Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SHALAT JAMA’ QASHOR TAQDIM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Agama Islam


Guru Mapel: Muhammad Hasbi Mustain

Disusun oleh
1. Khoerul Amin
2. Khoerul Umam
3. Khusnul Ma’arif
4. Moh. Helmy Arizal
5. Muhammad Hendry

YAYASAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM (YLPI)


SMK NU MEKANIKA BUNTET PESANTREN CIREBON
TAHUN 2021
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu kegiatan yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan manusia, apa lagi
pada jaman modern ini adalah perjalanan. Perjalanan selalu membutuhkan tenaga dan
menyita waktu kita, entah itu banyak atau sedikit. Demi sebuah perjalanan, banyak hal dan
kadang kewajiban yang dengan terpaksa meski kita tinggalkan atau pun kita tunda. Namun
ada kewajiban-kewajiban yang tidak boleh kita tinggalkan meski dengan alasan perjalanan.
Salah satunya adalah kewajiban terhadap sang khalik, yaitu Shalat 5 waktu. Dalam Islam
sudah ditentukan aturan-aturan yang sangat mempermudah bagi para musafir. Shalat yang
dilaksanakan dalam perjalanan biasa disebut sholatus safar.
Islam adalah agama Allah SWT yang banyak memberikan kemudahan kepada para
pemeluknya didalam melakukan berbagai ibadah dan amal sholihnya, sebagaimana firman
Allah SWT :
‫ي ُِري ُد ٱهَّلل ُ بِ ُك ُم ۡٱلي ُۡس َر َواَل ي ُِري ُد بِ ُك ُم ۡٱلع ُۡس َر‬......

Artinya : “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran


bagimu.” (QS. Al Baqarah : 185)
Islam juga dibangun dengan lima pilar. Salah satu pilarnya adalah shalat. Karenanya
shalat merupakan tiang agama. Ketika seorang meninggalkan shalat ia disebut penghancur
agama tetapi sebaliknya ketika ia melaksanakan shalat dengan sebaik-baiknya maka ia
disebut sebagai penegak agama. Karenanya, seorang muslim tidak boleh meninggalkan shalat
walau bagaimanapun juga tak terkecuali dalam bepergian.
Seperti halnya seorang yang tidak memiliki air untuk berwudhu maka ia
diperbolehkan bertayammum, begitu pula dengan shalat yang dapat dilakukan dengan cara
dijama’ (dirangkap) maupun diqashar (dipotong).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditarik beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud shalat jama’ dan shalat qashar?
2. Apakah dasar hukum shalat jama’ dan shalat qashar?
3. Apakah rukun dan syarat shalat jama’ dan shalat qashar?
4. Apakah yang memperbolehkan shalat jama’ dan shalat qashar?
BAB 2
SHALAT JAMA’ QASHAR TAQDIM

A. Pengertian Shalat Jama’ dan Shalat Qashar

1. Shalat jama’
Shalat jama’adalah mengumpulkan shalat Dzuhur dan shalat Ashar atau shalat
Maghrib dan shalat Isya’ di waktu shalat yang pertama yang disebut jama’ taqdim
atau di waktu shalat kedua yang disebut jama’ ta’khir. Pada prinsipnya dalam situasi
dan kondisi yang normal, shalat wajib harus dikerjakan sesuai dengan waktunya yang
sudah ditentukan. Akan tetapi apabila dalam keadaan bepergian (musafir) yang
jauhnya antara kurang lebih 81 Km, atau dalam keadaan masyaqqat, boleh dilakukan
dengan cara jama’. Hukum melaksanakan jama’ adalah boleh. Sebagaimana
seseorang yang melakukan jama’ bila shalat sendirian dan tidak jama’ bila shalat
berjamaah. Namun lebih utama tidak melakukan jama’.

Jama’ Taqdim
Ialah penggabungan shalat yang dilaksanakan pada waktu shalat yang
pertama, misalnya shalat Dzuhur dengan shalat Ashar dikerjakan pada saat waktu
shalat Dzuhur.

Syarat-syarat jama’Taqdim:
1) Jarak perjalanan minimal 2 marhalah
2) Dalam perjalanan yang diperbolehkan (bukan perjalanan haram)
3) Urut (memulai dengan shalat yang pertama), yakni memulai shalat Dzuhur atau
shalat Maghrib terlebih dahulu kemudian diikuti shalat Ashar atau shalat Isya’
4) Niat jama’ sebelum selesai salam shalat yang pertama
5) Waktu shalat yang pertama masih cukup untuk melaksanakan dua shalat yang di-
jama’
6) Melakukan shalat yang pertama dan shalat yang kedua secara
berkesinambunganmenurut pandangan umum atau tidak melebihi kadar shalat dua
rakaat dengan cepat
7) Ada dugaan sahnya shalat yang pertama
8) Masih dalam perjalanan (uzur) hingga takbiratul ihram shalat yang kedua sempurna
9) Meyakini telah diperbolehkan jama’, sekiranya telah terpenuhi seluruh syarat-
syaratnya.

2. Shalat Qashar
Shalat Qashar adalah melaksanakan shalat Dzuhur, Ashar atau Isya’ dengan
dua rakaat oleh seorang musafir.
Para Imam telah sepakat bahwa musafir boleh meng-qashar shalat yang empat
rakaat menjadi dua rakaat. Namun, mereka berbeda pendapat tentang apakah qashar
shalat itu merupakan rukhsah (keringanan) atau ‘azimah (ketetapan mutlak). Selain
itu, ulama’ berbeda pendapat dalam beberapa hal yaitu: Mengqashar shalat dan
hukumnya, Jarak tempuh perjalanan yang membolehkan qashar, Jenis perjalanan yang
membolehkan qashar, Tempat dibolehkannya qashar, Batas perjalanan dan kebolehan
qashar.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa qashar itu wajib ‘ain atas tiap-tiap
musafir. Maka fardhunya hanya 2 rakaat saja, sehingga apabila ia berniat 4 rakaat dan
tidak duduk sesudah 2 rakaat pertama, batallah shalatnya, karena ia meninggalkan
fardhu duduk terakhir. Dan apabila ia duduk sesudah dua rakaat pertama, shalat
fardlunya dan dua rakaat yang akhir dihitung sunat. Dan itu juga madzhab
Hadawiyyah. Berkata al-Khaththaby dalam: ma’alimu ‘s-Sunan:
“Madzhab kebanyakan mala salaf dan fuqoha beberapa kota, qashar shalat
dalam perjalanan adalah wajib. Dan itu pendapat ‘Ali, ‘Umar, Ibnu ‘Umar, Ibnu
‘Abbas, dan pendapat ‘Umar bin Abd. ‘Aziz, Qataadan, dan al-Hasan” Tiga Imam
(Malik, Syafi’i, dan Ahmad Ibnu Hanbal) berpendapat bahwa qashar bukan wajib
‘ain, melainkan hanya rukhsah (dispensasi), maka si mukallaf dapat memilih tentang
menggugurkan fardhu itu antara ‘azimah menyempurnakan 4 rakaat dan rukhshah
qashar. Tetapi mereka berbeda pendapat mengenai hukum rukhshah ini:
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa qashar sunat muakkad yang kalau
ditinggalkan dengan sengaja wajib i’adah dalam waktunya, dan ketinggalan karena
lupa wajib sujud sahwi.
Berkata ulama Hanabilah, bahwa qashar itu lebih utama dan tidak makruh dengan
‘azimah. Dan itulah yang masyhur dari mazhab Syafi’i apabila perjalanan itu 3 hari.
Jika perjalanan kurang dari 3 hari, maka menyempurnakan adalah lebih utama . kata
mereka: itu untuk keluar dari ikhtilaf Abu Hanifah dan orang-orang yang sependapat
dengannya. Kaitannya dengan hal di atas dalam hal perjalanan dan kebolehan
mengqashar Imam Syafi’i dan Imam Malik berpendapat bahwa jika seseorang berniat
hendak bermukim lebih dari empat hari maka haurus mencukupkan shalat dan kalau
kurang dari 4 harimaka boleh mengqashar shalat.[10] Kata Imam Abu Hanifah, tidak
boleh qashar kalau Safar itu kurang dari 3 marhalah, yakni perjalanan 24 farsakh.
B. Dasar Hukum
Ada beberapa dasar hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis, yaitu:
ْ ُ‫صلَ ٰو ِة إِ ۡن ِخ ۡفتُمۡ أَن يَ ۡفتِنَ ُك ُم ٱلَّ ِذينَ َكفَر ُٓو ۚ ْا إِ َّن ۡٱل ٰ َكفِ ِرينَ َكان‬
ۡ‫وا لَ ُكم‬ ْ ‫صر‬
َّ ‫ُوا ِمنَ ٱل‬ ُ ‫س َعلَ ۡي ُكمۡ ُجنَا ٌح أَن ت َۡق‬ ‫أۡل‬
ِ ‫ض َر ۡبتُمۡ فِي ٱ َ ۡر‬
َ ‫ض فَلَ ۡي‬ َ ‫َوإِ َذا‬
١٠١ ‫ َع ُد ٗ ّوا ُّمبِ ٗينا‬ 

Artinya:“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-
qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-
orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (Q.S. An-Nisa’ [4]: 101)
Dan sabda Rasulullah Saw:Telah bercerita Ya’la bin Umaiyah, “Saya telah berkata
kepada Umar, Allah berfirman jika kamu takut, sedangkan sekarang telah aman (tidak takut
lagi). Umar menjawab, “Saya heran juga sebagaimana engkau, maka saya tanyakan kepada
Rasulullah Saw., dan beliau menjawab: “Shalat qasar itu sedekah yang diberikan Allah
kepada kamu, maka terimalah olehmu sedekah-Nya (pemberian-Nya) itu”. (HR. Muslim)
Berdasarkan ayat dan hadis di atas, shalat dua rakaat dalam perjalanan menurut Abu
Hanifah, bukanlah rukhsah (pelaksanaan kewajiban yang mendapat keringanan karena ada
kesulitan), melainkan ‘azimah (pelaksanaan kewajiban yang sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan, tidak mendapat keringanan). Dengan demikian, shalat dalam perjalanan
cukup dilakukan dua rakaat saja
Abu Ya’la berkata: “kebolehan menjama’kan shalat di dalam safar, adalah dikala
orang yang menjama’kan itu menghadapi halangan-halangan yang membolehkan ia
meninggalkan jama’ah dan Jum’at, umpamanya belum singgah di suatu tempat. Apabila
datang waktu maghrib, sedang beliau belum berangkat, beliau mengumpulkan antara maghrib
dan ‘isya. Apabila belum datang waktu maghrib beliaupun terus berangkat dan pada waktu
‘isya beliau berhenti lalu beliau mengumpulkan antara keduanya.” (HR. Ahmad dan Asy-
Syafi’y)

C. Syarat
a. Perjalanan Jauh bukan untuk Kemaksiatan
Bepergian itu disyaratkan bukan karena maksiat. Jadi meliputi pergi yang wajib
seperti pergi untuk melaksanakan ibadah haji dan membayar hutang dan semacamnya,
demikian pergi yang mubah seperti pergi untuk berdagang dan berpesiar, juga meliputi pergi
yang makruh seperti orang yang pergi sendirian dan terpisah dari kawannya.
b. Jarak perjalanan mencapai 16 farsakh
Al-Bukhari menambahkan komentar pada riwayatnya: “Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas
r.a. meong-qashar shalat dan tidak berpuasa dalam sepanjang perjalanan empat bard, yaitu 19
fasakh, setara dengan 81 kilometer. Yang dilakukan keduanya berdasarkan petunjuk Nabi
(tauqifi) atau sepengetahuan Nabi Saw., (Al-Bukhari, Taqshir al-Shalah, Bab I “Fi Kam
Taqshir al-Shalah”).[15]

Jarak qashar shalat dalam kitab-kitab fiqh, Para ulama juga berbeda pendapat berapa lama
perjalanan yang membolehkan musafir melaksanakan sholat jama’ dan qashar. Imam Malik,
As-Syafi’i dan Ahmad berpendapat bahwa maksimal 3 hari bagi muhajirin yang akan mukim
(tinggal) di tempat tersebut. Sementara ada juga yang berpendapat maksimal 4 hari, 10 hari
(Muttafaq ‘alayh, dari Anas bin Malik), 12 hari (H.R. Ahmad, dari ‘imran), 15 hari (pendapat
Abu Hanifah), 17 hari, dan 19 hari (Muttafaq ‘alayh, dari Ibn ‘Abbas).
c. Shalat yang diqashar adalah empat rakaat
d. Berniat meng-qashar shalat ketika takbiratul ihram[17]
e. Tidak bermakmum pada orang yang mukmin (penduduk setempat)
Madzhab Hanafi, dibolehkan meong-qashar shalat bagi siapa pun yang berniat
melakukan perjalanan dan bermaksud untuk tujuan tertentu meskipun ia bermaksiat dalam
perjalanannya selama ia telah melewati rumah-rumah di daerah yang menjadi tempat
tinggalnya, melewati bangunan yang menyatu dengan desa. Selain itu disyaratkan untuk
sahnya niat perjalanan dalam tiga hal berikut: bebas untuk menentukan bermukim atau
bepergian, balig, dan perjalanan tiga kurang dari tiga hari.
Sedangkan hal-hal yang menghalangi qashar adalah (1) berniat untuk tinggal di suatu
tempat selama 4 hari, tanpa termasuk 2 hari datang dan pergi. (2) ketika telah kembali ke
tempat asalnya. (3) niat kembali, sebelum menempuh jarak perjalanan yang diperbolehkan
untuk qashar, dan ini telah diketahui di awal pembahasan syarat-syarat qashar.[19]

D. Hal-hal yang memperbolehkan shalat Jama’


a. Bermukim di Arafah dan Muzdalifah
Para ulama’ bersepakat bahwa menjama’ shalat dzuhur dan ashar secara taqdim pada
waktu dzuhur ketika berada di Arafah, begitu pula antara shalat maghrib dan isya’ secara
takhir di waktu isya’ ketika berada di Muzdalifah hukumnya sunnah. Hal ini merujuk kepada
sunnah fi’liyah (perbuatan) Rasulullah.

b. Safar (Bepergian)
Bagi orang yang sedang atau akan bepergian, baik masih di rumah (tempat tinggal)
atau dalam perjalanan, dan atau sudah sampai di tujuan, dibolehkan menjama’ shalat, baik
dilakukan secara jama’ taqdim maupun jama’ ta’khir sama saja, dan selama berada ditempat
yang dituju tetap boleh menjama’ shalat dengan syarat tidak berniat untuk menetap di tempat
itu. Seperti yang dilakukan oleh Rasul SAW.

‫ب َو ْال ِع َشا ِء‬


ِ ‫الظه ِْر َو ْال َعصْ ِر إِ َذا َكانَ َعلَى ظَه ِْر َسي ٍْر َويَجْ َم ُع بَ ْينَ ْال َم ْغ ِر‬
ُّ ‫صاَل ِة‬
َ َ‫َكانَ َرسُو ُل هَّللا ِ يَجْ َم ُع بَ ْين‬

”Rasulullah menjamak antara shalat Dhuhur dan Ashar bilamana beliau berada di tengah
perjalanan dan menjamak antara Maghrib dan Isya’.(HR. Bukhari)
c. Hujan
Jika seseorang berada di suatu masjid atau mushalla, tiba-tiba turun hujan sangat
lebat, maka dibolehkan menjama’ shalat maghrib dengan ‘isya’, dzuhur dan ‘ashar,“Nabi saw
pernah menjama’ antara sholat maghrib dan isya pada suatu malam yang diguyur hujan
lebat.” (HR. Bukhari)
d. Sakit
Sakit merupakan cobaan dan ujian bagi manusia, dan apabila seseorang sabar dalam
menghadapi cobaan dan ujian sakit ini, dan tetap menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya,
khususnya perintah shalat, maka akan mengurangi dosa-dosanya, sekalipun shalat itu
dikerjakan dengan cara dijama’

e. Takut
Takut dalam masalah ini bukan takut seperti yang biasa dialami oleh setiap orang,
akan tetapi yang dimaksud takut disini yaitu takut secara bathin.

‫صالَ ِة إِ ْن ِخ ْفتُ ْم أَ ْن يَ ْفتِنَ ُك ْم الَّ ِذينَ َكفَرُوا فَقَ ْد‬


َّ ‫صرُوا ِم ْن ال‬ ُ ‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح أَ ْن تَ ْق‬
َ ‫ب لَي‬ِ ‫ت لِ ُع َم َر ْب ِن ْال َخطَّا‬ َ َ‫ع َْن يَ ْعلَى ْب ِن أُ َميَّةَ ق‬
ُ ‫ال قُ ْل‬
‫ق هللاُ بِهَا َعلَ ْي ُك ْم‬ َ َ‫ص َدقَةٌ ت‬
َ ‫ص َّد‬ َ ‫ك فَقَا َل‬ َ ِ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن َذل‬َ ِ‫ُول هللا‬ َ ‫ت َرس‬ ُ ‫ْت ِم َّما ع َِجبْتَ ِم ْنهُ فَ َسأ َ ْل‬ ُ ‫ال َع ِجب‬ َ َ‫أَ ِمنَ النَّاسُ فَق‬
َ ‫فَا ْقبَلُوا‬
‫ رواه مسلم‬.ُ‫ص َدقَتَه‬
“Diriwayatkan dari Ya’la Ibn Umayyah, ia berkata: Saya bertanya kepada ‘Umar Ibnul
Khaththab tentang (firman Allah): "Laisa ‘alaikum junaahun an taqshuru minashalah in
khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru". Padahal sesungguhnya orang-orang dalam keadaan
aman. Kemudian Umar berkata: Saya juga heran sebagaimana anda heran terhadap hal itu.
Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: Itu adalah
pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah pemberian-
Nya.”(HR. Muslim)

f. Keperluan (kepentingan) Mendesak


Dalam banyak kejadian di masyarakat, kadang kalanya karena sibuk dengan beberapa
keperluan, kepentingan, mereka melupakan shalat yang telah menjadi kewajiban bagi setiap
muslim beriman. Maka boleh menjama’ shalat bagi orang yang tidak dalam safar, jika ada
kepentingan yang mendesak, asal hal itu tidak dijadikan kebiasaan dalam hidupnya.
BAB 3
Simpulan

Shalat jama’ adalah mengumpulkan shalat Dzuhur dan shalat Ashar atau shalat Maghrib
dan shalat Isya’ di waktu shalat yang pertama yang disebut jama’ taqdim atau di waktu shalat
kedua yang disebut jama’ ta’khir. Sedangkan shalat Qashar adalah melaksanakan shalat
Dzuhur, Ashar atau Isya’ dengan dua rakaat oleh seorang musafir

Ada beberapa dasar hukum yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis, yaitu:
ْ ُ‫صلَ ٰو ِة إِ ۡن ِخ ۡفتُمۡ أَن يَ ۡفتِنَ ُك ُم ٱلَّ ِذينَ َكفَر ُٓو ۚ ْا إِ َّن ۡٱل ٰ َكفِ ِرينَ َكان‬
ۡ‫وا لَ ُكم‬ ْ ‫صر‬
َّ ‫ُوا ِمنَ ٱل‬ ُ ‫س َعلَ ۡي ُكمۡ ُجنَا ٌح أَن ت َۡق‬ ‫أۡل‬
ِ ‫ض َر ۡبتُمۡ فِي ٱ َ ۡر‬
َ ‫ض فَلَ ۡي‬ َ ‫َوإِ َذا‬
١٠١ ‫ َع ُد ٗ ّوا ُّمبِ ٗينا‬ 

Artinya:“Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-
qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-
orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu”. (Q.S. An-Nisa’ [4]: 101)
Dan sabda Rasulullah Saw:Telah bercerita Ya’la bin Umaiyah, “Saya telah berkata
kepada Umar, Allah berfirman jika kamu takut, sedangkan sekarang telah aman (tidak takut
lagi). Umar menjawab, “Saya heran juga sebagaimana engkau, maka saya tanyakan kepada
Rasulullah Saw., dan beliau menjawab: “Shalat qasar itu sedekah yang diberikan Allah
kepada kamu, maka terimalah olehmu sedekah-Nya (pemberian-Nya) itu”. (HR. Muslim)
Syarat sahnya adalah perjalanan Jauh bukan untuk Kemaksiatan, Jarak perjalanan
mencapai 16 farsakh, Shalat yang diqashar adalah empat rakaat, Berniat meng-qashar shalat
ketika takbiratul ihram, dan Tidak bermakmum pada orang yang mukmin (penduduk
setempat).
Sedangkan, hal-hal yang memperbolehkan shalat jama’: bermukim di Arafah dan
Muzdalifah, Safar (Bepergian), Hujan, Sakit, Takut, dan Keperluan (kepentingan) Mendesak
‫‪DZIKIR SETELAH SALAT‬‬
‫ت ‪1.   ‬‬ ‫ي َولِ َم َشايِ ِخنَا وَاِل ِ ْخ َوانِنَا َولِ َج ِمي ِْع ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬ ‫ق ْال َوا ِجبَ ِة َعلَ َّ‬
‫ب ْال ُحقُوْ ِ‬
‫ي وَاِل َصْ َحا ِ‬ ‫اَ ْستَ ْغفِ ُرهللاَ ْال َع ِظ ْي َم لِى َوالِ َولِ َد َّ‬
‫ت َواَتُوْ بُ اِلَ ْي ِه‪3....‬‬ ‫ت اَاْل َحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َو ْاالَ َم َوا ِ‬ ‫الَاِ ٰلهَ اِالَّهللاُ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْيكَ لَ ْه لَهُ ْال ُم ْل ُ‬
‫ك َولَهُ ْال َح ْم ُد يُحْ يِى ‪َ x 2.   ‬و ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُم ْؤ ِمنَا ِ‬
‫ْت َوهُ َو ع َٰلى ُكلِّ َشي ٍْئ قَ ِد ْي ٌر ‪3 ...‬‬ ‫ار ‪َ x 3.    3...‬ويُ ِمي ُ‬ ‫ك يَعُوْ ُد ‪x 4.   ‬اَللّهُ َّم اَ ِجرْ نَا ِمنَ النَّ ِ‬ ‫اَللّهُ َّم اَ ْنتَ ال َّسالَ ُم َو ِم ْنكَ ال َّسالَ ُم َواِلَ ْي َ‬
‫لجالَ ِل َو ْا ِال ْك َر ِام ‪    .5‬اَللَّهُ َّم الَ َمانِ َع لِ َما اَ ْعطَيْتَ‬
‫ال َّسالَ ُم فَ َحيِّنَا َربَّنَا بِال َّسالَ ِم َواَ ْد ِخ ْلنَا ْال َجنَّةَ دَا َرال َّسالَ ِم تَبَا َر ْكتَ َربَّنَا َوتَ َعالَيْتَ يَا َذ ْا َ‬
‫َّح ِيم ﴿‪﴾١‬‬ ‫لج ُّد ‪    .6‬سُوْ َرةُ ْالفَاتِ َح ِة ‪       ‬بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ٰـ ِن الر ِ‬ ‫ك ْا َ‬
‫ضيْتَ َواَل يَ ْنفَ ُع َذ ْال َج ِّد ِم ْن َ‬
‫َواَل ُم ْع ِط َي لِ َما َمنَعْتَ َواَل َرا َّد لِ َما قَ َ‬
‫ط ْال ُم ْستَقِي َم ﴿‬
‫ك نَ ْستَ ِعينُ ﴿‪ ﴾٥‬ا ْه ِدنَا الصِّ َرا َ‬ ‫ك يَوْ ِم الدِّي ِن ﴿‪ِ ﴾٤‬إيَّاكَ نَ ْعبُ ُـد َوإِيَّا َ‬ ‫َّح ِيم ﴿‪َ ﴾٣‬مالِ ِ‬ ‫ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِمينَ ﴿‪ ﴾٢‬الرَّحْ َم ٰـ ِن الر ِ‬
‫ص ‪3...‬‬ ‫ب َعلَ ْي ِه ْم َواَل الضَّالِّينَ ﴿‪ .﴾٧‬أ ِميْن ‪    .7‬سُوْ َرةُ ْا ِال ْخالَ ِ‬ ‫ص َراطَ الَّ ِذينَ أَ ْن َع ْمتَ َعلَ ْي ِه ْم َغي ِْر ْال َم ْغضُو ِ‬
‫بِس ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ٰـ ِن ‪ِ ﴾٦x‬‬
‫ال َّر ِح ِيم قُلْ هُ َو هَّللا ُ أَ َح ٌد ﴿‪ ﴾١‬هَّللا ُ ال َّ‬
‫ص َم ُد ﴿‪ ﴾٢‬لَ ْم يَلِ ْد َولَ ْم يُولَ ْد ﴿‪َ ﴾٣‬ولَ ْم يَ ُكن لَّهُ‬

‫‪DOA SETELAH SALAT‬‬


‫س ِْم هَّللا ِ الرَّحْ َم ِن الر ِ‬
‫َّحيم‬

‫ك ْال َك ِري ِْم َو َع ِظي ِْم س ُْلطَانِكَ‬


‫اَ ْل َح ْم ُد هَّلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْينَ ‪َ .‬ح ْمدًا يُ َوافِ ْي نِ َع َمهُ َويُ َكافِ ُئ َم ِز ْي َدهُ‪ .‬يَا َربَّنَا لَكَ ْال َح ْم ُد َك َما يَ ْنبَ ِغ ْي لِ َجالَ ِل َوجْ ِه َ‬

‫‪"BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM. ALHAMDU LILLAAHI RABBIL 'AALAMIIN,‬‬


‫‪HAMDAN YUWAAFII NI'AMAHU WAYUKAAFII MAZIIDAHU. YA RABBANAA‬‬
‫‪LAKAL HAMDU KAMAA YAN BAGHHI LIJALAALI WAJHIKA WA'AZHIIMI‬‬
‫"‪SULTHAANIKA.‬‬

‫اللهم صل على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد‬

‫‪"ALLAHUMMA SHALLI 'ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA'ALAA AALI‬‬


‫‪SAYYIDINAA MUHAMMAD".‬‬

‫صي َْر نَا يَا هللَا يَا‬‫َضرُّ َعنَا َوتَ َخ ُّشوْ َعنَا َوتَ َعبُّ َدنَا َوتَ ِّم ْم تَ ْق ِ‬
‫صيَا َمنَا َو ُر ُكوْ َعنَا َو ُسجُوْ َدنَا َوقُعُوْ َدنَا َوت َ‬ ‫اَللَّهُ َّم َربَّنَا تَـقَـبَّلْ ِمنَّا َ‬
‫صالَتَنَا َو ِ‬
‫َربَّ ْال َعا لَ ِم ْينَ‬

‫‪"ALLAHUMMA RABBANAA TAQABBAL MINNAA SHALAATAANA‬‬


‫‪WASHIYAAMANAA WARUKUU'ANAA WASUJUUDANAA WAQU'UUDANAA‬‬
‫‪WATADLARRU'ANAA, WATAKHASYSYU'ANAA WATA'ABBUDANAA,‬‬
‫‪WATAMMIM TAQSHIIRANAA YAA ALLAH YAA RABBAL'AALAMIIN".‬‬
َ‫ضلَ ْمنَا أَ ْنفُ َسنَا َوإِ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ ْال َخا ِس ِر ْين‬
َ ‫َربَّنَا‬

"RABBANA DZHALAMNAA ANFUSANAA WA-INLAMTAGHFIR LANA


WATARHAMNAA LANAKUUNANNA MlNAL KHAASIRIIN".

‫َربَّنَا َوالَ تَحْ ِملْ َعلَ ْينَا إِصْ رًا َك َما َح َم ْلتَهُ َعلَى الَّ ِذ ْينَ ِم ْن قَ ْبلِنَا‬

"RABBANAA WALAA TAHMIL'ALAINAA ISHRAN KAMA HAMALTAHUL'ALAL


LADZIINA MIN QABLINAA."

َ‫ َواعْفُ َعنَّا َوا ْغفِرْ لَنَا َوارْ َح ْمنَا أَ ْنتَ َموْ الَ نَا فَا ْنصُرْ نَا َعلَى ْالقَوْ ِم ْال َكا فِ ِر ْين‬,‫طا قَتَا لَنَا بِ ِه‬
َ َ‫َربَّنَا َوالَ تُ َح ِّم ْلنَا َما ال‬

"RABBANAA WALAA TUHAMMILNAA MAALAA THAAQATA LANAA BIHII


WA'FU'ANNAA WAGHFIR LANAA WARHAMNAA ANTA MAULAANAA
FANSHURNAA 'ALAL QAUMIL KAAFIRIIN".

ُ‫َربَّنَا الَ تُ ِز ْغ قُلُوْ بَنَا بَ ْع َد ِإ ْذ هَ َد ْيتَنَا َوهَبْ لَنَا ِم ْن لَّ ُد ْنكَ َرحْ َمةً إِنَّكَ أَ ْنتَ ْال َوهَّاب‬

"RABBANAA LAA TUZIGH QULUUBANAA BA'DA IDZHADAITANAA


W'AHABLANAA MIN LADUNKA RAHMATAN INNAKA ANTAL WAHHAAB".

‫ك َعلَى قُلِّ ثَ ْي ٍءقَ ِدي ِْر‬ ِ ‫ت أَأْل َ حْ يَآ ِء ِم ْنهُ ْم َو ْاألَ ْم َوا‬
َ َّ‫ اِن‬,‫ت‬ ِ ‫ت َو ْال ُم ْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُم ْؤ ِمنَا‬
ِ ‫َربَّنَا ْغفِرْ لَنَا َولِ َوالِ ِد ْينَ َولِ َج ِمي ِْع ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما‬

"RABBANAGHFIR LANAA WALIWAALIDINAA WALIJAMI'IL MUSLIMIIN


WALMUSLIMAATI WAL MU'MINIINA WALMU'MINATI. AL AHYAA-I-MINHUM
WAL AMWAATI, INNAKA ALAA KULI SYAI'N QADIIR".

َ ‫َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي ْاآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ‬
ِ َّ‫اب الن‬
‫ار‬

"RABBANAA AATINAA FIDDUNYAA HASANATAN WAFIL AAKHIRATI


HASANATAN WAQINAA ADZAABAN-NAAR".

ِ ‫اللهم اغفر لنا ذنوبناوكفرعنا سيئاتنا وتوفنا َم َع اأْل َ ب َْر‬


‫ار‬
"ALLAHUMMAGHFIRLANAA DZUNUUBANAA WAKAFFIR ANNAA
SAYYIAATINAA WATAWAFFANAA MAALABRAARI".

َ‫ َو ْال َح ْم ُد هلِل ِ َربِّ ْال َعالَ ِم ْين‬، َ‫ َو َسالَ ٌم َعلَى ْال ُمرْ َسلِ ْين‬، َ‫صفُوْ ن‬
ِ َ‫ك َربِّ ْال ِع َز ِة َع َّما ي‬
ِ ِّ‫ُس ْب َحانَ َرب‬

"SUBHAANA RABBIKA RABBIL I'ZZATI AMMAA YASHIFUUNA WASALAAMUN


'ALAL MURSALHNA WAL-HAMDU LILLAAHI RABBIL'AALAMIINA".

Anda mungkin juga menyukai