Abstract
Intention is the key received and whether or not an act of worship of a person. What did
someone get the fruit of what he intended. So no kekliruan towards the understanding of
intent, required in-depth study of the hadith related by intention. The study begins from
seeing sanad and matannya, honor and sanadnya criticism, after it had to understand what
it implies. Thus the true understanding will be obtained and will have implications on one's
act of worship. This is because only a hadith that has shohih status which can be used as
proof and guidance when we perform an act of worship including learning. Learning is done
will beworth when intended sincereworship due to God.
Niat merupakan kunci diterima dan tidaknya suatu perbuatan ibadah seseorang. Apa yang
seseorang dapatkan merupakan buah dari apa yang ia niatkan. Agar tidak ada kekliruan
terhadap pemahaman niat, diperlukan kajian yang mendalam tentang hadis yang
berkaitan dengan niat. Kajian tersebut diawali dari melihat sanad dan matannya, kritik
matan dan sanadnya, setelah itu baru memahami isi kandungannya. Dengan demikian
pemahaman yang benar akan didapatkan dan akan berimplikasi terhadap perbuatan
ibadah seseorang. Hal ini karena hanya hadis yang mempunyai status shohih yang bisa
dijadikan hujjah dan pedoman ketika kita melakukan suatu perbuatan ibadah termasuk di
dalamnya pembelajaran. Pembelajaran yang dilakukan akan bernilai ibadah ketika
diniatkan ikhlas karena Allah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi dan Hakikat Niat
Niat adalah maksud atau keinginan kuat didalam hati untuk melakukan sesuatu. Dalam
terminologi syar'i berarti adalah keinginan melakukan ketaatan kepada Allah dengan
melaksanakan perbuatan atau meninggalkannya.
Niat termasuk perbuatan hati maka tempanya adalah didalam hati, bahkan semua perbuatan yang
hendak dilakukan oleh manusia, niatnya secara otomatis tertanam didalam hatinya.
2
) رواه إماما المحدثين أبو عبد هللا محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري
وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح
(الكتب المصنفة
Arti Hadits
Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku
pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh
amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh
karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada
Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau
karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya
(niatnya).’”
(Diriwayatkan oleh dua imam ahli hadits; Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrohim bin
Mughiroh bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-
Qusairy An-Naisabury di dalam kedua kitab mereka yang merupakan kitab paling shahih
diantara kitab-kitab hadits).
Abdurrahman bin Mahdiy berkata : ”Hadits niat ini bisa masuk ke dalam 30 bab ilmu”.
Sedangkan Imam Asy-Syafi’iy mengatakan bahwa hadits ini bisa masuk ke dalam 70 bab fiqhi.
Tentang sabda Rasulullah, "semua amal itu tergantung niatnya" ada perbedaan pendapat para
ulama tentang maksud kalimat tersebut. Sebagian memahami niat sebagai syarat sehingga amal
tidak sah tanpa niat, sebagian yang lain memahami niat sebagai penyempurna sehingga amal itu
akan sempurna apabila ada niat.
Kedua : Kalimat "Dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya" oleh Khathabi dijelaskan
bahwa kalimat ini menunjukkan pengertian yang berbeda dari sebelumnya. Yaitu menegaskan
sah tidaknya amal bergantung pada niatnya. Juga Syaikh Muhyidin An-Nawawi menerangkan
bahwa niat menjadi syarat sahnya amal. Sehingga seseorang yang meng-qadha sholat tanpa niat
maka tidak sah Sholatnya, walahu a'lam Ketiga : Kalimat "Dan Barang siapa berhijrah kepada
Allah dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rosul-Nya" menurut penetapan ahli
bahasa Arab, bahwa kalimat syarat dan jawabnya, begitu pula mubtada' (subyek) dan khabar
(predikatnya) haruslah berbeda, sedangkan di kalimat ini sama. Karena itu kalimat syarat
bermakna niat atau maksud baik secara bahasa atau syari'at, maksudnya barangsiapa berhijrah
dengan niat karena Allah dan Rosul-Nya maka akan mendapat pahala dari hijrahnya kepada
Allah dan Rosul-Nya.
Hadits ini memang muncul karena adanya seorang lelaki yang ikut hijrah dari Makkah ke
Madinah untuk mengawini perempuan bernama Ummu Qais. Dia berhijrah tidak untuk
mendapatkan pahala hijrah karena itu ia dijuluki Muhajir Ummu Qais.
C. Makna Kata dalam Hadits (mufrodat)
ٍ أ َ ِب ْي َح ْف: Bermakna Al-Asad (singa), sedang Abu Hafsh adalah julukan bagi ‘Umar bin
1.ص
Khathab.
2. ِإنَّ َما: (hanyalah) menunjukkan makna pengkhususan dan pembatasan yaitu penetapan hukum
untuk yang tersebutkan dan peniadaan hukum tersebut dari selainnya. Lihat Syarh An-Nawawy
(13/54) dan Al-‘Il am karya Ibnu Mulaqqin (1/168).
3. اْأل َ ْع َما ُل: Yang diinginkan di sini adalah amalan-amalan yang disyariatkan (ibadah).
ِ لنِِّيَّا: Merupakan jama’ dari kata niyat. Niat secara bahasa adalah maksud dan kehendak
4.ت ا
5. ئ
ٍ ا ْم ِر: Artinya adalah manusia, baik laki-laki maupun perempuan
5
6. ُهِجْ َرتُه: Secara bahasa artinya meninggalkan sesuatu dan berpindah kepada selainnya. Adapun
secara istilah yaitu meninggalkan negeri kafir menuju negeri Islam karena takut fitnah dan untuk
menegakkan agama. Adapun hijrah dalam hadits ini adalah Hijrah dari Mekkah ke Madinah.
7.ِ إِلَى هللا: Maksudnya adalah menuju keridhaan Allah, baik dalam niat atupun tujuan.
ِ ِلدُ ْنيَا ي: Artinya adalah demi tujuan duniawi yang ingin dicapainya.
8. ُص ْيبُ َها
D. Asbabul Wurud Hadits
Berkata An-Nawawy dalam Syarh Muslim (13/81) : “Sesungguhnya telah datang bahwa sebab
keluarnya hadits ini adalah tentang seorang lelaki yang berhijrah hanya untuk menikahi seorang
wanita yang bernama Ummu Qois maka diapun dipanggil dengan sebutan Muhajir Ummu Qois
(Orang yang berhijrah karena Ummu Qois)”.
Kisah Muhajir Ummu Qois ini diriwayatkan dari shahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu bahwa
beliau berkata :
Materi hadits pertama ini merupakan pokok agama. Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ada
Tiga hadits yang merupakan poros agama, yaitu hadits Úmar, hadits Aísyah, dan hadits Nu’man
bin Basyir.” Perkataan Imam
Ahmad rahimahullah tersebut dapat dijelaskan bahwa perbuatan seorang mukallaf bertumpu
pada melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Inilah halal dan haram. Dan diantara halal
dan haram tersebut ada yang mustabihat (hadits Nu’man bin Basyir). Untuk melaksanakan
perintah dan menjauhi larangan dibutuhkan niat yang benar (hadits Úmar), dan harus sesuai
dengan tuntunan syariát (hadits Aísyah).
•Ikhlas dan membebaskan niat semata-mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shaleh
dan ibadah.
•Seorang mu’min akan diberi ganjaran pahala berdasarkan kadar niatnya.
•Semua pebuatan yang bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena mencari
keridhoan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
•Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat.
•Hadits diatas menunjukkan bahwa niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan
pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah Wal Jamaah adalah membenarkan
dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
H. Kritik Sanad
Untuk mengetahui kualitas suatu hadis, perlu dilihat dari dua aspek, yaitu sanad dan matan.
Adapun kajian sanadnya diawali dengan penjelasan biografi serta pen- dapat para kritikus hadis
mengenai perawi-perawi hadis tersebut yang dapat dilihat sebagai berikut:
bahwa sejak memeluk Islam, ia mengabdikan hidupnya hanya untuk pengembangan dan
kejayaan Islam.
Gambar 1.
Skema Sanad dari Masing-masing Redaksi Hadis
memahaminya sesuai dengan petunjuk al-Qur’an (Yusuf Qardlawi,1997: 92), yaitu dalam
kerangka bimbingan ilahi yang pasti benarnya dan tak diragukan keadilannya.
Allah berfirman dalam surat al An’am: 115: “Dan telah sempurnnalah kalimat Tuhanmu,
dalam kebenaran dan keadilan-Nya. Tidak ada yang dapat mengubah-ubah kalimat-Nya. Dan
Dialah yang Maha Mendengar lagu Maha Mengetahui.”
Menurut Imam ibnu Daqiq rahimhullah “Kalimat {¹aَُ } ُِإ”نberfungi sebagai
{9a⁄² }اyaitu pembatasan. Maksudnya adalah menetapkan hukum yang telah disebutkan dan
meniadakan hukum selainnya (yang tidak disebut). Imam An- nawawi rahimhullah mengatakan
bahwa jumhur ulama dari ahli bahasa dan ushul serta selain mereka berkata: lafadz {¹aَُ } ُِإ”ن
berfungsi sebagai pembatasan yaitu menetapkan yang disebutkan dan meniadakan yang tidak
disebutkan.
ِ إ} إِنَّ َما اْأل َ ْع َما ُل بِال ِنِّيَّاadalah sah atau tidaknya amal perbuatan suatu
Jadi maksud {ِ ت
ibadah itu tergantung pada niatnya. Imam al-Nawawi rahimhullah berkata: ”Sesungguhnya amal
perbuatan itu diberi pahala berdasarkan niat dan tidak
11
akan diberi pahala jika (amal perbuatan tersebut tanpa niat.” Imam Ibnu Daqiq al-Ied
rahimhullah mengatakan bahwa yang di maksud dengan amal di sini adalah semua amal
yang dibenarkan syari’at, sehingga setiap amal yang dibenarkan syari’at tanpa niat maka
tidak berarti apa-apa menurut agama islam.
Niat secara bahasa adalah maksud. Imam al-Baidawi rahimhullah berkata: Niat adalah
keinginan hati terhadap apa yang dirasa cocok untuk mendapat- kan manfaat dan
menangkal mudharat. Sedangkan secara bahasa niat adalah keinginan kuat untuk
melakukan ibadah sebagai bentuk mendekatkan diri kepada Allah
(http://nurulilmi.com/maudhui/ hadis/339). Oleh karena itu, agar proses pembelajaran
bisa bernilai ibadah dan mendapatkan pahala, maka landasan niat yang ikhlash ini sangatlah
penting.
Selanjutnya ٍ } َو ِإنَّ َما ِل ُك ِِّل ْام ِرyang artinya ”dan sesungguhnya setiaporang akan
ئ َما ن ََوى
dibalas berdasarkan apa yang dia niatkan” mengandung konsekwensi bahwa barangsiapa yang
berniat akan sesuatu tertentu niscaya ia akan mendapatkan apa-apa yang ia niatkan dan setiap
apa-apa yang ia tidak niatkan berarti ia tidak mendapatkannya. Karenaya hadis ini me- rupakan
untuk menuntut ilmu semata-mata karena Allah dan dengan tujuan tertentu sesuai dengan cita-citanya.
Bahkan Imam Abdurrahman bin mahdi berkata: ”Dianjurkan bagi yang menulis suatu kitab untuk hendak
memulai dalam kitabnya dengan hadis ini sebagai peringatan bagi penuntut (ilmu) agar memperbaiki
niatnya (http://nurulilmi.com/maudhui/hadis/339).
KESIMPULAN
Niat itu termasuk bagian dari iman karena niat termasuk amalan hati. Wajib bagi seorang muslim
mengetahui hukum suatu amalan sebelum ia melakukan amalan tersebut, apakah amalan itu
disyariatkan atau tidak, apakah hukumnya wajib atau sunnah. Karena di dalam hadits ditunjukkan
bahwasanya amalan itu bisa tertolak apabila luput darinya niatan yang disyariatkan.
Disyaratkannya niat dalam amalan-amalan ketaatan dan harus dita`yin (ditentukan) yakni bila
seseorang ingin shalat maka ia harus menentukan dalam niatnya shalat apa yang akan ia kerjakan
apakah shalat sunnah atau shalat wajib, dhuhur, atau ashar, dst. Bila ingin puasa maka ia harus
menentukan apakah puasanya itu puasa sunnah, puasa qadha atau yang lainnya.
Amal tergantung dari niat, tentang sah tidaknya, sempurna atau kurangnya, taat atau maksiat.
Seseorang mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan namun perlu diingat niat yang baik
tidaklah merubah perkara mungkar (kejelekan) itu menjadi ma’ruf (kebaikan), dan tidak
menjadikan yang bid`ah menjadi sunnah.
DAFTAR PUSTAKA
Fathul Bari, Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam, Riyadh, cetakan pertama Tahun 2000 masehi
Tafsir Ibnu Katsir, tahqiq Al-Banna, dar Ibnu Hazm, cetakan pertama
Fawaid Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, Dar Ibnul Jauzi
Syarh Riyadhus Shalihin, Syaikh Muham-mad bin Shalih Al-'Utsaimin.
Al-Ikhlash, Sulaiman Al-Asyqor, dar An-Nafais
Silsilah Al-Ahadits As-Sohihah, Syaikh Al-Albani
Hadis Shahih Bukhari-Muslim.
Imam an-Nawawi dalam al-Majmu
Ibnul Mundzir dalam kitabnya al-Asyraf dan kitab al-Ijma’