Oleh :
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Sholat secara bahasa berarti do’a. Sedangkan secara istilah seperti yang ucapkan oleh
Imam Ar-Rofi’i adalah ucapan dan perbuatan yang di awali dengan takbir dan di akhri
dengan salam dengan beberapa syarat yang telah ditentukan[1]. Sedangkan fardu sama
dengan wajib. Wajib adalah suatu hal yang apabila dilakukan mendapat pahala dan apabila
ditinggalkan mendapat dosa. Sholat yang difardukan diantaranya adalah: shalat lima waktu,
shalat jumat, dan shalat mayit. Namun dalam pembahasan makalah ini adalah shalat lima
waktu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Syarat Wajib Shalat Dan Syarat Sahnya Shalat?
2. Menjelaskan Niat Dalam Shalat!
3. Apa Saja Rukun Dalam Shalat ?
4. Sebutkan Sunnah-Sunnah Shalat!
5. Apa Saja Yang Dapat Membatalkan Shalat?
C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui Syarat Wajib Dan Sayarat Sahnya Shalat
2. Mengetahui Tata Cara Niat Dalam Shalat
3. Mengetahui Rukun Dalam Shalat
4. Mengetahui Sunah-Sunahnya Shalat
5. Mengetahui Perkara-Perkara Yang Membatalkan Shalat
BAB II
PEMBAHASAN
B. Rukun Shalat
Dengan menggabungkan tuma’ninahnya shalat dalam satu rukun, rukunnya shalat
dibagi menjadi empat belas, diantaranya sebagai berikut[9]:
1. Niat
Niat adalah menyengaja melakukan dengan hati . karena suatu hadits “sahnya suatu
amal itu dengan niat”. Hal-hal yang wajib diucapkan dalam hati ketika melakukan niat shalat
adalah sebagai berikut:
a. Sengaja melakukan shalat, supaya membedakan antara shalat dan perbuatan-perbuatan yang
lain.
b. Menentukan shalat yang diniatinya, seperti dhuhur, ashar, atau yang lainya, supaya
membedakan dari shalat yang telah ditentukan.
c. Menyengaja bahwa adanya shalat itu fardu.
Sedangkan menyandarkan niat kepada Allah adalah sunnah. Berbeda dengan imam Al-
Adzra’i yang mengatakan wajibnya menyandarkan niat kepada Allah.
2. Takbiratul Ihram
Takbiratul Ihram dijadikan sebagai pembukaan shalat supaya mushalli bisa
menghadirkan maknanya takbir itu sendiri. Yaitu menunjukkan kepada keagungan Tuhan.
sehingga orang segera bergegas berkhidmad kepada Tuhan, supaya bisa mencapai
kesempuraan baginya sifat haibah dan khusu’. Dalam Takbiratul ihram wajib disertai niat,
karena takbiratul ihram adalah permulaan rukun. Imam Rafi’i membenarkan bahwa
“menyertai niat shalat di awal takbir sudah cukup”. Maksutnya niatnya sudah sah. Sedangkan
lafazd takbirartul ihram sudah di tentukan, yaitu “Allahu Akbar”. atau “Allahul Akbar”[10].
3. Berdiri Bagi Yang Mampu
Berdiri bagi yang mampu disini adalah untuk shalat fardu. Walaupun shalat yang
dinadzari atau diulangi. Baik mampu berdiri sendiri atau degan pertolongan orang lain. Sah
bediri dengan meluruskan ruas-ruas tulang punggung, sekalipun dengan menyandarkan diri
pada sesuatu yang ia bisa jatuh kalau sesuatu itu tidak ada. Bersandar dihukumi makruh.
Berdiri membungkuk yang agak sedikit ruku’ tidak sah, bila ia mampu berdiri tegak.
Bagi orang yang tidak mampu berdiri, boleh shalat dengan duduk. jika tidak mampu
dengan duduk boleh dengan tidur miring menghadap ke arah kiblat. Jika tidak mampu tidur
miring, boleh dengan terlentang, dengan telapak kaki mengadap kearah kiblat dan di
bawahnya kepala wajib dikasih ganjal atau bantal, agar wajahnya bisa menghadap kiblat.
Kemudian ruku’ dan sujudnya dengan isarat kepala, jikalau tidak mampu dengan kepala
maka dengan pelupuk mata. Jikalau masih tidak mampu dengan pelupuk mata, maka isyarat
dengan hati. Tidak ada gugurnya kewajiban shalat bagi seseorang, selama akalnya masih
tetap.
4. Membaca Surat Al-fatihah disetiap Raka’at
Wajib membaca fatihah disetiap raka’at pada saat berdiri, Kecuali raka’atnya orang
yang masbuk. Tidak wajib bagi masbuk membaca fatihah sekiranya tidak dapat menemukan
fatihahnya imam pada saat bedirinya imam, walau disetiap raka’at. Termasuk dalam surat Al-
Fatihah adalah basmalah. Wajib menjaga tasdid-tasdidnya Al-Fatihah, huruf-hurufnya Al-
Fatihah, makhraj-makhrajnya Al-fatihah, dan terus-enerusnya bacaan Al-Fatihah. Orang yang
ragu-ragu apakah sudah membaca basmalah atau belum di tengah-tengah membaca Al-
Fatihah, maka baginya wajib mengulangi Al-Fatihahnya.[11]
5. Ruku’
Ruku’ adalah membungkukkan badan sekiranya telapak tangan sampai pada lutut,
bukan jari-jari. Belum dikatakan rukuk,jika hanya pucuk jari-jari yang sampai pada lutut.
6. I’tidal
I’tidal adalah berdiri kembali dari ruku’. Ketika seseorang ragu-ragu dalam
menyempurnakan i’tidal, maka wajib dengan segera mengulangi i’tidal. Berbeda dengan
makmum, jikalau makmum wajib menggantinya dengan satu raka’at setelah salamnya imam.
7. Melakukan Dua Sujud
Wajib melakukan dua sujud disetiap satu raka’at. Sujud dilakukan
dengan menyungkur. Yaitu bagian pantat dan sekitarnya berada di posisi yang lebih tinggi
dari kepala. Sujud dilakukan dengan meletakkan sebagian keningnya dengan keadaan
terbuka. Jika pada keningnya terdapat pembalut, maka sujudnya tidak sah. Kecuali balutan
luka yang sulit untuk dilepas, maka sujud dengan keadaan seperti ini sujudnya tetap sah.
8. Duduk di Antara Dua Sujud
Tidak boleh memanjangkan duduk atau i’tidal, karena memanjang disini bukan suatu
hal yang dimaksud. Akan tetapi, rukuk dan i’tidal berfungsi untuk memisah. Paling lamanya
i’tidal adalah kira-kiranya bacaan Al-Fatihah. Sedangkan maksimalnya duduk di antara dua
sujud adalah kira-kira bacaan tasyahud. Bagi orang yang memanjangkan i’tidal atau sujud
melebihi batas yang ditentukan, padahal ia mengetahui maka sholatnya dihukumi batal.
9. Tuma’ninah
Tuma’ninah wajib dilakukan disetiap ruku’, melakukan dua sujud, duduk di antara dua
sujud, dan i’tidal. Batasan tuma’ninah adalah diamnya anggota badan sekiranya jadi terpisah
perpindahan rukun satu ke rukun yang lain.[12]
10. Membaca Tasyahud Akhir
Paling sedikitnya tasyahud akhir adalah seperti yang diriwayatkan oleh Imam Syafi’i
dan Imam Tirmizhi. Yaitu bacaan attahiyah.
11. Membaca Shalawat kepada Nabi
Paling sedikitnya shalawat adalah “Allahumma shalli ‘ala Muhammad”. Membaca
shalawat dilakukan setelah tasyahud akhir.
12. Duduk Tasyahud Akhir
Duduk tasyahud akhir adalah duduk karena membaca tasyahud akhir, atau karena
salam. Sunnah duduk tasyahud akhir dengan duduk tawarak. Duduk tawarak adalah
duduknya oraang menjelang salam, berbeda dengan makmum yang masbuk ketika imamnya
dalam kedaan tasyahud akhir, maka masbuq dengan duduk iftirasy.
13. Memaca Salam
Salam yang dimaksud disini adalah salam yang pertama. Paling sedikitnya salam
adalah “Assalamualaikum”. Sedangkan mengucapkan dengan “Alaikumus
Salam”. Mengucapkan salam dengan “Salamualaikum” Belum mencukupi dalam salamnya
shalat. Begitu juga dengan ”salamullah” atau “salamii ‘alaikum”. Bahkan hal ini dapat
membatalkan shalat jika dilakukan dengan sengaja dan mengetahui hukumnya.
14. Tertib
Tertib sesuai dengan rukun-rukun yang telah disebutkan di atas. Orang yang sengaja
merusak tertibnya rukun fi’li, seperti mendahulukan sujud sebelum ruku’, maka shalatnya
dihukumi batal. sedangkan mendahulukan rukun qauli tidak membahayakan, kecuali salam.
[13]
C. Sunah-Sunah Shalat
1. Sunah Ab’adh
Sunah ab’adh adalah perkara yang disunahkan dalam shalat, dan apabila
meninggalkannya, sunnah melakukan dua sujud sebelum salam. Yaitu yang biasa disebut
dengan sujud sahwi. Dalam besujud sahwi, wajib disertai niat. Yaitu sejak menurunkan
badan, hatinya sudahnya berniat mengerjakan sujud sahwi. Sunah ab’adh adalah sabagai
berikut:[14]
a. Tasyahud awal, yaitu bacaan yag wajib dibaca pada saat tasyahud akhir.
b. Duduk tasyahud awal, dalam meninggalkan duduk tasyahud, sama dengan meninggalkan
berdiri pada saat qunut. Ketika seseorang tidak bisa memperbaiki membaca qunut atau
tasyahud, dalam keadaan seperti itu, tetap disunahkan diam seukuran membaca tasyahud dan
qunut. Dan jika meninggalkan salah satunya, maka disunahkan melakukan sujud sahwi.
c. Membaca do’a qunut, yaitu qunut ketika shalat subuh dan witir separonya bulan Ramadhan.
d. Berdiri ketika membaca do’a qunut.
e. Membaca shalawat kepada Nabi setelah qunut dan tasyahud awal.
f. Membaca shalawat kepada keluarga Nabi setelah qunut dan tasyahud akhir.
Sujud sahwi dapat dilakukan sebab merasa ragu-ragu terhadap sebagian sunah ab’adh
yang telah lewat. Misalnya qunut, sudah melakukan atau belum. Jika seorang munfarid atau
imam lupa melakukan sunah ab’adh, misalnya tasyahud awal, atau qunut, sedang mereka
telah melakukan fardu, baik seperti berdiri, atau sujud, maka bagi mereka tidak
diperkenankan kembali untuk mengulangi sunah ab’adh tersebut. Sebab fardu adalah lebih
utama daripada sunah.[15]
2. Sunah Hai’ah
Sunah hai’ah terbagi menjadi lima belas, diantaranya adalah[16]:
a. Mengangkat kedua tangan ketika takbiratul ihram;
b. Mengangkat kedua tangan ketika ruku’;
c. Mengangkat kedua tangan ketika bangun dari ruku’;
d. Manaruh tangan kanan di atas tangan kiri;
e. Membaca tawajjuh;
f. Membaca ta’awudz;
g. Mengeraskan suara pada waktunya mengeraskan dan mengecilkan suara pada waktunnya
mengecilkan suara;
h. Membaca surat Al-Quran setelah membaca fatihah;
i. Membaca takbir ketika turun karena ruku’ dan ketika bangun dari ruku’;
j. Mengucapkan lafadz “sami’Allahu liman hamidah”;
k. Membaca tasbih ketika ruku dan sujud;
l. Menaruh kedua tangan di atas kedua paha ketika membaca tasyahud;
m. Duduk iftirosy di semua waktu duduk;
n. Duduk tawaru’ di tasyahud akhir;
o. Membaca salam yang kedua.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat adalah ucapan dan perbuatan yang telah ditentukan, diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu. Shalat wajib bagi setiap muslim yang
berakal, baligh, dan suci dari haid dan nifas bagi wanita. Shalat dihukumi sah
apabila: 1) orang yang shalat dalam keadaan suci dari hadats kecil maupun hadats
besar; 2) Bersihnya badan, pakaian, dan tempat sholat dari najis; 3) menutup
aurat; 4) mengetahui masuknya waktu shalat; 5) menghadap kiblat; 6) mengetahui
kefarduannya shalat; kefarduan shalat dinamakan dengan rukun shalat. Rukun shalat
diantaranya adalah sebagai berikut: 1) niat; 2) Takbiratul Ihram; 3) Berdiri Bagi Yang
Mampu; 4) Membaca Surat Al-fatihah disetiap Raka’at; 5) Ruku’; 6) I’tidal; 7) Melakukan
Dua Sujud; 8) Duduk di Antara Dua Sujud; 9)Tuma’ninah; 10) Membaca Tasyahud Akhir;
11) Membaca Shalawat kepada Nabi; 12) Duduk Tasyahud Akhir; 13) Memaca Salam; 14)
Tertib.