َ ٱّلله
ِهيم
ٱلرح ه ِ ِمۡسِب
FIKIH
SHALAT
(Dalam Prespektif Mazhab As-Syafiíyah)
PEMBAGIAN
JUMLAH
Apa itu Syarat Ibadah?
Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab Ushulul Fiqh mendefinisikan syarat sebagai:
"Syarat ialah sifat yang jelas dan terdefinisikan, dimana keberadaan hukum
bergantung padanya tanpa harus masuk ke dalam hukum tersebut." (Kitab
Ushulul Fiqh Al-Islami 1/104 )
ٌ هو م َا يل َ ْزَم ُ م ِنْ عَدَمِه ِ العَدَم ُ وَل َا يل َ ْزَم ُ م ِنْ وُجُودِه ِ وُجُود ٌ وَل َا عَدَم
”Syarat juga bisa dipahami sebagai sesuatu yang ketiadaanya bisa meniadakan hukum atau
meniadakan sebab. Namun keberadaannya tidak lantas menentukan keberadaan hukum atau sebab.”
Pembagian
Syarat dalam Shalat
1. Syarat Wajib
2. Syarat Sah
1. Syarat Wajib
*Orang kafir ketika kafirnya tidaklah dituntut untuk shalat karena shalatnya dianggap tidak sah. Ia
tidaklah diperintah untuk mengqadha’ shalatnya kalau kafirnya adalah kafir asli. Sedangkan orang
murtad, ia diperintahkan mengqadha’ shalatnya ketika kembali masuk Islam.
**Shalat bagi orang yang lahir dalam keadaan buta dan tuli tidaklah wajib, ia tidak perlu mengqadha
kalau akhirnya bisa melihat atau mendengar.
2. Syarat Sah Shalat
Syarat Sah Shalat, menurut Syekhul Islam Abu Zakariya
Al-Anshari adalah sesuatu yang menjadi barometer sah
dan tidaknya shalat”
(Kitab Tuhfatut Thullab bi syarhi Tahriri Tanqih al- lubab , hal 42)
Jadi, Bersuci dari najis maksudnya adalah membersihkan najis yang tidak dimaafkan, baik yang ada pada
pakaian orang yang shalat dan semacamnya, termasuk juga yang dibawa, atau menempel dengan sesuatu
yang dibawa.
Begitu pula yang dimaksud adalah bersuci dari najis yang ada pada badan (termasuk yang ada dalam
bagian dalam mata, mulut, dan hidung). Begitu pula tempat yang digunakan untuk shalat harus suci karena
bertemu langsung dengan badan dan sesuatu yang dibawa.” (Nail Ar-Rajaa’ bi Syarh Safinah An-Najah. 207).
Dari Aisyah radhiyallahu anha bahwa Fathimah binti Abu Hubaisy bertanya
kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, katanya: "Aku mengeluarkan darah
istihadlah (penyakit). Apakah aku tinggalkan shalat?" Beliau menjawab: "Jangan,
karena itu hanyalah darah penyakit seperti keringat. Tinggalkanlah shalat selama
masa haidmu, setelah itu mandi dan kerjakanlah shalat.") Shahih Al-Bukhari 419)
Syarat Sah Shalat
Rincian Shalat dalam keadaan bernajis:
● Bagi orang yang melakukan shalat dengan baju terkena najis karena memang tidak ada
penggantinya dan tidak ada air untuk mensucikannya, maka SAH shalatnya.
● Bagi orang setelah salam, mendapati pakaiannya ada najis menempel, ada 3 keadaan:
- Jika dia mengira bahwa najis itu ada setelah salam, maka SAH shalatnya,
- Jika dia mengira (dalam dugaan) najis itu ada sebelum salam, TIDAK SAH shalatnya, dan
wajib mengulang.
- Kalau bimbang, shalatnya SAH karena pada umumnya orang shalat tanpa ada najis
● Jika mendapati atau dijatuhi najis pada badan atau pakaian ketika shalat,
- Jika jatuhnya di pakaian yang bisa terlepas (misalkan peci) maka hendaklah najis tersebut
dihilangkan dengan syarat tidak mengangkat pecinya, maka shalatnya SAH . Namun jika dia
mengangkat pecinya maka BATAL shalatnya, karena membawa barang yang ada najisnya.
- Jika dia dapati atau jatuhnya najis di pakaian yang tidak dapat terpisah/terlepas (seperti baju),
maka BATAL shalatnya.
Syarat Sah Shalat
“Aurat lelaki (yang wajib ditutupi) ialah anggota tubuh antara pusar hingga lutut, dan aurat
perempuan merdeka (dalam shalat) ialah seluruh anggota tubuh kecuali wajah dan kedua telapak
tangannya baik luar maupun dalam hingga batas pergelangan. Adapun aurat perempuan diluar
shalat adalah semua badannya”
Sudut pandang ketertutupan aurat ini ialah ketika tak terlihat dari sisi atas dan seputarnya
(kanan, kiri, depan dan belakang), bukan dari sisi bawah, seperti ketika shalat di tempat tinggi dan
terlihat dari bawah maka tidak masalah sebagaimana jika terlihat saat sujud.”
(kitab I’anah al-Thalibin 1/134)
Syarat Sah Shalat
● Keempat: Menghadap kiblat (al-Baqarah 144)
Syarat sah shalat yang keempat adalah menghadap ‘ainul Kabah (persis ke Kabah) dengan
dadanya.
Seseorang boleh tidak mengerjakan shalat dengan tidak menghadap kiblat dalam dua keadaan:
- Keadaan rasa takut seperti peperangan (al-Baqarah :239)
- Mengerjakan shalat sunnah dalam perjalanan diatas kendaraan (saat takbiratul ihram,
wajib menghadap kiblat), Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah mengerjakannya,
dan jika ingin mengerjakan shalat fardhu beliau turun dan menghadap kiblat
Ada keadaan sesorang boleh tidak menghadap kiblat kecuali dari dua kondisi ini, seperti orang sakit
yang tak ada mengarahkannya ke arah kiblat, atau orang terikat di tiang, maka dia shalat dalam
keadaannya itu kearah mana saja, namun wajib mengulang shalatnya.
Haruskah Shalat Menghadap
Persis ke Ka’bah?
● Dalam Masjidil Haram, jika seseorang berada di dalam Masjidil Haram, maka yang dihadap olehnya
haruslah “benda/zat” ka’bah itu sendiri
● Luar Masjidil Haram, jika dia berada di luar Masjidil Haram, termasuk di Indonesia,
- Cukup menghadap arahnya saja. Imam Abu Ishak menyebutkan hal itu dan juga menekankan
bahwa bagi seseorang yang tidak tahu arah kiblat, maka ia haruslah berijtihad. (pendapat
kebanayakan Ulama)
- Sebagian ulama dari kalangan madzhab Syafi’i, Abdurrahman Ba’alawi, berpendapat boleh
sekadar menghadap arah Ka’bah (jihatul ka’bah) bila seseorang tidak mengetahui tanda-tanda
letak geografis persis Ka’bah.
Ijtihad Menentukan Arah Kiblat adalah seseorang yang bisa menangkap pertanda, sedangkan
. kondisinya jauh dari Makkah, ia berijtihad mencari arah kiblat menggunakan metode bisa dari melihat
matahari, bulan, bintang, atau arah angin bertiup (sekarang dengan GPS) atau melihat mihrab masjid
Syarat Sah Shalat
Masuk waktu shalat bisa diketahui secara yakin atau sangkaan dengan ijtihad.
Kalau berijtihad dalam melihat masuknya waktu, kemudian setelah selesai ketahuan bahwa
shalatnya dilakukan sebelum masuk waktu, maka shalatnya dinilai sebagai pembayar utang
bila dia pernah keluputan shalatsejenis. tetapi ketika ia tidak memiliki utang shalat yang sejenis
itu, maka shalatnya dinilai sebagai pahala sunah mutlak.
"Barangsiapa mengerjakan shalat tanpa mengetahui masuknya waktu secara yakin atau
berdasarkan dugaan kuat, maka shalatnya tidak sah sekalipun bertepatan dengan waktu shalat
sebenarnya, karena yang dijadikan acuan dalam ibadah adalah dugaan kuat orang yang terbebani
hukum (mukallaf) serta sesuai kenyataan yang ada."
(Fathul Mu'in, 87).
Syarat Sah Shalat
● Keenam: Mengetahui bahwa shalat (yang dikerjakan itu) hukumnya fardhu/wajib
Orang yang shalat harus meyakini bahwa shalat itu hukumnya wajib. Jika ia ragu-ragu akan hukumn
wajibnya, shalat tidaklah SAH.
JUMLAH
PEMBAGIAN
Syarat Shalat dan Rukun Shalat
Syarat dan rukun ada perbedaan dan kesamaan.
Perbedaannya
Syarat shalat adalah faktor yang diminta untuk
diwujudkan sebelum memulai suatu perbuatan ibadah.
Misalnya, syarat sholat seseorang harus berwudhu,
menghadap kiblat, masuk waktu sholat, dsb. Semua itu
(syarat) dilakukan di luar atau sebelum memulai perbuatan
ibadah.
Rukun sholat adalah faktor penopang di dalam suatu perbuatan, bila ia tidak ada maka ibadah tersebut tidak
dianggap/tidak sah. Semisal rukun sholat adalah takbirotul ihram, membaca Al-Fatihah,dsb
,
Bila diperhatikan semua kewajiban dalam rukun harus ada/diminta di dalam rangkaian ibadah tersebut, baik dari
awal melakukan sampai akhirnya.
Rukun Shalat
Rukun Shalat ada 14 yaitu
1) Niat
2) Berdiri bagi yang mampu
3) Takbiratul ihrâm,
4) Membaca surat al-Fatihah;
5) Ruku’,
6) Bangun dari ruku’ dan I’tidal
7) Sujud
8) Duduk diantara dua sujud
9) Duduk untuk tasyahhud akhir
10) Membaca tasyahhud akhir
11) Membaca shalawat pada Nabi Shallahu alaihi wasallam saat tasyahhud
akhir
12) Thuma’ninah (Tenang)
13) Salam pertama
14) Tertib; yakni mengurutkan rukun-rukun sesuai apa yang telah
dituturkan
Apa itu Rukun Ibadah?
Secara Bahasa berasal dari kata ( )ركنyang artinya bagian mendasar dari sesuatu
tersebut, seperti tembok bagi bangunan.
Secara Istilah Rukun Shalat didefinisikan sebagai berikut;
Rukun Shalat
Pertama: Niat
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرئ ما نوى
"Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan” (Shahih Bukhari 1)
- Niat adalah menyegajakan (memaksudkan sesuatu) yang dilakukan secara bersamaan dengan bagian
awal perbuatan tersebut.
- Tempat niat itu didalam HATI.
Permasalahan
1. Dianjurkan oleh Ulama untuk Talaffudz (berlafadz) ketika niat
2. Maka tidak sah seseorang melafadkan niat sedangkan hatinya keliru dari niat itu sendiri.
3. Tidak memberikan bahaya (pada niat) jika sekiranya ucapannya berbeda dengan apa yang ada di
HATI-nya, misalkan meniatkan dalam hatinya shalat dzuhur sedangkan dia melafadzkan
shalat ashar.
4. Maka yang menjadi ibrah/patokan niat yang benar adalah yang diniatkan dalam hati.
Shalat Sunnah
yang punya sebab
• Niat Perbuatan (membedakan shalat
dengan amalan lainnya)
• Menentukan Jenis Shalat (shalat Misal; Shalat Sunnnah Dhuha
sunnah apa?? dsb)
Shalat Sunnah
Mutlak
• Niat Perbuatan (membedakan Misal; Shalat Sunnah Mutlak
shalat dengan amalan lainnya)
Rukun Shalat
Kedua ; Berdiri bagi yang Mampu dalam Shalat Fardhu
"Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak sanggup lakukanlah dengan duduk dan bila tidak sanggup
juga lakukanlah dengan berbaring pada salah satu sisi badan.“ (Shahih Bukhari 1066)
Pembahasan
- Kewajiban berdiri bagi yang mampu hanya pada shalat fardhu saja, seperti shalat lima waktu,
fardhu nadzar dan fardhu kifayah
- Berdiri yang SAH adalah menegakkan punggungnya. Maka sekiranya seseorang bungkuk tanpa
udzur yang dimana telapak tangannya itu dapat menyentuh kedua lututnya, shalatnya batal
- Sekiranya seseorang dapat berdiri di sebagian shalatnya, dan tak mampu (berdiri) sebagiannya,
maka berdiri di bagian yang dia mampu dan diperbolehkan untuk tak berdiri di bagian lainnya.
- Di dalam Shalat-Shalat Sunnah, disunnahkan untuk berdiri bukan suatu kewajiban
Rukun Shalat
Ketiga: Takbiratul Ihram (pengucapan ) هللا أكبر
مفتاح الصلاة الطهور وتحريمها التكبير وتحليلها التسليم
"Kunci shalat adalah bersuci, keharamannya adalah takbir & penghalalannya adalah salam.“
(H.R. Tarmidzi 3 & Abu Dawud 61)
Syarat-Syarat Sah Takbiratul Ihram
1. Melafadzkannya dalam keadaan berdiri (jika dia mampu berdiri dan shalat fardhu)
2. Melafadzkannya dalam keadaan menghadap kiblat
3. Menggunakan Bahasa Arab هللا أكبر, sekiranya ada seseorang tak mampu memakai Bahasa Arab dan
dirinya tak memungkinkan untuk belajar pada saat itu, diterjemahkan dan mendatangkan maksud dari
takbiratul ihram itu dengan bahasa apapun. Jika dia memungkinkan untuk belajar maka WAJIB untuk
belajar
4. Melafadzkannya dengan dua kata, lafadz jalalah ( هللاAllah) dan ( أكبرAkbar)
5. Menertibkan Lafadz tersebu, Lafadz jalalah ( هللاAllah) kemudia ( أكبرAkbar)
6. Mendengarkan dirinya dari seluruh huruf takbiratul ihram
7. Bersamaan diucapkan takbiratul ihram dengan menghadirkan niat
8. Ketika berjama’ah, makmum melakukannya setelah takbiratul ihram Imam.
Rukun Shalat
Keempat: Membaca Surah Al-Fatihah
)6. Mengucapkan segala tasydid dan pengucapannya harus jelas, (jumlahnya 14 tasydid
ٱلرِنَٰمۡح َ َ
ٱلرحهي هِم ١ ٱّلله َِ
ِمۡسِب ِ
َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َٰ َ
ين ٢بِٱلعل هم ِ ٱلحمدِ هّللهِر ه
ٱلرحهي هِم ٣ ٱلرِنَٰمۡح َ َ
َ
هين ٤ هك يَ ۡو هِم ٱلد هِ مَٰل هِ
َ َ َۡ َ َ َ َ
اكِن ۡس َتعهينِ ٥ إهياكِنعبدِ وِإي
ۡ ۡ َ
ط ٱلم ۡس َتقه َِ
يم ٦ ٱلص َر َٰ َ ِ
ٱهدهنا ه
َ َ َۡ ۡ ََ َ َ َٰ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ ۡ ۡ َ ۡ
وب علي هه ِم ولاِٱلضٓال ِ
هين ٧ ت علي هه ِم غي هِر ٱلمغض هِ هين أنعم ِ
ط ٱلذ ِ
صر ِ
ه
Rukun Shalat
Syarat-Syarat Sah Surah al-Fatihah
َ ۡ َ َۡ
7. Tidak keliru dalam membacanya, kekeliruan yang megubah makna, misalnya ت ِ أنعمmengganti
ۡ
harakat fathah pada huruf ta’ menjadi dhommah atau kasrah atau mengubah huruf seperti هيم َِ ٱلم ۡس َتق
ۡ
aslinya dengan mim مdiganti نmenjadi ٱلم ۡس َتقهين, jika sekiranya keliru tapi kekeliruan ini tak
mengubah makna maka tidak membatalkan Shalat,
8. Membacanya dengan menggunakan Bahasa Arab, dan tidak sah jika diterjemahkan. Karena,
terjemahan dari surah, tidak dikatakan al-Qur’an.
9. Membaca keseluruhan ayatnya ketika berdiri, sekira dia rukuk dan masih melanjutkan atau
menyempurnakan bacaannya, maka bacaannya batal dan wajib mengulang.
10. Kalau tidak bisa membaca Surah Al-Fatihah, karena udzur syar’i maka menggantinya dengan
bacaan al-Quran yang laintujuh ayat serupa, kalau tidak bisa sekalipun dari ayat Al-qur’an, maka
diganti dengan dzikir yang panjangnya serupa dengan surah al-Fatihah.
Rukun Shalat
Kelima: Rukuk
)77 يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ۡٱر َكعُواْ َوٱسۡ ُجدُواْ (الحج
“wahai orang-orang beriman, rukuklah kalian dan bersujudlah.... “ (Q.S. Al-Hajj 77)
ثم اركع حتى تطمئن راكعا
“kemudian rukuklah sampai benar-benar rukuk dengan thuma'ninah (tenang)” (Muttafaq Alaihi)
Rukuk adalah seorang yang shalat menundukkan (punggungnya) dengan kadar memungkinkan dia
dapat meletakkan telapak tangannya pada kedua lututnya, ini kadar sah dan minimal, adapun kadar
paling sempurna membungkukkan, dan punggungnya lurus/setara ke bagian belakangnya.
وإذا ركع أمكن يديه من ركبتيه ثم هصر ظهره
“jika (rasulullah) rukuk maka beliau menempatkan kedua tangannya pada lutut dan meluruskan
punggungnya” (HR. Bukhari 794)
Syarat-Syarat Sah Rukuk
1. Membungkukkan punggung dengan sifat, menempatkan kedua telapak tangannya pada lutut
2. Tidak memaksudkan ketika membungkukkan punggungnya kecuali untuk rukuk, bukan keperluan lain
3. Thuma’ninah, tenang dan berdiam (kadar paling pendek (kata ulama) adalah tasbih: subhanallah)
Rukun Shalat
Keenam: I’tidal (berdiri, pemisah antara rukuk dan sujud)
1. Terbukanya bagian kening, ketika menyentuh tanah (tidak ditutupi oleh sesuatu), hingga kening
(walaupun sebagian saja) tersentuh langsung dengan tempat sujud.
2. Terangkat bagian bawahnya (lebih tinggi posisinya) daripada anggota tubuh yang diatas (kepala dan
pundak)
3. Memberikan beban pada bagian kepalanya
4. Tidak memaksudkan dari sujud sesuatu yang lain kecuali untuk ibadah (shalat)
Rukun Shalat
5. Tidak sujud diatas pakaian atau kain yang menempel pada diri seorang yang shalat, sekiranya dia
bergerak maka kain itu juga bergerak
6. Sujud dengan menyempurnakan tujuh anggota tubuh yang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
perintahkan
أمرت أن أسجد على سبعة أعظم على الجبهة وأشار بيده على أنفه واليدين والركبتين وأطراف القدمين
"Aku diperintahkan untuk melaksanakan sujud dengan tujuh tulang (anggota sujud): kening -beliau memberi
isyarat dengan tangannya menunjuk hidung- kedua telapak tangan, kedua lutut & ujung jari dari kedua kaki”
(Muttafaq alaihi)
7. Thuma’ninah, tenang dan berdiam sejenak (kadar paling pendek (kata ulama) adalah tasbih: subhanallah)
Rukun Shalat
Sujud yang paling sempurna
**berbeda keadaan jika seorang perempuan, bagi perempuan disunnahkan untuk merapatkan
anggota tubuhnya antara satu sama lain.
ِ
ِ ْاللح ْ ِم ِإَ َ الْأَ ر
َّ ْض
َ " ِإذ َا سَ جَدْتُمَا فَض َُّما بَع:ل ِ ل الله ِ صلى الله عليه وسلم م ََّر عَلَى امْرَأَ تَيْنِ تُصَلِيَا
َ ن فَق َا َ أَن رَسُو
َّ ،ِيب
ٍ ع َنْ يَز ِيد َ ب ْ ِن أَ بِي حَب
ل
ِ ُ ك ك َالرَّج
َ ِ َت فِي ذَل
ْ ف َِإ َّن الْمَر ْأَة َ لَيْس
Rukun Shalat
Kedelapan: Duduk antara dua sujud
1. Tidak memaksudkan dari duduknya sesuatu yang lain seperti takut, kecuali untuk ibadah saja (shalat)
2. Thuma’ninah, tenang dan berdiam sejenak (kadar paling pendek (kata ulama) adalah tasbih:
subhanallah)
3. Tidak memanjangkan i’tidal, yang panjangnya (lamanya) berlebihan atau melampaui batas, (kata para
ulama) melebihi kadar bacaan surah al-fatihah, karena ini adalah rukun qoshir (rukun yang jaraknya
pendek) tidak boleh diperpanjang.
Rukun Shalat
.......فقال أبو حميد الساعدي أنا كنت أحفظكم لصلاة رسول الله صلى الله عليه وسلم
وإذا جلس في الركعة الآخرة قدم رجله اليسرى ونصب الأخرى وقعد على مقعدته
Abu Hamid As Sa'idi: "Aku adalah orang yang paling hafal dengan shalatnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam, ......... dan jika duduk pada rakaat terakhir, maka beliau
memasukkan kaki kirinya (di bawah kaki kanannya) dan menegakkan kaki kanannya dan
beliau duduk pada tempat duduknya.“
(Shahih Al-Bukhari 828)
Rukun Shalat
Kesepuluh: Bacaan Tasyahud Akhir
dari Ibnu Abbas bahwasanya dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan kami
tasyahhud sebagaimana beliau mengajarkan kami sebuah surat al-Quran, lalu pada waktu itu beliau
membaca, (Muttafaq Alaihi)
التحيات المباركات الصلوات الطيبات لله السلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته السلام علينا وعلى عباد الله الصالح ين أشهد أن لا إله إلا
الله وأشهد أن محمدا رسول الله
Bacaan zikir tasyahhud, sampai kepada kita dengan versi yang berbeda-beda dengan jalur
periwayatan yang bermacam-macam, dan versi bacaan yang sempurna dan terbaik bagi
Imam as-Syafi’i adalah Jalur periwayatan Sahabat Ibnu Abbas (hadis diatas)
disebutkan dalam kitab ar-risalah al-jaami’ah, minimal bacaan tasyahhud wajib adalah
ا لتحيات لله سلام عليك أيها النبي ورحمة الله وبركاته سلام علينا وعلى عباد الله الصالح ين أشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله
Rukun Shalat
Hal-Hal yang perlu diperhatikan
ketika membaca Tasyahhud Akhir
• Para Ulama berpendapat bahwa shalawat tidak diwajibkan untuk dibaca diluar shalat, adapun
didalam shalat di-WAJIB-kan (membaca shalawat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam)
• Bahkan ada dalil secara jelas (Kitab al-Mustadrak lil Imam Hakim 1002)
• Lafadz, Shalawat dan Salam disebutkan dalam Shahih Bukhari 6357 (Ini adalah lafadz paling
sempurnanya)
،ٌمج ِيد
َ ٌك حَم ِيد
َ ل ِإ ب ْر َاه ِيم َ ِإ َّن
ِ كَمَا ص ََّلي ْتَ عَلَى آ،ٍل مُح ََّمد
ِ َل عَلَى مُح ََّمدٍ و َعَلَى آ
ِ الله َُّم ص
َّ فَق ُولُوا
ٌمج ِيد
َ ٌك حَم ِيد
َ ل ِإ ب ْر َاه ِيم َ ِإ َّن
ِ كَمَا بَارَكْ تَ عَلَى آ،ٍل مُح ََّمد
ِ ك عَلَى مُح ََّمدٍ و َعَلَى آ
ْ ِالله َُّم بَار
َّ
Adapun, minimal bacaan shalawat/salam wajib, disebutkan dalam (kitab arrisalah al-jaami’ah)
adalah
ٍَل عَلَى مُح ََّمد
ِ الله َُّم ص
َّ
Rukun Shalat
• Minimal Ucapan Salam yang sah dalam shalat السلام عليكمassalamu alaikum sekali saja
• Paling sempurna adalah السلام عليكم ورحمة اللهassalamu alaikum warahmatullah dua kali, pertama berbalik
kanan dan kedua berbalik kiri.
كنت أرى رسول الله صلى الله عليه وسلم يسلم عن يمينه وعن يساره حتى أرى بياِ خده
“dari Sa’ad. dia berkata: Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberi salam ke arah
kanan dan kiri hingga aku melihat putihnya pipi beliau.“ (H.R. Muslim 582)
Rukun
Shalat Perbuatan Ucapan
1. Berdiri 1. Takbiratul Ihram
2. Rukuk 2. Al-fatihah
3. I’tidal 3. Tasyahhud Akhir
4. Sujud 4. Shalawat kepada
5. Duduk Antara dua Rasulullah
Sujud 5. Salam Pertama
6. Duduk Tasyahud
SUNNAH
SHALAT
‘22
Sunnah Shalat
1. Tasyahhud awal.
2. Duduk untuk tasyahud awal.
3. Membaca shalawat Nabi shallalahu alaihi wasallam pada tasyahud awal
(sehingga dalam duduk tasyahud awal terdapat tiga hal yang termasuk sunnah ab’adh)
4. Membaca shalawat kepada keluarga Nabi shallalahu alaihi wasallam pada tasyahud akhir
setelah bacaan tasyahud.
5. Membaca qunut.
6. Membaca shalawat salam kepada nabi shallalahu alaihi wasallam dan keluarganya saat
qunut.
7. Berdiri saat membaca Qunut.
Sunnah Ab’adh
"Apabila kamu duduk di tengah mengerjakan shalat, maka tenangkanlah dirimu dan duduklah di atas
paha kirimu, kemudian bacalah tasyahud... “ (H.R. Abu Dawud 860, dishahihkan Syekh al-Albani)
Dalil yang menunjukkan tasyahud awal adalah bagian sunah shalat bukan rukun shalat adalah;
“ Dua sujud sahwi yang dilakukan Rasululullah (H.R Bukhari dan Muslim) menjadi ganti dari tasyahud
awal yang ditinggalkan Rasulullah karena tidak duduk tasyahud. Jika tasyahud termasuk rukun, maka
tentu Rasulullah akan melakukannya, serta tidak menggantikannya dengan sujud sahwi.”
Sunnah Ab’adh
Ketiga, Membaca shalawat Nabi shallalahu alaihi wasallam pada tasyahud awal setelah
bacaan tasyahhud awal
Yang dimaksud dengan shalawat Nabi adalah kadar atau lafadz wajib yang dibaca di Tasyahud
Akhir
Keempat, Membaca shalawat kepada keluarga Nabi shallalahu alaihi wasallam pada
tasyahud akhir
بع ْ الركوع يسيرا: أ َ َوقَنَتَ قَ ْب َل الركووع؟ قال:ُ فَ ِقي َل لَه. نَعَ ْم:ْح؟ قَا َل
ِ صب ُّ أَقَنَتَ النَّ ِب:َس
ُّ ي صلى هللا عليه وسلم ِفي ال ُ س ِئ َل أَن
ُ
Anas bin Malik pernah ditanya: "Apakah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan qunut dalam shalat
Shubuh?" Dia berkata: "Ya." Lalu dikatakan kepadanya: "Apakah beliau melakukannya sebelum rukuk?" Dia
menjawab: "Terkadang setelah rukuk.") H.R al-Bukhari 956(
“Ubai bin Ka’ab mengimami mereka pada bulan Ramadhan dan dia qunut pada pertengahan terakhir bulan
Ramadhan.” (H.R. Abu Dawud 1428 dan dilemahkan Syekh Al-AlBani)
• Kesunahan Qunut terpenuhi dan sudah cukup(sah) jika seorang yang shalat mendatangkan pujian kepada Allah
Ta’ala dan berdoa kepadanya dengan doa apapun, seperti mengucapkan اللَّهم اغفرلي يا غفور
• Namun Lafadh atau Bacaan yang sempurna adalah Qunut yang diriwiyatkan oleh Hasan bin Ali radhiyyallahu
anhuma, bahwa Rasulullah mengajarkannya (H.R. Abu Dawud 1425 dishohihkan syekh al-Bani dan Tarmidzi
464 dan mengatakan hadis hasan)
Keenam, Membaca shalawat salam kepada nabi shallalahu alaihi wasallam dan
keluarganya pada qunut setelah bacaan Qunut
● Dan ada pendapat yang lemah dalam madzhab syafiiyah, bahwa jika dia meninggalkan sunah
ab’adh secara sengaja, tidak perlu sujud sahwi, karena dia sengaja meninggalkan sunah itu pada
dirinya. Berbeda dengan orang yang lupa, yang dia memiliki udzur. Sehingga layak jika dia
disyariatkan untuk menutupinya (dengan sujud sahwi).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma “Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memulai shalat dengan
bertakbir. Beliau mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir hingga meletakkan kedua tangannya
sejajar dengan pundaknya. Ketika takbir untuk rukuk beliau juga melakukan seperti itu, jika mengucapkan:
'SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH' beliau juga melakukan seperti itu sambil mengucapkan: 'RABBANAA
WA LAKAL HAMDU. Namun Beliau tidak melakukan seperti itu ketika akan sujud dan ketika
mengangkat kepalanya dari sujud.“ )H.R. Bukhari 705)
Bersedekap, dengan Menaruh tangan kanan di atas tangan kiri, diantara dada dan pusar
Dari Wa’il bin Hujr,dia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya ketika masuk
shalat, bertakbir... kemudian meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya. (HR Muslim 401)
Ta’awudz sebelum membaca al-Fatihah (kalau telah memulai bacaan al-Fatihah, gugur bacaan
taawudznya)
‘22
Pembatal Shalat
1. hadats
2. terkena najis kecuali langsung dibuang tanpa dibiarkan,
3. tersingkap aurat kecuali langsung ditutup,
4. berbicara dua atau satu huruf yang bisa dipahami dengan sengaja
5. melakukan pembatal puasa dengan sengaja,
6. makan banyak meski lupa,
7. gerakan tiga kali yang berturut-turut meskipun lupa
8. melompat yang keras,
9. memukul keras,
10. menambah rukun perbuatan dengan sengaja,
11. mendahului imam dalam dua rukun dan ketinggalan imam dua
rukun tanpa uzur
12. niat memutus shalat,
13. sengaja memutus shalat dengan sesuatu, dan
14. ragu-ragu dalam membatalkan shalat.
Pembatal Shalat
Maksud batal shalat di sini adalah shalat menjadi
tidak sah.
Keempat, berbicara dua huruf atau satu huruf yang bisa dipahami dengan sengaja
Yang dimaksud adalah berbicara (selain Al-Qur’an, Doa, dan Dzikir) dalam keadaan disengaja dan tahu bahwa hal
itu diharamkan ketika shalat. Berbicara yang dimaksud adalah berbicara sedikit atau banyak (walaupun tidak
dipahami) .
Jika dilakukan tidak sengaja (seperti keceplosan, atau tidak tahu hukumnya karena baru masuk Islam, atau
lupa kalau sedang berada dalam shalat), jika yang diucapkannya sedikit yaitu empat kata, maka tidaklah
membatalkan shalat.
>> Jika ada yang bersin dalam shalat, ia boleh mengucapkan alhamdulillah, tetapi saran para ulama
dibaca lirih).
Kelima, melakukan pembatal puasa dengan sengaja (seperti makan dan minum)
Shalat batal karena melakukan hal-hal yang dapat membatalkan puasa
• Jika dilakukan dengan sengaja atau tahu ilmu akan keharamannya. Contoh, memasukkan sesuatu ke dalam
telinga, atau makan, maka jika seperti ini shalatnya batal walaupun makan sedikit.
Pembatal Shalat
Keenam, makan banyak meski lupa
Shalat batal dengan masuknya makanan yang banyak walaupun bagi orang yang lupa.
Shalat juga batal bagi orang yang tidak tahu dan punya uzur (dimaafkan) kalau makanan yang masuk
banyak.
>> Masuk ke golongan makanan (yang membatalkan shalat) adalah permen atau gula yg dimasukkan
kedalam mulut, dan mencair secara sendirinya
Kesebelas, mendahului imam dalam dua rukun dan ketinggalan imam dua rukun tanpa uzur
(1) mendahului imam dalam dua rukun perbuatan, contohnya Imam masih membaca surat, makmum turun sujud.
(2) terlambat dari imam dengan dua rukun perbuatan tanpa adanya uzur, contohnya Imam dari iktidal mau sujud,
sedangkan makmum masih berdiri (membaca surat).
• Yang dimaafkan dalam mendahului imam dan telat dari imam adalah karena lupa atau karena tidak tahu
• Kalau satu rukun lebih cepat (mendahului imam) tetap haram dilakukan.
Pembatal Shalat
Kedua Belas, niat memutus shalat,
yaitu Shalat batal jika berniat keluar dari shalat, baik itu (meniatkannya) sekarang/secara langsung atau setelah
satu rakaat misalnya. Karena telah meniadakan ketegasan niat yang disyaratkan ada selama shalat
wallahu a’lam