperasian BMT sering menjadi masalah yang serius
sebagai akibat tidak adanya modal yang cukup.
d. Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip ekonomi syariah belum tepat,
bahkan diantara ulama dan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata sepakat yang mendukung
keberadaan BMT, sebagai salah satu lembaga keuangan syariah
3. Strategi Meningkatkan Prospek BMT
a. Optimalisasi lembaga pemerintahan yang mengadakan pendanaan BMT secara melalui lembaga swasta
seperti lembaga PT. Permodalan Nasional Madani terhadap BMT, akan tetapi itu dirasa kurang cukup
kontributif untuk pengembangan BMT, karena belum ada penanganan khusus dari lembaga
pemerintahan.
b. Optimalisasi linkage program untuk penambahan permodalan BMT, baik itu antara BMT dan BPRS
serta Bank Syariah, sehingga kemungkinan likuidasi BMT terjadi akan semakin mengecil.
4. Strategi Pengembangan BMT
Semakin berkembangnya masalah ekonomi masyarakat, maka berbagai kendala tidak mungkin terlepaskan
dari keberadaan BMT. Berikut beberapa strategi untuk mempertahankan eksistensi BMT
a. Sumber daya manusia kurang memadai kebanyakan berkorelasi dari tingkat pendidikan dan
pengetahuan. BMT dituntut meningkatkan sumber daya melalui pendidikan baik formal ataupun non
formal. Misal bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan bisnis Islami.
b. Strategi pemasaran yang local oriented berdampak pada lemahnya mensosialisaikan produk BMT maka
untuk meningkatkan tehnik pemasaran perlunya memperkenalkan eksistensi BMT di masyarakat.
c. Perlunya inovasi.
d. Untuk meningkatkan kualitas layanan BMT diperlukan pengetahuan stategi dalam bisnis (bussines
stategy).
e. Diperlukan pengetahuan mengenai aspek bisnis islami sekaligus meningkatkan muatan-muatan islam
dalam setiap perilaku pengelola dan karyawan BMT dengan masyarakat pada umumnya dan nasabah
pada khususnya.
f. Perlu adanya evaluasi bersama guna memerikan peluang bagi BMT untuk lebih kompetitif. Dengan cara
mendirikan lembaga evaluasi BMT atau sertifikasi BMT. Yang berfungsi untuk memberikan laporan
peringkat kinerja kwartal atau tahunan BMT di seluruh Indonesia.
G. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
BMT adalah lembaga sosial masyarakat yang berfungsi menghimpun dana-dana sosial yang bersumber dari
zakat, infak, dan shadoqoh atau sumber lain yang halal kemudian didistribusikan kepada mustaqiq untuk
melakukan pembinaan dan pendanaan berdasarkan sisitem syariah yang menegaskan prinsip penting
syariah yang juga sebagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan
ekonomi masyarakat kecil. Maka BMT mempunyai tugas penting dalam mengembangkan misi keislaman
dan dalam segala aspek kehidupan masyarakat.Tugas BMT juga mengatasi masalah-masalah kemiskinan
karena lapangan pekerjaan baru akan menyumbang angka penurunan kemiskinan dalam mencetak
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Dengan demikian BMT, sangat berperan penting dalam
menumbuhkembangkan perekonomian masyarakat. Namun terdapat masalah yang menjadi penghambat
dari BMY untuk survive, masalah tersebut dapat dikategorikan menjadi masalah internal dan masalah
eksternal. Masalah internal terkait kurangnya kualitas SDM, sedangkan masalah eksternal tidak adanya
regulasi khusus yang mengatur masalah BMT. Kehadiran BMT diharapkan dapat mengatasi permasalahan
permodalan.
2. Saran
a. Ditetapkan badan hukum yang jelas serta independen bagi BMT. Hali ini dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat dalam mengivestasikan uangnya di BMT karena secara hukum sudah ada
jamianan yang jelas.
b. Didirikan satu BMT induk dari seluruh BMT yang ada di Indonesia. Di mana unsur-unsur di dalamnya
harus ada regulasi. Jadi harus ditetapkan undang-undang khusus untuk BMT. Peraturan pelaksanaan
sebagai penjabaran dari undang-undang dilakukan secara desentralisasi melalui BMT pusat dari setiap
daerah, sedangkan induk BMT nasional berfungsi sebagai penetapan kebijakan yang bersifat umum.
Dengan demikian akan memudahkan dalam pengaturan dan penentuan kebijakan dalam rangka
pengembangan potensi serta perluasan jaringan BMT di seluruh Indonesia.
c. Pengawasan terhadap BMT dilakukan oleh lembaga pengawasan independen. Dewan pengawas
memiliki tugas utama dalam pengawasan BMT terutama yang berkaitan dengan sistem syariah yang
dijalankan. Landasan kerja dewan ini berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN). Fungsi utama
dewan tersebut meliputi: sebagai penasihat dan pemberi saran atau fatwa kepada pengurus dan
pengelola mengenai hal-hal yang terkait dengan syariah seperti penetapan produk, sebagai mediator
antara BMT dengan Dewan Syariah Nasional, mewakili anggota dalam pengawasan syariah

Daftar Rujukan
F Apriadi & M Findi A. 2013. Solusi Peningkatan Sumberdaya Manusia Pada Baytul Maal wat Tamwil (BMT)
di Indonesia Melalui Pendekatan Analytic Network Process (ANP). Jurnal al-Muzaraah, (Online) Vol
I, No. 2, 2013. (journal.ipb.ac.id), diakses 22 sepetember 2016.
Hamzah., Rusby, Z., Zulfadli, H. 2013. Analysis Problem of Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Operation in
Pekanbaru Indonesia Using Analytical Network Process (ANP) Approach. International Journal of
Academic Research in Business and Social Sciences, , (Online), August 2013, Vol. 3, No. 8 ISSN:
2222-6990, (dx.doi.org/10.6007/IJARBSS/v3-i8/138), diakses 22 sepetember 2016.
Hascaryani, T. D., Manzilati, A., Fadjar N. 2011. Metafora Risk And Return Sebagai Dasar Pengembangan
Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) Yang Mandiri. Journal of Indonesian Applied Economics, (Online),
Vol. 5 No. 1 Mei 2011, 93-109, (jiae.ub.ac.id), diakses 22 sepetember 2016.
Ismiayati, N.S. 2011. Aspek-aspek Hukum Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) dalam Perspektif Hukum
Ekonomi.Prosiding SNPP2011:Sosial, Ekonomi, dan Humaniora, (Online), ISSN 2089-3590,
(prosiding.lppm.unisba.ac.id), diakses 25 sepetember 2016.
Lubis, K.S. & Wajdi, F. 2012.Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Muna, M. N. 2015. Implementasi Manajemen Strategik Syariah Di Bmt Amanah Ummah. JESTT, (Online),
Vol. 2 No. 12 Desember 2015, (e-journal.unair.ac.id), diakses 22 sepetember 2016.
Yusrialis. 2013. Bangkitnya BTM Sebagai Pemberdaya Usaha Mikro Syariah di Indonesia. Menara, (Online)
Vol. 12 No. 2 Juli Desember 2013 (ejournal.uin-suska.ac.id), diakses 22 sepetember 2016.

Anda mungkin juga menyukai