Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nuryanti Oktavinna laka De Balibo

NIM : 2203010142
Kelas/Prodi : 2C/Ilmu Administrasi Negara
Matkul : Pendidikan Agama Islam

A. TUGAS
1. Bagaimanakah pengertian Ibadah, baik secara estimologi maupun
terminologi?
2. Sebutkan dasar hukum yang menganjurkan manusia untuk beribadah.
3. Ibadah mempunyai hikmah serta tujuannya. Jelaskan hikmah dan
tujuan ibadah dalam Islam.
4. Jelaskan ruang lingkup ibadah yang mencakup dari keseluruhan aspek
kehidupan manusia.
Jawaban:
1. Secara etimologis ibadah adalah pengabdian. Sedangkan secara
terminologi, ibadah memiliki makna beragam yang ditinjau dari beragam
pendapat, di antaranya:
A. Pendapat Ahli Tauhid
Ibadah adalah suatu bentuk perwujudan oleh hamba untuk meng-Esakan dan
mengagungkan Allah swt dengan sepenuhnya serta menghinakan diri dan
menundukkan diri pada-Nya.
B. Pendapat Ahli Akhlak
Ibadah merupakan realisasi seorang ‘abd (hamba) untuk mengerjakan segala
bentuk ketaatan badaniyyah dan menyelenggarakan segala syari’at atau hukum.
C. Pendapat Ahli Tasawuf
Para ahli tasawuf mendefinisikan ibadah sebagai suatu pekerjaan seorang
mukallaf yang berlawanan dengan keinginan nafsunya, dan pekerjaan tersebut
hanya disandarkan untuk mengagungkan Allah swt, di mana bentuk ibadah
diklasifikasikan kedalam tiga bentuk, yakni:
1) Karena takut siksa Allah dan ingin mendapatkan pahala
1
2) Perbuatan yang mulia dengan di dasari jiwa yang mulia
3) Ibadah kepada Allah swt karena memandang bahwa Allah swt berhak
disembah dengan tanpa memperhatikan apa yang akan diterima ataupun diperoleh
dari padaNya.
D. Pendapat Ahli Fikih
Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan oleh mukallaf (seseorang) untuk
mencapai suatu keridhaan dari Allah swt dan mengharapkan pahala di akhirat
kelak.
E. Pendapat Umum Para Ulama’
Para ulama’ mayoritas merujuk pada beberapa teks yang menunjukkan secara
langsung (dalil) perintah untuk melaksanakan ibadah, sebagaimana berikut:
َ ‫ت ْال ِج َّن َو اِإْل ْن‬
56:51 ‫(الذاريات‬. َ‫س ِإاَّل لِيَ ْعبُ ُدوْ ن‬ ُ ‫َو َما خَ لَ ْق‬
Dan Aku tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. (Q.S Adz-Dzariyat, 51; 56)
‫ن‬Wَ ْ‫ َو َما ُأ ِمرُوْ ا ِإاَّل لِيَ ْعبُ ُدو‬.
َ‫د َوِإيَّاكَ نَ ْستَ ِع ْين‬Wُ ُ‫ك نَ ْعب‬
َ ‫ِإيَّا‬.
)208 :‫ (البقرة‬.ً‫يَا َأيُّهَاالَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا ا ْد ُخلُوْ ا فِى الس ِّْل ِم كاَفَّة‬
Hai orang-orang yan beriman, masuklah kamu kedalam Islam keseluruhannya.

2. Dasar hukum yang menganjurkan manusia untuk beribadah kepada


Allah SWT adalah Al-Qur’an dan As-sunnah karena semua Sahabat dan para
pengikutnya ,para ulama dan semua umat Islam sepakat bahwa ibadah yang
berhubungan secara langsung dengan Allah Harus didasarkan pada Nash Al-
Qur’an dan As-sunnah.

3. Hikmah dari ibadah adalah suatu bentuk perantaraan untuk


mewujudkan hal-hal yang lain, yaitu kebaikan akhlak, budi pekerti, keamanan dan
ketentraman masyarakat. Seperti hikmah dari shalat di antaranya; pencegahan
perbuatan keji dan mungkar, menutup aurat, menghapuskan kejahatan, hikmah
dari puasa yang di antaranya mendidik jiwa agar senantiasa bersabar,
mengendalikan nafsu. Begitu pula dengan zakat, mempunyai hikmah yang di
2
antaranya; mensucikan harta, wajibnya gotong-royong atau pentingnya solidaritas
sosial, menghilangkan gap antara yang kaya dan miskin, sedangkan hikmah dari
haji mengajarkan nilai persamaan di antara sesama Muslim tanpa membedakan
status sosial (persaudaraan). Sedangkan tujuan ibadah menurut Hasbi Ash-
Shiddiqie terumuskan kedalam dua klasifikasi yang fundamental, yakni sebagai
berikut: Pertama, ghayah yang dekat, yaitu membiarkan manusia bertarung dalam
hidup ini baik untuk dirinya, baik untuk masyarakatnya dan baik untuk alam
semuanya. Dia hidup, tapi bukan untuk dia makan dan minum dan dia berniaga
bukan untuk mengumpulkan harta, bukan untuk menguasai masyarakat bukan
pula untuk bersenda gurau, tetapi suapaya dia menjadi penolong kebajikan dalam
menghadapi kejahatan dan menolong hak dalam menghadapi kebatalan baik
mengenai dirinya, masyarakat, dan juga kemanusiaan. Dia merupakan khalifah
Allah di muka bumi dan kepadanya diberikan akal, iradat untuk alat perjuangan,
yang demikian itu perlu kepada pendidikan dan menyiapkan diri untuk tugas
Ibadah. Dengan demikian ibadah bukan merupakan tujuan akhir, namun
merupakan wasilah bagi tujuan yang luhur. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
ibadah tidak hanya sebatas pada perbuatan dhahir saja, akan tetapi juga diiringi
dengan keimanan dalam hati untuk taat kepada Allah swt. Dalam hal ini,
Rasulullah saw bersabda:
ُ‫ع َو ْال َعطَش‬
ُ ْ‫صيَا ِم ِه ِإاَّل ْالجُو‬
ِ ‫ْس لَهُ ِم ْن‬ َ ‫ َو َك ْم ِم ْن‬.ُ‫ْس لَهُ ِم ْن قِيَا ِم ِه ِإاَّل ال َّس ْهر‬
َ ‫صاِئ ٍم لَي‬ َ ‫ َك ْم ِم ْن قَاِئ ٍم لَي‬.
Berapa banyak orang yang beribadah malam tak ada baginya ibadah malamnya
selain daripada berjaga malam dan berapa banyak orang yang berpuasa tiada dia
memeperoleh dari puasanya terkecuali lapar dan haus. Sesungguhnya yang
demikian itu merupakan wasilah yang diperlukan untuk menyiapkan diri dalam
berjihad dan bertarung dalam menghadapi perjuangan hidup. Sehingga, Islam
memfardhukan batasan minimal dari suatu ibadah yang sama sekali tidak boleh
ditinggalkan dan dipandang manusia menjadi kurang tanpa ibadah tersebut.
Kedua, ghayah yang jauh atau tujuan yang jauh bagi akidah Islam dan falsafahnya
demikian pula ibadahnya, yaitu berangsur-angsur menuju kepada kesempurnaan
ruh yang tidak dibatasi oleh kematian dan tidak berakhir dalam batasan-batasan di
dunia
3
4. ruang lingkup ibadah dapat dikategorikan kedalam dua klasifikasi
umum, yakni:
a. Ibadah dalam arti ubudiyyah yang telah dipastikan cara-caranya serta syarat-
syaratnya oleh syariat dalam rangka hubungan khusus antara manusia dengan
Penciptanya, yang kemudian dikenal dengan istilah ibadah mahdhah, seperti
shalat, zakat, puasa, haji, dan lain-lain.
b. Ibadah dalam arti luas ialah segala kegiatan manusia beriman di dalam hidup
sehari-harinya, di luar ibadah mahdhah yang diinginkan oleh Allah swt,
dikerjakan dengan ikhlas dan dengan tujuan untuk memperoleh ridha Allah swt,
seperti belajar, berusaha, berkeluarga, bermasyarakat dan lain-lain.
Dengan kata lain, bahwasannnya seluruh aspek kehidupan manusia Muslim
merupakan sarana untuk beribadah, sehingga Islam pun memberikan pemahaman
bahwa tidak ada dikotomi antara kehidupan yang bernuansa keagamaan dan
kehidupan duniawi, karena perbuatan manusia selalu memiliki dua aspek, yakni;
aspek duniawi dan aspek ukhrawi. Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam
Q.S Al-Zalzalah (99); 7-8
َ َ‫ َو َم ْن يَ ْع َملْ ِم ْثق‬,ُ‫فَ َم ْن يَ ْع َملْ ِم ْثقَا َل َذ َّر ٍة َخ ْيرًا يَ َره‬
)8-7 :‫(الزلزلة‬.ُ‫ال َذ َّر ٍة َش ًّرا يَ َره‬
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya (7). Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat
dzarrahpun niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (8).

Anda mungkin juga menyukai