Anda di halaman 1dari 26

SHOLAT JAMA’

A. PENGERTIAN SHOLAT JAMA’

Kata Jama’ berasal dari Masdar fi’il tsulasi ‫ يجمع ع – جمعع ع‬- ‫ جمع ع‬yang
artinya mengabungkan, menyatukan, atau mengumpulkan. Menurut istilah jama’
adalah menggabungkan atau melakukan dua solat dalam satu waktu, seperti
sholat dzuhur dan asar, serta solat magrib dan isya dan boleh melakukannya
pada salah satu waktu.1

B. PEMBAGIAN SHOLAT JAMA’

Adapun pembagian sholat jama ditentukan berdasarkan shalatnya dan


waktu dilaksanakannya yaitu sebagai berikut:

1. Berdasarkan sholat yang boleh dijama’


a. Sholat dzuhur ddijama’ dengan solat asar
Ketentuan solat yang boleh dijama’ yaitu antara solat dzuhur dan
asar, adapun sholat yang lainya seperti solah subuh, isya dan magrib tidak
boleh dijama’ dengan solat asar atau dzuhur.
b. Sholat magrib dijama’ dengan solah isya
Solat magrib dan isya juga boleh dijama’ disalah satu waktu
pelaksanaannya. Dan tidak boleh dijama’ dengan yang lain seperti solat
subuh, dzuhur dan asar.
2. Berdasarkan waktu pengerjaannya
Pembagian yang kedua yaitu bberdasarkan waktu pengerjaannya
dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut:
a. Jama’ taqdim
Jama’ taqdim yaitu solat jama yang dikerjakan diawal waktu atau
dikerjakan pasa saat waktu sholat yang pertama, seperti jama’ sholat
dzuhur dan asar dikerjakan pada saat waktru sholayt dzuhur. Begitu pula
pada saat jama’ sholat margib dan isya dikerjakan pada saat sholat
magrib.
b. Jama’ ta’khir

1
Nasriati, “meningkatkan hasil belajar fiqih melalui penerapan metode pembelajaran demostrasi
materi shalat jamak, qasar, jamak qasar dan shalat dalam keadaan darurat siswa di kelas VII-3 MTSN 2 Kendiri,”
Jurnal amanah Pendidikan dan pengajaran 2, no. 1 (2021): 78.

2|Ketentuan Shalat Jama’, Qashar, dan Jama’ Qashar


Jama’ ta’khir adalah sholat jama yang dilakukan diakhir waktu
atau dilakukakan pada saat waktu sholat yang kedua. Seperti sholat jama’
magrib dan isya maka dikerjakan pada saat waktu sholat isya dan begitu
juga pada jama’ sholat dzuhur dan asar dikerjakan pada saat wkatu sholat
asar.
3. Tata cara shalat Jama’
a. Niat jama' Taqdim
‫ص ِّر فرضا للاِّ تَ َعالى‬ ُّ ‫ض‬
ْ ‫الظ ْه ِّر أربع َرك َعات جمع تقديم مع ال َع‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِّلي فَ ْر‬
b. Niat jama' Ta'khir
‫للا تَ َعالى‬
ِّ ‫ص ِّر فرضا‬
ْ ‫تأخيْرمع ال َع‬ ُّ ‫ض‬
ِّ ‫الظ ْه ِّر أربع َرك َعات َج ْم َع‬ َ ُ‫أ‬
َ ‫ص ِّلي فَ ْر‬

c. Takbirotul Ikhram.
d. Melaksanakan sholat dhuhur 4 rakaat.
e. Salam.
f. Berdiri lagi dan berniat sholat yang kedua yakni Ashar.
g. Niat
h. Takbirotul Ikhram.
i. Melaksanakan sholat ashar 4 rakaat.
j. Salam.
C. SEBAB-SEBAB DIBOLEHKANNYA MELAKUKAN SHOLAT JAMA’
Seluruh ulama berpendapat bahwa melakukan sholat jama’ telah
diperbolehkan dalam syariat islam, namun terdapat sebab-sebab yang menjadi
alasan seseorang diperbolehkan melakukan solat jama’. Di antara sebab-sebab
yang membolehkan jama' dan disepakati ulama adalah haji dan safar. Sedangkan
sebab lainnya seperti sakit, haji, hujan, takut atau tanpa sebab yang pasti,
hukumnya masih menjadi diperdebatkan para ulama. Maka penjelasan tentang
sebab-sebab diperbolehkan melakukan sholat jama’ yaitu sebagai berikut:2
1. Haji
Para ulama telah sepakat bahwa haji merupakan salah satu penyebab
dibolehkanya melakukan sholat jama’, bahkan sebagian ulama ada yang berpendapat
bahwa melakukan sholat jama’ pada saat haji adalah wajib.

2
Hanan Ahmad Sukri dan Nurul Ilyana Muhd Adnan, “Ta’lil jamak sholat mengikuti pandangan empat
mazhab,” Jurnal international journal of Islamic studies Al- Qanatir 17, no. 1 (2020): 21–25.

3|Ketentuan Shalat Jama’, Qashar, dan Jama’ Qashar


Hal ini ditegaskan oleh hadis yang menceritakan bahwa Rasulullah SAW ketika
melaksanakan ritual ibadah haji pada tahun kesepuluh hijriyah, beliau menjamak dan
mengqashar shalatnya selama empat hari sejak tanggal 9 hingga 12 bulan Dzulhijjah.
Hadits ini diriwayatkan oleh jabir bin abdillah disebutkan:
ْ ‫صلَّى ْال َع‬
‫ص َر َو َل ْم‬ ُّ ‫صلَّى‬
َ َ‫الظ ْه َر ث ُ َّم أَقَ َم ف‬ َ َ‫س ث ُ َّم أَذَّنَ ث ُ َّم أَقَ َم ف‬
َ َّ‫ب الن‬ َ ‫طنَ ْال َوادِى فَ َخ‬
َ ‫ط‬ ْ ‫فَأَتَى َب‬
ً ‫ش ْيئ‬
َ ‫ص ِل بَ ْينَ ُه َم‬
َ ُ‫ي‬
“Lalu beliau SAW mendatangi wadi dan berkhutbah di depan manusia.
Kemudian Bilal beradzan, kemudian iqamah dan shalat Dhuhur, kemudian iqamah dan
shalat Ashar, dan tidak shalat sunnah diantara keduanya. (HR. Muslim)”.
Para jamaah haji disyariatkan untuk menjama' dan mengqashar shalat Zhuhur dan
Ashar ketika berada di Arafah, serta menjama' shalat Maghrib dan Isya' di Muzdalifah.
Bahkan ada pendapat bahwa satu-satunya peristiwa dimana Rasulullah SAW menjama'
shalat hanya pada saat haji ini saja.
“Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu,"Aku tidak pernah melihat
Nabi SAW shalat yang bukan pada waktunya kecuali dua shalat yang
dijama' antara Maghrib dan Isya', yaitu di Muzdalifah. (HR. Bukhari
dan Muslim)”
4. Safar
Terdapat syarat dan ketentuan dalam melakukan sholat saat safar atau saat
perjalanan yaitu sebagai berikut:
a. Niat safar
Safar adalah seseorang yang dalam hatinya memenag
menyengaja untuk melakukan perjalanan. Niat safar ini tidak masuk
dalam golongan orang-orang yang melakukan perjalanan jauh karena
hal yang mendesak seprti dikejar pembuhun hingga menempuh jarak
dan tempat yang jauh.
b. Memenuhi jarak minimal
Dalam syarat melakukan sholat jama’ dalam safat maka
seseorang harus menumpuh jarak minimal. Para ulama berpendapat
bahwa jarak miniml safat yaitu 4 burd atau 16 farsakh. Atau bisa
dikiraan sama dnegan 88, 656 km atau 88, 705.
Meski pun ada sebagian ulama berbeda dalam menentukan
jarak minimal. Misalnya mazhab AlHanafiyah yang menyebutkan

4|Ketentuan Shalat Jama’, Qashar, dan Jama’ Qashar


jarak 3 hari perjalanan. Maka angka itu kalau kita konversikan di masa
sekarang berjarak kurang lebih 133 - 135 km.
c. Keluar dari tempat tinggal
Maka seseorang yang dibolehkan melakukan safar yaitu
seseorang yang keluar dan rumahnya dan berangkat perjalanan untuk
meninggalkan wilayah temoat tinggalnya. Rasulullah SAW
menjelaskan bahwa seseorang yang telah melewati batas kota yitu
pagar tembok kota Madinah makai a termasuk orang-orang yang safar.
d. Bukan safar maksiat
Seseorang melakukan safar atau perjalanan yang menang
sudah diniati untuk melakukanhal-hal yang diperbolehkan oleh agama
misal; silaturahmi, mencari ilmu dan mencari pekerjaan.
Sedangkan As-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah mewakili kalangan
jumhur ulama mengatakan seorang yang melakukan safar dalam
rangka bermaksiat kepada Allah, bila dia shalat maka tidak sah
shalatnya. Alasannya, karena seperti orang yang tahu bahwa dirinya
dalam keadaan hadats (tidak punya wudhu') tetapi tetap shalat juga.
Sedangkan buat Al-Malikiyah, orang itu bila mengqashar shalatnya
akan berdosa, meski shalatnya tetap sah.
Sedangkan safar yang hukumnya makruh, bagi AlHanabilah
tetap tidak memperbolehkan, sedangkan Al-Malikiyah dan As-
syafi'iyah memperbolehkan.
e. Punya tujuan yang pasti
Seorang yang melakukan safar haru memiliki tujuan yang
jelas, seperti ketika seseorang pergi dari bali menuju Jakarta maka ia
boleh melakukan sholat jama’ karena ia memiliki tujuan yang pasti.
Beda halnya denagn seseorang yang pergi menuju tol Surabaya namun
ia hanya berpiatar-putar disana tampa tujuan yang jelas mesikupun
jarak yang ia tempuh sudah menacapai batas minimal.
5. Sakit
Sebagian ulama berpendapat bahwa sakit menajdi penyebab
dibolehkannya sholat jama, namun ada juga ulama yang berpendapat
bahwa sakit bukanlah menjadi salat satu penyebab dibolehkanya sholat
jama. Al-Imam An-Nawawi dari mazhab Asy-Syafi'iyyah menyebutkan

5|Ketentuan Shalat Jama’, Qashar, dan Jama’ Qashar


bahwa sebagian imam berpendapat membolehkan menjama' shalat saat
mukim (tidak safar) karena keperluan tapi bukan menjadi kebiasaan.
Perbedaan pendandapat ulama mengenai sakit menjadi salah satu
penyebab dibolehkanya jama, maka dibagi menjadi dua yaitu, sebagai
berikut:
a. Boleh
Imam Ahmad bin Hanbal membolehkan jama' karena
disebabkan sakit. Begitu juga Imam Malik dan sebagian pengikut Asy-
Syafi'iyyah. Sedangkan dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah
dari mazhab Al-Hanabilah menuliskan bahwa sakit adalah hal yang
membolehkan jama' shalat. Syeikh Sayyid Sabiq menukil masalah ini
dalam Fiqhussunnah-nya.
Begitu juga dengan Ibnul Munzir yang menguatkan pendapat
dibolehkannya jama' ini dengan perkataan Ibnu Abbas ra, “beliau tidak
ingin memberatkan ummatnya”. Allah SWT berfirman:
ِ ‫علَ ْي ُك ْم ِفى‬
‫الدي ِْن ِم ْن َح َرج‬ َ ‫َو َم َج َع َل‬
Artinya: “Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan”.
(QS. Al-Hajj: 78)
b. Tidak boleh
Namun mazhab Al-Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah menolak
kebolehan menjama' shalat karena sakit. Alasannya karena tidak ada
riwayat yang qath'i dari Rasulullah SAW tentang hal itu. Al-Imam An-
Nawawi di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab
menyebutkan:
“Nabi SAW mengalami beberapa kali sakit, namun tidak ada riwayat
yang sharih bahwa beliau menjama' shalatnya.”
Sedangkan dalil-dalil yang digunakan oleh para pendukung
kebolehan jama' karena sakit adalah dalil yang tidak kuat, karena
hanya bersifat asumsi. Haditsnya hanya menyebutkan bahwa beliau
SAW menjama' bukan karena takut dan bukan karena safar. Itu saja
yang disebutkan. Tetapi kemudian ditafsirkan menjadi: kemungkinan
karena sakit. Maka kedudukan sakit dalam hal ini cuma sebatas asumsi
dan kemungkinan

6|Ketentuan Shalat Jama’, Qashar, dan Jama’ Qashar


6. Hujan
Secara umum para ulama berpendapat bahwa hujan juga termasuk
dalam penyebab dibolehkannya solat jama’, namun para ulama pun
memberikan persyaratan dan ketentuan yang ketat dalam hal ini. Adapun
pendapat ulama tentang diperbolehkanya sholat jama’ karena hujan
dijelaskan dalam beberapa pendapat yaitu:3
a. Dalil
Dari Nafi' maula Ibnu Umar berkata,”Abdullah bin Umar bila
para umaro menjama' antara maghrib dan isya' karena hujan, beliau
ikut menjama' bersama mereka”. (HR. Ibnu Abi Syaibah).
b. Mazhab Al- Hanafiyah
Pendapat mazhab Al- Hanafiyah tentang penyebab
diberbolehkan sholat jama’ itu hanya ada satu yaitu ketika haji di
Arafah dan Mina. Alasan Mazhab ini berpendapat seperti itu karena
hanya sebab itu yang dasarnya jelad dan kuat dari rasulullah SAW.
Sedangkan untuk sebab yang lain seperti safar, sakit, hujan dan yang
lainya, mazhab hanafiyah berpendapat bahwa sebelum ada dalil-dalil
yang kuat dan jelas tentang kebolehan untuk melakukan sholat jama’.
c. Mazhab Al- Malikiyah
Mazhab malikiyah merupakan salah satu mazhab yang
berpendapat bahwa hujan boleh dijadikan penyebab melakukan sholat
jama’ dengan syarat dan ketentuan tertentu yang harus dipenuhi yaitu,
sebagai berikut:
1. Magrib dan isya (masyaqqah)
Syarat boleh menjama’ sholat saat hujan hanya berlaku
untuk sholat magrib dan isya saja. Sedangkan untuk sholat dzuhur
dan asar meskipun turun hujan tidak diperkenankan sholat jama’
karena dalam sholat dzuhur dan asar tidak ada msyaqqah.
Syarat dibolehan dalam melakukan solat jama’ adalah harus
adanya masyaqqah yang lebih dari biasanya. Seperti yang
disebutkan dalam kitan minah al-jalil.

3
Siti Muslimah dan Shal Abidin, “Studi komperatif menurut imam hanfi dna imam syafi’I tentang sholat
jamak dan qashar bagi musafir,” Jurnal ilmu sosial dan humaniora 2, no. 1 (2019): 14–15.

7|Ketentuan Shalat Jama’, Qashar, dan Jama’ Qashar


‫ورخص ندب المشقة في صالة العش ء في مخت ره م الجم عة في المسجد‬
‫ اي ال الظهران لعدم مزيد المشقة في صالة كل‬،‫في جم العش ء بين جم تقديم فقط‬
‫منهم في مخت ره غ لب‬
“Dan diberi keringanan secara nadab (sunnah) karena
sebab tambahan masyaqqah dalam kaitan shalat Isya' dalam
pilihannya dilakukan secara berjamaah di masjid sebatas hanya
dengan menjama' taqdim saja. Artinya tidak berlaku pada Dzhuhur
dan Ashar, karena ketiadaan tambahan masyaqqah dalam shalat
pada keduanya dalam pilihannya secara umum.”
2. Hanya jama’ taqdim
Pada mazhab malikiyyah dibolehkan menjama’ sholat
karena hujan, hanya boleh dilakukan pad ajama’ taqdim saja jika
melakukan jama’ ta’khir maka hukumnya tetap tidak dibenarkan.
d. Mazhab Asy- Syafi’iyyah
Mazhab syafi’iyyah juga sependapat dengan mazhab
malikuyyah yang memperbolehkan melakukan sholat jama’ karena
hujan. Adapun ketentuan yang disyaratkan oleh mazab syafi’iyyah
terkait menjama’ sholat antara lain yaitu:
a. Termasuk dzuhur dan asar
Berbeda dengan mazhab malikiyyah yang hanya
memperbolehkan menjama’ sholat magrib dna isya. Pada mazhab
syafi’iyyah berpendapat bukan karena masyaqqah adalah waktu
magrib dan isya, namun masyaqqah itu adalah hujan jadi ketika
turun hujan pada waktu dzuhur dan sara maka itu sudah cukup
untuk dijadikan sebagai syarat untuk diperbolehkan melakukan
jama’.
b. Jama’ taqdim
Namun dalam hal waktu pelaksanaannya mazhab
syafi’iyyah berpendapat sama dengan mazhab malikiyyah yaitu
hanya pada waktu jama’ taqdim saja.
c. Sholat berjamaah
Pada mazhab syafi’iyyah diperbolehkan melakukan sholat
jama’ karena hujan harus dilakukan dengan jamaah. Ketika tidak

8|Ketentuan Shalat Jama’, Qashar, dan Jama’ Qashar


melaukunya dengan jamaah maka hukumnya tidak dibenarkan atau
tidak diperbolehkan.
d. Masjid
Seseorang yang ingin melakukan sholat jama’ sebab hujan
harus dilakukan dimasjid, maka ketika dilakukan dirumah
walaupun dengan berjamaah maka tidak diperbolehkan.
e. Masyaqqah
Syarat terakhir adalah harus adanya masyaqqah yang
menghalangi seseorang untuk datang ke masjid. Dan untuk syarat
masyaqqah ini Al-Imam An-Nawawi menjelaskan detailnya di
dalam Al-Majmu' Syarah AlMuhadzdzab.
‫والجم بعذر المط وم في معن ه من الثلج وغيره يجوز لمن يصلي في مسجد يقصده‬
‫من بعد ويتأذى ب لمطر في طريقة‬
“Menjama' shalat karena hujan air atau salju dan
sejenisnya dibolehkan bagi yang shalatnya di masjid yang
diniatkan sebelumnya dan mendapatkan halangan hujan dalam
perjalanannya.”
e. Mazhab Al- Hanabilah
Pandangan mazhab hanabilah mengenai penyebab sholat jama’
hujan adalah sebagai berikut:
1. Termasuk dzuhur dan asar
2. Jama’ ta’khir boleh
D. KETENTUAN JAMA’ TAQDIM

Adapun ketentuan-ketentuan dalam melakukan sholat jama’ taqdim yaitu


sebagai berikut:4

1. Niat
Niat sholat jama’ dilakukan berbarengan saat melakukan takbirotul
ihram.
2. Berururutan

4
Ahmad Sarwat, Shalat Jama’ (Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publis, 2018), 29–31.

9|Ketentuan Shalat Jama’, Qashar, dan Jama’ Qashar


Berurutan disini maksudnya harus dimulai dengan sholat yang
waktunya terlebih dahulu seperti dzuhur baru setelahnya asar, magrib
setelahnya isya.
3. Al- Muwallat (terus menerus)
Maka ketika menjama’ sholat harus dilakukan secara terus menurus,
jika sudah selesai sholat yang pertama maka harus langsung mengerjakan
sholat yang kedua tanpa adanya pembatas waktu yang lama antara keduanya.
4. Masih berlangsungnya safar
Masih berlangsungnya safar hingga takbiratul ihram shalat yang
kedua. Misalnya kita menjama’ taqdim shalat Maghrib dengan Isya' di waktu
Maghrib, maka pada saat Isya' kita harus masih dalam keadaan safar atau
perjalanan. Paling tidak pada saat takbiratul ihram shalat Isya'.
E. KETENTUAN JAMA’ TA’KHIR
1. Niat
Berniat untuk menmaja' ta'khir sebelum habisnya waktu shalat yang
pertama. Misalnya kita berniat untuk menjama’ shalat Maghrib dengan Isya
di waktu Isya', maka sebelum habis waktu Maghrib, kita wajib untuk berniat
untuk menjama’ takhir shalat Maghrib di waktu Isya'. Niat itu harus
dilakukan sebelum habisnya waktu shalat Maghrib.
2. Masih dalam safar
Safar masih berlangsung hingga selesainya shalat yang kedua. Kita
masih harus berada di dalam perjalanan hingga selesai shalat Maghrib dan
Isya'. Tidak boleh jama’ ta'khir itu dilakukan di rumah setelah safar sudah
selesai. Sebab syarat menjama’ shalat adalah safar, maka bila safar telah
selesai, tidak boleh lagi melakukan jama'.

10 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
KETENTUAN SHOLAT DALAM KEADAAN DARURAT

A. PENGERTIAN SHOLAT DALAM KEADAAN DARURAT

Sholat dalam keadaan darurat sering juga disebut dengan sholat Khauf.
Secara Bahasa khauf artinya takut, sedangkan secara istilah khauf adalah
keadaan seseorang yang mengalami sebuah kejadian yang menakutkan sehingga
ia senantiasa waspada takut terjadi sesuatu. Sehingga dari penjelasan singkat
tentang khauf, maka yang dimaksud dengan sholat khauf adalah sholat yang
dilakukan pada saat dalam keadaan yang tidak bisa dihiraukan sehingga
seseotang itu takt dan was-was akan keadaan sekitarnya.5

B. MACAM-MACAM SHOLAT KHAUF

Adapun macam-macam sholat khauf itu ada tiga dalam kitab fathul qarib
yaitu, sebagai berikut:6

1. Sholat dzatirriqa’
Salah satunya adalah posisi musuh berada di selain arah kiblat, dan
jumlah mereka terhitung sedikit sedangkan jumlah orang muslim relatif
banyak, sekira setiap kelompok dari pihak muslim bisa sebanding dengan
musuh. Maka seorang imam membagi pasukan muslim menjadi dua
kelompok, satu kelompok berada di arah musuh untuk memantau mereka,
dan satu kelompok berdiri dibelakang imam. Maka imam melaksanakan
sholat satu rakaat Bersama kelompok yang berada di belakangnya. Kemudian
setelah selesai rakaat pertama, kelompok tersebut menyempurnakan sisa
sholatnya sendiri, dan setelah selesai langsung berangkat keposisi arah
musuh untuk memantaunya.
Kemudian kelompok yang satunya datang, yaitu kelompok yang
memantau musuh saat pelaksanaan rakaat pertama. Kemudian imam
melaksanakan satu rakaat Bersama dengan kelompok tersebut. Ketika imam
sedang melaksanakan duduk tasyahud, maka kelompok tersebut memisahkan
diri dan menyempurnakan sholatnya sendiri, kemudian imam menanti

5
Tasmin Tangngareng, “Hadis-hadis Ta’ arud tentang cara pelaksanaan sholat khauf, jurnal sulesana,”
Jurnal Sulesana 7, no. 2 (2012): 76.
6
Muhammad Bin Qasim, Terjemahan Kitab Fathul Qorib (Pondok Pesantren Al-Khoirot Malang, t.t.),
96–98.

11 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
mereka dan melakukan salam bersama mereka. Kemudian imam
melaksanakan satu rakaat Bersama dengan kelompok tersebut. Ketika imam
sedang melaksanakan duduk tasyahud, maka kelompok tersebut memisahkan
diri dan menyempurnakan sholatnya sendiri, kemudian imam menanti
mereka dan melakukan salam bersama mereka.
2. Sholat Al’ Asfan
Bentuk sholat khauf kedua adalah posisi musuh berada di arah kiblat,
di tempat yang bisa terlihat oleh pandangan orang muslim. Jumlah pasukan
muslim cukup banyak yang mungkin untuk dibagi. Maka imam membagi
mereka menjadi dua shof misalnya. Imam melakukan takbiratul ihram
Bersama mereka semuanya. Ketika imam sujud di rakaat pertama, maka
salah satuh shof melakukan sujud dua kali bersamanya, sedangkan shof yang
lain tetap berdiri mengawasi musuh. Ketika imam mengangkat kepala, maka
shof yang lain ini melakukan sujud dan menyusul imam. Imam melakukan
tasyahud dan salam bersama kedua shof tersebut. Dan ini adalah sholat ang
dilakukan oleh Rosulullah Saw di daerah ‘Asfan, yaitu suatu desa yang
berada di jalur jama’ah haji yang datang dari dari Mesir, dan berjarak dua
marhalah dari Makkah.
3. Sholat Syiddah Al Khauf
Bentuk sholat khauf ke tiga adalah saat berada dalam keadaan sangat
genting dan berkecamuknya peperangan. ‚iltihamul harbi‛ adalah bentuk
kiasan dari sangat bercampurnya antara kaum sekira badan sebagian dari
mereka bertemu dengan badan sebagian yang lain, sehingga mereka tidak
bisa menghindar dari peperangan dan tidak mampu untuk turun dari
kendaraan jika naik kendaraan dan tidak mampu berpaling jika mereka
berjalan kaki.
Sehingga masing-masing pasukan melakukan sholat semampunya,
berjalan atau naik kendaraan, menghadap kiblat ataupun tidak menghadap
kiblat. Mereka dimaafkan di dalam melakukan gerakan-gerakan yang cukup
banyak saat sholat seperti beberapa pukulan secara terus menerus.

C. PENDAPAT ULAMA TENTANG SHOLAT KHAUF


1. Waktu sholat khauf

12 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
Banyak perbedaan Pendapat para imam mazhab tentang sholat khauf
salah satunya yaitu imam Syafi’i, Maliki dan Hambali berpendapat bahwa
apabila perang telah berkecamuk, saling berhadapan, ketekutan telah
memuncak, maka hendaklah dikerjakan shalat dalam keadaan itu sedapat
mungkin, menghadap Kiblat atau tidak, serta mengisyaratkan saja dengan
kepala sebagai pengganti rukuk dan sujud.
Namun berbeda dengan imam Hanafi yang berpendapat dalam keadaan
tersebut, tidak dikerjakan shalat, melainkan diakhirkan hingga peperangan
telah reda, yakni hingga shalat dapat dikerjakan sebagaimana mestinya.
Nah pendapat imam Hanafi ini bertentangan dengan pendapat imam
Maliki, Syafi’i dan Hambali yang tidak memperbolehkan mengakhirkan
shalat, melainkan harus shalat sedapat mungkin. Sudah mencukupi apabila
mereka shalat menurut kemampuan, dengan berjalan atau di atas kendaraan,
baik menghadap Kiblat ataupun tidak, dengan menggunakan isyarat untuk
rukuk dan sujud dengan kepala.
2. Berjama’ah atau sendiri
Tentang pendapat apakah sholat khauf harus jama’ah atau sendiri para
ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama mengatakan sholat khauf boleh
dikerjakan dengan cara jama’ah atau sendiri, namun imam Hanafi
berpendapat bahwa sholat khauf tidak boleh dikerjakan secara berjama’ah.

13 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
SHALAT QASHAR

A. PENGERTIAN SHALAT QASHAR

Ciri khas syariat Islam adalah keringanan dan kemudahan yang tersebar di hampir
semua bagian ibadah. Salah satunya adalah keringanan untuk mengqashar shalat.
Mengqashar adalah mengurangi jumlah rakaat shalat ruba'iyah (yang jumlah rakaatnya
empat) menjadi dua rakaat. Namun semua keringanan itu punya aturan, sejumlah syarat
dan ketentuan untuk bisa dilakukan. Tidak boleh asal mengurangi begitu saja.

a. Secara Bahasa dan Istilah

Makna kata qashar (‫ ) قصر‬secara bahasa adalah mengurangi atau meringkas.


Sedangkan secara istilah, shalat qasar adalah meringkas shalat wajib empat rakaat
menjadi dua rakaat. Mengqashar shalat bagi orang yang memenuhi syarat hukumnya
mubah (boleh) karena merupakan rukhsah (keringanan) dalam melaksanakan shalat
bagi orang-orang yang memenuhi syarat.

b. Firman Allah Mengenai Sholat Qoshor

Sebagaimana dam Firman Allah Pada (QS. An Nisa : 101), Allah Berfirman

َ‫ص ٰلو ِة ۖ ا ِْن ِخ ْفت ُ ْم اَ ْن يَّ ْف ِتنَ ُك ُم الَّ ِذيْن‬ ُ ‫علَ ْي ُك ْم ُجنَ ٌح اَ ْن تَ ْق‬
َّ ‫ص ُر ْوا ِمنَ ال‬ َ ‫ْس‬ َ ‫ض فَلَي‬ ِ ‫ض َر ْبت ُ ْم ِفى ْاالَ ْر‬ َ ‫َواِذَا‬
َ ‫َكف َُر ْوا ا َِّن ْال ٰك ِف ِريْنَ َك نُ ْوا لَ ُك ْم‬
ً‫عد ًُّوا ُّم ِب ْين‬

Artinya : “Dan apabila kamu bepergian di atas bumi, maka tidaklah mengapa kamu
meringkas shalatmu jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-
orang kafir itu adalah musuh kamu yang amat nyata : (QS. An Nisa : 101).

Adapun makna dari ayat tersebut yakni, Allah telah memperbolehkan manusia
untuk meringkas sholatnya dalam keadaan musafir atau darurat. Namun tidak semua
sholat fardhu dapat di qashar, hanya sholat fardhu tertentu saja, seperti, salat dhuhur,
ashar, isya’. Shalat maghrib dan shubuh tidak boleh diqashar karena jumlah rakaatnya
tidak empat rakaat.

B. SYARAT SYARAT SHALAT QASHAR

Shalat qaṣar menjadi sah apabila dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :

14 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
1. Hendaknya perjalanan itu merupakan perjalanan yang dibolehkan bukan perjalanan
yang diharamkan ataupun dilarang.
2. Shalat yang boleh diqaṣar hanya shalat yang empat raka‟at saja, dan bukan shalat
qadha, shalat yang empat raka‟at ialah shalat zhuhur, ashar dan „isya. Cara mengqaṣar
ialah shalat yang empat raka‟at itu dikerjakan (dijadikan) dua raka‟at saja sebagaimana
sabda Nabi saw yang Artinya : “Abu Ma‟mar menyampaikan kepada kami Abdul
Warits, dari Yahya bin Abu Ishaq yang berkata, saya mendengar Anas berkata, “kami
bepergian bersama Nabi dari Madinah ke Mekah. Dalam perjalanan, Nabi SAW
melakukan shalat dua rakaat-dua rakaat sampai kami pulang kembali ke
Madinah.”Aku (Abu Ishaq) bertanya, “Apakah kalian tinggal sementara di Mekah?”
Anas menjawab,”kami tinggal di Mekah selama sepuluh hari”.
3. Niat mengqaṣar pada waktu takbiratul ihram
4. Tidak menjadi ma‟mum kepada orang shalat yang bukan musafir.
5. Baligh adalah syarat menurut mażhab Hanafi. Akan tetapi, mayoritas ulama tidak
mensyaratkannya maka anak kecil boleh mengqaṣar shalat. Karena, setiap orang yang
memiliki tujuan yang benar dan niat melakukan perjalanan, serta mencapai jarak yang
ditentukan maka ia boleh mengqaṣar shalat.
6. Jarak perjalanan mencapai 1 Faraskh. Para ulama sepakat menyatakan bahwa jarak 1
farsakh itu sama dengan 4 mil. Dalam tahkik kitab Bidayatul Mujtahid dituliskan bahwa
4 burud itu sama dengan 88,704 km . Meski jarak itu bisa ditempuh hanya dengan satu
jam naik pesawat terbang, tetap dianggap telah memenuhi syarat perjalanan. Karena
yang dijadikan dasar bukan lagi hari atau waktu, melainkan jarak tempuh.
C. TATA CARA PELAKSANAAN SHALAT QASHAR

Pada hakikatnya, tata cara pelaksaan sholat qoshor sama seperti sholat pada
umumnya. Yang membedakan adalah sholat qoshor ini berjumlah 2 rakaat. Sebagaimana
tata cara lebih rincinya sebagai berikut.

1. Niat sholat qashar ketika takbiratul ikhram


2. Mengerjakan sholat empat raka’at dilaksanakan dua raka’at kemudian salam. Allah
dalam surah An-Nisa’ : 101
‫صلَ ٰوةِ إِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أَن يَ ْفتِنَ ُك ُم ٱلَّذِينَ َكف َُر ٓو ۟ا ۚ إِ َّن‬ ۟ ‫ص ُر‬
َّ ‫وا ِمنَ ٱل‬ ُ ‫علَ ْي ُك ْم ُجنَ ٌح أَن تَ ْق‬ َ ‫ض فَلَي‬
َ ‫ْس‬ ِ ‫ض َر ْبت ُ ْم فِى ٱ ْْل َ ْر‬
َ ‫َوإِذَا‬
۟ ُ‫ٱ ْل ٰ َك ِف ِرينَ َك ن‬
َ ‫وا لَ ُك ْم‬
ً‫عد ًُّوا ُّمبِين‬

15 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
Artinya : “Bila kamu mengadakan perjalan dimuka bumi bumi, tidaklah kamuberdosa
jika kamu memendekkan sholat” (Q. S An-Nisa : 101).
Untuk memendekan shalat Dzuhur, Ashar, dan Isya‟ dar empat rakaat menjadi
dua rakaat. Sedangkan shalat Maghrib dan Shubuh tetap dalam bilangannya, ia tidak
boleh untuk dipendekkan lagi karena apabila shalat Shubuh dijadikan satu rakaat
maka kriteria shalat fardhu tidak ada yang sepadan dengannya, sedangkan bila shalat
magrib dijadikan dua rakaat, sifat bilangan ganjilnya akan hilang
D. PENDAPAT PARA ULAMA’

Sebagian para ulama berbeda pendapat mengenai sholat qasar itu sendiri, Menurut
mażhab Hanafi dilarang mengqaṣar shalat jika berniat untuk bermukim meskipun sedang
shalat selama belum keluar dari waktunya dan tidak lebih dari setengah bulan, lima belas
hari penuh atau lebih. Maksudnya adalah apabila seseorang melakukan perjalanan dengan
niat untuk menjadi mukim atau untuk tinggal tetap di daerah tertentu, maka ia tidak
diperbolehkan untuk mengqaṣar shalatnya meskipun masih dalam waktu Seseorang boleh
mengqasar shalatnya apabila ia tidak melakukan perjalanan dan tidak memiliki niat untuk
bermukiman atau tetap didaerah tertentu.

Mażhab Hanafi beragumen bahwa waktu-waktu shalat itu telah ditetapkan secara
mutawatir maka tidak boleh untuk ditinggalkan hanya karena adanya satu khabar. Dalam
kitab Alquran dan riwayat-riwayat yang mutawatir, hal ini tidak ada perbedaan pendapat di
kalangan ulama. Oleh karena itu tidak boleh melaksanakan shalat di luar waktu-waktu
tersebut, kecuali berdasarkan nash-nash yang pasti. Adapun hadis-hadis yang menyebutkan
adanya jama‟ shalat itu sifatnya tidak pasti (muhtamat). Tidak layak menafikan sesuatu
yang sudah pasti dengan sesuatu yang tidak pasti. Semua hadis-hadis yang berbicara
tentang masalah jama‟ ini adalah tidak pasti (muhtamal).

Mazhab Hanafi memperkuat pendapat dengan hadis dari Ibnu Mas‟ud r.a. seperti
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang Artinya :”Demi zat yang tiada Tuhan
selain Dia (Allah), Rasulullah saw tidak pernah melakukan shalat kecuali pada waktunya,
kecuali dua salat saja. Beliau saw pernah menjama‟ salat Zuhur dan Ashar ketika berada
di Arafah dan juga shalat Magrib dan Isya, yaitu di Muzdalifah.”

Menurut mażhab Syafi‟I perjalanan panjang yang dibolehkan untuk mengqaṣar


shalat bila diukur dengan waktu yaitu dua hari dengan cuaca sedang atau dua marhalah
dengan perjalanan berat dan langkah kaki yang mereyap. Dengan kata lain, seperti jalannya

16 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
unta yang membawa beban berat seperti biasanya berjalan, menurunkan barang, berangkat,
makan, minum, dan shalat. Seperti jarak antara kota Jeddah-Mekkah, atau Thaif-Mekkah,
ataupun juga „Usfan-Mekkah. Bila diukur dari jarak berangkatnya dengan empat Burud
atau enam belas Farsakh ataupun empat puluh delapan mil Hasyimi (48 mil). Satu mil itu
enam ribu hasta, seperti yang disebutkan mażhab Sayafi‟i. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah saw yang Artinya: “Dari Ibnu Abbas bahwa Rasullah Saw bersabda : wahai
penduduk Mekkah ! janganlah kalian qashar shalat dalam perjalanan kurang dari empat
burut, yaitu dari Mekkah ke „Asafan (H.R.Daraquthni)”.

Menurut mażhab Syafi‟i, tidak boleh mendapatkan kemudahan secara khusus dalam
perjalanan seperti shalat qaṣar, jama‟, berbuka puasa, mengusap sepatu kulit selama tiga
hari dan shalat di atas kendaraan jika perjalanannya untuk maksiat, seperti sahaya yang lari
dari tuannya, merampok, serta jual-beli yang diharamkan. Apabila seorang musafir berniat
untuk menetap di suatu tempat selama empat hari ia harus menyempurnakan shalatnya,
karena Allah swt membolehkan mengqaṣar shalat dengan syarat melakukan perjalanan.
Sementara orang yang bermukim dan berniat untuk mukim tidak dianggap sedang
melakukan perjalanan

Seseorang yang melakukan perjalanan tergantung kepada niat, apabila ia berniat


melakukan perjalanan tidak untuk bermukim maka ia dapat meringkas atau mengqaṣar
shalatnya, namun apabila ia melakukan perjalanan berniat untuk menetap atau bermukim
di daerah tertentu maka ia diharamkan mengqaṣar shalatnya, walaupun dalam jumlah hari
yang dibolehkan untuk mengqaṣar shalat.

17 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
SHALAT DALAM KEADAAN DI KENDARAAN

Sebagian ulama berbeda pendapat dintaranya, Dalam mazhab Hanafi berpendapat,


Boleh melaksanakan shalat wajib diatas kendaraan jika sedang dalam perjalanan dan tidak bisa
turun dengan alasan; khawatir dibunuh oleh musuh, khawatir dimangsa binatang buas, atau
karena alasan tanah becek dan diseputar itu tidak ada tanah kering, atau alasan lain yang sangat
susah untuk turun dari kendaraan, maka dalam hal ini boleh shalat duduk diatas kendaraan
tanpa ruku’ dan sujud sempurna yang hanya dengan cara menundukkan kepala saja

Ulama’ syafi’i (madzhab Syafi’i) berpendapat bahwa jika waktu shalat wajib sudah tiba
dan mereka sedang dalam perjalan serta dalam keadaan khawatir jika mereka turun ke tanah
dari kendaraanya lalu shalat menghadap qiblat akan tertinggal dari kafilah (rombongan
perjalanan) atau khawatir dirinya atau hartnaya akan celaka maka dalam hal ini tidak boleh
meninggalkan shalat dan tidak boleh menundanya hingga waktu shalat habis, tapi hendaklah
dia shalat diatas kendaraannya sekedar untuk menghormati waktu shalat dan dia wajib
mengulangi shalat itu. Memang dalam urusan shalat wajib madzhab AsSyafi’i dininilai sangat
ketat dan sangat berhati-hati sekali, Imam Zakariyah Al-Anshari salah satu ulama madzhab
Syafi’i lainnya menegaskan bahwa shalat wajib itu dinilai sah jika dilaksanakan dalam posisi:

1. Berdiri (istiqrar)
2. Menghadap qiblat
3. Menyempurkan seluruh rukun shalat

sehingga jika tiga hal diatas tidak bisa dilaksanakan karena sebab kondisi darurat, bisa
jadi karena sebab takut dan khawatir tertinggal dari rombongan, maka boleh shalat diatas
kendaraan (seadanya) dan nanti shalatnya diulangi. Seadanya yang penulis maksud adalah
shalat dikerjakan dengan duduk, tidak menghadap qiblat, dan rukuk serta sujud yang apa
adanya tidak seperti rukuk dan sujud seperti umumnya shalat.

Dalam pandangan madzhab Maliki juga hamper sama dengan pandangan madzhab
Syafi’i. madzhab imam maliki beranggapan, kebolehan shalat wajib diatas kendaraan ini hanya
karena alasan darurat saja, bahkan menurut sebagian ulama malikiyah jika kondisi tanah becek
(berair) maka jika memungkin turun tetap harus turun, shalatnya berdiri dan menghadap qiblat,
rukuk dan sujunya dilakukan dengan cara menunduk saja, dengan membedakan posisi sujud
lebih rendah dari pada posisi rukuk, dan untuk posisi duduk diganti dengan posisi berdiri, hanya
saja diniatkan duduk, pun begitu untuk duduk tasyahud dilakukan dengan berdiri

18 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
A. TATA CARA SHALAT DI KENDARAAN

Berikut adalah tata cara sholat di kendaraan saat perjalanan jauh:

1. Mulai dengan bacaan niat sholat yang dibarengi takbiratul ihram dengan posisi duduk.
2. Lalu tangan bersedekap, tapi dalam posisi duduk dan dilanjutkan dengan membaca doa
iftitah, surah Al-Fatihah, dan surah pendek.
3. Lakukan gerakan rukuk dengan posisi duduk, yaitu sedikit membungkukkan badan.
4. Selanjutnya lakukan i'tidal dengan bacaan dengan posisi punggung lurus, tapi masih
dalam posisi duduk.
5. Gerakan selanjutnya adalah sujud yang dilakukan dengan membungkukkan badan
dengan posisi lebih rendah dibandingkan dengan posisi rukuk sebelumnya.
6. Lalu dilanjutkan dengan gerakan duduk di antara dua sujud. Gerakan ini dilakukan
dengan posisi duduk sempurna di posisi kendaraan dengan membaca doa duduk di
antara dua sujud.
7. Pelaksanaan gerakan duduk di antara dua sujud dilakukan sesuai dengan sholat yang
dijalankan, jika sholat Subuh maka tidak perlu melakukan duduk di antara dua sujud.
8. Duduk tahiyat akhir dilakukan dengan posisi duduk sempurna dan meletakkan kedua
tangan di atas lutut serta membaca doa duduk tahiyat akhir.
9. Tata cara sholat di kendaraan umum diakhiri dengan mengucapkan salam dan
menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri.
10. Jumlah gerakan dalam melaksanakan tata cara sholat di kendaraan mengikuti jumlah
rakaat dari sholat yang sedang dilaksanakan.

19 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
SHALAT DALAM KEADAAN SAKIT

Sakit Tidak Menggugurkan Kewajiban Shalat, hal itu merupakan prinsip yang paling
dasar dan sangat penting. Sebab banyak sekali orang yang keliru dalam memahami bentuk-
bentuk keringanan, sehingga terlalu memudah-mudahkan hingga keluar batas. Tidak mentang-
mentang seseorang menderita suatu penyakit, lantas dia boleh meninggalkan shalat seenaknya.
Kalau pun terpaksa harus meninggalkan shalat, karena alasan sakit yang tidak mungkin bisa
mengerjakan shalat, tetap saja shalat itu menjadi hutang yang harus dibayarkan di kemudian
hari.

A. KETENTUAN ORANG SAKIT DALAM SHALAT

Seseorang yang sedang menderita sakit tertentu sehingga tidak mampu berdiri atau
duduk, maka dia tetap wajib shlat dengan menghadap kiblat. Namun caranya memang agak
berbeda-beda di antara para ulama. Sebagian mengatakan bahwa caranya dengan berbaring
miring, posisi bagian kanan tubuhnya ada di bawah dan bagian kiri tubuhnya di atas. Mirip
dengan posisi mayat yang masuk ke liang lahat. Dalilnya karena dalam pandangan mereka,
yang dimaksud dengan menghadap kiblat harus dada dan bukan wajah. Maka intinya adalah
bagaimana dada itu bisa menghadap kiblat. Dan caranya dengan shalat dengan posisi
miring.

Namun sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa yang menjadi ukuran dalam
menghadap kiblat adalah kaki, bukan dada. Asalkan kakinya sudah menghadap kiblat,
maka dianggap posisi badannya sudah memenuhi syarat. Maka orang yang sakit itu dalam
posisi telentang dan kakinya membujur ke arah kiblat.

Adapun seseorang yang sakitnya amat parah sehingga tidak bisa lagi menggerakkan
badan atau menggeser posisinya agar menghadap ke kiblat, dan juga tidak ada yang
membantunya untuk menggeserkan posisi shalat menghadap ke kiblat, maka dia boleh
menghadap ke arah mana saja

B. TATA CARA SHALAT DALAM KEADAAN BERBARING

Tata cara salat dalam kondisi berbaring menyamping, ketentuannya adalah sebagai berikut:

1. Orang bersangkutan berbaring menyamping ke arah kanan menghadap kiblat.

20 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
2. Apabila tidak mampu menyamping ke kanan, ia dapat menyamping ke kiri, namun tetap
ke arah kiblat. Akan tetapi, jika tidak mampu menghadap kiblat pun tak apa-apa dan
jangan dipaksakan.
3. Cara bertakbir dan bersedekap ketika salat berbaring persis sama ketika salat dalam
keadaan berdiri. Tangan diangkat sejajar dengan telinga atau bahu. Selanjutnya, tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.
4. Cara rukuk pada salat berbaring adalah dengan menundukkan kepala sedikit. Pada saat
bersamaan, kedua tangan diluruskan ke lutut.
5. Cara sujudnya adalah dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk.
Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
6. Cara tasyahud adalah dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.

Tata cara salat dalam kondisi berbaring berbaring terlentang, ketentuannya adalah sebagai
berikut:

1. Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Jika memungkinkan, kepala


diangkat sedikit dengan ganjalan, misalnya dengan bantal atau semisalnya sehingga
wajah juga menghadap kiblat. Apabila mampu menghadap menghadap kiblat pun tidak
apa-apa dan jangan dipaksakan.
2. Cara bertakbir dan bersedekap ketika salat berbaring persis sama ketika salat dalam
keadaan berdiri. Tangan diangkat sejajar dengan telinga atau bahu. Selanjutnya, tangan
kanan diletakkan di atas tangan kiri.
3. Cara rukuk pada salat berbaring adalah dengan menundukkan kepala sedikit. Pada saat
bersamaan, kedua tangan diluruskan ke lutut.
4. Cara sujudnya adalah dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk.
Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
5. Cara tasyahud adalah dengan meluruskan tangan ke arah lutut, namun jari telunjuk tetap
berisyarat ke arah kiblat.
6. Sisa gerakan salat lainnya tidak berbeda dengan cara salat ketika sedang berdiri.

21 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
SHALAT JAMA’ QASHAR

A. PENGERTIAN SHALAT JAMA’ QASHAR

Sholat jama’ qashar adalah sholat fardhu yang dikerjakan secara bersamaan dalam
satu waktu dan jumlah raka’atnya diringkas. Selain biasa atau menjama’ atau mengqashar.
Seseorang musafir yang melakukan perjalanan jauh juga diperbolehkan melakukan sholat
jama’ qashar sekaligus.7

B. MACAM-MACAM SHALAT JAMA’ QASHAR


a. Jama’ Qashar menggunakan jama’ taqdim, adalah mengumpulkan dua shalat wajib
dikerjakan pada waktu yang pertama (awal) dan jumlah rakaat ringkas menjadi dua
rakaat. Jama’ taqdim ada dua macam yaitu :
1) Mengumpulkan shalat zuhur dan shalat ashar, dikerjakan pada waktu dzuhur.
2) Mengumpulkan shalat magrib dan isya, dikerjakan pada waktu magrib.
b. Jama’ Qashar menggunakan jama’ ta’khir, adalah mengumpulkan dua shalat wajib
dikerjakan pada waktu yang kedua (akhir) dan jumlah rakaat ringkas menjadi dua
rakaat. Jama’ ta’khir ada dua macam, yaitu :
1) Mengumpulkan shalat zuhur dan shalat ashar, dikerjakan pada waktu ashar.
2) Mengumpulkan shalat magrib dan isya, dikerjakan pada waktu isya’.
C. SYARAT-SYARAT SHALAT JAMA’ QASHAR
a) Musafir, orang yang sedang dalam perjalanan dan perjalanan tidak untuk maksiat :
Contohnya mudik dan Field trip.
b) Jarakperjalanan minimal 80.64 km.
c) Tidakbolehmakmumdengan orang yang mukim.
d) Berniat shalat Jama’Qashar.
D. DASAR HUKUM

‫ص ُه َك َما يَ ْك َرهُ أَ ْن تُوتَى‬


ُ ‫سلَ َم ِّإ َن للاَ ي ُِّحبُّ أَ ْن تُوتَى َر ُح‬ َ ُ‫صلَى للا‬
َ ‫علَ ْي ِّه َو‬ ُ ‫قَا َل َر‬: ‫ع َم َر قَا َل‬
ِّ َ ‫س ْو ُل‬
َ ‫ّللا‬ ُ ‫ع ْن اب ِّْن‬ َ
ُ‫صيَتُه‬ِّ ‫َم ْغ‬

Artinya : “Dari Ibnu Umar berkata : “Rasulullah Saw bersabda : “Sesungguhnya Allah
suka jika keringanan yang dia berikan dimanfaatkan sebagaimana dia tidak suka

7
Wariyanti Kemayangsari, “Penerapan Metode Demonstrasi Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran Fiqih Dikelas VII Madrasah Tsanawiyah Nurul Huda Desa Mendalo Darat Kecamatan Jambi
Luar Kota,” UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI, 2020, 28.

22 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
kemaksiatan kepada-Nya dilakukan” (Hadist Hasan Riwayat Ahmad dan Ibnu
Khuzaimah).

E. TATA CARA SHALAT JAMA’ QASHAR


a) Shalat Jama’ Qashar menggunakan Jama’ Taqdim :
1) Mengumpulkan shalat zuhur dan shalat ashar, dikerjakan pada waktu dzuhur
dan jumlah rakaat diringkas menjadi dua rakaat.
a. Berniat menjama’ Qashar shalat dzuhur dengan Jama’ Taqdim
‫ص ُر َج ْم َع تَ ْقدِّيماهلل تعالى‬
ْ ‫عا ِّإلَ ْي ِّه ال َع‬
ً ‫ص ًرا حْ ُمو‬ َ ‫صلَى فَ ْر‬
ْ َ‫ض الظهر َر ْك َعتَي ِّْن ف‬ َ ‫أ‬
b. Takbiratul ihram
c. Shalat dzuhur dua rakaat (diringkas)
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat shalat yang kedua ( ashar)
ِّ َ ‫عا إِّلَ ْي ِّه الظهر جمع تَ ْقدِّيما‬
‫ّللا تَعَالَى‬ ْ َ‫الظهر َر ْكعَتَي ِّْن ق‬
ً ‫ص ًرا َمحْ ُمو‬ ِّ ‫ص ُر‬ َ ‫صلَى فَ ْر‬
ْ َ‫ض الع‬ َ ‫أ‬
f. Takbiratul ihram
g. Shalat ashar dua rakaat (diringkas)
h. Salam
2) Mengumpulkan shalat magrib dan shalat isya, dikerjakan pada waktu magrib
dan jumlah rakaat diringkas menjadi dua rakaat, kecuali shalat shalat magrib
tetap tiga rakaat.
a. Berniat menjama’ Qashar shalat magrib dengan Jama’ Taqdim
ِّ َ ‫عا ِّإلَ ْي ِّه ال ِّعشَا ُء َجم َع تَ ْقدِّي ًم‬
‫اّلل تَ َعالَى‬ َ ‫صلَى فَ ْر‬
َ َ‫ض ال َم ْغ ِّر ِّب ِّه ث‬
ً ‫الث َر َك َعات َمج ُمو‬ َ ‫أ‬
b. Takbiratul ihram
c. Shalat magrib tiga rakaat seperti biasa
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat shalat yang kedua ( isya’)
‫ب َج ْم َع تَ ْقدِّي ًماهللِّ تعالى‬
ِّ ‫عا إِّلَى ال َم ْغ ِّر‬ ْ َ‫ت ق‬
ً ‫ص ًرا َمجْ ُمو‬ َ ‫صلَى فَ ْر‬
ِّ ‫ض ال ِّعشَا ُء َر ْكعَتَ ْي‬ َ ‫أ‬
f. Takbiratul ihram
g. Shalat isya dua rakaat (diringkas)
h. Salam
b) Shalat Jama’ Qashar menggunakan Jama’ Takhir :
1) Mengumpulkan shalat zuhur dan shalat ashar, dikerjakan pada waktu Ashar
dan jumlah rakaat diringkas menjadi dua rakaat

23 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
a. Berniat menjama’ Qashar shalat zuhur dengan Jama’ Ta’khir
ِّ َ ِّ ‫يرا‬
‫ّلل تَعا َل‬ ْ َ‫عا ِّإلَى ْالع‬
ً ‫ص ِّر َج ْم َع تَا ِّغ‬ ً ‫ص ًرا َمحْ ُمو‬ ُّ ‫ض‬
ْ َ‫الظ ْه ِّر َر ْكعَتَي ِّْن ق‬ َ ‫صلَى فَ ْر‬
َ ‫أ‬
b. Takbiratul ihram
c. Shalat dzuhur dua rakaat (diringkas)
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat shalat yang kedua ( ashar)
‫يرهللِّ تعالى‬ ُّ ‫عا إِّلَ ْي ِّه‬
ً ‫الظ ْه ِّر َج ْم َع تَا ِّغ‬ ْ َ‫ص ِّر َر ْكعَتَي ِّْن ق‬
ً ‫ص ًرا َمج ُمو‬ َ ‫صلَى فَ ْر‬
ْ َ‫ض الع‬ َ ‫أ‬
f. Takbiratul ihram
g. Shalat ashar dua rakaat (diringkas)
h. Salam.
2) Mengumpulkan shalat magrib dan shalat isya, dikerjakan pada waktu isya’
dan jumlah rakaat diringkas menjadi dua rakaat, kecuali shalat magrib tetap
tiga rakaat
a. Berniat menjama’ Qashar shalat magrib dengan Jama’ Ta’khir
ً ‫ض المغرب ثالث َر َكعَات تَج ُموعا إلى ال ِّعشَا ُء جمع تَأ ْ ِّخ‬
‫يرا للاِّ تَعَالَى‬ َ ‫اصلى فَ ْر‬
b. Takbiratul Ihram
c. Shalat magrib tiga rakaat seperti biasa
d. Salam
e. Berdiri lagi dan berniat shalat yang kedua ( isya’)
ُ ‫عا إِّلَ ْي ِّه ْال َم ْغ ِّر‬
‫ب َجمع تأخيرا للاِّ تَعَالَى‬ ْ َ‫َاء َر ْكعَتَي ِّْن ق‬
ً ‫ص ًرا َمج ُمو‬ َ ‫صلَى فَ ْر‬
ِّ ‫ض ال ِّعش‬ َ ‫أ‬
f. Takbiratul ihram
g. Shalat isya dua rakaat (diringkas)
h. Salam.
F. HIKMAH SHALAT JAMA’ QASHAR
a. Shalat Jama’ Qashar merupakan rukhsah (kemudahan) dari Allah Swt.Terhadap
hamba-Nya manakala kita sedang bepergian sehingga dapat melaksanakan ibadah
secara mudah sesuai dengan kondisinya.
b. Melaksanakan shalat secara Jama’ qashar mengandung arti bahwa Allah Swt. Tidak
memperberat terhadap hamba-Nya karena sekalipun shalatnyadikumpulkan dan
diringkas tetapi tidak mengurangi pahalanya.

24 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
c. Disyariatkan shalat Jama’ qashar supaya manusia tidak berani meninggalkan shalat
karena ia dapat melaksanakan dengan mudah dan cepat.8

8
Abdul Qadir Ahmad, Buku Siswa FIQIH Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013 (Jakarta: Kementrian
Agama Republik Indonesia, 2014), 94.

25 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abdul Qadir. Buku Siswa FIQIH Pendekatan Saintifik Kurikulum 2013. Jakarta:
Kementrian Agama Republik Indonesia, 2014.
Kemayangsari, Wariyanti. “Penerapan Metode Demonstrasi Dalam Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Fiqih Dikelas VII Madrasah Tsanawiyah Nurul
Huda Desa Mendalo Darat Kecamatan Jambi Luar Kota.” UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI, 2020.
Muhammad Bin Qasim. Terjemahan Kitab Fathul Qorib. Pondok Pesantren Al-Khoirot
Malang, t.t.
Muslimah, Siti, dan Shal Abidin. “Studi komperatif menurut imam hanfi dna imam syafi’I
tentang sholat jamak dan qashar bagi musafir.” Jurnal ilmu sosial dan humaniora 2,
no. 1 (2019): 14–15.
Nasriati. “meningkatkan hasil belajar fiqih melalui penerapan metode pembelajaran demostrasi
materi shalat jamak, qasar, jamak qasar dan shalat dalam keadaan darurat siswa di kelas
VII-3 MTSN 2 Kendiri.” Jurnal amanah Pendidikan dan pengajaran 2, no. 1 (2021):
78.
Sarwat, Ahmad. Shalat Jama’. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publis, 2018.
Sukri, Hanan Ahmad, dan Nurul Ilyana Muhd Adnan. “Ta’lil jamak sholat mengikuti
pandangan empat mazhab.” Jurnal international journal of Islamic studies Al- Qanatir
17, no. 1 (2020): 21–25.
Tangngareng, Tasmin. “Hadis-hadis Ta’ arud tentang cara pelaksanaan sholat khauf, jurnal
sulesana.” Jurnal Sulesana 7, no. 2 (2012): 76.

26 | K e t e n t u a n S h a l a t J a m a ’ , Q a s h a r , d a n J a m a ’ Q a s h a r

Anda mungkin juga menyukai