Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wr. wb.


Segala ucap syukur alhamdulillah kepada ALLAH S.W.T yang telah
melimpahkan rahmat dan ridha-Nya sehingga Penulis bisa menyusun makalah ini yang
berjudul “ BID’AH“ sebagai tugas mata kuliah PENDIDIKAN AGAMA, STIFAR.
Penulis berharap semoga dengan disusunnya makalah ini akan memberikan manfaat bagi
Penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penulis menyadari pasti ada kekurangan dan kelemahan yang terdapat pada
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan yang Penulis miliki. Untuk itu, penyusun
terbuka terhadap kritik dan saran sehingga bisa menambah kesempurnaan dan
memberikan kami tambahan pengetahuan.
Wassalamu’alaikum wr.wb

Pekanbaru, 9 November 2019

Tim Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Islam memberikan tuntunan kepada manusia dalam hal pergaulan,bahwa
pergaulan itu hendaknya didasarkan atas moral atau budi pekerti yang luhur,bukan
atas dasar kemuliaan status sosial maupun materi dan sesungguhnya dalam
kehidupan ini sangat dibutuhkan adanya pengenalan antara manusia yang satu
dengan yang lain.
Selaras dengan ungkapan sebuah syair:”Aku mengenali kejelekan bukan
untuk kejelekan, namun agar berjaga-jaga darinya siapa yang tak kenal kebaikan dari
kejelekan, ia akan terjerumus ke dalamnya.”
Dengan demikian tidak cukup bagi seseorang dalam beribadah hanya
mengetahui sunnah saja, akan tetapi juga harus mengenali lawannya yakni bid’ah,
seperti dalam hal keimanan tidak cukup mengerti tauhid saja tanpa mengetahui
syirik. Allah subhanahu wa ta’ala telah mengisyaratkan hal ini dalam firmanNya
(yang artinya), “Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thoghut dan beriman
kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus.” (Al Baqoroh: 256).
Tak dapat disangkal lagi bila fenomena yang ada menunjukkan tak sedikit
dari kaum muslimin yang begitu hobi melakukan praktek bid’ah dan khurafat, yang
lebih mengenaskan bid’ah dan khurafat itu dikemas sedemikian rupa agar tampak
seolah-olah suatu ibadah yang disyariatkan, lebih tampil menarik dan mampu
memikat perhatian banyak orang. Lebih dari itu ternyata bid’ah dan khurafat kini
gemar dikampanyekan orang-orang yang bergamis dan berjenggot, tetapi mana
gamis dan mana jenggot?! -yang jelas keduanya tengah didzalimi-. Ironinya model-
model yang seperti inilah yang dijadikan tokoh-tokoh penting bangsa ini, naik daun
dan melambung namanya di hadapan rakyat yang awam akan ilmu agamanya.
Sementara Allah berfirman (yang artinya), “Dan bahwa (yang Kami
perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu
mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu
dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu
bertakwa.” (QS Al An’am: 153).
Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-
batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini
menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah Muhammad
SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan
membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Jadi secara umum dapat diketahui
bahwa semua bid’ah dalam perkara ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai
kaedah ushul fiqih bahwa hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah
dan tidaklah tepat pula penggunaan istilah bid’ah hasanah jika dikaitkan dengan
ibadah atau agama sebagaimana pandangan orang banyak, namun masih relevan jika
dikaitkan dengan hal-hal baru selama itu berupa urusan keduniawian murni misal
dulu orang berpergian dengan unta sekarang dengan mobil, maka mobil ini adalah
bid’ah namun bid’ah secara bahasa bukan definisi bid’ah secara istilah syariat dan
contoh penggunaan sendok makan, mobil, mikrofon, pesawat terbang pada masa kini
yang dulunya tidak ada inilah yang hakekatnya bid’ah hasanah.
Al-qur’an dan Al-Hadist sangat kaya dengan berbagai ajaran untuk pedoman
iman dan kehidupan ini. Para penganut ajaran sesat biasanya memberi tekanan
khusus pada satu atau dua ajaran, lalu diinterpretasikan sedemikian rupa dan
ditambah dengan ajaran-ajaran pemimpinnya sehingga menjadi satu doktrin utama
dalam aliran itu.
Terilhami oleh suatu ungkapan “saya mendengar dan melihat saya ingat, saya
berbuat lalu saya mengerti”, maka penulis berasumsi bahwa dengan kajian tentang
“BID’AH” ini menjadikan masyarakat dengan mendengar,melihat dan berbuat dapat
mengerti.
Dan banyak perkataan terlontar, dari orang yang belum paham (atau mungkin
salah paham) tentang bid’ah. Inti perkataannya menunjukkan bahwa bid’ah itu
sesuatu yang boleh dikerjakan. Untuk itulah pada makalah ini penulis akan
membahas berbagai kerancuan yang sering terdengar di kalangan masyarakat dan
melalui makalah ini diharapkan akan dihasilkan suatu kajian tentang “ BID’AH”.

1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, maka Penulis dalam
menyusun makalah ini dapat mengambil beberapa permasalahan, yaitu
1. Apa yang di maksud dengan “BID’AH”?
2. Ada berapa macamkah “BID’AH”?
3. Bagaimana cara menghindarkan diri dari perbuatan “BID’AH”?

1.3.Tujuan
Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan Penulis menyusun makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian bid’ah
2. Untuk mengetahui macam-macam bid’ah dalam agama Islam
3. Untuk mengetahui cara menghindarkan diri dari bid’ah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Bid’ah
2.1.1. Menurut Bahasa
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada
contoh. Sebelumnya Allah berfirman.
“Artinya : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]
Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.
Ibtida’(membuat sesuatu yang baru) ada dua makna;
1. Membuat sesuatu yang baru dalam hal adat(urusan keduniaan),seperti penemuan-
penemuan modern,hal semacam ini boleh saja karena hukum asal dalam adat itu
adalah mubah.
2. Membuat sesuatu yang baru dalam agama,dan hal ini haram hukumnya.karena
hukum asal dalam agama adalah tawqif(terbatas pada apa yang diajarkan oleh
syari’at).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Barangsiapa
yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini
yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak diterima)”.
Dan di dalam riwayat lain disebutkan, Artinya : “Barangsiapa yang berbuat
suatu amalan yang bukan didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak”.
Hukum dari bidaah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru
atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti sempit
(ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.

Pemakaian kata tersebut di antaranya ada pada :


ِ ‫ت َواأل َ ْر‬
Firman Allah ta’ala : ‫ض‬ ِ ‫س َم َاوا‬
َّ ‫بَدِي ُع ال‬
” (Dialah Allah) Pencipta langit dan bumi.” (Q.s.2:117)
Firman Allah ta’ala : ‫س ِل‬ ُّ ‫قُ ْل َما ُكنتُ ِبدْعا ً ِ ِّم ْن‬
ُ ‫الر‬
” Katakanlah (hai Muhammad), “ Aku bukanlah rasul yang pertama di antara
rosul-rosul.” (Q.s:46:9)
Dari makna bahasa diambil oleh para ulama.
ٌ
‫فالن بدعة‬ ‫اِبتدع‬
Maknanya: Dia telah merintis suatu cara yang belum pernah ada yang
mendahuluinya.
‫هذاأمربدي ٌع‬
ٌ
Maknanya: sesuatu yang dianggap baik yang kebaikannya belum pernah ada yang
menyerupai sebelumnya.
1. Jadi membuat cara-cara baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti disebut
bid’ah (dalam segi bahasa).
2. Sesuatu perkerjaan yang sebelumnya belum pernah dikerjakan orang juga
disebut bid’ah (dalam segi bahasa).
3. Terlebih lagi suatu perkara yang disandarkan pada urusan ibadah (agama) tanpa
adanya dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan tidak ada contohnya (tidak
ditemukan perkara tersebut) pada jaman Rosulullah shallallahu ‘alayhi wa
sallam maka inilah makna bid’ah sesungguhnya.

2.1.2. Bid’ah Menurut Istilah


Bid’ah menurut istilah (syar’i/terminologi) adalah : sesuatu yang diada-adakan
menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan
seakan-akan bagian dari ibadah. Dalam hal ini Rasūlullôh Shallallahu ’alaihi wa
Salam bersabda : ”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tiada ada
tuntunannya dariku, maka tertolak” (HR Bukhari Muslim) dan hadits : ”Setiap
bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan neraka tempatnya.” Adapun menurut
etimologi (bahasa), makna bid’ah adalah al-ikhtira’, sesuatu yang diada-adakan
tanpa ada contohnya sebelumnya. Seperti firman Alloh : ”Allôhu Badî’us
Samâwât..” (Allôh-lah yang menciptakan langit, maksudnya mengadakan langit
tanpa ada contoh sebelumnya). Termasuk makna etimologi ini adalah, ucapan
Sahabat ’Umar : ”sebaik-baik bid’ah adalah ini” ketika beliau memerintahkan
untuk sholat tarawih berjama’ah.
Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting mengenai
bid’ah :
1. Makna bid’ah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada contoh
sebelumnya.
2. Makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang
menyerupai syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-lebihan
dalam beribadah kepada Allah.
3. Tiga unsur yang selalu ada pada bid’ah adalah; (a) mengada-adakan, (b) perkara
baru tersebut disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut bukan bagian
dari agama.
4. Setiap bid’ah adalah sesat.
2.2. Sebab-sebab munculnya bid’ah
Tidak kita ragukan, bahwa berpegang teguh kepada Al qur’an dan sunnah
adapt menjaga kita dari terjerumus ke dalam jurang kebid’ahan dan kesesatan,
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Dan sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia, dan
janganlah kalian mengikuti jalanjalan (yang lain), maka kalian akan bercerai
berai dari jalannya.” (QS. Al An’am 153)
Dalam sebuah hadits shahih, dari Ibnu Mas’ud ra, beliau berkata: “(Suatu
ketika) Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam membuat sebuah garis lurus,
kemudian beliau bersabda: “inilah jalan Allah.” Kemudian beliau menggaris ke
arah kiri dan kanannya, kemudian beliau berkata: “dan ini jalan jalan (lain), di
atas setiap jalan ada setan yang menyeru kepadanya.” Kemudian beliau
membaca: “Dan sesungguhnya inilah jalanku yang lurus, maka ikutilah ia, dan
janganlah kalian mengikuti jalanjalan (yang lain), maka kalian akan bercerai
berai dari jalannya, itulah yang telah (Allah) wasiatkan kepada kalian, agar
kalian bertaqwa.”
Maka barang siapa yang berpaling dari Kitab dan Sunnah, ia akan
diperebutkan oleh jalan-jalan yang menyesatkan dan kebid’ahan yang diada-
adakan. Maka sebab-sebab terjadinya bid’ah terangkum dalam poin-poin berikut
ini: Kebodohan, mengikuti hawa nafsu, ta’asshub / fanatis terhadap perkataan
seseorang dan upaya penyerupaan terhadap orangorang kafir. Dan berikut ini
perinciannya:
1) Bodoh terhadap hukum-hukum Islam
Samakin zaman berlalu dan manusia jauh dari risalah, semakin
marak pula kebodohan, hal itu telah disebutkan oleh Rosulullah
Shallallahu alaihi wa sallam “Barang siapa diantara kalian yang hidup
setelahku nanti, maka sungguh ia akan melihat perselisihan yang banyak.”
(Dari hadits yang diriwayatkan oleo Abu Daud dan Tirmidzi, dan beliau
berkata: hadits hasan shahih)
Dan sabdanya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengambil ilmu dengan mencabut dan
mengangkatnya, akan tetapi mengambilnya dengan kematian para ulama,
sehingga apabila tidak tertinggal seorang alimpun, manusia menjadikan
orang-orang bodoh sebagai peminpin mereka, apabila mereka ditanya,
mereka menjawab dengan tanpa ilmu, maka mereka sesat dan
menyesatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim, dan lihat: Jami’u bayanil ilmi
wa fadzlihi, Ibnu Abdil Bar 1/180.)
Maka tidak ada yang dapat menghadapi bid’ah kecuali Ilmu dan
Ulama, dan apabila hal itu tidak ada, maka bid’ah akan cepat tumbuh dan
berkembang.
2) Mengikuti hawa nafsu
Karena bid’ah hanya semata-mata keluar dari hawa nafsu belaka.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu), ketahuilah
bahwa sesunggunya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka
(belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti
hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah sedikitpun.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
dzalim.” (QS. Al Qashash 50)
Dan firman-Nya
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasatkan
ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran.” (QS. Al Jatsiyah 23.)
3) Fanatis dan ta’ashshub bagi golongan dan figur tertentu, sehingga hal itu
menghalanginya untuk mengikuti dalil dan kebenaran.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah. Mereka menjawab: (Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang
kami. (apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang
mereka itu tidak mengetahui sesuatu apapun, dan tidak mendapatkan
petunjuk?.” (QS. Al baqoroh 170 )
Dan demikianlah keadaan orang-orang yang ta’ashub hari ini,
yang terdiri dari sebagian pengikut madzhab tertentu, orang-orang sufi dan
orang-orang yang beribadah kepada kubur, apabila mereka diseru untuk
mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah, mereka tidak mau menerimanya dan
berargumen dengan pendapat guru dan nenek moyang mereka.
4) Menyerupai orang kafir (tasyabbuh), dan inilah salah satu faktor penyebah
terjadinya bid’ah, sebagaimana telah disebutkan dalam hadits Abi Waqid
Al Laetsi, ia berkata:
“Kami telah keluar bersama Rosulullah Shallallahu alaihi wa
sallam menuju Hunain, sedangkan kami waktu itu masih dekat dengan
kekafiran. Saat itu orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon bidara
tempat mengantungkan senjata-senjata mereka yang dinamakan dengan
Dzatu Anwath. Kemudian kami melaluinya, dan kami berkata: Wahai
Rosulullah, jadikalah bagi kami Dzatu Anwath sebagaimana yang mereka
miliki. Maka Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam menjawab: “ Allahu
Akbar, Itulah kebiasaan yang telah kalian ucapkan. Demi Dzat yang
jiwaku berada di tanganNya, sebagaimana telah diucapkan oleh Bani
Isarail kepada Musa:
“Wahai Musa, Jadikanlah tuhan bagi kami sebagaimana tuhan-
tuhan mereka. (Musa) menjawab: Sesungguhnya kalian adalah orangorang
yang bodoh.”( QS. Al A’raf 138)
Sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum
kalian.” 17 (HR. Bukhari dan beliau menshahihkannya.)
Dari hadits tersebut di atas kita dapat mengetahui bahwa mengikuti
orang-orang kafir adalah salah satu penyebab Bani Israil dan beberapa
orang dari Sahabat Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam mengajukan
permohonan jelek ini dari nabi mereka, dan demikian pulalah apa yang
terjadi hari ini, karena kebanyakan ummat Islam yang terjerumus ke dalam
jurang kebid’ahan dan kemusyrikan adalah dikarenakan pengekoran
mereka terhadap amalan-amalan orang kafir seperti merayakan Maulid
Nabi, upacara hari-hari besar Islam, mengkhususkan hari dan pekan
tertentu untuk amalan tertentu, bid’ah-bid’ah kematian dan membangun di
atas kubur dll.”
2.3. Macam-macam BID’AH
Sebagian ulama memberikan beberapa Penggolongan dalam masalah

bid‟ah., tergantung dengan sudut pandang yang diambil. Adapun

penggolongannya antara lain:

1. Pembagian bid‟ah secara umum


Pembagian bid‟ah secara umum ini berdasarkan penggolongan yang dibuat
oleh para ahli ushul dan ahli fiqh. Adapun penggolongannya antara lain 20:
a. Fi’liyah (melakukan suatu perbuatan).
b. Tarkiyah (meninggalkan suatu perbuatan) yaitu meninggalkan suatu
tuntunan agama, baik wajib maupun sunnah dengan memandang
bahwa meninggalkan itu, agama. Jika lantaran malas tidak disebut
bid‟ah, hanya menyalahi perintah saja.
c. Amaliyah, yaitu bid‟ah-bid‟ah yang dikerjakan dengan anggota panca
indra yang lima, baik luar maupun dalam, seperti mengerjakan sesuatu
yang tidak dikerjakan oleh nabi saw.
d. I’tiqodiyah, yaitu memegang suatu kepercayaan / I‟tikad yang
berlawanan dengan yang diterima dari rasulullah saw dan para
sahabatnya. Baik yang bersangkutan ataupun tidak.
e. Zamaniyah, yaitu melakukan ibadah di masa tertentu.
f. Makaniyah, yaitu melakukan suatu ibadah di tempat tertentu.
g. Haliyah, yaitu meletakkan suatu ibadah di masa tertentu atau di
tempat tertentu atau dalam keadaan tertentu.

h. Haqiqiyah, yaitu suatu pekerjaan yang semata-mata bid‟ah tidak ada


sedikit kaitannya dengan syara‟.
i. Idafiyah yaitu sesuatu bid‟ah yang terdapat padanya dua aspek, apabila
ditinjau dari aspek pertama ia bukan bid‟ah, apabila ditinjau dari aspek
kedua nyatalah kebid’ahannya.
j. Kuliyyah, yaitu yang mendatangkan kecederaan yang umum.
k. Juz’iyah, yaitu merasakan sebagian pekerjaan saja
l. ‘Ibadiyah, yaitu yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah

20 T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Kriteria Sunnah dan Bid’ah, cet, KE II,

(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm 43.


m. ‘Adiyah, yaitu yang dikerjarkan bukan dengan maksud ibadah. Bid‟ah
yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. yakni yang
dijadikan ibadah dinamakan id‟ah „ibadiyah. Bid‟ah yang dikerjakan
bukan dengan maksud ibadah dinamakan bid‟ah „adiyah.

2. Pembagian bid‟ah berdasarkan hukum21

Al-Qarafi telah menjelaskan dengan penjelesan yang baik, dan


dasar dari pendapatnya tersebut adalah pendapat Syaikhnya, Izzudin Ibnu
Abdus Salam menggolongkan bid‟ah berdasarkan hukumnya ke dalam
lima bagian,22 antara lain:

a. Bid’ah Wajibah, yakni bid’ah yang diwajibkan. Contohnya belajar


ilmu nahwu, memperindah cetakan al-Qur‟an dan hadis, belajar
ilmu kedokteran, biologi, strategi perang, kepemimpinan, dan ilmu-
ilmu serta sarana yang sifatnya mendukung pada perkembangan
dan kejayaan islam.
b. Bid’ah Muharramah, yakni bid’ah yang diharamkan. Contohnya
mengikuti faham-faham sesat seperti Qadariyah, Jabariyah, atau
Mujassimah, serta berbuat sirik kepada Allah. Bid‟ah ini disebut bid‟ah
d}alalah (sesat).
c. Bid’ah Mandhubah, yakni bid‟ah yang diperbolehkan jika dipandang
baik untuk kemashlahatan umat meski tidak terdapat pada masa
Rasulullah. Contohnya membangun pesantren, sekolah, rumah sakit,
atau penelitian-penelitian ilmiah, penemuan-penemuan modern yang
sifatnya memperjelas kebenaran isi ayat al-Qur‟an.

21 Badruddin Hsubky, Bid’ahbid’ah di Indonesia (Jakarta: Gema Insani

Press, 1996), Hlm. 31-32.

22Imam asy-Syatibi, Al-I’tisham : Buku Induk Pembahasan Bid’ah dan

Sunnah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), hlm.212.


d. Bid’ah Makruhah. Yakni bid‟ah yang dimakruhkan. Contohnya
memperindah atau menghiasi masjid, tempat beribadah,
mushaf yang berlebihan.
e. Bid’ah Mubahah, yakni bid‟ah yang dimubahkan. Contohnya
berjabat tangan setelah shalat shubuh dan isya, membuat
hidangan (makanan dan minuman), serta bersolek untuk
ibadah.

3. Dalam kitab Annihayah,Ibnu Atsir berkata: Bid’ah itu terbagi menjadi dua
yaitu Bid’ah hasanah dan dhalalah, jika bertentangan dengan perintah
Allah dan rasulnya maka bid’ah itu termasuk golongan sesat dan tercela
(bid’ah dhalalah) conthnya :
a. Mendekatkan diri kepada Allah swt dengan cara menjadi Rahib.
b. Menyerahkan hukum agama kepada ‘aqal-fikiran manusia, dan
menolak nash-nash yang terang dari Allah dan Rasul-Nya.
c. Menyamakan urusan riba dengan jual beli dengan dalih sama2
mencari keuntungan.
namun jika sesuai dengan nilai-nilai yang telah dianjurkan oleh agama
maka bid’ah itu tergolong kedalam bid’ah yang terpuji, bahkan menurut beliau,
bid’ah hasanah pada dasarnya adalah sunnah. hal serupa pun dikemukakan oleh
Ibnu Mandzur, dan di dalam Alquran Allah berfirman: yangdi artikan bahwa
sesuatu yang baru selama tidak bertentangan dengan agama meskipun tidak ada
dasar hukumnya adalah baik dan terpuji dan mendapat pahala. Contohnya :
a. Membaca shalawat dan salam sehabis adzan dengan nyaring, dan
menjadikannya sebagai lafaz adzan.
b. Membaca adzan dan iqamat dengan suara keras pada saat
menguburkan mayat.
c. Membaca istighfar sehabis sholat berjamaah dengan suara nyaring dan
dibacakan bersama-sama.
2.4. Hal-hal yang harus dilakukan untuk menghindarkan diri dari
perbuatan BID’AH

Sebagai umat islam, tentu saja kita mengingakan agar ibadah kita dapat
diterima sempurna oleh Allah SWT. Untuk itu, umat islam harus bisa memahami
bagiamana cara agar tidak terkena ibadah atau perilaku bid’ah yang bisa menolak
ibadha kita. Beirikut adalah cara agar tidak terjebak pada bid’ah dalam ibadah.

1. Memahami Substansi Ibadah


Sebelum menjalankan ibadah, tentu kita harus memahami terlebih dahulu
substansi dari ibadah yang akan kita laksankaan. Hal ini supaya kita
mengetahui ibadah kita tersebut apa tujuan dan fugsinya yang dimaksudkan
dalam Al-Quran dan Sunnah Rasul. Dengan Memahami Subsntasinya kita
tidak akan salah jalan dan selalu berada dalam jalur ibadah tersebut.
2. Melengkapi Ilmu Pengetahuan dengan Dalil
Agar tidak terjebak juga pada bid’ah maka sebaiknya ketika mempelajari
masalah ibadah kita senantiasa menjaga ilmu pengetahuan tersebut dengan
dalil yang sah dan benar. Pengetahuan islam mengenai ibadah yang tanpa
dalil akan membuat kita
3. Menanyakan Ibadah Kepada Ahlinya
Dalam menjalankan perintah Allah, tentu saja tidak boleh sembarangan.
Untuk itu, jika ada informasi atau pengetahuan ibadah yang tidak kita ketahui
maka tanyakanlah kepada ahlinya yang benar-benar memiliki pengetahuan
dan kredibilitas. Hal ini menghindarkan kita dari para ulama yang asal-asalan
dalam memahami ilmu.
4. Selalu Mempelajari Lebih Dalam Masalah Agama
Walaupun seorang muslim bukanlah ulama, mempelajari lebih dalam soal
agama adalah kewajiban. Orang yang menjalankan bid’ah biasanya karena
memang ia tidak memahami dan mempelajarinya lebih mendalam. Untuk itu,
selalu memperdalam masalah agama adalah hal yang harus dilakukan untuk
menghindari bid’ah.
5. Tidak Tergesa-Gesa
Tidak tergesa-gesa dalam menerapkan agama artinya bukan menunda-
nunda namun selalu mengkroscek dan mencari sumber pengetahuan yang
lebih mendalam lagi. Tidak mudah mempercayai dari apa yang disampaikan
terutama oleh orang yang dalam ilmunya mengenai agama.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Bid’ah ialah suatu hal baru yang tidak terdapat pada konteks ajaran Islam
yang dibawa oleh Rasulullah SAW, atau dengan kata lain perbuatan maupun
perkataan yang dianggap suatu cara agama, padahal itu hanya bersumber dari
rasio dan akal manusia itu sendiri dan sama sekali tidak pernah diterangkan
oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Bid’ah sendiri baik oleh golongan pertama (ahli ushul), maupun oleh
golongan kedua (ahli fiqh), semufakat menggolongkan bid’ah menjadi tiga
belas kategori, antara lain: Bid’ah Fi’liyah, Tarkiyah, Amaliyah,
Amaliyah, I’tiqadiyah, Zamaniyah, Makaniyah, Haliyah, Haqiqiyah,
Idhafiyah, Kulliyah, Juziyah ,Ibadiyah, dan Adiyah.
Untuk menghindarkan diri kita dari praktik dan perilaku yang akan
menodai kemurnian ajaran Islam, hendaknya kita harus bisa memahami dan
membedakan, urusan yang berkenaan dengan ibadah dan akidah dengan hal-
hal yang menyangkut urusan keduniaan, karena hal-hal yang menyangkut
Ibadah, tidak boleh dicampur adukan dengan tradisi-tradisi dan kebiasaan
yang bukan berasal dari Islam itu sendiri, dan tidak terdapat dalam dalil ‘aqli
(logika) dan naqli (Al-Quran dan Sunnah).
Adapun untuk menghindarkan kita dari perilaku bid’ah, terutama dalam
beribadah, yakni kita harus memperhatikan tiga faktor yang paling
esensial. Pertama, beribadah harus berlandaskan pada kalimat thayyibah (la
ilaha illallah Muhammad-dur Rasulullah), Kedua, pelaksanaan Ibadah harus
sesuai dengan aturan Allah dan Rasulullah atau yang disebut syari’at
Islam. Ketiga, Ibadah seorang muslim hendaknya ditujukan semata untuk
mencari ridha Allah tanpa dibarengi berbagai perbuatan syirik, bid’ah,
khurafat, tahayul, dan lainnya. (K.H Badruddin Hsubky).

3.2 Saran
Setelah disadari bahwa Bid’ah kesalahan yang besar yang menyalahi
hukum-hukum Allah dan tidak diajarkan dalam agama Islam maka
hendaklah masyarakat mampu meramu pendidikan agama Islam yang
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diajarkan dalam agama islam.
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan lebih dapat
mencari tahu tentang bid’ah yang diwajibkan dan diharamkan.
Masyarakat hendaknya mampu mengadakan penelitian-penelitian
sederhana yang bertujuan untuk menemukan formula-formula baru bagi
system pembelajaran agam islam yang lebih inovatif untuk meningkatkan
mutu pendidikan tentang agama islam yang menambah dan memperkuat
iman kita terhadap Allah.

Anda mungkin juga menyukai