Kata Jama’ berasal dari Masdar fi’il tsulasi يجمع ع – جمعع ع- جمع عyang
artinya mengabungkan, menyatukan, atau mengumpulkan. Menurut istilah jama’
adalah menggabungkan atau melakukan dua solat dalam satu waktu, seperti
sholat dzuhur dan asar, serta solat magrib dan isya dan boleh melakukannya
pada salah satu waktu.1
1
Nasriati, “meningkatkan hasil belajar fiqih melalui penerapan metode pembelajaran demostrasi
materi shalat jamak, qasar, jamak qasar dan shalat dalam keadaan darurat siswa di kelas VII-3 MTSN 2 Kendiri,”
Jurnal amanah Pendidikan dan pengajaran 2, no. 1 (2021): 78.
c. Takbirotul Ikhram.
d. Melaksanakan sholat dhuhur 4 rakaat.
e. Salam.
f. Berdiri lagi dan berniat sholat yang kedua yakni Ashar.
g. Niat
h. Takbirotul Ikhram.
i. Melaksanakan sholat ashar 4 rakaat.
j. Salam.
C. SEBAB-SEBAB DIBOLEHKANNYA MELAKUKAN SHOLAT JAMA’
Seluruh ulama berpendapat bahwa melakukan sholat jama’ telah
diperbolehkan dalam syariat islam, namun terdapat sebab-sebab yang menjadi
alasan seseorang diperbolehkan melakukan solat jama’. Di antara sebab-sebab
yang membolehkan jama' dan disepakati ulama adalah haji dan safar. Sedangkan
sebab lainnya seperti sakit, haji, hujan, takut atau tanpa sebab yang pasti,
hukumnya masih menjadi diperdebatkan para ulama. Maka penjelasan tentang
sebab-sebab diperbolehkan melakukan sholat jama’ yaitu sebagai berikut:2
1. Haji
Para ulama telah sepakat bahwa haji merupakan salah satu penyebab
dibolehkanya melakukan sholat jama’, bahkan sebagian ulama ada yang berpendapat
bahwa melakukan sholat jama’ pada saat haji adalah wajib.
2
Hanan Ahmad Sukri dan Nurul Ilyana Muhd Adnan, “Ta’lil jamak sholat mengikuti pandangan empat
mazhab,” Jurnal international journal of Islamic studies Al- Qanatir 17, no. 1 (2020): 21–25.
3
Siti Muslimah dan Shal Abidin, “Studi komperatif menurut imam hanfi dna imam syafi’I tentang sholat
jamak dan qashar bagi musafir,” Jurnal ilmu sosial dan humaniora 2, no. 1 (2019): 14–15.
1. Niat
Niat sholat jama’ dilakukan berbarengan saat melakukan takbirotul
ihram.
2. Berururutan
4
Ahmad Sarwat, Shalat Jama’ (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publis, 2018), 29–31.
10 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
KETENTUAN SHOLAT DALAM KEADAAN DARURAT
Sholat dalam keadaan darurat sering juga disebut dengan sholat Khauf.
Secara Bahasa khauf artinya takut, sedangkan secara istilah khauf adalah
keadaan seseorang yang mengalami sebuah kejadian yang menakutkan sehingga
ia senantiasa waspada takut terjadi sesuatu. Sehingga dari penjelasan singkat
tentang khauf, maka yang dimaksud dengan sholat khauf adalah sholat yang
dilakukan pada saat dalam keadaan yang tidak bisa dihiraukan sehingga
seseotang itu takt dan was-was akan keadaan sekitarnya.5
Adapun macam-macam sholat khauf itu ada tiga dalam kitab fathul qarib
yaitu, sebagai berikut:6
1. Sholat dzatirriqa’
Salah satunya adalah posisi musuh berada di selain arah kiblat, dan
jumlah mereka terhitung sedikit sedangkan jumlah orang muslim relatif
banyak, sekira setiap kelompok dari pihak muslim bisa sebanding dengan
musuh. Maka seorang imam membagi pasukan muslim menjadi dua
kelompok, satu kelompok berada di arah musuh untuk memantau mereka,
dan satu kelompok berdiri dibelakang imam. Maka imam melaksanakan
sholat satu rakaat Bersama kelompok yang berada di belakangnya. Kemudian
setelah selesai rakaat pertama, kelompok tersebut menyempurnakan sisa
sholatnya sendiri, dan setelah selesai langsung berangkat keposisi arah
musuh untuk memantaunya.
Kemudian kelompok yang satunya datang, yaitu kelompok yang
memantau musuh saat pelaksanaan rakaat pertama. Kemudian imam
melaksanakan satu rakaat Bersama dengan kelompok tersebut. Ketika imam
sedang melaksanakan duduk tasyahud, maka kelompok tersebut memisahkan
diri dan menyempurnakan sholatnya sendiri, kemudian imam menanti
5
Tasmin Tangngareng, “Hadis-hadis Ta’ arud tentang cara pelaksanaan sholat khauf, jurnal sulesana,”
Jurnal Sulesana 7, no. 2 (2012): 76.
6
Muhammad Bin Qasim, Terjemahan Kitab Fathul Qorib (Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang, t.t.),
96–98.
11 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
mereka dan melakukan salam bersama mereka. Kemudian imam
melaksanakan satu rakaat Bersama dengan kelompok tersebut. Ketika imam
sedang melaksanakan duduk tasyahud, maka kelompok tersebut memisahkan
diri dan menyempurnakan sholatnya sendiri, kemudian imam menanti
mereka dan melakukan salam bersama mereka.
2. Sholat Al’ Asfan
Bentuk sholat khauf kedua adalah posisi musuh berada di arah kiblat,
di tempat yang bisa terlihat oleh pandangan orang muslim. Jumlah pasukan
muslim cukup banyak yang mungkin untuk dibagi. Maka imam membagi
mereka menjadi dua shof misalnya. Imam melakukan takbiratul ihram
Bersama mereka semuanya. Ketika imam sujud di rakaat pertama, maka
salah satuh shof melakukan sujud dua kali bersamanya, sedangkan shof yang
lain tetap berdiri mengawasi musuh. Ketika imam mengangkat kepala, maka
shof yang lain ini melakukan sujud dan menyusul imam. Imam melakukan
tasyahud dan salam bersama kedua shof tersebut. Dan ini adalah sholat ang
dilakukan oleh Rosulullah Saw di daerah ‘Asfan, yaitu suatu desa yang
berada di jalur jama’ah haji yang datang dari dari Mesir, dan berjarak dua
marhalah dari Makkah.
3. Sholat Syiddah Al Khauf
Bentuk sholat khauf ke tiga adalah saat berada dalam keadaan sangat
genting dan berkecamuknya peperangan. ‚iltihamul harbi‛ adalah bentuk
kiasan dari sangat bercampurnya antara kaum sekira badan sebagian dari
mereka bertemu dengan badan sebagian yang lain, sehingga mereka tidak
bisa menghindar dari peperangan dan tidak mampu untuk turun dari
kendaraan jika naik kendaraan dan tidak mampu berpaling jika mereka
berjalan kaki.
Sehingga masing-masing pasukan melakukan sholat semampunya,
berjalan atau naik kendaraan, menghadap kiblat ataupun tidak menghadap
kiblat. Mereka dimaafkan di dalam melakukan gerakan-gerakan yang cukup
banyak saat sholat seperti beberapa pukulan secara terus menerus.
12 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
Banyak perbedaan Pendapat para imam mazhab tentang sholat khauf
salah satunya yaitu imam Syafi’i, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa
apabila perang telah berkecamuk, saling berhadapan, ketekutan telah
memuncak, maka hendaklah dikerjakan shalat dalam keadaan itu sedapat
mungkin, menghadap Kiblat atau tidak, serta mengisyaratkan saja dengan
kepala sebagai pengganti rukuk dan sujud.
Namun berbeda dengan imam Hanafi yang berpendapat dalam keadaan
tersebut, tidak dikerjakan shalat, melainkan diakhirkan hingga peperangan
telah reda, yakni hingga shalat dapat dikerjakan sebagaimana mestinya.
Nah pendapat imam Hanafi ini bertentangan dengan pendapat imam
Maliki, Syafi’i dan Hambali yang tidak memperbolehkan mengakhirkan
shalat, melainkan harus shalat sedapat mungkin. Sudah mencukupi apabila
mereka shalat menurut kemampuan, dengan berjalan atau di atas kendaraan,
baik menghadap Kiblat ataupun tidak, dengan menggunakan isyarat untuk
rukuk dan sujud dengan kepala.
2. Berjama’ah atau sendiri
Tentang pendapat apakah sholat khauf harus jama’ah atau sendiri para
ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama mengatakan sholat khauf boleh
dikerjakan dengan cara jama’ah atau sendiri, namun imam Hanafi
berpendapat bahwa sholat khauf tidak boleh dikerjakan secara berjama’ah.
13 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
SHALAT QASHAR
Ciri khas syariat Islam adalah keringanan dan kemudahan yang tersebar di hampir
semua bagian ibadah. Salah satunya adalah keringanan untuk mengqashar shalat.
Mengqashar adalah mengurangi jumlah rakaat shalat ruba'iyah (yang jumlah rakaatnya
empat) menjadi dua rakaat. Namun semua keringanan itu punya aturan, sejumlah syarat
dan ketentuan untuk bisa dilakukan. Tidak boleh asal mengurangi begitu saja.
Sebagaimana dam Firman Allah Pada (QS. An Nisa : 101), Allah Berfirman
َص ٰلو ِة ۖ ا ِْن ِخ ْفت ُ ْم اَ ْن يَّ ْف ِتنَ ُك ُم الَّ ِذيْن ُ علَ ْي ُك ْم ُجنَ ٌح اَ ْن تَ ْق
َّ ص ُر ْوا ِمنَ ال َ ْس َ ض فَلَي ِ ض َر ْبت ُ ْم ِفى ْاالَ ْر َ َواِذَا
َ َكف َُر ْوا ا َِّن ْال ٰك ِف ِريْنَ َك نُ ْوا لَ ُك ْم
ًعد ًُّوا ُّم ِب ْين
Artinya : “Dan apabila kamu bepergian di atas bumi, maka tidaklah mengapa kamu
meringkas shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-
orang kafir itu adalah musuh kamu yang amat nyata : (QS. An Nisa : 101).
Adapun makna dari ayat tersebut yakni, Allah telah memperbolehkan manusia
untuk meringkas sholatnya dalam keadaan musafir atau darurat. Namun tidak semua
sholat fardhu dapat di qashar, hanya sholat fardhu tertentu saja, seperti, salat dhuhur,
ashar, isya’. Shalat maghrib dan shubuh tidak boleh diqashar karena jumlah rakaatnya
tidak empat rakaat.
Shalat qaṣar menjadi sah apabila dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
14 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
1. Hendaknya perjalanan itu merupakan perjalanan yang dibolehkan bukan perjalanan
yang diharamkan ataupun dilarang.
2. Shalat yang boleh diqaṣar hanya shalat yang empat raka‟at saja, dan bukan shalat
qadha, shalat yang empat raka‟at ialah shalat zhuhur, ashar dan „isya. Cara mengqaṣar
ialah shalat yang empat raka‟at itu dikerjakan (dijadikan) dua raka‟at saja sebagaimana
sabda Nabi saw yang Artinya : “Abu Ma‟mar menyampaikan kepada kami Abdul
Warits, dari Yahya bin Abu Ishaq yang berkata, saya mendengar Anas berkata, “kami
bepergian bersama Nabi dari Madinah ke Mekah. Dalam perjalanan, Nabi SAW
melakukan shalat dua rakaat-dua rakaat sampai kami pulang kembali ke
Madinah.”Aku (Abu Ishaq) bertanya, “Apakah kalian tinggal sementara di Mekah?”
Anas menjawab,”kami tinggal di Mekah selama sepuluh hari”.
3. Niat mengqaṣar pada waktu takbiratul ihram
4. Tidak menjadi ma‟mum kepada orang shalat yang bukan musafir.
5. Baligh adalah syarat menurut mażhab Hanafi. Akan tetapi, mayoritas ulama tidak
mensyaratkannya maka anak kecil boleh mengqaṣar shalat. Karena, setiap orang yang
memiliki tujuan yang benar dan niat melakukan perjalanan, serta mencapai jarak yang
ditentukan maka ia boleh mengqaṣar shalat.
6. Jarak perjalanan mencapai 1 Faraskh. Para ulama sepakat menyatakan bahwa jarak 1
farsakh itu sama dengan 4 mil. Dalam tahkik kitab Bidayatul Mujtahid dituliskan bahwa
4 burud itu sama dengan 88,704 km . Meski jarak itu bisa ditempuh hanya dengan satu
jam naik pesawat terbang, tetap dianggap telah memenuhi syarat perjalanan. Karena
yang dijadikan dasar bukan lagi hari atau waktu, melainkan jarak tempuh.
C. TATA CARA PELAKSANAAN SHALAT QASHAR
Pada hakikatnya, tata cara pelaksaan sholat qoshor sama seperti sholat pada
umumnya. Yang membedakan adalah sholat qoshor ini berjumlah 2 rakaat. Sebagaimana
tata cara lebih rincinya sebagai berikut.
15 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
Artinya : “Bila kamu mengadakan perjalan dimuka bumi bumi, tidaklah kamuberdosa
jika kamu memendekkan sholat” (Q. S An-Nisa : 101).
Untuk memendekan shalat Dzuhur, Ashar, dan Isya‟ dar empat rakaat menjadi
dua rakaat. Sedangkan shalat Maghrib dan Shubuh tetap dalam bilangannya, ia tidak
boleh untuk dipendekkan lagi karena apabila shalat Shubuh dijadikan satu rakaat
maka kriteria shalat fardhu tidak ada yang sepadan dengannya, sedangkan bila shalat
magrib dijadikan dua rakaat, sifat bilangan ganjilnya akan hilang
D. PENDAPAT PARA ULAMA’
Sebagian para ulama berbeda pendapat mengenai sholat qasar itu sendiri, Menurut
mażhab Hanafi dilarang mengqaṣar shalat jika berniat untuk bermukim meskipun sedang
shalat selama belum keluar dari waktunya dan tidak lebih dari setengah bulan, lima belas
hari penuh atau lebih. Maksudnya adalah apabila seseorang melakukan perjalanan dengan
niat untuk menjadi mukim atau untuk tinggal tetap di daerah tertentu, maka ia tidak
diperbolehkan untuk mengqaṣar shalatnya meskipun masih dalam waktu Seseorang boleh
mengqasar shalatnya apabila ia tidak melakukan perjalanan dan tidak memiliki niat untuk
bermukiman atau tetap didaerah tertentu.
Mażhab Hanafi beragumen bahwa waktu-waktu shalat itu telah ditetapkan secara
mutawatir maka tidak boleh untuk ditinggalkan hanya karena adanya satu khabar. Dalam
kitab Alquran dan riwayat-riwayat yang mutawatir, hal ini tidak ada perbedaan pendapat di
kalangan ulama. Oleh karena itu tidak boleh melaksanakan shalat di luar waktu-waktu
tersebut, kecuali berdasarkan nash-nash yang pasti. Adapun hadis-hadis yang menyebutkan
adanya jama‟ shalat itu sifatnya tidak pasti (muhtamat). Tidak layak menafikan sesuatu
yang sudah pasti dengan sesuatu yang tidak pasti. Semua hadis-hadis yang berbicara
tentang masalah jama‟ ini adalah tidak pasti (muhtamal).
Mazhab Hanafi memperkuat pendapat dengan hadis dari Ibnu Mas‟ud r.a. seperti
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang Artinya :”Demi zat yang tiada Tuhan
selain Dia (Allah), Rasulullah saw tidak pernah melakukan shalat kecuali pada waktunya,
kecuali dua salat saja. Beliau saw pernah menjama‟ salat Zuhur dan Ashar ketika berada
di Arafah dan juga shalat Magrib dan Isya, yaitu di Muzdalifah.”
16 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
unta yang membawa beban berat seperti biasanya berjalan, menurunkan barang, berangkat,
makan, minum, dan shalat. Seperti jarak antara kota Jeddah-Mekkah, atau Thaif-Mekkah,
ataupun juga „Usfan-Mekkah. Bila diukur dari jarak berangkatnya dengan empat Burud
atau enam belas Farsakh ataupun empat puluh delapan mil Hasyimi (48 mil). Satu mil itu
enam ribu hasta, seperti yang disebutkan mażhab Sayafi‟i. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah saw yang Artinya: “Dari Ibnu Abbas bahwa Rasullah Saw bersabda : wahai
penduduk Mekkah ! janganlah kalian qashar shalat dalam perjalanan kurang dari empat
burut, yaitu dari Mekkah ke „Asafan (H.R.Daraquthni)”.
Menurut mażhab Syafi‟i, tidak boleh mendapatkan kemudahan secara khusus dalam
perjalanan seperti shalat qaṣar, jama‟, berbuka puasa, mengusap sepatu kulit selama tiga
hari dan shalat di atas kendaraan jika perjalanannya untuk maksiat, seperti sahaya yang lari
dari tuannya, merampok, serta jual-beli yang diharamkan. Apabila seorang musafir berniat
untuk menetap di suatu tempat selama empat hari ia harus menyempurnakan shalatnya,
karena Allah swt membolehkan mengqaṣar shalat dengan syarat melakukan perjalanan.
Sementara orang yang bermukim dan berniat untuk mukim tidak dianggap sedang
melakukan perjalanan
17 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
SHALAT DALAM KEADAAN DI KENDARAAN
Ulama’ syafi’i (madzhab Syafi’i) berpendapat bahwa jika waktu shalat wajib sudah tiba
dan mereka sedang dalam perjalan serta dalam keadaan khawatir jika mereka turun ke tanah
dari kendaraanya lalu shalat menghadap qiblat akan tertinggal dari kafilah (rombongan
perjalanan) atau khawatir dirinya atau hartnaya akan celaka maka dalam hal ini tidak boleh
meninggalkan shalat dan tidak boleh menundanya hingga waktu shalat habis, tapi hendaklah
dia shalat diatas kendaraannya sekedar untuk menghormati waktu shalat dan dia wajib
mengulangi shalat itu. Memang dalam urusan shalat wajib madzhab AsSyafi’i dininilai sangat
ketat dan sangat berhati-hati sekali, Imam Zakariyah Al-Anshari salah satu ulama madzhab
Syafi’i lainnya menegaskan bahwa shalat wajib itu dinilai sah jika dilaksanakan dalam posisi:
1. Berdiri (istiqrar)
2. Menghadap qiblat
3. Menyempurkan seluruh rukun shalat
sehingga jika tiga hal diatas tidak bisa dilaksanakan karena sebab kondisi darurat, bisa
jadi karena sebab takut dan khawatir tertinggal dari rombongan, maka boleh shalat diatas
kendaraan (seadanya) dan nanti shalatnya diulangi. Seadanya yang penulis maksud adalah
shalat dikerjakan dengan duduk, tidak menghadap qiblat, dan rukuk serta sujud yang apa
adanya tidak seperti rukuk dan sujud seperti umumnya shalat.
Dalam pandangan madzhab Maliki juga hamper sama dengan pandangan madzhab
Syafi’i. madzhab imam maliki beranggapan, kebolehan shalat wajib diatas kendaraan ini hanya
karena alasan darurat saja, bahkan menurut sebagian ulama malikiyah jika kondisi tanah becek
(berair) maka jika memungkin turun tetap harus turun, shalatnya berdiri dan menghadap qiblat,
rukuk dan sujunya dilakukan dengan cara menunduk saja, dengan membedakan posisi sujud
lebih rendah dari pada posisi rukuk, dan untuk posisi duduk diganti dengan posisi berdiri, hanya
saja diniatkan duduk, pun begitu untuk duduk tasyahud dilakukan dengan berdiri
18 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
A. TATA CARA SHALAT DI KENDARAAN
1. Mulai dengan bacaan niat sholat yang dibarengi takbiratul ihram dengan posisi duduk.
2. Lalu tangan bersedekap, tapi dalam posisi duduk dan dilanjutkan dengan membaca doa
iftitah, surah Al-Fatihah, dan surah pendek.
3. Lakukan gerakan rukuk dengan posisi duduk, yaitu sedikit membungkukkan badan.
4. Selanjutnya lakukan i'tidal dengan bacaan dengan posisi punggung lurus, tapi masih
dalam posisi duduk.
5. Gerakan selanjutnya adalah sujud yang dilakukan dengan membungkukkan badan
dengan posisi lebih rendah dibandingkan dengan posisi rukuk sebelumnya.
6. Lalu dilanjutkan dengan gerakan duduk di antara dua sujud. Gerakan ini dilakukan
dengan posisi duduk sempurna di posisi kendaraan dengan membaca doa duduk di
antara dua sujud.
7. Pelaksanaan gerakan duduk di antara dua sujud dilakukan sesuai dengan sholat yang
dijalankan, jika sholat Subuh maka tidak perlu melakukan duduk di antara dua sujud.
8. Duduk tahiyat akhir dilakukan dengan posisi duduk sempurna dan meletakkan kedua
tangan di atas lutut serta membaca doa duduk tahiyat akhir.
9. Tata cara sholat di kendaraan umum diakhiri dengan mengucapkan salam dan
menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri.
10. Jumlah gerakan dalam melaksanakan tata cara sholat di kendaraan mengikuti jumlah
rakaat dari sholat yang sedang dilaksanakan.
19 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
SHALAT DALAM KEADAAN SAKIT
Sakit Tidak Menggugurkan Kewajiban Shalat, hal itu merupakan prinsip yang paling
dasar dan sangat penting. Sebab banyak sekali orang yang keliru dalam memahami bentuk-
bentuk keringanan, sehingga terlalu memudah-mudahkan hingga keluar batas. Tidak mentang-
mentang seseorang menderita suatu penyakit, lantas dia boleh meninggalkan shalat seenaknya.
Kalau pun terpaksa harus meninggalkan shalat, karena alasan sakit yang tidak mungkin bisa
mengerjakan shalat, tetap saja shalat itu menjadi hutang yang harus dibayarkan di kemudian
hari.
Seseorang yang sedang menderita sakit tertentu sehingga tidak mampu berdiri atau
duduk, maka dia tetap wajib shlat dengan menghadap kiblat. Namun caranya memang agak
berbeda-beda di antara para ulama. Sebagian mengatakan bahwa caranya dengan berbaring
miring, posisi bagian kanan tubuhnya ada di bawah dan bagian kiri tubuhnya di atas. Mirip
dengan posisi mayat yang masuk ke liang lahat. Dalilnya karena dalam pandangan mereka,
yang dimaksud dengan menghadap kiblat harus dada dan bukan wajah. Maka intinya adalah
bagaimana dada itu bisa menghadap kiblat. Dan caranya dengan shalat dengan posisi
miring.
Namun sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang menjadi ukuran dalam
menghadap kiblat adalah kaki, bukan dada. Asalkan kakinya sudah menghadap kiblat,
maka dianggap posisi badannya sudah memenuhi syarat. Maka orang yang sakit itu dalam
posisi telentang dan kakinya membujur ke arah kiblat.
Adapun seseorang yang sakitnya amat parah sehingga tidak bisa lagi menggerakkan
badan atau menggeser posisinya agar menghadap ke kiblat, dan juga tidak ada yang
membantunya untuk menggeserkan posisi shalat menghadap ke kiblat, maka dia boleh
menghadap ke arah mana saja
Tata cara salat dalam kondisi berbaring menyamping, ketentuannya adalah sebagai berikut:
20 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
2. Apabila tidak mampu menyamping ke kanan, ia dapat menyamping ke kiri, namun tetap
ke arah kiblat. Akan tetapi, jika tidak mampu menghadap kiblat pun tak apa-apa dan
jangan dipaksakan.
3. Cara bertakbir dan bersedekap ketika salat berbaring persis sama ketika salat dalam
keadaan berdiri. Tangan diangkat sejajar dengan telinga atau bahu. Selanjutnya, tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.
4. Cara rukuk pada salat berbaring adalah dengan menundukkan kepala sedikit. Pada saat
bersamaan, kedua tangan diluruskan ke lutut.
5. Cara sujudnya adalah dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk.
Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
6. Cara tasyahud adalah dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.
Tata cara salat dalam kondisi berbaring berbaring terlentang, ketentuannya adalah sebagai
berikut:
21 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
SHALAT JAMA’ QASHAR
Sholat jama’ qashar adalah sholat fardhu yang dikerjakan secara bersamaan dalam
satu waktu dan jumlah raka’atnya diringkas. Selain biasa atau menjama’ atau mengqashar.
Seseorang musafir yang melakukan perjalanan jauh juga diperbolehkan melakukan sholat
jama’ qashar sekaligus.7
Artinya : “Dari Ibnu Umar berkata : “Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya Allah
suka jika keringanan yang dia berikan dimanfaatkan sebagaimana dia tidak suka
7
Wariyanti Kemayangsari, “Penerapan Metode Demonstrasi Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran Fiqih Dikelas VII Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Desa Mendalo Darat Kecamatan Jambi
Luar Kota,” UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI, 2020, 28.
22 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
kemaksiatan kepada-Nya dilakukan” (Hadist Hasan Riwayat Ahmad dan Ibnu
Khuzaimah).
23 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
a. Berniat menjama’ Qashar shalat zuhur dengan Jama’ Ta’khir
ِّ َ ِّ يرا
ّلل تَعا َل ْ َعا ِّإلَى ْالع
ً ص ِّر َج ْم َع تَا ِّغ ً ص ًرا َمحْ ُمو ُّ ض
ْ َالظ ْه ِّر َر ْكعَتَي ِّْن ق َ صلَى فَ ْر
َ أ
b. Takbiratul ihram
c. Shalat dzuhur dua rakaat (diringkas)
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat shalat yang kedua ( ashar)
يرهللِّ تعالى ُّ عا إِّلَ ْي ِّه
ً الظ ْه ِّر َج ْم َع تَا ِّغ ْ َص ِّر َر ْكعَتَي ِّْن ق
ً ص ًرا َمج ُمو َ صلَى فَ ْر
ْ َض الع َ أ
f. Takbiratul ihram
g. Shalat ashar dua rakaat (diringkas)
h. Salam.
2) Mengumpulkan shalat magrib dan shalat isya, dikerjakan pada waktu isya’
dan jumlah rakaat diringkas menjadi dua rakaat, kecuali shalat magrib tetap
tiga rakaat
a. Berniat menjama’ Qashar shalat magrib dengan Jama’ Ta’khir
ً ض المغرب ثالث َر َكعَات تَج ُموعا إلى ال ِّعشَا ُء جمع تَأ ْ ِّخ
يرا للاِّ تَعَالَى َ اصلى فَ ْر
b. Takbiratul Ihram
c. Shalat magrib tiga rakaat seperti biasa
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat shalat yang kedua ( isya’)
ُ عا إِّلَ ْي ِّه ْال َم ْغ ِّر
ب َجمع تأخيرا للاِّ تَعَالَى ْ ََاء َر ْكعَتَي ِّْن ق
ً ص ًرا َمج ُمو َ صلَى فَ ْر
ِّ ض ال ِّعش َ أ
f. Takbiratul ihram
g. Shalat isya dua rakaat (diringkas)
h. Salam.
F. HIKMAH SHALAT JAMA’ QASHAR
a. Shalat Jama’ Qashar merupakan rukhsah (kemudahan) dari Allah Swt.Terhadap
hamba-Nya manakala kita sedang bepergian sehingga dapat melaksanakan ibadah
secara mudah sesuai dengan kondisinya.
b. Melaksanakan shalat secara Jama’ qashar mengandung arti bahwa Allah Swt. Tidak
memperberat terhadap hamba-Nya karena sekalipun shalatnyadikumpulkan dan
diringkas tetapi tidak mengurangi pahalanya.
24 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
c. Disyariatkan shalat Jama’ qashar supaya manusia tidak berani meninggalkan shalat
karena ia dapat melaksanakan dengan mudah dan cepat.8
8
Abdul Qadir Ahmad, Buku Siswa FIQIH Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 (Jakarta: Kementrian
Agama Republik Indonesia, 2014), 94.
25 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abdul Qadir. Buku Siswa FIQIH Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013. Jakarta:
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014.
Kemayangsari, Wariyanti. “Penerapan Metode Demonstrasi Dalam Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih Dikelas VII Madrasah Tsanawiyah Nurul
Huda Desa Mendalo Darat Kecamatan Jambi Luar Kota.” UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI, 2020.
Muhammad Bin Qasim. Terjemahan Kitab Fathul Qorib. Pondok Pesantren Al-Khoirot
Malang, t.t.
Muslimah, Siti, dan Shal Abidin. “Studi komperatif menurut imam hanfi dna imam syafi’I
tentang sholat jamak dan qashar bagi musafir.” Jurnal ilmu sosial dan humaniora 2,
no. 1 (2019): 14–15.
Nasriati. “meningkatkan hasil belajar fiqih melalui penerapan metode pembelajaran demostrasi
materi shalat jamak, qasar, jamak qasar dan shalat dalam keadaan darurat siswa di kelas
VII-3 MTSN 2 Kendiri.” Jurnal amanah Pendidikan dan pengajaran 2, no. 1 (2021):
78.
Sarwat, Ahmad. Shalat Jama’. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publis, 2018.
Sukri, Hanan Ahmad, dan Nurul Ilyana Muhd Adnan. “Ta’lil jamak sholat mengikuti
pandangan empat mazhab.” Jurnal international journal of Islamic studies Al- Qanatir
17, no. 1 (2020): 21–25.
Tangngareng, Tasmin. “Hadis-hadis Ta’ arud tentang cara pelaksanaan sholat khauf, jurnal
sulesana.” Jurnal Sulesana 7, no. 2 (2012): 76.
26 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r