Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KANDUNGAN SYARIAH ISLAM I

(IBADAH)

Disusun Oleh:

JIHAN JALILAH AFLAH


Stambuk: 15020180024

C2 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan
kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kami dan kejelekkan
amalan-amalan kami. Siapa yang Allah beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya dan siapa yang Allah sesatkan, maka tidak ada yang dapat
memberinya petunjuk.
Saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali
Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan utusan Allah. Semoga shalawat dan salam dari Allah tercurah
untuk beliau, dan keluarga beliau.
Sesungguhnya ibadah adalah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah
berfirman:

‫اق ذُو‬
ُ ‫َّللاَ ه َُو ال َّر َّز‬
َّ ‫ون إِ َّن‬ ْ ‫ق َو َما أ ُ ِريدُ أَن ي‬
ِ ‫ُط ِع ُم‬ ٍ ‫ُون َما أ ُ ِريد ُ ِم ْن ُهم ِ ِّمن ِ ِّر ْز‬
ِ ‫نس إِ ََّّل ِليَ ْعبُد‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل‬
ُ‫ْالقُ َّوةِ ْال َمتِين‬

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah
Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-
Dzaariyaat: 56-58]

ibadah mencakup seluruh tigkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah
(mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah.
Allah berfirman dalam ayat yang lain yang artinya “(Allah) Yang menjadikan
mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik
amalnya.” (QS. Al-Mulk/67: 2) Maka semua yang berakal, dari kalangan jin dan
manusia, semenjak dewasa sampai meninggal dunia dia berada dalam ujian dan
cobaan. Kalau kita memahami hal ini, maka alangkah pentingnya kita mengetahui
makna ibadah dan cakupannya, sehingga kita bisa mengisi hidup kita dengan ibadah
untuk bisa meraih ridha Allah
Ini adalah sebuah makalah yang ringkas. Yang dibahas didalamnya tentang
pengertian ibadah, macam-macam ibadah dan keluasan cakupannya, pilar-pilar
ubudiyah yang benar, syarat diterimanya ibadah, dan keutamaan ibadah beserta dalil-
dalilnya.
Tidak dipungkiri didalam makalah ini terdapat kesalahan-kesalahan dan
kekurangan. Senantiasa saya mengharapkan koreksi, saran, dan kritik dari para
pembaca makalah ini.
Semoga upaya yang sedikit ini bisa memberikan manfaat, terutama bagi diri saya
sendiri, keluarga saya, dan siapa saja yang membaca makalah ini dan semoga upaya
yang sederhana ini bisa menjadi menjadi amal shalih bagi saya, yang pahalanya
senantiasa mengalir selama makalah ini menyebar dan dapat diambil manfaatnya.

15 Rajab 1440 H / 22 Maret 2019 M


Hamba yang faqir terhadap Rabb-Nya.

Jihan Jalilah Aflah


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kata ibadah tentu sangat akrab bagi kaum muslimin. Ibadah merupakan
aktivitas yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan seorang muslim. Bahkan
tujuan diciptakannya manusia dan jin oleh Allah tiada lain hanya untuk
beribadah kepadaNya. Di tengah rutinitas menjalankan aktivitas ibadah, bisa
jadi tidak semua muslim paham makna ibadah itu sendiri. Padahal,
ketidakpahaman makna ibadah bisa mengakibatkan tertolaknya ibadah yang
dilakukan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitabnya Al Ubudiyyah
menerangkan, ibadah adalah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai
dan diridhai Allah . Bisa terdiri dari ucapan maupun perbuatan, baik nampak
maupun tidak. Semua yang Allah cintai telah Allah bawakan dalam Al Qur'an
dan diterangkan oleh Rasul-Nya. Begitu pula apa yang Allah benci, telah Allah
jelaskan. Sehingga di dalam Al Qur'an dan Al Hadits, Allah memerintahkan
suatu perbuatan karena Allah mencintainya dan Allah melarang sebuah
perbuatan karena Allah membencinya. Karena itu, dalam kesempatan lain Ibnu
Taimiyyah mengatakan ibadah adalah taat kepada Allah dengan melakukan apa
yang Allah perintahkan melalui lisan para RasulNya.
Dari sini, dipahami pula bahwa ibadah terbagi ke dalam dua jenis, yaitu
ibadah lahir dan ibadah batin. Ibadah lahir mencakup ucapan lisan dan
perbuatan anggota badan seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan seterusnya.
Dalam melakukan ibadah, seseorang harus memiliki landasan agar ibadah
tersebut diterima Allah. Dalam hal ini, para ulama menjelaskan, ada tiga
landasan yang harus dimiliki seorang muslim dalam beribadah. Landasan
pertama adalah mahabbah, yaitu rasa cinta kepada Allah, RasulNya , dan
syariat-Nya. Landasan kedua adalah raja', yaitu mengharap pahala dan rahmat
Allah, dan yang ketiga adalah khauf, rasa takut dari siksa Allah dan khawatir
akan nasib jelek di akhirat nanti.
Perlu diketahui dan diingat pula bahwa tidak semua ibadah yang
dilakukan seorang hamba akan diterima oleh Allah . Allah baru akan menerima
ibadah bila memenuhi syaratnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Pengertian Ibadah
2. Macam-macam ibadah dan keluasan cakupannya
3. Pilar-pilar ubudiyah yang benar
4. Syarat diterimanya ibadah
5. Keutamaan ibadah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Ibadah
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam
syara’ ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu.
Definisi itu antara lain adalah: (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr. Shalih bin Fauzan.
1421 H. Hal 76)
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya
melalui lisan para rasul-Nya
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah yaitu tingkatan tunduk yang
paling tinggi disertai rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi
3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan
diridhoi Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun
yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap (Kitab Tauhid
Jilid 1 Karya Dr. Shalih bin Fauzan. 1421 H. Hal 76)
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf
(takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan),
raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qolbiyah (yang berkaitan
dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah
qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang
berkaitan dengan hati, lisan, dan badan. (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr. Shalih
bin Fauzan. 1421 H. Hal 77)

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:

‫اق ذُو‬
ُ ‫الر َّز‬ َّ ‫ون إِ َّن‬
َّ ‫َّللاَ ه َُو‬ ْ ‫ق َو َما أ ُ ِريدُ أَن ي‬
ِ ‫ُط ِع ُم‬ ٍ ‫ُون َما أ ُ ِريد ُ ِم ْن ُهم ِ ِّمن ِ ِّر ْز‬
ِ ‫نس إِ ََّّل ِليَ ْعبُد‬ ِ ْ ‫َو َما َخلَ ْقتُ ْال ِج َّن َو‬
َ ‫اْل‬
ُ‫ْالقُ َّوةِ ْال َمتِين‬

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka
dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku.
Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan
lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-58]

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan


manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa
Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi
merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah,
maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong.
Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan-
Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan barangsiapa yang beribadah
kepada-Nya hanya dengan apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin
muwahhid (yang mengesakan Allah). (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr. Shalih bin
Fauzan. 1421 H. Hal 77)

2.2 Macam-macam Ibadah dan Keluasan Cakupannya


Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua macam ketaatan yang
Nampak pada lisan, anggota badan, dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih,
tahlil, dan membaca Al-Qur’an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma’ruf nahi
mungkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil.
Begitu pula cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, khasyyatullah (takut kepada
Allah), inabah (kembali) kepadaNya, ikhlas kepadaNya, sabar terhadap
hukumNya, ridha dengan qadha-Nya, tawakkkal, mengharap nikmatNya dan takut
dari siksaNya. (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr. Shalih bin Fauzan. 1421 H. Hal
78)
Jadi, ibadah mencakup seluruh tigkah laku seorang mukmin jika diniatkan
qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah.
Bahkan adat kebiasaan yang mubah pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai
bekal untuk taat kepada-Nya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja
mencari nafkah, nikah dan sebgainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai
dengan niat baik (benar) maka akan bernilai menjadi ibadah yang berhak
mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas pada syi’ar-syi’ar
yang telah biasa dikenal. (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr. Shalih bin Fauzan. 1421
H. Hal 78)
Ibadah dalam agama Islam mencakup ibadah mahdhah dan ibadah ghairu
mahdhah.
1) Ibadah Mahdhah Ibadah mahdhah adalah perbuatan-perbuatan dan perkataan-
perkataan yang asalnya memang merupakan ibadah, berdasarkan nash atau
lainnya yang menunjukkan perkataan dan perbuatan tersebut haram
dipersembahkan kepada selain Allah. Dalam kitab ad-Dinul Khalish, 1/215,
disebutkan pengertian ibadah mahdhah, "Segala yang diperintahkan oleh Pembuat
syari'at (yaitu: Allah -pen), baik berupa perbuatan atau perkataan hamba yang
dikhususkan kepada keagungan dan kebesaran Allah. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah ‫ هلال رمحو‬menyatakan, "Wudhu adalah ibadah, karena ia tidak diketahui
kecuali dari Pembuat syari'at, dan semua perbuatan yang tidak diketahui kecuali
dari Pembuat syari'at, maka itu adalah ibadah, seperti shalat dan puasa, dan
karena hal itu juga berkonsekuensi pahala." (Al-Mustadrak 'ala Majmu' al-
Fatawa, 3/29; Mukhtashar alFatawa al-Mishriyah, hlm. 28)
Maka semua perbuatan atau perkataan yang ditunjukkan oleh nash atau ijma'
atau lainnya, atas kewajiban ikhlas padanya, maka itu adalah ibadah dari asal
disyari'atkannya, sedangkan yang tidak demikian maka itu bukan ibadah dari asal
disyari'atkannya, namun bisa menjadi ibadah dengan niat yang baik, sebagaimana
penjelasan berikutnya. (Makna dan Cakupan Ibadah karya Abu Ismail Muslim
Al-Atsari. 1437 H. hal 4)
Ibadah mahdhah ini mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Ibadah hati yaitu keyakinan dan amalan Ibadah hati terbagi menjadi dua
bagian:
a. Qaulul qalbi (perkataan hati), dan dinamakan i'tiqad (keyakinan;
kepercayaan). Yaitu keyakinan bahwa tidak ada Rabb (Pencipta;
Pemilik; Penguasa) selain Allah, dan bahwa tidak ada seorangpun yang
berhak diibadahi selain Dia, mempercayai seluruh nama-Nya dan sifat-
Nya, mempercayai para malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, para Rasul-
Nya, hari Akhir, taqdir baik dan buruk, dan lainnya. (Makna dan
Cakupan Ibadah, Abu Ismail Muslim Al-Atsari. 1437 H. hal 5)
b. 'Amalul qalbi (amalan hati), di antaranya ikhlas, mencintai Allah
mengharapkan pahala-Nya, takut terhadap siksa-Nya, tawakkal
kepada- Nya, bersabar melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan
larangan-Nya dan lainnya. (Makna dan Cakupan Ibadah, Abu Ismail
Muslim Al-Atsari. 1437 H. hal 6)
2. Ibadah perkataan atau lisan Di antaranya adalah mengucapkan kalimat
tauhid, membaca al-Qur'an, berdzikir kepada Allah dengan membaca tasbih,
tahmid, dan lainnya; berdakwah untuk beribadah kepada Allah, mengajarkan
ilmu syariat, dan lainnya. (Makna dan Cakupan Ibadah karya Abu Ismail
Muslim Al-Atsari. 1437 H. hal 6)
3. Ibadah badan Di antaranya adalah melaksanakan shalat, bersujud, berpuasa,
haji, thawaf, jihad, belajar ilmu syari'at, dan lainnya. (Makna dan Cakupan
Ibadah karya Abu Ismail Muslim Al-Atsari. 1437 H. hal 6)
4. Ibadah harta Di antaranya adalah membayar zakat, shadaqah, menyembelih
kurban, dan lainnya. (Makna dan Cakupan Ibadah, Abu Ismail Muslim Al-
Atsari. 1437 H. hal 6)
2) Ibadah Ghairu Mahdhah Ibadah ghairu mahdhah adalah perbuatan-perbuatan
dan perkataan-perkataan yang asalnya bukan ibadah, akan tetapi berubah menjadi
ibadah dengan niat yang baik. Namun, jika perbuatan-perbuatan dan
perkataanperkataan ini dilakukan dengan niat yang buruk akan berubah menjadi
kemaksiatan, dan pelakunya mendapatkan dosa. Seperti, melakukan jual beli
untuk mendapatkan harta dengan niat untuk melakukan maksiat; makan minum
agar memiliki kekuatan untuk mencuri; Jika seseorang melakukan perbuatan-
perbuatan dan perkataan-perkataan ini dengan tanpa niat yang baik atau niat
buruk, maka perbuatan tersebut tetap pada hukum asalnya, yaitu mubah. (Makna
dan Cakupan Ibadah, Abu Ismail Muslim Al-Atsari. 1437 H. hal 7)
Ibadah ghairu mahdhah ini mencakup hal-hal berikut:
a. Melaksanakan wajibat (perkara-perkara yang diwajibkan) dan mandubat
(perkara-perkara yang dianjurkan) yang asalnya tidak masuk ibadah,
dengan niat mencari wajah Allah Misalnya: (Makna dan Cakupan Ibadah,
Abu Ismail Muslim Al-Atsari. 1437 H. hal 7)
 Mengeluarkan harta untuk keperluan diri sendiri, seperti makan,
minum, dan sebagainya, dengan niat menguatkan badan dalam
melaksanakan ketaatan kepada Allah
 Berbakti kepada orang tua dengan niat melaksanakan perintah Allah
 Memberi nafkah kepada anak dan istri dengan niat melaksanakan
perintah Allah
 Mendidik anak dan membiayai sekolahnya dengan niat agar mereka
bisa beribadah kepada Allah dengan baik.
 Menikah dengan niat menjaga kehormatan diri sehingga tidak terjatuh
ke dalam zina.
 Memberi pinjaman hutang dengan niat menolong dan mencari pahala
Allah
 Memberi hadiah kepada orang dengan niat mencari wajah Allah
 Memuliakan tamu dengan niat, melaksanakan perintah Allah.
(Makna dan Cakupan Ibadah, Abu Ismail Muslim Al-Atsari. 1437 H.
hal 8)
. Di antara dalil yang menunjukkan hal itu sebagai ibadah : Dari Abu
Mas'ud dari Nabi Shallalahu ‘alaihi wa sallam ,Beliau bersabda, "Jika seorang
laki-laki mengeluarkan nafkah kepada keluarganya yang dia mengharapkan
wajah Allah dengannya, maka itu shadaqah baginya". (HR. AlBukhari, no.
55) . (Makna dan Cakupan Ibadah, Abu Ismail Muslim Al-Atsari. 1437 H. hal
8)
2.3 Pilar-Pilar Ubudiyah Yang Benar
Sesungguhnya ibadah itu berdasarkan pada tiga pilar sentral, yaitu hub (cinta),
khauf (takut) dan raja’ (harapan). (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr. Shalih bin
Fauzan. 1421 H. Hal 82)
Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus
dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini.
Allah berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:
ُ‫ي ُِحبُّ ُه ْم َوي ُِحبُّونَه‬
“Dia mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya.” [Al-Maa-idah: 54]
َ َ ‫َوالَّذِينَ آ َمنُوا أ‬
ِ‫شدُّ ُحبًّا ِِّ َِّّل‬
“Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cinta-nya kepada Allah.” [Al-
Baqarah: 165]
ِ ‫ارعُونَ فِي ْال َخي َْرا‬
َ‫ت َويَدْعُونَنَا َر َغبًا َو َر َهبًا ۖ َوكَانُوا لَنَا خَا ِشعِين‬ ِ ‫س‬َ ُ‫ِإنَّ ُه ْم كَانُوا ي‬
“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh harap
dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” [Al-
Anbiya’: 90]
Sebagian Salaf berkata, “Siapa yang beribadah kepada Allah dengan
rasa cinta saja, maka ia adalah zindiq (munafik, orang yang sesat(pen), siapa yang
beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja, maka ia adalah murji’, yaitu golongan
yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman. Iman hanya dengan hati
(pen.) Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan khauf, maka ia
adalah haruriy. Haruriy adalah dari golongan khawarij, yan pertama kali muncul
di Harurro’, dekat kuffah, yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa
adalah kafir (pen). Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan hubb, khauf,
dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.” (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr.
Shalih bin Fauzan. 1421 H. Hal 83)

2.4 Syarat Diterimanya Ibadah


Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah yang
disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang tidak
disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
‫ْس َعلَ ْي ِه أ َ ْم ُرنَا فَ ُه َو َرد‬
َ ‫ َم ْن َع ِم َل َع َمالً لَي‬.
“Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan
tersebut tertolak.” (HR. Muslim dari Aisyah)
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak
bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:
a. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah,
karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik
kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat
Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul,
mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-
adakan. (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr. Shalih bin Fauzan. 1421 H. Hal 85)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َ‫علَ ْي ِه ْم َو ََّل ُه ْم َيحْ زَ نُون‬ ٌ ‫ِن فَلَهُ أَجْ ُرهُ ِعندَ َر ِِّب ِه َو ََّل خ َْو‬
َ ‫ف‬ ٌ ‫َبلَ ٰى َم ْن أ َ ْسلَ َم َوجْ َههُ ِ َِّّلِ َوه َُو ُمحْ س‬
“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di sisi Rabb-nya
dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Al-
Baqarah: 112]
Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada
Allah. Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr. Shalih bin Fauzan.
1421 H. Hal 86)
Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita
tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali
dengan apa yang Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah.” (Kitab Tauhid Jilid 1
Karya Dr. Shalih bin Fauzan. 1421 H. Hal 86)
Sebagaimana Allah berfirman:
َ ‫فَ َمن َكانَ يَ ْر ُجو ِلقَا َء َربِِّ ِه فَ ْليَ ْع َم ْل َع َم ًال‬
‫صا ِل ًحا َو ََّل يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَادَةِ َر ِِّب ِه أَ َحدًا‬
Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat
syahadat Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah. Pada yang pertama, kita
tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-Nya yang menyampaikan ajaran-Nya.
Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta mentaati
perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan bagaimana
cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat. (Kitab Tauhid Jilid 1 Karya Dr. Shalih
bin Fauzan. 1421 H. Hal 78)

Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua syarat bagi
sahnya ibadah tersebut?”

Jawabnya adalah sebagai berikut:

1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-


Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah
kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ‫صا لَّهُ ال ِدِّين‬


ً ‫َّللاَ ُم ْخ ِل‬
َّ ‫فَا ْعبُ ِد‬
“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” [Az-
Zumar: 2] (Pengertian Ibadah Dalam Islam oleh Yazid bin Abdul Qadir
Jawas. 2007 M.)
2. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah dan
melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa
beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia
telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’. (Pengertian Ibadah Dalam Islam
oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2007 M.)
3. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita Maka, orang
yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah menambah
ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna (mempunyai
kekurangan). (Pengertian Ibadah Dalam Islam oleh Yazid bin Abdul Qadir
Jawas. 2007 M)
4. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan
kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri
dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan
manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan
pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak
dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan
menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya. (Pengertian Ibadah
Dalam Islam oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2007 M.)

2.5 Keutamaan Ibadah

Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan
diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan
menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang
enggan melaksanakannya dicela. (Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-
Sunnah yang Shahih karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

َ ‫َوقَا َل َربُّ ُك ُم ادْعُونِي أ َ ْست َِجبْ لَ ُك ْم ۚ ِإ َّن الَّذِينَ َي ْست َ ْك ِب ُرونَ َع ْن ِع َبادَتِي‬
ِ َ‫س َيدْ ُخلُونَ َج َهنَّ َم د‬
َ‫اخ ِرين‬

“Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku


perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau
beribadah kepada-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’”
[Al-Mu’min: 60]

Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau


mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam
kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung,
kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah
dalam Islam semua adalah mudah. (Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang Shahih karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)

Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan


membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan
manusiawi. (Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih
karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)

Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat


membutuhkan ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat
membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh)
kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman,
demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah.
Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan
jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi
hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan
menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan
pernah merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan
beribadah kepada Allah. Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau
kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan dan kebahagiaan tersebut adalah
semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama sekali tidak ada
kelezatan dan kebahagiaannya. (Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-
Sunnah yang Shahih karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)

Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah
kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan
dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang
menghendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah
semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan
manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya. (Prinsip Dasar Islam Menutut
Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)

Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan


seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada
Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan,
kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai
Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai
puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain. (Prinsip Dasar
Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih karya Yazid bin Abdul
Qadir Jawas)

Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan


seseorang untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran.
Ibadah dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban
penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan
lapang dada dan jiwa yang tenang. (Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan
As-Sunnah yang Shahih karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)
Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya
kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada
makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia
merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada
Allah saja. (Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih
karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)

Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab


utama untuk meraih keridhaan Allah l, masuk Surga dan selamat dari siksa
Neraka. (Prinsip Dasar Islam Menutut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih
karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Secara
syarah, ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan
diridhoi Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang
batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap. Ibadah itu terbagi menjadi
ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Ibadah inilah yang menjadi tujuan
penciptaan manusia. ibadah mencakup seluruh tigkah laku seorang mukmin jika
diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu
qurbah. Bahkan adat kebiasaan yang mubah pun bernilai ibadah jika diniatkan
sebagai bekal untuk taat kepada-Nya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli,
bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya.
Sesungguhnya ibadah itu berdasarkan pada tiga pilar sentral, yaitu hub
(cinta), khauf (takut) dan raja’ (harapan). Syarat diterimanya ibadah adalah .
Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil. dan Ittiba’ yaitu
sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan
membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi. Termasuk keutamaan
ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan ibadah melebihi segala-
galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia secara tabi’at
adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad
membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan
ibadah dan menghadap kepada Allah
1.2 Saran
Saran kami kepada teman-teman agar menyimak dan memperhatikan baik-
baik kelompok yang mempresentasikan materi di depan kelas.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan terjemahannya, terbitan DEPAG.

Kitab Tauhid Jilid 1 karya Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Cet II,
Yayasan Al-Sofwa Jakarta, 1421 H/2000 M.

Makna dan Cakupan Ibadah karya Abu Ismail Muslim Al-Atsari. Darul 'Ushaimi lin
Nasyr wa Tauzi, 1437 H

Pengertian Ibadah Dalam Islam oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas. 2007 M.
Tersedia pada https://almanhaj.or.id/2267-pengertian-ibadah-dalam-islam.html.
Diakses 20/03/2019 M

Prinsip Dasar Islam Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah yang Shahih karya Yazid
Bin Abdul Qadir Jawas, Cet III Pusaka At-Taqwa: Bogor

Anda mungkin juga menyukai