Anda di halaman 1dari 9

A.

                Latar Belakang Masalah

  Penyusunan makalah ini kami maksudkan sebagai bahan kajian dan diskusi kami mengenai sunnah dan
bid’ah. Tidak dapat disangkal lagi bila fenomena yang ada menunjukkan tak sedikit dari kaum muslimin
yang begitu hobi melakukan praktek bid’ah dan khurafat, yang lebih mengenaskan bid’ah dan khurafat
itu dikemas sedemikian rupa agar tampak seolah-olah suatu ibadah yang disyariatkan, lebih tampil
menarik dan mampu memikat perhatian banyak orang. Sementara apa yang ada di dalam Kitabullah
berisikan perintah untuk ittiba’ (mengikuti tuntunan Rosulullah). Bidah merupakan pelanggaran yang
sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena
sangatlah jelas bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh Rasulullah
Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam masih kurang dan membutuhkan
tambahan serta belum sempurna.

   Dengan penyusunan makalah ini kami harapkan akan dapat menambah wawasan bagi kami dan
segenap pembaca pada umumnya agar dapat menjadi ilmu yang berguna nantinya.

   Makalah ini kami susun sebagai bentuk tugas kelompok pembuatan makalah dari mata kuliah Fiqih
Ibadah di STAIN Pekalongan.   

B.                 Rumusan Masalah

1.    Menjelaskan pengertian sunnah beserta penggolongannya.

2.    Menjelaskan pengertian bid’ah beserta penggolongannya.

3.    Memaparkan contoh amalan sunnah dan bid’ah dalam kehidupan masyarakat.

4.    Menyebutkan bahaya bid’ah.

BAB II

PEMBAHASAN

1.                  PENGERTIAN SUNNAH DAN PENGGOLONGANNYA

a.    Pengertian Sunnah

          Secara etimologis (bahasa) kata sunah adalah jamak dari kata sunnah. Sunnah sesuatu berarti jalan
sesuatu, sunnah Rasulallah saw berarti jalan Rasulallah saw yaitu jalan yang ditempuh dan ditunjukkan
oleh beliau.Sunnatullah dapat diartikan Jalan hikmah-Nya dan jalan mentaati-Nya. Contoh firman Allah
swt. dalam surat Al-Fatah ayat 23 yang berbunyi “Sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu. Kalian
tidak akan menemukan perubahan pada Sunnatullah itu”. Artinya, bahwa cabang-cabang hukum syari’at
sekalipun berlainan bentuknya, tetapi tujuan dan maksudnya tidak berbeda dan tidak berubah, yaitu
membersihkan jiwa manusia dan mengantarkan kepada keridhoan Allah swt.
          Adapun sunnah secara terminologis (istilah) yang disimpulkan oleh para ulama ialah segala sesuatu
yang bersumber dari Nabi Muhamad saw baik berupa ucapan (hadits), aksi (perbuatan) maupun
determinasi atau pengakuannya.

b.    Penggolongan Sunnah

Sunnah digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:

1.      Sunnah Qawliyah

    Yaitu sunnah Nabi yang hanya berupa ucapannya saja baik dalam bentuk pernyataan, anjuran,
perintah cegahan maupun larangan. Yang dimaksud dengan pernyatan Nabi di sini adalah sabda Nabi
dalam merespon keadaan yang berlaku pada masa lalu, masa kininya dan masa depannya, kadang-
kadang dalam bentuk dialog dengan para sahabat atau jawaban yang diajukan oleh sahabat atau
bentuk-bentuk ain seperti Khutbah. Contohnya : Rasulullah saw bersabda : “ segala amal itu mengikuti
niat....”.  (H.R. Al Bukhori dan Muslim)

2.      Sunnah Fi’liyah

    Yaitu sunnah Nabi yang berupa perbuatan Nabi yang diberitakan oleh para sahabat mengenai soal-
soal ibadah dan lain-lain seperti melaksanakan shalat manasik haji dan lain-lain.Contohnya: Rasulullah
saw bersabda : “ Bershalatlah kamu sebagaimana kamu melihataku shalat”. (HR. Bukhari dan Muslim)

    Ulama ushul fiqh menetapkan bahwa pekerjaan yang masuk urusan tabi’at seperti duduk, berdiri,
makan, minum dan sebagainya, apabila Nabi mengerjakannya maka menunjuk kepada kebolehan
pekerjaan itu untuk Nabi dan untuk umatnya.[1]

3.      Sunnah Taqririyah

    Yaitu sunnah Nabi yang berupa penetapan Nabi terhadap perbuatan para sahabat yang diketahui Nabi
tidak menegornya atau melarangnya bahkan Nabi cenderung mendiamkannya. Sunnah taqririyah adalah
sunnah-sunnah Rasulullah saw yang berupa taqrir (ketetapan) yaitu membenarkan (tidak mengingkari)
sesuatu yang diperbuat oleh sahabat di hadapan Nabi saw atau diberitakan kepada Beliau, lalu Beliau
tidak menyanggah atau tidak menyalahkan serta menunjukkan bahwa beliau menyetujuinya. Contohnya
sabda Nabi saw: “ Janganlah seseorang dari kamu bershalat, melainkan di bani Quraidhah”.

        Sebagian sahabat memaknai hadits ini dari zhahirnya. Karena itu, mereka tidak mengerjakan shalat
ashar sebelum sampai di Bani Quraidhah. Sebagian yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud Nabi
ialah bersegera pergi ke sana, karena itu mereka mengerjakan shalat ashar pada waktunya, sebelum
sampai di Bani Quraidhah. Berita mengenai dua perbuatan sahabat ini sampai kepada Nabi. Beliau
berdiam diri tidak berkata apa-apa.

2.             PENGERTIAN BID’AH DAN PENGGOLONGANNYA

1.    Pengertian Bid’ah

          Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Bid’ah
menurut istilah (syar’i/terminologi) adalah sesuatu yang diada-adakan menyerupai syariat tanpa ada
tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan seakan-akan bagian dari ibadah.
          Syekh Aly Mahfudh telah mendefinisikan bid’ah secara rinci dalam kitabnya Al ibda’fi Madharil
Ibtida’. Menurut bahasa bid’ah adalah segala sesuatu yang diciptakan dengan tidak diketahui contoh-
contohnya. Sedangkan menurut istilah yaitu suatu ibarat (gerak dan tingkah laku lahir batin) yang
berkisar pada masalah-masalah agama (syari’at Islamiyah), dilakukan menyerupai syari’at dengan cara
berlebihan dalam pengabdian kepada Allah Swt.

          Pendapat Syekh Aly Mahfudh tersebut bersumber pada firman Allah yang menyatakan bahwa
Rasulullah Saw adalah bukan rasul yang berbuat sewenang-wenang tanpa ada contoh dari rasul-rasul
sebelumnya. Tugas beliau merupakan kelanjutan dari tugas-tugas nabi terdahulu, bahkan Allah
menjadikan beliau sebagai nabi akhir zaman, maka beliau tidak akan berbuat sesuatu apapun kecuali
apa yang telah diriwayatkan Allah melalui malaikat Jibril.Karena itu secara tegas Nabi bersabda “Barang
siapa yang mengada-adakan dalam ajaran Islam ini yang tidak ada sumbernya dari Islam, maka urusan
itu ditolak (fasid).

          Dapat disimpulkan bahwa bid’ah adalah suatu hal yang tidak terdapat pada konteks ajaran Islam
yang dibawa Rasulullah Saw, baik dalam masalah aqidah maupun syariah yang aturan-aturannya sudah
dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah secara tafshil (rinci).

2.    Penggolongan Bid’ah dan hukum-hukum bid’ah

Hukum-hukum bidah

          Hukum-hukum bid’ah diberikan menurut dasar pengertian bid’ah, maka mnurut golongan yang
memandang tiap-tiap bid’ah tercela bid’ah tiu semuanya dihukum haram, tidak ada yang dihukum
makruh, apa lagi sunnah dan sebagainya. Maka semua bid’ah itu maksiat. Maksiat dibagi menjadi dua,
yaitu:

a.      Bid’ah kabirah, dipandang besar dosa apabila mengerjakannya.

                Ialah bid’ah yang menghasilkan kerusakan umum seperti menetapkan bahw akal sendiri
sanggup mengetahui hukum Tuhan, tidak perlu kepada syara’, dan seperti mengingkari segala hadits
Nabi karena mencukupi dengan Al-Qur’an saja.

b.      Bid’ah Shaghirah , dipandang kecil dosanya.

                Ialah bid’ah yang mengenai satu-satu suku pekerjaan, yang berdasarkan syuhbat. Maka bid’ah
seperti ini, walaupun masuk dalam sifat sesat namun tidak diancam dengan neraka.[2]

              Penggolongan Bid’ah

                     Para ‘ulama ahli ushul fiqih telah sepakat menetapkan pembagian bid’ah   itu kedalam dua
bagian yaitu :

1.        Bid’ah ‘Amm (umum)

2.        Bid’ah Khash (khusus)

               Secara umum baik oleh ahli ushul dan ahli fiqh menggolongkan bid’ah ‘ammsecara ringkas
menjadi dua macam, yaitu:
A.      Bid’ah Haqiqiyah

           Bid’ah haqiqiyah adalah suatu perbuatan baru Islam yang jika dilihat dari berbagai apek
perbuatannya tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah karena tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Bid’ah ini
oleh para

ulama disebut bid’ah dhalalah. Contoh bid’ah haqiqiyah:

-       Menyembah kepada selain Allah, membuat perantara (washilah) ketikamemohon kepada Allah

-       Bersikap rahbaniyah (tidak beristri atau bersuami danmengurung diri dalam biara.

-       Tawaf diluar Masjidil Haram (Baitullah), wukuf diluar padang Arafah, membangun latar diatas kuburan,
dan perbuatan- perbuatan sesat yang tidak bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang dijadikan jalan
ibadah kepada Allah Swt.

-       Mengadzabkan diri dengan berbagai macam siksa, membakar diri supaya lekas mati dengan demikian
lekas mendapat surga

-       Menyamakan riba dengan penjualan, dll.

B.       Bid’ah Idhafiyah
          Bid’ah Idhafiyah ialah perbuatan yang jika ditinjau dari segi pelaksanaannya tidak terdapat dalam
Al-Qur’an dan Hadits, namun jika dilihat dari esensi perbuatannya adalah baik, bid’ah ini yang senantiasa
menjadi polemik bagi para ulama (khususnya fiqh dan ilmu kalam).

          Hal yang sama yang masuk dalam bid’ah idhafiyah juga masih diperselisihkan oleh para ulama
antara lain:

-       Shalat Nisfu Sya’ban 100 rakaat

-       Shalat imam, shalat Bakti pada bapak ibu dan shalat malam pada hari asyura’.

-       Melagu-lagukan adzan sehingga rusak bacaannya.

-       Membaca istighfar sesudah shalat beramai-ramai dengan meninggikan suara.

-       Membaca Al-Qur’an dan dzikir dengan suara keras dihadapan jenazah.

                        Secara umum baik oleh ahli ushul dan ahli fiqh menggolongkan       bid’ah khash secara
ringkas menjadi dua macam, yaitu:

1.    Bid’ah wajibah.

Yaitu bid’ah yang diwajibkan. Contohnya belajar ilmu nahwu, memperindah cetakan Al-Qur’an dan
Hadits, belajar ilmu kedokteran, biologi, strategi perang, kepemimpinan, dan ilmu-ilmu serta sarana
yang sifatnya mendukung perkembangan dan kejayaan Islam.

2.    Bid’ah muharramah.

Yaitu bid’ah yang diharamkan. Contohnya mengikuti faham-faham sesat seperti qadariah, jabariah, atau
mujasimah, serta berbuat syirik kepada Allah. Bid’ah ini disebut pula bid’ah sesat.
3.    Bid’ah mandhubah.

Yaitu bid’ah yang dibolehkan. Yaitu jika dipandang baik untuk kemaslahatan umat meski tidak terdapat
pada masa Rasulullah Saw. Contohnya membangun pesantren, sekolah, rumah sakit, atau penelitian-
penelitian ilmiah, penemuan-penemuan modern yang sifatnya memperjelas kebenaran isi ayat Al-
Qur’an.

4.    Bid’ah makruhah.

Yaitu bdi’ah yang dimakruhkan. Contohnya memperindah atau menghiasi masjid, tempat ibadah,
mushaf yang berlebihan.

5.    Bid’ah mubahah.

Yaitu bid’ah yang dimubahkan. Contohnya berjabat tangan setelah shalat Subuh dan Isya, membuat
hidangan makanan dan minuman serta bersolek untuk ibadah.[3]

3.             CONTOH AMALAN SUNNAH DAN BID’AH DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT

-       Shalat Tarawih

Di antara bid’ah yang lazim terjadi di masyarakat seputar masalah shalat tarawih, ialah sebagai berikut.

1.        Shalat tarawih dengan cepat, laksana ayam mematuk makanan

Mayoritas imam masjid kurang memiliki akal sehat dan pengetahuan agama yang baik. Hal itu nampak
dari cara melakukan shalat. Bahwa hampir semua shalat yang dilakukan, mirip dengan shalatnya orang
yang sedang kesurupan, terutama ketika shalat tarawih. Mereka melakukan shalat 23 raka’at hanya
dalam waktu 20 menit, dengan membaca surat Al ‘Ala atau Adh Dhuha. Bentuk dan cara shalat tarawih
yang seperti itu, jelas bertentangan dengan cara shalat tarawih Rasulullah SAW, para sahabat dan ulama
salaf.Menurut semua madzhab, dalam melakukan shalat tidak boleh seperti itu, karena ia merupakan
shalat orang munafik.

2.        Membaca surat Al’An’am dalam satu raka’at dari shalat tarawih.

Para ulama menganggap, bahwa membaca surat Al An’am dalam satu raka’at dari shalat tarawih
termasuk perbuatan bid’ah, karena demikian itu tidak bersandarkan kepada suatu dalil.

Membaca surat Al An’am dalam satu raka’at bisa dikatakan bid’ah karena beberapa alasan sebagai
berikut:

-       Mengkhususkan surat Al An’am menipu ummat, bahwa surat yang lainkurang afdhal atau tidak baik
untuk dibaca pada waktu shalat tarawih.

-       Bacaan tersebut hanya dikhususkan pada waktu shalat tarawih.

-       Memberatkan kaum muslimin terutama orang awam, sehingga mereka akan marah atau jengkel atau
timbul kebencian terhadap ibadah.
-       Yang demikian itu menyelisihi sunnah, sebab Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan
agar raka’at kedua lebih pendek daripada raka’at pertama, sementara bid’ah ini telah merubah secara
tolal sunnah tersebut dan melawan syari’at

3.        Bid’ah Mengumpulkan Ayat-Ayat Sajadah.

Seorang imam mengumpulkan ayat-ayat sajadah ketika khataman Al Qur’an pada shalat tarawih dalam
raka’at terakhir, kemudian ia sujud bersama makmum.

4.        Membaca Beberapa Ayat Yang Disebut Ayat-Ayat Hirs (Perlind ungan).


Mengumpulkan beberapa ayat yang mereka sebut dengan nama ayat-ayat perlindungan, lalu dibaca
secara keseluruhan di akhir raka’at dalam shalat tarawih.
5.        Bid’ah Dzikir Dan Do’a Ketika Hendak Memulai Shalat Tarawih.
Ucapan seorang bilal atau imam ketika hendak memulai shalat tarawih yang dibaca dengan berjama’ah
dan suara keras.

ُ‫َض;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;انَ رَ ِح َم ُك ُم هللا‬
َ ‫ْح فِي َش;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;ه ِْر رَ م‬ ِ َ‫ص;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;الَ َة ال َّتر‬.
ِ ‫اوي‬ َ
ُ
ُ‫ْح آجَ رَ ك ُم هللا‬ َّ َ
ِ َ‫صَ ال َة التر‬.
ِ ‫اوي‬
          Kebid’ahan ini banyak sekali menyebar di negeri ini. Dianggap sebagai sesuatu yang baik dan
sunnah, padahal hal tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
sahabat. Padahal setiap cara ibadah dan praktek agama yang tidak ada dalil atau landasan hukumnya,
maka tertolak dan dinyatakan sebagai perbuatan bid’ah.

-       Amalan Bulan Sya’ban

Sunnah-sunnah dalam bulan Sya’ban antara lain:

1.      Memperbanyak Puasa di Bulan Sya’ban

    Sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha yang telah berlalu, Nabi Muhammad SAW berpuasa
pada mayoritas hari di bulan Sya’ban, bukan pada keseluruhan harinya, karena beliau tidaklah pernah
berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan.

2.      Menghitung Hari Bulan Sya’ban

Sudah sepantasnya kaum muslimin menghitung bulan Sya’ban sebagai persiapan sebelum memasuki
Ramadhan. Karena satu bulan itu terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tigapuluh hari, maka
puasa itu dimulai ketika melihat hilal bulan Ramadhan. Jika terhalang awan hendaknya menyempurnakan
bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. Karena Allah menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikan
tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu bulan tidak akan lebih
dari tiga puluh hari.

3.      Tidak Mendahului Ramadhan dengan Puasa Satu atau Dua Hari Sebelumnya.

Nabi Muhammad SAW melarang seseorang untuk mendahului Ramadhan dengan berpuasa sehari atau
dua hari sebelumnya. Kecuali apa yang sudah menjadi rutinitas seseorang. Misalnya seseorang yang
sudah terbiasa berpuasa di hari Senin, ketika puasanya bertabrakan dengan satu atau dua hari sebelum
Ramadhan maka tidak mengapa baginya untuk berpuasa.

4.      Tidak Berpuasa pada Hari yang Diragukan.

Yaumus syak (hari yang diragukan) adalah hari ketigapuluh dari bulan Sya’ban apabila hilal tertutup
mendung atau karena langit berawan pada malam sebelumnya. Para ulama berbeda pendapat tentang
larangan ini apakah sifatnya pengharaman atau makruh. Dan yang kuat dari pendapat para ulama adalah
pengharamannya.

            Bid’ah-bid’ah pada bulan Sya’ban antara lain:

a.    Peringatan Malam Nisfu Sya’ban

Di antara bid’ah yang biasa dilakukan oleh banyak orang ialah bid’ah upacara peringatan malam Nisfu
Sya’ban dan mengkhususkan pada hari tersebut dengan puasa tertentu. Padahal tidak ada satu pun dalil
yang dapat dijadikan sandaran.

b.    Shalat Alfiyah

Shalat bid’ah ini dinamakan Shalat Alfiyah karena di dalamnya dibacakan surat Al Ikhlash sebanyak
seribu kali. Jumlah raka’atnya seratus, dan pada setiap rakaat dibacakan surat Al Ikhlas sepuluh kali.

c.    Padusan

Padusan adalah acara mandi bersama yang dilakukan pada akhir bulan Sya’ban, menjelang masuknya
bulan Ramadhan. Biasanya orang-orang berkumpul di sungai, danau, air terjun atau kolam, lalu mandi
bersama dengan keyakinan perkara tersebut akan membersihkan dosa-dosa mereka sebelum mereka
masuk ke dalam bulan Ramadhan.

          Padusan merupakan bid’ah yang tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan tidak pernah
pula dikerjakan oleh generasi awal Islam, dan telah berlalu penjelasan tentang keharamannya dan di
dalamnya terdapat keyakinan yang rusak bahwa dengan acara mandi-mandi tersebut akan
membersihkan dosa-dosa. Ini adalah keyakinan yang keliru karena sesungguhnya dosa-dosa tidaklah
akan terhapus dengan acara mandi seperti itu. Dosa-dosa akan terhapus dengan taubat, meminta
ampunan dari Allah serta memperbanyak amalan shalih.

d.   Sedekah Ruwah

Sedekah ruwah adalah acara kenduri (makan-makan) yang tujuannya adalah mengumpulkan orang
banyak untuk kemudian membacakan tahlil dan surat Yasin untuk kemudian dihadiahkan kepada arwah
orang tua dan karib kerabat yang telah meninggal dunia.  Acara ini juga termasuk bid’ah yang tidak
pernah dituntunkan Nabi Muhammad SAW. Kemungkaran di dalam acara ini juga bertambah apabila
diiringi dengan kurafat (tahayul), keyakinan yang batil bahwa arwah orang yang telah meninggal hadir
untuk mengunjungi saudara-saudaranya yang masih hidup.

4.             BAHAYA BID’AH
Bahaya Bid’ah antara lain:

1.    Anggapan baik terhadap bid’ah berarti menganggap Islam seolah-olah belum sempurna.
2.    Amalan bid’ah tertolak (tidak di terima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala )
3.    Bid’ahmengikuti hawa nafsu.
4.    Bid’ah melenyapkan Sunnah.
5.    Bid’ah termasuksikap ghuluw (melampaui batas syari’at).
6.    Pelaku bid’ah semakin jauh dari Allah Swt.
7.    Menangguh dosa bid’ah dan dosa-dosa orang yang mengamalkannya sampai
hari kiamat.

8.    Pelaku bid’ah akan di usir dari telaga Rasulullah SAW pada hari kiamat.

BAB III

PENUTUP

-                 KESIMPULAN

   Secara etimologis (bahasa) kata sunah adalah jamak dari kata sunnah. Sunnah sesuatu berarti jalan
sesuatu, sunnah Rasulallah saw berarti jalan Rasulallah saw yaitu jalan yang ditempuh dan ditunjukkan
oleh beliau. Adapun sunnah secara terminologis (istilah) yang disimpulkan oleh para ulama ialah segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhamad saw baik berupa ucapan (hadits), aksi (perbuatan) maupun
determinasi atau pengakuannya. Sunnah digolongkan menjadi tiga macam, yaitu sunnah Qauliyah,
sunnah Fi’liyah dan sunnah Taqririyah.

   Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada contoh. Bid’ah
menurut istilah (syar’i/terminologi) adalah sesuatu yang diada-adakan menyerupai syariat tanpa ada
tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan seakan-akan bagian dari ibadah.Dapat disimpulkan bahwa
bid’ah adalah suatu hal yang tidak terdapat pada konteks ajaran Islam yang dibawa Rasulullah Saw, baik
dalam masalah aqidah maupun syariah yang aturan-aturannya sudah dijelaskan dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah secara tafshil (rinci). Para ‘ulama ahli ushul fiqih telah sepakat menetapkan pembagian bid’ah itu
kedalam dua bagian yaitu bid’ah ‘Amm (umum) dan bid’ah Khash (khusus).

-                 SARAN

             Kami menyadari sepenuhnya dalam makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun, sehingga dapat menjadi bekal dikemudian hari
apabila kami mempunyai kesempatan membuat makalah lain. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat untuk menambah pengetahuan/wawasan bagi kami pada khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

-                 Hsubky, Badraduddin. 1996. Bid’ah-bid’ah di Indonesia.  Jakarta:Gema Insani Press.

-                 Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Teungku. 1999. Kriteria Sunnah Bid’ah.  Semarang: PT. Pustaka Rizki
Putri.

-                 Http://www.nahimunkar.com/14-contoh-bidah-dalam-shalat-tarawih.

-                 Http://www.darussalaf.or.id/aqidah/bulan-syaban-antara-sunnah-dan-bidah.

Anda mungkin juga menyukai