Anda di halaman 1dari 24

1.

Pengertian Ibadah dan Muamalah


2. Dasar-dasar Ibadah dan Muamalah
3. Macam-macam Ibadah dan Muamalah
4. Pengetahuan dan Keterampilan Ibadah Praktis

Jawab:

1. A. Pengertian Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan
menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah:
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para
Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yaitu tingkatan tunduk
yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah
Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.
Yang ketiga ini adalah definisi yang paling lengkap. Ibadah terbagi menjadi ibadah hati,
lisan, dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta),
tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah
(yang berkaitan dengan hati). Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan
lisan dan hati adalah ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat,
haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi
macam-macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan. Ibadah inilah
yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
ْ ‫ق َو َما أُ ِري ُد أَن ي‬
َ ‫ُط ِع ُمو ِن إِ َّن هَّللا‬ ْ ‫ون َما أُ ِري ُد ِم ْنهُم ِّمن‬
ٍ ‫رِّز‬ َ ِ ‫ت ْال ِج َّن َواإْل‬
ِ ‫نس إِاَّل لِيَ ْعبُ ُد‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬
ُ ِ‫ق ُذو ْالقُ َّو ِة ْال َمت‬
‫ين‬ ُ ‫هُ َو ال َّر َّزا‬
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah
kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah
Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat: 56-
58]
Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia adalah
agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza wa Jalla. Dan Allah
Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang
membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka barangsiapa yang
menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong.
B. Pengertian Muamalah
Kata muamalah berasal dari bahasa arab yang secara etimologi sama dan semakna
dengan Al-mufa’alah (Saling berbuat). Kata ini menggambarkan suatu aktifitas yang
dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi
kebutuhan masing-masing. Menurut istilah, pengertian muamalah dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan pengertian muamalah dalam
arti sempit. Definisi muamalah dalam arti luas dijelaskan oleh para ahli sebagai berikut:
a. Menurut Muhammad Yusuf Musa sebagaimana dikutip oleh Dr. Hendi Suhendi
berpendapat bahwa muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan
ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
b. Sedangkan menurut Dr. Hendi Suhendi didalam buku Fiqh Muamalah, Muamalah
adalah segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan
dengan manusia dalam hidup dan kehidupan.

Dari pengertian dalam arti luas kiranya dapat diketahui bahwa muamalah adalah
aturan-aturan (hukum)Allah untuk mengatur manusia kaitannya dalam urusan duniawi
dalam pergaulan sosial. Sedangkan muamalah dalam arti sempit (khas), didefinisikan
oleh para ulama sebagai berikut sebagaimana dikutip oleh Dr.Hendi Suhendi di dalam
buku Fiqh Muamalah:
a. Menurut Hudlari Byk, muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia
saling menukar manfaatnya.
b. Sedangkan menurut Idris Ahmad, Muamalah adalah aturan-aturan Allah yang
mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-
alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.
c. Dan menurut Rasyid Ridha, Muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang
bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan
Dalam Islam telah dijelaskan macam-macam bentuk dan tata cara ber muamalah
seperti jual beli, sewa menyewa, bagi hasil dan sebagainya, namun tingkat pengetahuan
Agama yang berbeda-beda pada setiap orang atau masyarakat akan mempengaruhi sistem
akad yang sering dilakukan oleh masyarakat. Apakah telah sesuai dengan hukum Islam
atau tidak.
Mu’amalah menurut golongan Syafi’i adalah bagian fiqh untuk urusan-urusan
keduniaan selain perkawinan dan hukuman, yaitu hukumhukum yang mengatur hubungan
manusia sesama manusia dan alam sekitarnya untuk memperoleh kebutuhan hidupnya.
Menurut IbnuAbidin, muamalah meliputi lima hal, yakni :
1. Transaksi kebendaan (Al-Mu’awadlatul amaliyah)
2. Pemberian kepercayaan(Amanat)
3. Perkawinan(Munakahat)
4. UrusanPersengketaan(Gugatan dan peradilan)
5. Pembagian warisan
2. Dasar-dasar Ibadah dan Muamalah
a. Dasar-dasar Ibadah
1. Al – Qur’an sebagai Dasar Hukum Utama

Ibadah yang diterima harus didasarkan pada ketauhidan, keikhlasan, dan sesuai
dengan syariat Islam. Sumber syariat Islam yang utama adalah Al-Qur’an. Oleh karena
itu, dasar hukum beribadah yang pertama adalah ayat-ayat Al – Qur’an. Sebagaimana
telah diuraikan dalam memberikan pengertian kata “ibadah”, ayat-ayat yang
memerintahkan hamba allah untuk beribadah hanya kepada Allah adalah sebagai berikut:

Dalam surat Al-Fatihah ayat 5, Allah SWT berfirman:

ُ ‫إِيَّاكَ نَ ْعبُ ُد َوإِيَّاكَ نَ ْست َِع‬


)٥( ‫ين‬

Artinya:

“ Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan .“
Dalam surat Yasin aayat 60, Allah SWT berfirman:

ٌ ِ‫أَلَ ْم أَ ْعهَ ْد إِلَ ْي ُك ْم يَا بَنِي آ َد َم أَ ْن ال تَ ْعبُ ُدوا ال َّش ْيطَانَ إِنَّهُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُمب‬
)٦٠( ‫ين‬

Artinya:

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu wahai anak cucu Adam agar kamu tidak
menyembah setan? Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kamu.”

Al – Mu’min ayat 60:

)٦٠( َ‫ال َربُّ ُك ُم ا ْد ُعونِي أَ ْستَ ِجبْ لَ ُك ْم إِ َّن الَّ ِذينَ يَ ْستَ ْكبِرُونَ ع َْن ِعبَا َدتِي َسيَ ْد ُخلُونَ َجهَنَّ َم دَا ِخ ِرين‬
َ َ‫َوق‬

Artinya:

“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada ku, niscaya akan aku perkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina”

Az-Zariyat ayat 56:

َ ‫ت ْال ِج َّن َواإل ْن‬


ِ ‫س إِال لِيَ ْعبُ ُد‬
)٥٦( ‫ون‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬

Artinya:

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”

2. As-Sunnah sebagai Dasar Hukum Kedua

Dasar hukum kedua dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT adalah As-Sunnah
atau Al-Hadis. Hadis-hadis yang memerintahkan manusia untuk beribadah kepada Allah
adalah sebagai berikut
Dari Mu’adz bin Jabal telah berkata:

‫ق هللاِ َع َل‬ َ ‫ أَ تَ ْد ِر يْ َم‬, ‫ يَا ُم َعا ُذ‬: ‫ص َّل هللاُ َءلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َع َل ِحما َ ٍر فَقَا َل لِ ْي‬
ُّ ‫اح‬ َ ‫ي‬ ُ ‫ُك ْن‬
َّ ِ‫ت َر ِد ْيفَ النَّب‬
‫ق هللاِ َعلَى ْال ِعبَا ِد ْأ ُن‬َّ ‫ فَإ ِ َّن َح‬: ‫ قَ َل‬.‫ ا هللُ َو َر سُوْ لَهُ أَ ْعلَ ُم‬: َ‫ق ْال ِعبَا ِد َع َل هللاِ ؟ فَقَ ْلت‬ ُّ ‫ْال ِعبَا ِد ؟ َو َما َح‬
ُ ‫ فَقُ ْل‬.ً‫ك بِ ِه َشيْأ‬
:‫ت‬ َ ‫أن اَل يُ َع ّذ‬
ُ ‫ب َم ْن اَل يُ ْش ِر‬ ُّ ‫ َو َح‬. ً ‫يَ ْعبُ ُد وْ هُ َوالَ يُ ْش ِر ُكوْ ا بِ ِه َشيْأ‬
ْ ِ‫ق ْال ِعبَا ِد َعلَى ا هلل‬
)‫ (أ خرجه الصحيحين‬.‫ اَل تُب ِْشرْ هُ ْم فَيَتَّكاِلُوْ ا‬:‫س؟ قَالَى‬ َ ‫ أ فَالَ أُب ِْشرُالنَّا‬,ِ‫ار سُوْ ل َى هللا‬ َ َ‫ي‬

“Saya pernah mengikuti Nabi SAW.naikkeledai bersama beliau, beliau bersabda kepada saya,
‘wahai Muaz! Tahukah kamu apa yang menjadi tugas dan kewajiban hamba terhadap Allah
SWT. Dan apa janji Allah terhadap hamba?’ Saya menjawab,’ Allah dan Rasul-Nyalah yang
lebih mengetahui. ‘ beliau menjawab,’Tugas dan kewajiban hamba terhadab Allah adalah
agarberibadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan janji
Allah kepada hamba ialah bahwasannya Allah tidak akan menyiksa orang yang tidak
menyekutukannya dengan sesuatu apapun’. ‘Saya bertanya,’ Ya Rasulullah! Bolehkah saya
menyampaikan kabar gembira ini kepada orang-orang? ‘ Rasulullah SAW menjawab, ‘Janganlah
kamu menyampaikan kabar gembira ini kepada mereka, agar mereka tidak bersifat apatis’.’’
(H.R. Imam Bukhari dan Imam Muslim)

Hadis dari Ibnu Mas’ud sebagai berikut:

)‫ َم ْن َماتَ َوهُ َويَ ْد ُعوْ ِم ْن ُدوْ ِن هللاِ نِ ًّذ أ ْد خَ َل النَّا َر (رواه البخارى‬ 

“Barang siapa mati dalam keadaan menyeru (berdoa atau beribadah) kepada selainAllah maka ia
akan masuk neraka.” (H.R. Imam Bukhari) 

Dalam kitab Shahih Muslim Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut:

‫ َم ْن قَل َى اَل ِ الَهَ اِاَّل هللاُ َو َكفَ َر بِ َما يَ ْعبُ ُد ِم ْن ُد وْ ِن هللاِ َح َر َم َمالُهُ َو َد ُمهُ َو ِح َسا بُهُ َعلَ َى هللاِ َع َّز َو َج َّل‬.

“Barang siapa mengucapkan ‘la ilaha illallah’ dan ia mengingatkan semua penyembahan kepada
selain Allah maka haramlah harta dan darahnya serta perhitungannya nanti ada pada Allah ‘Azza
wajalla semata.”
 

Hadis diatas berisi seruan kepada seluruh hamba Allah untuk beribadah hanya kepada Allah
dan haram hukumnya melakukan segala bentukperbuatan syirik yang mengakibatkan manusia
masuk kedalam api neraka.

Dasar hukum semua bentuk ibadah kepada Allah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah karena
semua sahabat dan dan para pengikutnya , para ulama dan semua umat Islam sepakat bahwa
ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah harus didasarkan pada nash al-qur’an dan as-
sunnah. Tidak ada bentuk ibadah yang didasarkan pada dalil akal karena akal cenderung subjectif
dan dipengaruhi oleh hawa nafsu, kecuali dalam ibadah yang bersifat substantive yang berkaitan
dengan hubungan manusia .Misalnya perintah berzakat adalah ibadah yang telah ditetapkan
landasan hukumnya secara formal dalam al-qur’an dan as-sunnah maka semua bentuk pemberian
harta benda yang kesatuannya tidak serupa dengan zakat, dikategorikan sebagai sedekah atau
infak. Infak yang hukumnya wajib disebut dengan zakat sedangkan infak yang hukumnya sunnah
disebut dengan sedekah.

b. Dasar-dasar Muamalah
Di antara kaidah dasar fikih muamalah adalah sebagai berikut: (Ghazaly)
1. Hukum asal dalam Muamalah adalah mubah (diperbolehkan).
Ulama fikih sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah
diperbolehkan (mubah), kecuali terdapat nash yang melarangnya. Dengan demikian,
kita tidak bisa mengatakan bahwa sebuah transaksi itu dilarang sepanjang belum/tidak
ditemukan nash yang secara sharih melarangnya. Berbeda dengan ibadah, hukum
asalnya adalah dilarang. Kita tidak bisa melakukan sebuah ibadah jika memang tidak
ditemukan nash yang memerintahkannya, ibadah kepada Allah tidak bisa dilakukan
jika tidak terdapat syariat dari-Nya.
Pokok dari kegiatan muamalah hukumnya mubah (boleh). Kegiatan transaksi
apapun hukumnya halal, selama tidak ada nash yang mengharamkannya. Berbeda
dengan ibadah, yang pokoknya hukumnya haram, tidak boleh menjalankan suatu
ibadah yang tidak ada tuntunan syari’ahnya. Seperti firman Allah dalam surat Yunus
ayat 59:
Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu,
lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal". Katakanlah: "Apakah
Allah telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan saja
terhadap Allah?"
Kaidah ini menjadikan fikih muamalah fleksibel dan up to date. Sehingga syari’ah
dapat menangkap segala transaksi muamalah. Fikih muamalah fleksibel, tidak kaku,
dan tidak ketinggalan dalam menjawab perkembangan kontemporer interaksi dan
transaksi sosial. Fleksibilitas fikih muamalah ini ditunjukkan dalam kaidah yang lain,
yaitu: “Hukum asal sesuatu itu boleh, hingga ada dalil yang mengharamkannya”. Ibnu
al-Qayyim melansir pendapat jumhur ulama bahwa “Hukum asal dari akad dan
persyaratan adalah sah selama tidak dibatalkan dan dilarang oleh agama”.
Konsekuensi dari hukum asal muamalah boleh ini adalah memilah dan memilih mana
yang halal dan haram. Prinsip mengedepankan yang halal dan menjauhi yang haram,
termasuk menjauhi transaksi berbau riba.
Firman Allah pada surat al-Baqarah ayat 175:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
2. Konsentrasi Fikih Muamalah untuk Mewujudkan Kemaslahatan
Fikih muamalah akan senantiasa berusaha mewujudkan kemaslahatan, mereduksi
permusuhan dan perselisihan di antara manusia. Allah tidak menurunkan syariah,
kecuali dengan tujuan untuk merealisasikan kemaslahatan hidup hamba-Nya, tidak
bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang gerak kehidupan manusia. Ibnu
Taimiyah berkata:
“Syariah diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan dan menyempurnakannya,
mengeliminasi dan mereduksi kerusakan, memberikan alternatif pilihan terbaik di
antara beberapa pilihan, memberikan nilai maslahat yang maksimal di antara
beberapa maslahat, dan menghilangkan nilai kerusakan yang lebih besar dengan
menanggung kerusakan yang lebih kecil”.
Prinsip dari fikih muamalah adalah mendatangkan kemaslahatan dan menghindari
kemudharatan bagi manusia. Pada dasarnya prinsip ini merupakan prinsip utama dari
syari’ah Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan bagi manusia dan menghindarkan
kesulitan dan kemudharatan bagi mereka. Ibnu Taimiyah mengatakan: “Syari’ah
datang dengan membawa kemaslahatan dan menyempurnakannya, menghilangkan
kerusakan dan meminimalisirnya, mengutamakan kebaikan yang lebih dan
kemudharatan yang sedikit, memilih kemaslahatan yang lebih besar dengan
membiarkan yang lebih kecil, dan menolak kemudharatan yang lebih besar dengan
memilih yang lebih kecil.
3. Mendahulukan barang-barang kebutuhan pokok dengan harga murah
Barang-barang kebutuhan pokok/barang produksi (‫ )المنتجة السلعة‬diperlukan oleh
semua orang, baik kaya-miskin, tinggi-rendah. Untuk itu, harus diberikan harga yang
murah kepada mereka dan itu akan terjadi jika beban produksi murah. Untuk itu,
Islam mengedepankan meringankan beban kewajiban produksi dan menghindari
biaya tinggi pada produksi barang kebutuhan pokok. Islam mengharamkan
penimbunan karena dapat menimbulkan kenaikan harga. Nabi Muhammad saw
bersabda: “Penjual (aljâlim diberkahi dan penimbun dilaknat”). Hadis lain
mengatakan: “Sejelek-jelek manusia adalah penimbun, jika harga murah dia sedih,
dan jika harga naik dia bahagia”.
4. Tidak mencampuri transaki orang lain
Islam mengajarkan bahwa segala sesuatu sudah ditentukan takdirnya oleh Allah.
Islam juga mengajarkan agar seorang muslim mengutamakan pertalian dan
persaudaraan dengan sesama ketimbang mencari keuntungan materi semata. Oleh
karena itu, merampas dan mengambil transaksi orang lain merupakan sikap tercela
yang harus dihindari karena dapat mengganggu hubungan sosial dengan sesama. Nabi
mengingatkan: “Seseorang jangan menjual/menawarkan kepada orang yang sedang
ditawari orang lain”.
5. Tidak berlebihan/membuahkan dalam kebutuhan
Islam mengajarkan kepada umatnya agar saling menolong antar sesama dan
membantu memenuhi kebutuhan orang lain. Perintah ini sesuai dengan hadis Nabi
saw yang mengatakan: “Seorang muslim adalah saudara muslim lainnya, tidak
menzalimi dan membiarkannya. Barangsiapa menolong kebutuhan saudaranya, maka
Allah akan memenuhi kebutuhannya, dan barangsiapa meringankan kesulitan orang
lain, Allah akan meringankannya kesulitan-kesulitan di hari kiamat”. (HR. Tirmidzi
dari Abu Dawud)
Untuk itu, mempersulit seseorang untuk mendapatkan sesuatu dengan tujuan
kenaikan harga atau tujuan lain, merupakan sikap tercela yang dilarang oleh agama.
Rasulullah melarang jual beli dengan paksaan. Allah juga melarang hal demikian
dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 85:

“Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi
manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Yang demikian itu lebih baik
bagimu jika betul-betul kamu orang-orang yang beriman".

6. Kemudahan dan Murah hati


Murah hati merupakan ajaran dan etika Islam. Murah hati dalam muamalah juga
sangat dianjurkan dalam Islam. Contoh toleransi dalam muamalah antara lain:
a. Toleransi dalam jual beli dengan memaafkan kesalahan kecil dan tidak ramah.
Nabi saw bersabda:

“Allah merahmati orang yang ramah ketika menjual, membeli dan meminta/menuntut”.
(HR. Bukhari)

b. Mengkreditkan kepada orang yang kesulitan dan menunda pembayaran barang


yang disepakati penyerahannya pada waktu tertentu dalam jual beli pesanan (‫االستصناع‬
‫( بیع‬dan jual beli salam (‫لم بیع‬°°‫ )الس‬.Praktek seperti ini dilegalkan oleh Allah dalam
firman-Nya:

“Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu,
jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 280)

c. Menerima pembatalan transaksi, karena pembeli merasa tidak perlu terhadap


barang dagangan yang ia beli atau karena ada cacat. Nabi bersabda:

“Barangsiapa menerima pengembalian orang lain, Allah akan mengampuni


kesalahannya”. (HR. Abu Dawud)

7. Jujur dan Amanah


Sifat jujur dan amanah merupakan sifat Nabi tatkala berdagang. Dengan sifat ini,
dagangan Nabi menjadi laris, dipercaya dan diminati oleh pembeli. Akan tetapi sifat
ini sudah memudar di kalangan pedagang. Justru yang banyak kita temukan adalah
sikap kebohongan, seperti membohongi konsumen dari sisi kualitas barang, produsen,
menutupi cacatnya, mengurangi timbangan dan sebagainya. Sikap bohong ini tidak
saja merugikan konsumen tetapi juga pada akhirnya akan merugikan produsen dan
penjual. Nabi sangat menganjurkan agar pedagang menerapkan prinsip kejujuran dan
amanah ini. Bahkan Nabi menyatakan, pedagang yang memiliki dua sifat terpuji ini
ditempatkan dengan nabi-nabi di hari kiamat. Hadis Nabi mengatakan:

“Pedagang yang amanah dan jujur bersama para nabi, orang-orang jujur dan syuhada”.
(HR. Tirmidzi)

8. Menjauhi Penipuan/gharar

Gharar dimaksud di sini adalah ketidakjelasan baik dari sisi barang, harga,
ataupun penerimaan. Menipu, membohongi, mengurangi timbangan hukumnya haram.
Sebagai contoh jual beli ijon (buah yang belum matang yang masih ada di pohon) yang
tidak pasti hasilnya buahnya. Contoh lain adalah membeli barang dengan syarat
pembayaran dilakukan setelah orang tua datang, sementara kapan kedatangan orang tua
tidak diketahui. Mengurangi timbangan ketika menjual dan meminta lebih timbangan
ketika membeli. Firman Allah dalam surat al-Muthaffifîn ayat 1-3:

“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.

Termasuk dalam kategori menjauhi gharar adalah menghindari kemudharatan,


kedzaliman dan memakan harta manusia dengan jalan yang tidak benar. Firman Allah
pada surat al-Nisâ’ ayat 29:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu”.
9. Memenuhi Akad/transaksi

Menepati janji dan memenuhi transaksi/akad hukumnya wajib sebagaimana


membayar hutang. Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat1:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.

10. Tidak Bersumpah Terhadap Barang Dagangan

Sumpah hanya berlaku dengan menggunakan Asma Allah dan digunakan untuk
menyelesaikan permusuhan. Sumpah dalam jual beli tidak diajarkan dalam Islam
karena dapat mendatangkan keburukan dikemudian hari. Sabda Nabi melarang hal
demikian:
“Jauhilah dirimu dari berbanyak sumpah dalam jual beli, karena akan mengurangi dan
menghabiskan”. (HR. Muslim)

11. Kerja Keras

Keras keras dibarengi dengan sikap ihlas adalah kunci keberhasilan dalam
berusaha. Kerja keras menunjukkan semangat dan kemauan yang tinggi untuk maju
dan berkembang. Sementara sikap ihlas mengiringi kerja keras agar tidak terperosok
ke jurang kesalahan dan dosa. Sifat inilah yang mestinya menjadi etos kerja pribadi
muslim. Nabi Muhammad saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah mencintai hambanya yang bekerja keras dalam usaha”. (HR.
Baihaqi)
Prinsip lain menyatakan asas Fikih Muamalah adalah prinsip kehalalan. Artinya
benda yang akan di transaksikan itu harus bersih dan halal. Ketentuan ini didasarkan
pada firman Allah dalam surat AlMaidah ayat 88:
“Makanlah bagimu apa yang direzekikan Allah Halal dan Baik. Maka bertaqwa yang
kamu beriman kepadanya”.
Prinsip lainnya adalah prinsip kemanfaatan yaitu benda yang akan ditransaksikan
itu adalah benda yang bermanfaat, baik manfaat yang dapat diarasakan secara
langsung maupun manfaat yang tidak langsung, contohnya (buah-buahan atau bibit
tanaman secara tidak langsungnya). Prinsip kerelaaan mengharuskan dalam setiap
bertransakisi ada rasa saling suka sama suka, supaya nantinya tidak ada rasa
kekcewaan satu sama lainnya. Asas kebjikan (kebaikan) berarti setiap hubungan
perdata sebagiannya mendatangkan kebajikan (kebaikan) kepada kedua belah pihak
dan pihak ketiga dalam masyarakat. Kebajikan yang diperoleh seseorang haruslah
didasarkan pada kesadaran pengembangan kebaikan dalam rangka kekeluargaan.
Asas mendahulukan kewajiban dari hak yaitu hubungan perdata para pihak harus
mengutamakan penuaian kewajiban terlebih dahulu daripada menurut hak. Asas adil
dan berimbang, asas kemasaslahatan hidup, dan asas larangan merugikan diri sendiri
dan orang lain. Maksdunya adalah bahwasanya para pihak yang mengadakan
hubungan perdata tidak boleh merugikan didri sendir dan orang lain dalam hubungan
bertransaksi.

3. Macam-macam Ibadah dan Muamalah


a. Macam-macam ibadah

Terdapat berbagai macam ibadah yakni ibadah Lisan/ Badaniah Dan Ibadah Hati/
Perasaan, Adapun penjabaran dari macam-macam ibadah tersebut yakni :

a. Macam-Macam Ibadah Lisan dan Badan

1. Sholat

2. Puasa

3. Zakat

4. Haji

5. Berkata jujur

6. Melaksanakan amanah

7. Berbakti kepada orang tua ( Ayah&Ibu )

8. Bersilatuhrahmi / Menyambung persaudaraan.

9. Menepati janji
10. Memerintahkan kepada yang ma’ruf,

11. Melarang kemungkaran atau kejahatan.

12. Berdoa

13. Berdzikir

14. Membaca Al-Qur’an.

15. Berbuat baik terhadap orang miskin, tetangga, anak yatim, musafir, budak
serta hewan.

b. Macam-Macam Ibadah Hati

1. Cinta(Mahabbah) kepada Allah dan Rasul-Nya.

2. Takut (Khauf) kepada Allah

3. Inabah (taubat dan bergantung) kepada Allah

4. Sabar & Ridho terhadap hukum dan ketetatapan-Nya.

5. Mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya.

6. Sabar & Ridho terhadap hukum dan ketetatapan-Nya.

7. Bersyukur atas nikmat yang selalu diberi oleh Nya

8. Tawakkal kepada-Nya

9. Mengharapkan rahmat-Nya

Karena ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah merupakan suatu hal yang
Dicintai dan ridhoi-Nya, yang karenanya Allah Azza Wa Jalla menciptakan makhluk,
sebagaimana yang telah difirman Allah ta’ala, “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku saja.” (Adz-Dzariyyat: 56)

b. Macam-macam muamalah
Daftar nama transaksi di bawah ini merupakan jenis-jenis muamalah dalam ekonomi
Islam, yang paling sering kita jumpai dalam sehari-hari.

Macam-macam muamalah terdapat banyak jenis yang termasuk dalam ruang limgkup
Islam. Seperti dalam kitab fiqih mengenai hak milik, harta, dan sebagainya, adapun
macam-macamnya sebagai berikut:

1. Syirkah

Syirkah dalam ilmu muamalah artinya suatu akad dimana dua pihak yang melakukan
suatu kerjasama, usaha dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan. Selain itu, syirkah
adalah mencampurkan dua bagian menjadi satu, sehingga tidak dapat lagi dibedakan
antara satu dengan yang lainnya. Adapun rukun syirkah diantaranya:

a. Barang tersebut harus halal dan diperboleh dalam agama Islam.

b. Objek akad harus termasuk pekerjaan dan modal.

c. Pihak pelaku akad harus memiliki kecakapan melakukan pengelolaan harta.

2. Jual Beli

Dalam Islam kegiatan ekonomi mengandung arti suatu kegiatan atau kesepakatan dalam
tukar menukar barang dengan tujuan untuk dimiliki selamanya. Sebagaimana dalam Al-
Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275.

Arinya:

Demikan itu, mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba, pada Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Ada syarat jual beli dalam Islam yang wajib diikuti, agar terthindar dari dosa-dosa
diantaranya sebagai berikut.

a. Berakal sehat.

b. Transaksi dilakukan atas dasar kehendak sendiri, bukan karna orang lain.
c. pembeli dan penjual harus sudah punya akal, baligh, dan sebagainya.

3. Murabahah

Murabahah adalah diketahui oleh kedua pihak yang telah bertransaksi dengan
pembayaran secara angsuran. Baik dari ketentuan margin keuntungan atau harga pokok
pembelian.

4. Sewa Menyewa

Akad ijarah dalam Islam disebut juga sewa-menyewa artinya adalah suatu imbalan yang
diberikan kepada seseorang atas jasa yang telah diberikan. Seperti kendaraan, tenaga,
tempat tinggal dan pikiran, adapun syaratnya sebagai berikut.

a. Barang yang disewakan adalah hak sepenuhnya pihak pemberi sewa.

b. Barang yang disewakan harus diketahui jelas oleh penyewa manfaatnya.

c. Harus berakal sehat dan baligh kedua belah pihak.

d. Harus dilakukan atas keinginan sendiri dalam sewa-menyewa bukan karna keterpaksaan.

e. Ditentukan sifat dan keadaannya barang yang disewakan.

5. Hutang Piutang

Menyerahkan harta dan benda kepada orang dengan catatan suatu saat nanti akan
dikembalikan sesuai perjanjian adalah yang dinamakan hutang piutang. Adapun Rukun
hutang piutang sebagai berikut.

a. Ada barang atau harta

b. Ada ijab qabul

c. adanya pemberi hutang atau penghutang

d. Menjahui riba adalah salah satu hal yang harus dipegang oleh umat Islam dalam transaksi
hutang piutang.
Ada enam prinsip yang tidak boleh dilanggar dalam melakukan berbagai transaksi
muamalah, diantaranya sebagai berikut.

1. Dilarang mempermainkan kualitas, timbangan, takaran, dan kehalalan.

2. Dilarang melakukan spekulasi dan judi.

3. Dilarang menggunakan cara bathil.

4. Dilarang mengambil riba.

5. Dilarang menggunakan cara dzalim.

6. Dilarang menjual belikan barang haram.

6. Akad Salam

Barang yang belum ada, atau jual beli yang ditunda dan masih dalam tanggungan bayaran
yang didahulukan adalah salam.

Jual beli ini diperbolehkan dalam syari’at Islam, walaupun boleh ditunda pembayaran
dalam jual beli ini, maka boleh juga ditunda barangnya.

Dalam hal ini harus ditentukan waktu dan barang yang diberikan, namun tidak harus
barang yang disalam harus milik penjual.

Hikmah dari salam adalah memberi dan melapangkan kemudahan kepada manusia.

Dalil tentang salam sebagaimana dalam hadist Nabi Muhammad.

Artinya:

Saya bersaksi bahwa bahwa jual beli yang sudah terjamin hingga waktu yang ditentukan,
telah dihalalkan oleh Allah dalam Al-Qur’an.

Contoh Salam:
Ada orang yang sedang membeli buah mangga kepada petani, maka membayar terlebih
dahulu kepada petani untuk keperluan perawatan. Kemudian pembeli akan mendapatkan
mangga itu setelah petani memanen, sesuai dengan jumlah yang telah ditentukan.

4. Pengetahuan dan Keterampilan Ibadah Praktis

1. THAHARAH

A. Pengertian Thaharah

adalah ”bersuci dengan cara-cara yang telah ditentukan oleh syara‟ guna menghilangkan segala
najis dan hadats.” Atau ”Mensucikan diri dari najis dan hadats yang menghalangi shalat dan
ibadah-ibadah sejenisnya dengan air, debu, atau batu”.

B. Macam-Macam Thaharah

Ada dua macam thaharah, yaitu 1) thaharah haqiqiyah, (bersuci) dari najis dan 2) thaharah
hukmiyah, (bersuci) dari hadats.

Cara bersuci dari najis adalah membersihkannya dengan air suci secukupnya sampai
hilang dzat (bendanya), warna, rasa, dan baunya, baik dari badan dari kain maupun tempat,
terutama kain dan tempat yang akan dipergunakn untuk ibadah .Air yang dapat digunakan
bersuci adalah air yang suci pada dzatnya dan dapat menyucikan yang lainnya. Ia adalah air yang
masih dalam keadaan asli. Baik turun dari langit seperti hujan, salju, embun maupun mengalir di
atas tanah seperti air sungai, sumur, laut, atau air hasil penyulingan. Inilah air yang sah dijadikan
bahan bersuci dari hadas dan najis. Sedangkan hadats terbagi menjadi dua, yaitu hadits kecil dan
hadats besar.

Hadats kecil terjadi karena tidak berwudlu atau wudlu batal. Maka cara
menghilangkannya adalah dengan berwudlu. Hadats besar terjadi karena terjadi, antara lain;
karena keluar mani atau bersetubuh dengan istri. Maka cara menyucikannya adalah dengan
mandi (meratakan air keseluruh tubuh) atau, bagi mereka yang karena satu dan lain hal tidak
sanggup menggunakan air, dengan cara tayamum.
C. Alat-alat Thaharah

Alat-alat yang dapat digunakan untuk thaharah terdiri dari air, debu dan batu atau benda padat
lainnya, kecuali kotoran dan tulang. Macam-macam air:

a) air mutlaq, yaitu air yang suci lagi mensucikan terhadap yang lainnya. Yang termasuk air
semacam ini adalah air mata air, air sungai, zamzam (HR. Ahmad dari Ali), air hujan (Q.S. al-
Anfal/8:11; al-Furqan/25:48), air salju, air embun (HR. Jamaah, kecuali Tirmidzi, dari Abu
Hurairah), air laut (HR. Imam yang lima dari Abu Hurairah).

b) air musta’mal, yaitu air yang telah diperunakan untuk wudlu atau mandi. Hukumnya air itu
tetap suci dan mensucikan. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa‟i, dan Tirmidzi).

c) air mutanajjis yaitu air yang sudah terkena najis, air ini tidak dapat mensucikan, kecuali dalam
jumlah yang besar (minimal dua qullah sebanding dengan sekitar 500 liter Iraq) dan tidak
berubah sifat kemutlakannya yaitu berubah bau, rasa dan warnanya (HR. at-Tirmidzi: 67,
Nasa‟i:52, Abu Daud:63, Ibnu Majah: 517, Ahmad: 4739, dan ad-Darimi: 731 dari Ibnu ‟Umar);

d) air suci tetapi tidak mensucikan, seperti air kelapa, air gula (teh , kopi), air susu dan
semacamnya.

D. Langkah-langkah Thaharah

1. Wudlu

a. membaca bismillah dengan niat yang ikhlas karena Allah.

b. setelah membaca basmalah, basuhlah telapak tangan tiga kali.

c. berkumur, mengisap air, dan menyemburkannya.

d. membasuh seluruh muka tiga kali sejak pangkal dahi, pangkal telinga, kedua mata, dan yang
berjanggut, hendaklah mengusap janggut, dan menyelanyelainya dan lakukan tiga kali.

e. membasuh atau mencuci kedua tangan beserta kedua siku dengan menggosoknya tiga kali
serta menyela-nyelai jari-jari.
f. mengusap kepala dilakukan dengan menjalankan dua telapak tangan dari ujung muka kepala
hingga tengkuk, dan mengembalikan kedua telapak tangan itu seperti semula. Setelah itu,
mengusap kedua telinga; sebelah luarnya dengan dua ibu jari, sedangkan sebelah dalamnya
dengan kedua telunjuk. Mengusap kepala dan telinga ini satu rangkaian tanpa membasahi lagi
telapak tangan untuk mengusap telinga dan semua itu dilakukan cukup satu kali saja.

g. membasuh kedua kaki serta kedua mata kaki dengan menggosoknya sebanyak tiga kali dengan
mendahulukan kaki kanan, :

2. Tayamum

Tayammum adalah bersengaja menggunakan debu yang suci untuk menyapu muka dan kedua
tangan dengan maksud dapat melakukan shalat. Tayammum dapat dilakukan apabila dalam
keadaan:

a. Tidak mendapatkan air, atau ada air tetapi untuk kebutuhan lain yang sangat vital, seperti
untuk keperluan minum.

b. Pada waktu musim dingin yang sangat mencekam, hingga diperkirakan akan berakibat fatal
apabila menggunakan air sebagai alat bersuci.

c. Sakit yang tidak memungkinkan menggunakan air, karena apabila menggunakannya justru
mengakibatkan sakit yang bertambah parah.

d. Sanggup menggunakan air, tetapi waktunya sudah sangat mendesak sehingga diperkirakan
apabila mencoba mendapatkannya justru shalatnya sendiri akan tertinggal. Sedangkan langkah-
langkah bertayammum adalah sebagai berikut:

a. Sama halnya berwudlu, bertayammum dimulai dengan membaca basmalah.

b. Setelah itu, meletakkan kedua telapak tangan pada debu. Orang yang sakit dapat meletakkan
kedua telapak tangannya pada dinding. Orang yang bepergian naik bus atau pesawat terbang
dapat meletakkan kedua telapak tangannya pada tempat duduk atau kursi di depannya atau
jendela dan sebagainya yang kita yakini ada debu bersihnya.

c. meniup debu pada kedua telapak tangan.


d. mengusap wajah.

e. mengusap punggung telapak tangan kanan dengan telapak tangan kiri, mengusap punggung
telapak tangan kiri dengan telapak tangan kanan. Setelah itu, kita mengusap kedua telapak
tangan. Bertayammum bagi orang sakit ataupun bertayammum bagi musafir tata caranya sama.

3. Mandi Wajib

Mandi wajib adalah menyiramkan air keseluruh tubuh, sejak ujung rambut sampai keujung kaki,
dengan niat yang ikhlas karena Allah demi kesucian dirinya dari hadats besar. Orang yang wajib
mandi wajib adalah orang yang

(1) melakukan hubungan suami-istri,

(2) mengeluarkan mani karena bermimpi, dan

(3) setelah mengalami haidl atau nifas. Langkah-langkah atau tata cara mandi wajib dijelaskan
oleh Rasulullah saw melalui hadits yang diriwayatkan oleh ‟Aisyah berikut:

a. Mulailah dengan membasuh (mencuci) kedua tangan dengan niat yang ikhlas karena Allah.

b. Lalu cucilah kemaluan.

c. Lalu berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat,

d. Kemudian ambillah air dan masukkanlah jari-jari tanganmu pada pangkal rambut dengan
disertai wangi-wangian sampai merata. Bagi perempuan, hal itu dikerjakan sesudah rambut
dalam keadaan terlepas.

e. Mulailah dengan menyiram air pada bagian sisi kanan kepala tiga kali, kemudian pada sisi kiri
demikian pula. Setelah itu, siramlah seluruh tubuh dan digosok.

f. Kemudian basuhlah kedua kakimu dengan mendahulukan yang kanan atas yang kiri. Jangan
lupa, kita tidak boleh berlebih-lebihan dalam menggunakan air.

2. SHALAT
A. Shalat Fardlu
Shalat adalah “Suatu ibadah yang terdiri dari ucapan dan perbuatan tertentu yang
dibuka dengan takbir dan ditutup dengan salam”. Sedangkan langkah-langkah melakukan
shalat wajib sesuai tuntunan Rasulullah adalah sebagai berikut:
Rakaat Pertama:
1 Niat ikhlas karena Allah dalam hati
2 Menghadap kiblat.
3 Mengangkat kedua belah tangan sejurus bahu, serta mensejajarkan ibu jari pada
daun telinga, sambil membaca: ”Allahu Akbar” )‫)أهلل أكبر‬
4 Meletakkan tangan kanan pada punggung telapak tangan kiri di dada.
5 Membaca do‟a iftitah:

6. Membaca Ta‟awudz:

7. Membaca Basmalah:

8. Membaca surat Al-Fatihah:

9 Membaca salah satu surat dari al-Qur‟an, dengan memperhatikan artinya dan
membacanya dengan perlahan
10 Mengangkat kedua belah tangan dengan bertakbir seperti dalam takbir permulaan,
untuk melakukan ruku‟
11 Saat ruku, punggung sejajar dengan leher, dan kedua tangan memegang lutut

12 Membaca do‟a:

,
,

13 Bangun dari ruku‟, mengangkat kedua belah tangan dengan bertakbir seperti dalam

takbir pertama (takbirotul Ihram) dengan berdo‟a:

14 Setelah berdiri tegak lalu membaca:

15 Bertakbir untuk sujud dengan meletakkan kedua lutut dan jari kaki di atas tanah, lalu
kedua tangan, kemudian dahi dan hidung. Dengan menghadapkan ujung jari kaki ke
arah kiblat serta merenggangkan tangan dari lambung dengan mengangkat kedua siku.
Lalu membaca do‟a:

16 Bangun dari sujud dengan bertakbir dan duduk tenang, lalu berdo‟a:

17 Sujud kedua kalinya dengan bertakbir dan membaca do‟a seperti do‟a pada sujud
pertama, kemudian mengangkat kepala dengan bertakbir.
18 Duduk sebentar, kemudian berdiri untuk raka‟at yang kedua dengan menekankan
tangan pada tanah.
Raka’at kedua:

19 Pada raka‟at yang kedua, dikerjakan sama seperti pada raka‟at pertama, hanya saja
tidak membaca do‟a “Iftitah”
20 Setelah selesai dari sujud kedua kalinya pada raka‟at yang kedua, kemudian duduk di
atas kaki kiri dan menegakkan (menumpukan) kaki kanan serta meletakkan kedua
tangan di atas kedua lutut. Menjulurkan jari-jari tangan kiri, sedangkan tangan kanan
menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari tengah serta mengacungkan jari
telunjuk (saat mulai membaca do‟a) dan menyentuhkan ibu jari pada jari tengah.
21 Kemudian membaca do‟a tasyahud dan sholawat:

22 Selesai membaca do‟a tasyahud dan sholawat, lalu membaca do‟a pilihan yang
disukai.
Contoh:

23 Kemudian berdiri untuk raka‟at yang ketiga bila sedang mengerjakan shalat tiga atau
empat raka‟at, dengan bertakbir mengangkat tangan seperti takbirotul ihram.
24 Pada raka‟at yang ketiga atau keempat hanya membaca Al Fatihah saja (tidak
membaca iftitah, surat atau ayat Al Qur‟an).
25 Setelah sujud kedua selesai pada raka‟at terakhir (ketiga atau keempat), kemudian
duduk tawarruk untuk tasyahud akhir dengan memasukkan (memajukan) kaki kiri di
bawah kaki kanan, dan menegakkan (menumpukkan) telapak kaki kanan, serta
menghadapkan ujung jari-jari ke arah kiblat dan duduk dengan menumpukkan pantat di
atas lantai (tanah). Meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut. Menjulurkan jari-jari
tangan kiri, sedangkan tangan kanan menggenggam jari kelingking, jari manis dan jari
tengah serta mengacungkan jari telunjuk (saat mulai membaca do‟a) dan
menyentuhkan ibu jari pada jari tengah.
26 Kemudian membaca do‟a tasyahud dan shalawat kepada nabi seperti pada do‟a
tasyahud dan sholawat pada tasyahud awwal.

27 Mengucapkan salam dengan berpaling ke kanan sampai pipi kanan terlihat dari
belakang dan berpaling ke kiri sampai pipi kiri terlihat pula dari belakang. Sambil
membaca:

Anda mungkin juga menyukai