Anda di halaman 1dari 14

AL-QOWAIDUL

KHAMSAH
 Althaf Hidayat. N. S
 Assya Ummu Habibah
 Hanung Hayati Nufus
 Nayra Aishanda Daviansha
A
ِ َ‫اأْل ُم ُر بِ َمق‬
‫اص ِدهَا‬
Segala Sesuatu Tergantung
Tujuannya
1. Dasar Hukum

ِ ‫ِإ َّن َما ْاَألعْ َما ُل ِبال ِّنيَّا‬


(‫ت ) رواه اماما البخار‬
Sahnya perbuatan tergantung pada niatnya. (HR.
Bukhari)
2. Penjelasan
Hadist‫ ِإ َّن َما ْا َْألع َما ُلِب ا ِّلني َِّات‬diriwayatkan
dari orang-orang yang dipercaya
a.
seperti Umar bin Khattab dan Ali bin Imam al-Baihaqi
Abi Thalib ra. mengilustrasikan hadis
tersebut hati
Sahnya perbuatan tergantung pada
niatnya. Perbuatan yang dimaksud Perbuatan lisan
adalah segala bentuk aktifitas baik Anggota
berupa ucapan maupun gerak tubuh badan
kita.
Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin
Hambal, Imam Abu Dawud dan
lainnya sepakat bahwa hadis tentang
niat tersebut merupakan sepertiga
ilmu.
b. Ulama membahas niat Secara garis besar maksud
dari tujuh bagian yaitu
dan tujuan niat ada dua:
hakikat, hukum,
tempat, waktu, tata
cara, syarat dan 1. Untuk membedakan antara ibadah dan
tujuan niat. adat

• Wudhu dan mandi jinabat


• Puasa dan orang yang tidak makan karena sakit
ataupun tidak punya makanan

2. Untuk membedakan tingkatan ibadah


wajib dan sunnah ataupun ibadah yang
serupa dengan ibadah lainnya
c. Syaikh Abu Ishaq asy-Syairazi dalam kitab al-
Muhadzdzab memberi batasan,
setiap perkara yang membutuhkan niat fardhu, membutuhkan
penentuan
penyebutan (ta’yin), kecuali tayammun untuk ibadah fardhu.

Dalam tayammum tidak disyaratkan niat


fardhu tayammum, bahkan tidak sah
apabila disyari’atkan niat fardhu tanpa ada
lafal al-istibahah (mencari kebolehan
melakukan suatu ibadah)
D. Suatu ibadah ditentukan, sementara niat menentukan tidak
disyaratkan secara
terperinci, hal ini ;

● 1) Penyebutan ibadah tidak disyaratkan


terperinci, seperti menentukan tempat shalat
dan menentukan nama makmum.
● 2) Perkara yang penentuannya disyaratkan,
maka kesalahan penyebutannya membatalkan
ibadah. Seperti orang niat puasa, sementara
yang dilakukan adalah shalat.
● 3) Perkara yang wajib disebutkan secara umum
dan tidak wajib disebutkan secara terperinci,
apabila disebutkan secara rinci dan terjadi
kesalahan penyebutannya, maka menyebabkan
batal. Seperti niat makmum pada Ali ternyata
imamnya adalah Rahmat.
e. Fungsi niat adalah disyaratkannya penyebutan fardhu dalam niat. Terkait
penyebutan ada’ dan qadha’ dalam shalat ada beberapa perbedaan,
diantaranya
● 1) Disyaratkan penyebutan ada’ dan qadha’.
● 2) Disyaratkan penyebutan niat qadha’, dan
tidak penyebutan niat ada’
● 3) Disyaratkan penyebutan ada’ apabila memiliki
tanggungan shalat qadha’. Pendapat ini
didukung oleh Imam al-Mawardi.
● 4) Tidak disyaratkan penyebutan ada’ atau
qadha’ secara mutlak,
B ‫ْاليَقِ ْي ُن ال يُ َزا ُل بِالش َِّك‬
Keyakinan Tidak Bisa
Dihilangkan Dengan Sebab
Keraguan)
1. Dasar hukum
Keraguan yang baru datang pada suatu keyakinan yang disebabkan
oleh suatu hal yang sifatnya eksternal, tidak dapt
menghilangkan keyakinan tersebut.

Berdasarkan hadist :
‫ شالشا ام اربعا ؟ فليطرح المك واليبن على ما استقن‬،‫زاشك احدكم في صالنه فلم يدركم صلى‬
( ‫)رواه مسلم‬
Ketika salah satu diantara kalian ragu dalam sholat, dan tidak tahu
apakah sudah tiga atau empat rakaat, maka buanglah keraguan,
dan tetapkan rakaat yang di yakini (HR. Muslim)
2.penjelasan
A. Kaidah baqa’ ma kana ‘ala ma kana (keadaan yang ada menetapi keadaan sebelumnya).

Maknanya hukum yang berlaku sebelumnya tetap berlaku sebelum datang hukum yang baru,
seperti:
● Di tengah-tengah shalat jum’at seseorang ragu, apakah waktunya sudah keluar atau belum?
Menurut pendapat shahih ia harus meneruskan shalat jum’at, dan keraguannya tidak
mempengaruhi keabsahan shalatnya.
● Orang yang sedang makan sahur ragu, apakah waktu fajar sudah tiba atau belum? Keraguan
ini dapat mempengaruhinya. Sebab hukum asalnya masih malam.

Di antara permasalahan yang dikecualikan dari kaidah ini adalah:

● Orang yang hendak shalat Jum’at ragu, apakah waktunya masih cukup untuk melaksanakan
khutbah sekaligus shalat dua rakaat ? Dalam kondisi seperti ini tidak boleh shalat jum’at dan
harus shalat dhuhur.
B. Kaidah bara’ah adz-dzimmah
(bebas menanggung hak orang Berdasarkan kaidah ini, satu orang
lain). saksi saja tidak bisa menjadi dasar
penetapan seseorang harus
menanggung hak orang lain, selama
tidak ada bukti pendukung lain atau
sumpah dari pihak penuntut.

C. Kaidah man syakka hal fa’ala


syai’an am la, fal ashl annahu
lam yaf’alhu orang yang ragu, apakah telah
melakukan sesuatu atau belum,
maka hukum asalnya adalah
sungguh ia belum melakukannya
Di
ag
ram
D E F
Kaidah man tayaqqana al-
Kaidah al-ashl al-‘adam
fi’la wa syak fi al-qalil au Kaidah al-ashl fi kulli hadis
al-katsir hummail ‘ala taqdiruh bi aqrab zaman
alqalil
orang yang yakin telah hukum asal pada hak hukum asal setiap
melakukan suatu adami adalah tidak ada perkara yang baru
perbuatan, dan ragu ketetapan atau datang adalah mengira-
tentang sedikit tanggungan kepada ngirakannya terjadi
banyaknya, maka orang lain. pada waktu yang paling
dihukumi baru dekat
melakukan yang sedikit.
G. Kaidah al-ashl fi al- H. Kaidah al-ashl fi al-
abdha’ at-tahrim kalam al-haqiqah

jika haram dan halal untuk hukum asal suatu ucapan


dinikahi dihadapkan kepada adalah hakikatnya. Suatu
seorang wanita, maka yang ucapan hakikatnya tidak
dimenangkan adalah sisi boleh dialihkan ke makna
haramnya. Sehingga tidak majaznya, kecuali terdapat
dibolehkan ijtihad untuk menikahi faktor yang menetapkan
perempuan suatu desa yang ucapan itu harus diarahkan
jumlahnya terbatas, sementara di pada majaz, dan tidak
sana ada perempuan mahram. mungkin diarahkan pada
makna hakikatnya.

Anda mungkin juga menyukai