PENDAHULUAN
Sholat secara bahasa berarti do’a. Sedangkan secara istilah seperti yang
ucapkan oleh Imam Ar-Rofi’i adalah ucapan dan perbuatan yang di awali
dengan takbir dan di akhri dengan salam dengan beberapa syarat yang telah
ditentukan1. Sedangkan fardu sama dengan wajib. Wajib adalah suatu hal yang
apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.
Sholat yang difardukan diantaranya adalah: shalat lima waktu, shalat jumat, dan
shalat mayit. Namun dalam pembahasan makalah ini adalah shalat lima waktu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Syarat Wajib Shalat Dan Syarat Sahnya Shalat?
2. Menjelaskan Niat Dalam Shalat!
3. Apa Saja Rukun Dalam Shalat ?
4. Sebutkan Sunnah-Sunnah Shalat!
5. Apa Saja Yang Dapat Membatalkan Shalat?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Syarat Wajib Dan Sayarat Sahnya Shalat
2. Mengetahui Tata Cara Niat Dalam Shalat
3. Mengetahui Rukun Dalam Shalat
4. Mengetahui Sunah-Sunahnya Shalat
5. Mengetahui Perkara-Perkara Yang Membatalkan Shalat
1 Muhammad bin Qasim Al-Ghozi As-Syafi’I, Fathu Al-Qorib Al-Mujib (Ibnu Sholihin:Rembang), hal. 18
BAB II
PEMBAHASAN
2 Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiah Al-Bajuri Ala Ibnu Qasim Al-Ghozi juz awal (Al-Haromain:Surabaya), hal. 129
3 Ibid, hal. 129
menghilangkan kedua hadats tersebut. Walaupun ketika mandi, orang tersebut
tidak berniat melakukan wudhu dan tidak mengurutkan anggota wudhu.4
b. Sucinya Badan, Pakaian, dan Tempat dari Najis
Najis yang dimaksud adalah semua jenis najis, baik mukhaffafah,
mutawasitah, ataupun mughaladah. Tidak termasuk najis yang dima’fu. Maka,
tidak sah orang yang shalat dalam keadaan terkena najis, walaupun orang
tersebut lupa atau tidak tahu. Tidak tahu wujudnya najis, dan tidak tahu bahwa
najis itu membatalkan.
c. Menutup Aurat
Adapun uarat orang laki-laki dan wanita amat (budak) yaitu anggota di
antara pusar dan kedua lutut. Sedangkan uaratnya wanita merdeka di waktu
shalat adalah seluruh anggota badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan,
baik luarnya ataupun dalamnya sampai kepada pergelangan. Wajib menutup
aurat, baik dalam keadaan sepi atau gelap.5 Berbeda dengan orang yang tidak
mampu untuk menutup aurat, maka baginya tetap wajib melakukan shalat dalam
keadaan telanjang tanpa harus mengualang kembali sholatnya, walaupun
ada satir (tutup uarat) yang terkena najis. Dinama satir tersebut tidak sempat
untuk dibersihkan, bukan satir yang sempat untuk disucikan. Berbeda jika orang
tersebut hanya menemukan satir yang bisa menutup sebagian uarat, maka yang
wajib ditutup terlebih dahulu adalah dua kemaluannya.6
d. Mengetahui Waktunya Shalat
Mengetahui waktunya shalat baik secara yakin maupun prasangka. Orang
yang melakukan shalat, tanpa mengetahui waktunya shalat, maka shalatnya
tidak sah, walaupun telah masuk pada waktunya. Berikut penjelasan waktu
shalat:7
1) Dhuhur, dinamakan shalat dhuhur karena shalat ini jelas. maksutnya terlihat
dilakukan di siang hari. Shalat dhuhur dilakukan dengan empat raka’at.
Masuknya waktu shalat dhuhur dimulai dari condongnya matahari dari tengah
sedikit ke kearah barat sampai bayangan suatu benda sama dengan bendanya.
2) Ashar, dinamakan ashar karena shalat ini dilakukan pada waktu ashar atau
mendekati mendekati ghurub. Jumlah raka’at dalam shalat ashar adalah empat.
Waktu ashar di mulai dari bayangan suatu benda sama dengan bendanya dan
posisi matahari berada di sebelah barat, sampai terbenamnya matahari. Dalam
melakukan shalat ashar, waktu shalat ashar di bagi menjadi lima waktu;
a) waktu fadhilah, yaitu dilakukan pada awal waktu;
b) waktu ikhtiar;
c) waktu jawaz bikarahah;
d) waktu jauzah bila karahah;
4 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in Bisarkhi Qurroh Al-‘Ain bi Muhimmah Ad-Din (Dar AL-Kotob Al-
Ilmiyah: beirut, 2013), hal. 18
5 Muhammad bin Qasim Al-Ghozi As-Syafi’i, Fathu Al-Qarib Al-Mujib (Ibnu Sholihin:Rembang), hal. 20
6 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in Bisarkhi Qurroh Al-‘Ain bi Muhimmah Ad-Din (Dar AL-Kotob Al-
Ilmiyah: beirut, 2013), hal. 24
7 Muhammad bin Qasim Al-Ghozi As-Syafi’i, Fathu Al-Qarib, hal. 18-19
e) waktu tahrim, yaitu melakukan shalat di luar waktu yang telah di tetapkan.
3) Maghrib, shalat magrib dilakukan dengan tiga raka’at. Dinamakan shalat
maghrib karena dilakukan pada waktu ghurub. Adapun waktu shalat maghrib
dimulai dari terbenamnya matahari sampai kira-kira cukup untuk melakukan
adzan, berwudhu atau tayammum, menutup aurat, dan melakukan shalat kira-
kira lima raka’at. Pendapat seperti ini menurut qaul jadid. Sedangkan Imam
Nawawi lebih mengunggulkan qaul qadim, yaitu dari terbenamnya matahari
sampai hilangnya mega merah.
.
4) Isya, dinamakan dengan shalat isya karena dilakukan pada waktu isya.
Shalat isya’ dilakukan dengan empat raka’at. Masuknya waktu isya dimulai dari
hilangnya mega merah di ufuk barat, sampai pada terbitnya fajar shadiq. Waktu
melakukan shalat isya dibagi menjadi dua.
a) Waktu ikhtiar, yaitu mulai dari hilangnya mega merah sampai pada sepertiga
malam.
b) waktu jawaz, yaitu dari sepertiga malam, sampai terbitnya fajar shodiq.
Sedangkan menurut syekh Abu Hamid, di dalam waktu isya terdapat waktu
makruh. Yaitu waktu yang dilakukan di antara dua fajar, yakni fajar kazib dan
fajar shadiq.
5) Subuh, dinamakan dengan shalat subuh, karena shalat ini dilakukan pada
waktu subuh. Shalat subuh dilakukan dengan dua raka’at. Subuh sendiri
memiliki makna pagi atau awalnya siang. Subuh memiliki lima waktu, sama
seperti shalat ashar.
a) Waktu Fadilah, yaitu waktu awal. waktu awalnya sholat subuh adalah dari
terbitnya fajar shadiq.
b) waktu ikhtiar, yaitu di mualai dari keluarnya fajar yang kedua, sampa langit
mulai terang, maksutnya matahari belum terbit.
c) waktu jawaz bila karahah, yaitu pada saat langit berwarna kemerah-merahan.
yang terlihat sebelum matahari terbit.
d) waktu jawaz bikarahah, yaitu pada saat matahari hampi terbit.
e) waktu tahrim, yaitu waktu diluar batas yang di tetapkan.8
e. Menghadap Kiblat
Menghadap Kiblat disini adalah menghadap ke Ka’bah dengan dadanya.
Kecuali bagi orang yang tidak mampu. Diantaranya adalah, shalatnya orang
yang ketakutan. Walaupun shalat itu sholat fardu. Maka boleh shalat dengan
keadaan yang memungkinkan, seperti dengan berlari, menunggang, menghadap
kiblat atau tidak menghadap kiblat. Seperi orang yang berlari karena kebakaran,
ada hewan buas, dan ular. Boleh tidak menghadap kiblat, shalat sunnahnya
orang yang sedang dalam perjalanan, Walaupun dengan menunggang atau
berlari. Wajib bagi orang yang sedang dalam perjalanan menyempurnakan ruku’
dan sujudnya, karena dianggap mudahnya melakukan kedua hal tersebut.
8 Ibrahim Al-Bajuri, Hasyiah Al-Bajuri Ala Ibnu Qasim Al-Ghozi juz awal (Al-Haromain:Surabaya, 2009), hal.
120-129
f. Mengetahui Fardunya Shalat
Tidak sah shalatnya orang yang tidak tahu dengan kefarduannya
shalat, shalat yang disyariatkan, seperti keterangan dalam
kitab Majmu’ dan Raudhah.
B. Rukun Shalat
Dengan menggabungkan tuma’ninahnya shalat dalam satu rukun,
rukunnya shalat dibagi menjadi empat belas, diantaranya sebagai berikut9:
1. Niat
Niat adalah menyengaja melakukan dengan hati . karena suatu hadits
“sahnya suatu amal itu dengan niat”. Hal-hal yang wajib diucapkan dalam hati
ketika melakukan niat shalat adalah sebagai berikut:
a. Sengaja melakukan shalat, supaya membedakan antara shalat dan perbuatan-
perbuatan yang lain.
b. Menentukan shalat yang diniatinya, seperti dhuhur, ashar, atau yang lainya,
supaya membedakan dari shalat yang telah ditentukan.
c. Menyengaja bahwa adanya shalat itu fardu.
Sedangkan menyandarkan niat kepada Allah adalah sunnah. Berbeda dengan
imam Al-Adzra’i yang mengatakan wajibnya menyandarkan niat kepada Allah.
2. Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram dijadikan sebagai pembukaan shalat supaya mushalli bisa
menghadirkan maknanya takbir itu sendiri. Yaitu menunjukkan kepada
keagungan Tuhan. sehingga orang segera bergegas berkhidmad kepada Tuhan,
supaya bisa mencapai kesempuraan baginya sifat haibah dan khusu’. Dalam
Takbiratul ihram wajib disertai niat, karena takbiratul ihram adalah permulaan
rukun. Imam Rafi’i membenarkan bahwa “menyertai niat shalat di awal takbir
sudah cukup”. Maksutnya niatnya sudah sah. Sedangkan lafazd takbirartul
ihram sudah di tentukan, yaitu “Allahu Akbar”. atau “Allahul Akbar”10.
3. Berdiri Bagi Yang Mampu
Berdiri bagi yang mampu disini adalah untuk shalat fardu. Walaupun
shalat yang dinadzari atau diulangi. Baik mampu berdiri sendiri atau degan
pertolongan orang lain. Sah bediri dengan meluruskan ruas-ruas tulang
punggung, sekalipun dengan menyandarkan diri pada sesuatu yang ia bisa jatuh
kalau sesuatu itu tidak ada. Bersandar dihukumi makruh. Berdiri membungkuk
yang agak sedikit ruku’ tidak sah, bila ia mampu berdiri tegak.
Bagi orang yang tidak mampu berdiri, boleh shalat dengan duduk. jika
tidak mampu dengan duduk boleh dengan tidur miring menghadap ke arah
kiblat. Jika tidak mampu tidur miring, boleh dengan terlentang, dengan telapak
kaki mengadap kearah kiblat dan di bawahnya kepala wajib dikasih ganjal atau
bantal, agar wajahnya bisa menghadap kiblat. Kemudian ruku’ dan sujudnya
dengan isarat kepala, jikalau tidak mampu dengan kepala maka dengan pelupuk
9 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 26
10 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 27
mata. Jikalau masih tidak mampu dengan pelupuk mata, maka isyarat dengan
hati. Tidak ada gugurnya kewajiban shalat bagi seseorang, selama akalnya
masih tetap.
4. Membaca Surat Al-fatihah disetiap Raka’at
Wajib membaca fatihah disetiap raka’at pada saat berdiri, Kecuali
raka’atnya orang yang masbuk. Tidak wajib bagi masbuk membaca fatihah
sekiranya tidak dapat menemukan fatihahnya imam pada saat bedirinya imam,
walau disetiap raka’at. Termasuk dalam surat Al-Fatihah adalah basmalah.
Wajib menjaga tasdid-tasdidnya Al-Fatihah, huruf-hurufnya Al-Fatihah,
makhraj-makhrajnya Al-fatihah, dan terus-enerusnya bacaan Al-Fatihah. Orang
yang ragu-ragu apakah sudah membaca basmalah atau belum di tengah-tengah
membaca Al-Fatihah, maka baginya wajib mengulangi Al-Fatihahnya.11
5. Ruku’
Ruku’ adalah membungkukkan badan sekiranya telapak tangan sampai
pada lutut, bukan jari-jari. Belum dikatakan rukuk,jika hanya pucuk jari-jari
yang sampai pada lutut.
6. I’tidal
I’tidal adalah berdiri kembali dari ruku’. Ketika seseorang ragu-ragu dalam
menyempurnakan i’tidal, maka wajib dengan segera mengulangi i’tidal.
Berbeda dengan makmum, jikalau makmum wajib menggantinya dengan satu
raka’at setelah salamnya imam.
7. Melakukan Dua Sujud
Wajib melakukan dua sujud disetiap satu raka’at. Sujud dilakukan
dengan menyungkur. Yaitu bagian pantat dan sekitarnya berada di posisi yang
lebih tinggi dari kepala. Sujud dilakukan dengan meletakkan sebagian
keningnya dengan keadaan terbuka. Jika pada keningnya terdapat pembalut,
maka sujudnya tidak sah. Kecuali balutan luka yang sulit untuk dilepas, maka
sujud dengan keadaan seperti ini sujudnya tetap sah.
8. Duduk di Antara Dua Sujud
Tidak boleh memanjangkan duduk atau i’tidal, karena memanjang disini
bukan suatu hal yang dimaksud. Akan tetapi, rukuk dan i’tidal berfungsi untuk
memisah. Paling lamanya i’tidal adalah kira-kiranya bacaan Al-Fatihah.
Sedangkan maksimalnya duduk di antara dua sujud adalah kira-kira bacaan
tasyahud. Bagi orang yang memanjangkan i’tidal atau sujud melebihi batas
yang ditentukan, padahal ia mengetahui maka sholatnya dihukumi batal.
9. Tuma’ninah
Tuma’ninah wajib dilakukan disetiap ruku’, melakukan dua sujud, duduk
di antara dua sujud, dan i’tidal. Batasan tuma’ninah adalah diamnya anggota
badan sekiranya jadi terpisah perpindahan rukun satu ke rukun yang lain.12
10. Membaca Tasyahud Akhir
C. Sunah-Sunah Shalat
1. Sunah Ab’adh
Sunah ab’adh adalah perkara yang disunahkan dalam shalat, dan apabila
meninggalkannya, sunnah melakukan dua sujud sebelum salam. Yaitu yang
biasa disebut dengan sujud sahwi. Dalam besujud sahwi, wajib disertai niat.
Yaitu sejak menurunkan badan, hatinya sudahnya berniat mengerjakan sujud
sahwi. Sunah ab’adh adalah sabagai berikut:14
a. Tasyahud awal, yaitu bacaan yag wajib dibaca pada saat tasyahud akhir.
b. Duduk tasyahud awal, dalam meninggalkan duduk tasyahud, sama dengan
meninggalkan berdiri pada saat qunut. Ketika seseorang tidak bisa memperbaiki
membaca qunut atau tasyahud, dalam keadaan seperti itu, tetap disunahkan
diam seukuran membaca tasyahud dan qunut. Dan jika meninggalkan salah
satunya, maka disunahkan melakukan sujud sahwi.
15 Ibid, hal. 41
16 Muhammad bin Qasim Al-Ghozi As-Syafi’i, Fathu Al-Qarib, hal. 23
17 Zainuddin bin Abdul Aziz, Fathu Al-Mu’in, hal. 44
3. Pergerakan yang banyak lebih dari tiga kali gerakan yang terus-menerus.
Tidak membatalkan gerakan-gerakan kecil, seperti gerakan jari-jari, dan
pelupuk mata.
4. Berbicara dengan sengaja, walaupun hanya dua huruf secara terus-menerus.
Berbeda dengan membaca Al-Quran, dzikir, dan do’a yang tidak bertujuan
memberi kepahaman seseorang, hal ini tidak membatalkan shalat.
5. Masuknya sesuatu ke dalam perut. Sama halnya dengan yang membatalakan
puasa. Baik sedikit maupun banyak, makan atau minum tetap membatalkan
shalat. Batal juga disebabkan makan yang banyak karena lupa. walaupun hal ini
tidak membatalkan puasa. Tidak batal bagi orang yang tidak tahu atas
kaharaman makan dan minum.
6. Menambah rukun fi’li dengan sengaja. Tidak dalam keadaan bermakmum.
misalnya menambah rukun atau sujud, sekalipun tidak dengan tuma’ninah di
dalamnya. Termasuk membatalkan shalat adalah seseorang dalam keadaan
duduk, kemudian membungkuk sehingga keningnya sejajar dengan depan
lulutnya, sekalipun hal itu dilakukan agar dapat duduk tawaruk dan iftirasy,
yang kedua-duanya disunahkan. Sebab melakukan perbuatan yang membatalkan
shalat itu tidak diampuni adanya demi melakukan perkara yang sunah.
7. Meyakini atau menyangka bahwa kefarduannya shalat adalah sunnahnya
shalat.
8. Hadats, walaupun dengan tidak sengaja.
9. Terkena najis yang yang tidak di ma’fu. tidak batal jika seketika langsung di
buang.
10. Terbukanya aurat, kecuali jika terbukanya aurat disebabkan oleh angin lalu
dengan seketika langsung ditutup kembali.
11. Meninggalkan rukun secara sengaja.
12. Merasa ragu-ragu akan niat takbiratul ihram atau syarat niat itu sendiri,
padahal shalat sudah berjalan satu rukun qauli atau fi’li, atau ragu-ragu yang
lama melampaui sebagian rukun qauli yang terjadi.18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat adalah ucapan dan perbuatan yang telah ditentukan, diawali
dengan takbir dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. Shalat
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
Amzah
Agama RI, Departemen. hlm
76. Op. Cit.
Agama RI, Departemen
2005. Al- Qur’an dan
Terjemahannya hlm 260. Jakarta:
Syamil Cipta Media.
Syarifuddin, Amir 2013.
Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21.
Jakarta: Kencana.
Abdurrahman Al-Jaziri
1996. Fiqih Empat Madzhab hlm
17. Jakarta: Darul
Ulum Press.
Muhammad Azzam, Abdul
Aziz dkk. hlm 169-170. Op.Cit.
Al-Mabadiul Fiqhiyah Juz 3.
Dzulfatah Yasin, H.A 2022.
Hikmah Shalat Fardhu.
Istiqlal.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
Amzah
Agama RI, Departemen. hlm
76. Op. Cit.
Agama RI, Departemen
2005. Al- Qur’an dan
Terjemahannya hlm 260. Jakarta:
Syamil Cipta Media.
Syarifuddin, Amir 2013.
Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21.
Jakarta: Kencana.
Abdurrahman Al-Jaziri
1996. Fiqih Empat Madzhab hlm
17. Jakarta: Darul
Ulum Press.
Muhammad Azzam, Abdul
Aziz dkk. hlm 169-170. Op.Cit.
Al-Mabadiul Fiqhiyah Juz 3.
Dzulfatah Yasin, H.A 2022.
Hikmah Shalat Fardhu.
Istiqlal.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
Amzah
Agama RI, Departemen. hlm
76. Op. Cit.
Agama RI, Departemen
2005. Al- Qur’an dan
Terjemahannya hlm 260. Jakarta:
Syamil Cipta Media.
Syarifuddin, Amir 2013.
Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21.
Jakarta: Kencana.
Abdurrahman Al-Jaziri
1996. Fiqih Empat Madzhab hlm
17. Jakarta: Darul
Ulum Press.
Muhammad Azzam, Abdul
Aziz dkk. hlm 169-170. Op.Cit.
Al-Mabadiul Fiqhiyah Juz 3.
Dzulfatah Yasin, H.A 2022.
Hikmah Shalat Fardhu.
Istiqlal.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
Amzah
Agama RI, Departemen. hlm
76. Op. Cit.
Agama RI, Departemen
2005. Al- Qur’an dan
Terjemahannya hlm 260. Jakarta:
Syamil Cipta Media.
Syarifuddin, Amir 2013.
Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21.
Jakarta: Kencana.
Abdurrahman Al-Jaziri
1996. Fiqih Empat Madzhab hlm
17. Jakarta: Darul
Ulum Press.
Muhammad Azzam, Abdul
Aziz dkk. hlm 169-170. Op.Cit.
Al-Mabadiul Fiqhiyah Juz 3.
Dzulfatah Yasin, H.A 2022.
Hikmah Shalat Fardhu.
Istiqlal.or.id
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013.
Fiqih Islami hlm 153. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam,
Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih
Ibadah hlm 152. Jakarta:
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman 2013. Fiqih Islami hlm 153. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Muhammad Azzam, Abdul Aziz dkk 2013. Fiqih Ibadah hlm 152.
Jakarta: Azmah
Syarifuddin, Amir 2013. Garis-Garis Besar Fiqih hlm 21. Jakarta: Kencana.