Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Shalat merupakan rukun islam yang kedua. Maka bagi setiap muslim
wajib melaksanakan shalat. Seperti keterangan pada QS. Al-Baqarah [2] ayat
43:

‫واقيموا الصلوة وءاتوا الزكوة واركعوا مع الركعين‬


“Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku’lah bersama orang-orang yang
ruku’.”
Menurut syari’at Islam, praktik sholat harus sesuai dengan petunjuk tata cara
Nabi Muhammad SAW. seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

‫صلو كما رايتموني اصلي‬


“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku ketika aku sholat.”

Sholat secara bahasa berarti do’a. Sedangkan secara istilah seperti yang
ucapkan oleh Imam Ar-Rofi’i adalah ucapan dan perbuatan yang di awali
dengan takbir dan di akhri dengan salam dengan beberapa syarat yang telah
ditentukan1. Sedangkan fardu sama dengan wajib. Wajib adalah suatu hal yang
apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
Sholat yang difardukan diantaranya adalah: shalat lima waktu, shalat jumat, dan
shalat mayit. Namun dalam pembahasan makalah ini adalah shalat lima waktu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Syarat Wajib Shalat Dan Syarat Sahnya Shalat?
2. Menjelaskan Niat Dalam Shalat!
3. Apa Saja Rukun Dalam Shalat ?
4. Sebutkan Sunnah-Sunnah Shalat!
5. Apa Saja Yang Dapat Membatalkan Shalat?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Syarat Wajib Dan Sayarat Sahnya Shalat
2. Mengetahui Tata Cara Niat Dalam Shalat
3. Mengetahui Rukun Dalam Shalat
4. Mengetahui Sunah-Sunahnya Shalat
5. Mengetahui Perkara-Perkara Yang Membatalkan Shalat

1 Muhammad bin Qasim Al-Ghozi As-Syafi’I, Fathu Al-Qorib Al-Mujib (Ibnu Sholihin:Rembang), hal. 18
BAB II
PEMBAHASAN

A. Syarat Wajib Dan Syarat Sahnya Shalat


1. Syarat Wajib Shalat
a. Muslim
Muslim adalah orang yang beraga Islam. selain orang Islam tidak wajib
melakukan shalat. Tetapi bagi orang yang murtad, kemudian masuk Islam,
maka baginya wajib melakukan shalat dan mengqadha’ shalat yang ditinggalkan
selama ia menjadi orang kafir.2 Sholat yang dimaksud di sini adalah shalat lima
waktu. Diantaranya adalah: dhuhur, ashar, maghrib, isya dan subuh.
b. Baligh
Maka shalat tidak wajib bagi anak kecil yang belum baligh. Tetapi bagi
anak kecil yang sudah mencapai umur tujuh tahun, atau sudah tamyiz,
hendaknya sudah diperintahkan untuk melakukan shalat. Ketika anak tersebut
meninggalkan shalat, dan anak tersebut sudah mencapai sepuluh tahun, maka
pukulah dengan pukulan yang tidak menyakiti. Ciri-ciri anak yang sudah baligh
biasanya ditandai dengan umur yang sudah mencapai sepuluh tahun, mimpi
keluar mani, haid bagi anak perempuan. Ciri-ciri tersebut tidak terkecuali pada
orang memiliki dua kelamin.
c. Berakal
Maka sholat tidak wajib bagi orang gila, orang mabuk, orang yang punya
penykit ayan. Tidak wajib mengqadha’ shalat bagi orang gila, apabila sudah
sembuh dari penyakitnya.3
d. Suci dari haid dan nifas
Wanita yang sedang haid dan nifas tidak diwajibkan untuk melakukan
shalat. Bahkan baginya haram untuk malakun shalat. Wanita yang haid atau
nifas, tidak wajib mengqadha’ shalat ketika sudah dalam keadaan suci. Berbeda
dengan puasa, tetap wajib mengqadha’ puasa yang ditinggalkan selama haid
atau nifas.
2. Syarat Sahnya Shalat
a. Suci dari Hadats
Orang yang melakukan shalat dalam keadaan hadats, maka shalatnya tidak
sah. Baik hadats kecil maupun hadats besar. Hal tersebut juga dihukumi haram.
Cara menghilangkan hadats kecil yaitu dengan wudhu. Sedangkan untuk
menghilangkan hadats besar dengan mandi besar. Bisa juga dengan tayamum
jika memang dalam keadaan terpaksa. Bagi orang yang sedang mengalami dua
hadats dalam keadaan bersamaan, cukup dengan satu kali mandi besar sudah

2 Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiah Al-Bajuri Ala Ibnu Qasim Al-Ghozi juz awal (Al-Haromain:Surabaya), hal. 129
3 Ibid, hal. 129
menghilangkan kedua hadats tersebut. Walaupun ketika mandi, orang tersebut
tidak berniat melakukan wudhu dan tidak mengurutkan anggota wudhu.4
b. Sucinya Badan, Pakaian, dan Tempat dari Najis
Najis yang dimaksud adalah semua jenis najis, baik mukhaffafah,
mutawasitah, ataupun mughaladah. Tidak termasuk najis yang dima’fu. Maka,
tidak sah orang yang shalat dalam keadaan terkena najis, walaupun orang
tersebut lupa atau tidak tahu. Tidak tahu wujudnya najis, dan tidak tahu bahwa
najis itu membatalkan.
c. Menutup Aurat
Adapun uarat orang laki-laki dan wanita amat (budak) yaitu anggota di
antara pusar dan kedua lutut. Sedangkan uaratnya wanita merdeka di waktu
shalat adalah seluruh anggota badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan,
baik luarnya ataupun dalamnya sampai kepada pergelangan. Wajib menutup
aurat, baik dalam keadaan sepi atau gelap.5 Berbeda dengan orang yang tidak
mampu untuk menutup aurat, maka baginya tetap wajib melakukan shalat dalam
keadaan telanjang tanpa harus mengualang kembali sholatnya, walaupun
ada satir (tutup uarat) yang terkena najis. Dinama satir tersebut tidak sempat
untuk dibersihkan, bukan satir yang sempat untuk disucikan. Berbeda jika orang
tersebut hanya menemukan satir yang bisa menutup sebagian uarat, maka yang
wajib ditutup terlebih dahulu adalah dua kemaluannya.6
d. Mengetahui Waktunya Shalat
Mengetahui waktunya shalat baik secara yakin maupun prasangka. Orang
yang melakukan shalat, tanpa mengetahui waktunya shalat, maka shalatnya
tidak sah, walaupun telah masuk pada waktunya. Berikut penjelasan waktu
shalat:7
1) Dhuhur, dinamakan shalat dhuhur karena shalat ini jelas. maksutnya terlihat
dilakukan di siang hari. Shalat dhuhur dilakukan dengan empat raka’at.
Masuknya waktu shalat dhuhur dimulai dari condongnya matahari dari tengah
sedikit ke kearah barat sampai bayangan suatu benda sama dengan bendanya.
2) Ashar, dinamakan ashar karena shalat ini dilakukan pada waktu ashar atau
mendekati mendekati ghurub. Jumlah raka’at dalam shalat ashar adalah empat.
Waktu ashar di mulai dari bayangan suatu benda sama dengan bendanya dan
posisi matahari berada di sebelah barat, sampai terbenamnya matahari. Dalam
melakukan shalat ashar, waktu shalat ashar di bagi menjadi lima waktu;
a) waktu fadhilah, yaitu dilakukan pada awal waktu;
b) waktu ikhtiar;
c) waktu jawaz bikarahah;
d) waktu jauzah bila karahah;
4 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in Bisarkhi Qurroh Al-‘Ain bi Muhimmah Ad-Din (Dar AL-Kotob Al-
Ilmiyah: beirut, 2013), hal. 18
5 Muhammad bin Qasim Al-Ghozi As-Syafi’i, Fathu Al-Qarib Al-Mujib (Ibnu Sholihin:Rembang), hal. 20
6 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in Bisarkhi Qurroh Al-‘Ain bi Muhimmah Ad-Din (Dar AL-Kotob Al-
Ilmiyah: beirut, 2013), hal. 24
7 Muhammad bin Qasim Al-Ghozi As-Syafi’i, Fathu Al-Qarib, hal. 18-19
e) waktu tahrim, yaitu melakukan shalat di luar waktu yang telah di tetapkan.
3) Maghrib, shalat magrib dilakukan dengan tiga raka’at. Dinamakan shalat
maghrib karena dilakukan pada waktu ghurub. Adapun waktu shalat maghrib
dimulai dari terbenamnya matahari sampai kira-kira cukup untuk melakukan
adzan, berwudhu atau tayammum, menutup aurat, dan melakukan shalat kira-
kira lima raka’at. Pendapat seperti ini menurut qaul jadid. Sedangkan Imam
Nawawi lebih mengunggulkan qaul qadim, yaitu dari terbenamnya matahari
sampai hilangnya mega merah.
.
4) Isya, dinamakan dengan shalat isya karena dilakukan pada waktu isya.
Shalat isya’ dilakukan dengan empat raka’at. Masuknya waktu isya dimulai dari
hilangnya mega merah di ufuk barat, sampai pada terbitnya fajar shadiq. Waktu
melakukan shalat isya dibagi menjadi dua.
a) Waktu ikhtiar, yaitu mulai dari hilangnya mega merah sampai pada sepertiga
malam.
b) waktu jawaz, yaitu dari sepertiga malam, sampai terbitnya fajar shodiq.
Sedangkan menurut syekh Abu Hamid, di dalam waktu isya terdapat waktu
makruh. Yaitu waktu yang dilakukan di antara dua fajar, yakni fajar kazib dan
fajar shadiq.
5) Subuh, dinamakan dengan shalat subuh, karena shalat ini dilakukan pada
waktu subuh. Shalat subuh dilakukan dengan dua raka’at. Subuh sendiri
memiliki makna pagi atau awalnya siang. Subuh memiliki lima waktu, sama
seperti shalat ashar.
a) Waktu Fadilah, yaitu waktu awal. waktu awalnya sholat subuh adalah dari
terbitnya fajar shadiq.
b) waktu ikhtiar, yaitu di mualai dari keluarnya fajar yang kedua, sampa langit
mulai terang, maksutnya matahari belum terbit.
c) waktu jawaz bila karahah, yaitu pada saat langit berwarna kemerah-merahan.
yang terlihat sebelum matahari terbit.
d) waktu jawaz bikarahah, yaitu pada saat matahari hampi terbit.
e) waktu tahrim, yaitu waktu diluar batas yang di tetapkan.8
e. Menghadap Kiblat
Menghadap Kiblat disini adalah menghadap ke Ka’bah dengan dadanya.
Kecuali bagi orang yang tidak mampu. Diantaranya adalah, shalatnya orang
yang ketakutan. Walaupun shalat itu sholat fardu. Maka boleh shalat dengan
keadaan yang memungkinkan, seperti dengan berlari, menunggang, menghadap
kiblat atau tidak menghadap kiblat. Seperi orang yang berlari karena kebakaran,
ada hewan buas, dan ular. Boleh tidak menghadap kiblat, shalat sunnahnya
orang yang sedang dalam perjalanan, Walaupun dengan menunggang atau
berlari. Wajib bagi orang yang sedang dalam perjalanan menyempurnakan ruku’
dan sujudnya, karena dianggap mudahnya melakukan kedua hal tersebut.
8 Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiah Al-Bajuri Ala Ibnu Qasim Al-Ghozi juz awal (Al-Haromain:Surabaya, 2009), hal.
120-129
f. Mengetahui Fardunya Shalat
Tidak sah shalatnya orang yang tidak tahu dengan kefarduannya
shalat, shalat yang disyariatkan, seperti keterangan dalam
kitab Majmu’ dan Raudhah.

B. Rukun Shalat
Dengan menggabungkan tuma’ninahnya shalat dalam satu rukun,
rukunnya shalat dibagi menjadi empat belas, diantaranya sebagai berikut9:
1. Niat
Niat adalah menyengaja melakukan dengan hati . karena suatu hadits
“sahnya suatu amal itu dengan niat”. Hal-hal yang wajib diucapkan dalam hati
ketika melakukan niat shalat adalah sebagai berikut:
a. Sengaja melakukan shalat, supaya membedakan antara shalat dan perbuatan-
perbuatan yang lain.
b. Menentukan shalat yang diniatinya, seperti dhuhur, ashar, atau yang lainya,
supaya membedakan dari shalat yang telah ditentukan.
c. Menyengaja bahwa adanya shalat itu fardu.
Sedangkan menyandarkan niat kepada Allah adalah sunnah. Berbeda dengan
imam Al-Adzra’i yang mengatakan wajibnya menyandarkan niat kepada Allah.
2. Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram dijadikan sebagai pembukaan shalat supaya mushalli bisa
menghadirkan maknanya takbir itu sendiri. Yaitu menunjukkan kepada
keagungan Tuhan. sehingga orang segera bergegas berkhidmad kepada Tuhan,
supaya bisa mencapai kesempuraan baginya sifat haibah dan khusu’. Dalam
Takbiratul ihram wajib disertai niat, karena takbiratul ihram adalah permulaan
rukun. Imam Rafi’i membenarkan bahwa “menyertai niat shalat di awal takbir
sudah cukup”. Maksutnya niatnya sudah sah. Sedangkan lafazd takbirartul
ihram sudah di tentukan, yaitu “Allahu Akbar”. atau “Allahul Akbar”10.
3. Berdiri Bagi Yang Mampu
Berdiri bagi yang mampu disini adalah untuk shalat fardu. Walaupun
shalat yang dinadzari atau diulangi. Baik mampu berdiri sendiri atau degan
pertolongan orang lain. Sah bediri dengan meluruskan ruas-ruas tulang
punggung, sekalipun dengan menyandarkan diri pada sesuatu yang ia bisa jatuh
kalau sesuatu itu tidak ada. Bersandar dihukumi makruh. Berdiri membungkuk
yang agak sedikit ruku’ tidak sah, bila ia mampu berdiri tegak.
Bagi orang yang tidak mampu berdiri, boleh shalat dengan duduk. jika
tidak mampu dengan duduk boleh dengan tidur miring menghadap ke arah
kiblat. Jika tidak mampu tidur miring, boleh dengan terlentang, dengan telapak
kaki mengadap kearah kiblat dan di bawahnya kepala wajib dikasih ganjal atau
bantal, agar wajahnya bisa menghadap kiblat. Kemudian ruku’ dan sujudnya
dengan isarat kepala, jikalau tidak mampu dengan kepala maka dengan pelupuk
9 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 26
10 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 27
mata. Jikalau masih tidak mampu dengan pelupuk mata, maka isyarat dengan
hati. Tidak ada gugurnya kewajiban shalat bagi seseorang, selama akalnya
masih tetap.
4. Membaca Surat Al-fatihah disetiap Raka’at
Wajib membaca fatihah disetiap raka’at pada saat berdiri, Kecuali
raka’atnya orang yang masbuk. Tidak wajib bagi masbuk membaca fatihah
sekiranya tidak dapat menemukan fatihahnya imam pada saat bedirinya imam,
walau disetiap raka’at. Termasuk dalam surat Al-Fatihah adalah basmalah.
Wajib menjaga tasdid-tasdidnya Al-Fatihah, huruf-hurufnya Al-Fatihah,
makhraj-makhrajnya Al-fatihah, dan terus-enerusnya bacaan Al-Fatihah. Orang
yang ragu-ragu apakah sudah membaca basmalah atau belum di tengah-tengah
membaca Al-Fatihah, maka baginya wajib mengulangi Al-Fatihahnya.11
5. Ruku’
Ruku’ adalah membungkukkan badan sekiranya telapak tangan sampai
pada lutut, bukan jari-jari. Belum dikatakan rukuk,jika hanya pucuk jari-jari
yang sampai pada lutut.
6. I’tidal
I’tidal adalah berdiri kembali dari ruku’. Ketika seseorang ragu-ragu dalam
menyempurnakan i’tidal, maka wajib dengan segera mengulangi i’tidal.
Berbeda dengan makmum, jikalau makmum wajib menggantinya dengan satu
raka’at setelah salamnya imam.
7. Melakukan Dua Sujud
Wajib melakukan dua sujud disetiap satu raka’at. Sujud dilakukan
dengan menyungkur. Yaitu bagian pantat dan sekitarnya berada di posisi yang
lebih tinggi dari kepala. Sujud dilakukan dengan meletakkan sebagian
keningnya dengan keadaan terbuka. Jika pada keningnya terdapat pembalut,
maka sujudnya tidak sah. Kecuali balutan luka yang sulit untuk dilepas, maka
sujud dengan keadaan seperti ini sujudnya tetap sah.
8. Duduk di Antara Dua Sujud
Tidak boleh memanjangkan duduk atau i’tidal, karena memanjang disini
bukan suatu hal yang dimaksud. Akan tetapi, rukuk dan i’tidal berfungsi untuk
memisah. Paling lamanya i’tidal adalah kira-kiranya bacaan Al-Fatihah.
Sedangkan maksimalnya duduk di antara dua sujud adalah kira-kira bacaan
tasyahud. Bagi orang yang memanjangkan i’tidal atau sujud melebihi batas
yang ditentukan, padahal ia mengetahui maka sholatnya dihukumi batal.
9. Tuma’ninah
Tuma’ninah wajib dilakukan disetiap ruku’, melakukan dua sujud, duduk
di antara dua sujud, dan i’tidal. Batasan tuma’ninah adalah diamnya anggota
badan sekiranya jadi terpisah perpindahan rukun satu ke rukun yang lain.12
10. Membaca Tasyahud Akhir

11 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 29


12 Ibid, hal. 36
Paling sedikitnya tasyahud akhir adalah seperti yang diriwayatkan oleh
Imam Syafi’i dan Imam Tirmizhi. Yaitu bacaan attahiyah.
11. Membaca Shalawat kepada Nabi
Paling sedikitnya shalawat adalah “Allahumma shalli ‘ala
Muhammad”. Membaca shalawat dilakukan setelah tasyahud akhir.
12. Duduk Tasyahud Akhir
Duduk tasyahud akhir adalah duduk karena membaca tasyahud akhir, atau
karena salam. Sunnah duduk tasyahud akhir dengan duduk tawarak. Duduk
tawarak adalah duduknya oraang menjelang salam, berbeda dengan makmum
yang masbuk ketika imamnya dalam kedaan tasyahud akhir, maka masbuq
dengan duduk iftirasy.
13. Memaca Salam
Salam yang dimaksud disini adalah salam yang pertama. Paling sedikitnya
salam adalah “Assalamualaikum”. Sedangkan mengucapkan
dengan “Alaikumus Salam”. Mengucapkan salam
dengan “Salamualaikum” Belum mencukupi dalam salamnya shalat. Begitu
juga dengan ”salamullah” atau “salamii ‘alaikum”. Bahkan hal ini dapat
membatalkan shalat jika dilakukan dengan sengaja dan mengetahui hukumnya.
14. Tertib
Tertib sesuai dengan rukun-rukun yang telah disebutkan di atas. Orang
yang sengaja merusak tertibnya rukun fi’li, seperti mendahulukan sujud
sebelum ruku’, maka shalatnya dihukumi batal. sedangkan mendahulukan rukun
qauli tidak membahayakan, kecuali salam.13

C. Sunah-Sunah Shalat
1. Sunah Ab’adh
Sunah ab’adh adalah perkara yang disunahkan dalam shalat, dan apabila
meninggalkannya, sunnah melakukan dua sujud sebelum salam. Yaitu yang
biasa disebut dengan sujud sahwi. Dalam besujud sahwi, wajib disertai niat.
Yaitu sejak menurunkan badan, hatinya sudahnya berniat mengerjakan sujud
sahwi. Sunah ab’adh adalah sabagai berikut:14
a. Tasyahud awal, yaitu bacaan yag wajib dibaca pada saat tasyahud akhir.
b. Duduk tasyahud awal, dalam meninggalkan duduk tasyahud, sama dengan
meninggalkan berdiri pada saat qunut. Ketika seseorang tidak bisa memperbaiki
membaca qunut atau tasyahud, dalam keadaan seperti itu, tetap disunahkan
diam seukuran membaca tasyahud dan qunut. Dan jika meninggalkan salah
satunya, maka disunahkan melakukan sujud sahwi.

13 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 38


14 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 41
c. Membaca do’a qunut, yaitu qunut ketika shalat subuh dan witir separonya
bulan Ramadhan.
d. Berdiri ketika membaca do’a qunut.
e. Membaca shalawat kepada Nabi setelah qunut dan tasyahud awal.
f. Membaca shalawat kepada keluarga Nabi setelah qunut dan tasyahud akhir.
Sujud sahwi dapat dilakukan sebab merasa ragu-ragu terhadap sebagian
sunah ab’adh yang telah lewat. Misalnya qunut, sudah melakukan atau belum.
Jika seorang munfarid atau imam lupa melakukan sunah ab’adh, misalnya
tasyahud awal, atau qunut, sedang mereka telah melakukan fardu, baik seperti
berdiri, atau sujud, maka bagi mereka tidak diperkenankan kembali untuk
mengulangi sunah ab’adh tersebut. Sebab fardu adalah lebih utama daripada
sunah.15
2. Sunah Hai’ah
Sunah hai’ah terbagi menjadi lima belas, diantaranya adalah16:
a. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram;
b. Mengangkat kedua tangan ketika ruku’;
c. Mengangkat kedua tangan ketika bangun dari ruku’;
d. Manaruh tangan kanan di atas tangan kiri;
e. Membaca tawajjuh;
f. Membaca ta’awudz;
g. Mengeraskan suara pada waktunya mengeraskan dan mengecilkan suara
pada waktunnya mengecilkan suara;
h. Membaca surat Al-Quran setelah membaca fatihah;
i. Membaca takbir ketika turun karena ruku’ dan ketika bangun dari ruku’;
j. Mengucapkan lafadz “sami’Allahu liman hamidah”;
k. Membaca tasbih ketika ruku dan sujud;
l. Menaruh kedua tangan di atas kedua paha ketika membaca tasyahud;
m. Duduk iftirosy di semua waktu duduk;
n. Duduk tawaru’ di tasyahud akhir;
o. Membaca salam yang kedua.

D. Perkara Yang Membatalkan Shalat


1. Niat memutus shalat, baik shalat fardu atau shalat sunnah, niat memutus
shalat membatalkan shalat. Batal bagi orang yang menggantungkannya dengan
hasilnya suatu perkara, walaupun perkara itu halal dan sudah menjadi
pengadatan.17
2. Merasa ragu bahwa shalatnya telah terputus. Hal seperti ini tidak batal,
jikalau menimpa kepada orang yang memang sudah sering was-was dalam
shalat dan selain shalat.

15 Ibid, hal. 41
16 Muhammad bin Qasim Al-Ghozi As-Syafi’i, Fathu Al-Qarib, hal. 23
17 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 44
3. Pergerakan yang banyak lebih dari tiga kali gerakan yang terus-menerus.
Tidak membatalkan gerakan-gerakan kecil, seperti gerakan jari-jari, dan
pelupuk mata.
4. Berbicara dengan sengaja, walaupun hanya dua huruf secara terus-menerus.
Berbeda dengan membaca Al-Quran, dzikir, dan do’a yang tidak bertujuan
memberi kepahaman seseorang, hal ini tidak membatalkan shalat.
5. Masuknya sesuatu ke dalam perut. Sama halnya dengan yang membatalakan
puasa. Baik sedikit maupun banyak, makan atau minum tetap membatalkan
shalat. Batal juga disebabkan makan yang banyak karena lupa. walaupun hal ini
tidak membatalkan puasa. Tidak batal bagi orang yang tidak tahu atas
kaharaman makan dan minum.
6. Menambah rukun fi’li dengan sengaja. Tidak dalam keadaan bermakmum.
misalnya menambah rukun atau sujud, sekalipun tidak dengan tuma’ninah di
dalamnya. Termasuk membatalkan shalat adalah seseorang dalam keadaan
duduk, kemudian membungkuk sehingga keningnya sejajar dengan depan
lulutnya, sekalipun hal itu dilakukan agar dapat duduk tawaruk dan iftirasy,
yang kedua-duanya disunahkan. Sebab melakukan perbuatan yang membatalkan
shalat itu tidak diampuni adanya demi melakukan perkara yang sunah.
7. Meyakini atau menyangka bahwa kefarduannya shalat adalah sunnahnya
shalat.
8. Hadats, walaupun dengan tidak sengaja.
9. Terkena najis yang yang tidak di ma’fu. tidak batal jika seketika langsung di
buang.
10. Terbukanya aurat, kecuali jika terbukanya aurat disebabkan oleh angin lalu
dengan seketika langsung ditutup kembali.
11. Meninggalkan rukun secara sengaja.
12. Merasa ragu-ragu akan niat takbiratul ihram atau syarat niat itu sendiri,
padahal shalat sudah berjalan satu rukun qauli atau fi’li, atau ragu-ragu yang
lama melampaui sebagian rukun qauli yang terjadi.18

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Shalat adalah ucapan dan perbuatan yang telah ditentukan, diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. Shalat

18 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 46


wajib bagi setiap muslim yang berakal, baligh, dan suci dari haid dan nifas bagi
wanita. Shalat dihukumi sah apabila: 1) orang yang shalat dalam keadaan suci
dari hadats kecil maupun hadats besar; 2) Bersihnya badan, pakaian, dan tempat
sholat dari najis; 3) menutup aurat; 4) mengetahui masuknya waktu
shalat; 5) menghadap kiblat; 6) mengetahui kefarduannya shalat; kefarduan
shalat dinamakan dengan rukun shalat. Rukun shalat diantaranya adalah sebagai
berikut: 1) niat; 2) Takbiratul Ihram; 3) Berdiri Bagi Yang Mampu;
4) Membaca Surat Al-fatihah disetiap Raka’at; 5) Ruku’; 6) I’tidal;
7) Melakukan Dua Sujud; 8) Duduk di Antara Dua Sujud; 9)Tuma’ninah;
10) Membaca Tasyahud Akhir; 11) Membaca Shalawat kepada Nabi;
12) Duduk Tasyahud Akhir; 13) Memaca Salam; 14) Tertib.

B. Kritik Dan Saran


Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kesalahan dan kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran
dari pembaca demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
Amzah
Agama RI, Departemen. hlm
76. Op. Cit.
Agama RI, Departemen
2005. Al- Qur’an dan
Terjemahannya hlm 260. Jakarta:
Syamil Cipta Media.
Syarifuddin, Amir 2013.
Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21.
Jakarta: Kencana.
Abdurrahman Al-Jaziri
1996. Fiqih Empat Madzhab hlm
17. Jakarta: Darul
Ulum Press.
Muhammad Azzam, Abdul
Aziz dkk. hlm 169-170. Op.Cit.
Al-Mabadiul Fiqhiyah Juz 3.
Dzulfatah Yasin, H.A 2022.
Hikmah Shalat Fardhu.
Istiqlal.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
Amzah
Agama RI, Departemen. hlm
76. Op. Cit.
Agama RI, Departemen
2005. Al- Qur’an dan
Terjemahannya hlm 260. Jakarta:
Syamil Cipta Media.
Syarifuddin, Amir 2013.
Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21.
Jakarta: Kencana.
Abdurrahman Al-Jaziri
1996. Fiqih Empat Madzhab hlm
17. Jakarta: Darul
Ulum Press.
Muhammad Azzam, Abdul
Aziz dkk. hlm 169-170. Op.Cit.
Al-Mabadiul Fiqhiyah Juz 3.
Dzulfatah Yasin, H.A 2022.
Hikmah Shalat Fardhu.
Istiqlal.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
Amzah
Agama RI, Departemen. hlm
76. Op. Cit.
Agama RI, Departemen
2005. Al- Qur’an dan
Terjemahannya hlm 260. Jakarta:
Syamil Cipta Media.
Syarifuddin, Amir 2013.
Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21.
Jakarta: Kencana.
Abdurrahman Al-Jaziri
1996. Fiqih Empat Madzhab hlm
17. Jakarta: Darul
Ulum Press.
Muhammad Azzam, Abdul
Aziz dkk. hlm 169-170. Op.Cit.
Al-Mabadiul Fiqhiyah Juz 3.
Dzulfatah Yasin, H.A 2022.
Hikmah Shalat Fardhu.
Istiqlal.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
Amzah
Agama RI, Departemen. hlm
76. Op. Cit.
Agama RI, Departemen
2005. Al- Qur’an dan
Terjemahannya hlm 260. Jakarta:
Syamil Cipta Media.
Syarifuddin, Amir 2013.
Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21.
Jakarta: Kencana.
Abdurrahman Al-Jaziri
1996. Fiqih Empat Madzhab hlm
17. Jakarta: Darul
Ulum Press.
Muhammad Azzam, Abdul
Aziz dkk. hlm 169-170. Op.Cit.
Al-Mabadiul Fiqhiyah Juz 3.
Dzulfatah Yasin, H.A 2022.
Hikmah Shalat Fardhu.
Istiqlal.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA

Rasjid, Sulaiman 2013. Fiqih Islami hlm 153. Bandung: Sinar Baru Algensindo

Muhammad Azzam, Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih Ibadah hlm 152.
Jakarta: Azmah

Agama RI, Departemen. Hlm 76. Op. Cit.


Agama Ri, Departemen 2005. Al-Qur’an dan Terjemahannya hlm 260. Jakarta:
Syamil Cipta Media.

Syarifuddin, Amir 2013. Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21. Jakarta: Kencana.

Abdurrahman Al-Jaziri 1996. Fiqih Empat Madzhab hlm 17. Jakarta:


Darul Ulum Press.

Muhammad Azzam, Abdul Aziz dkk. Hlm 169-170. Op.Cit.

Al-Mabadiul Fiqhiyah Juz 3.

Dzulfatah Yasin, H.A 2022. Hikmah Shalat Fardhu. Istiqlal.or.id

Anda mungkin juga menyukai