Oleh:
Ela Ekawan Susilowati/4230018006
Dosen Pembimbing
Muhammad Syaikhon, S.H.I.,M.H.I.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari sunnah dan bid’ah?
2. Apa saja macam-macam sunnah dan bid’ah?
3. Bagaiamana bid’ah pada zaman Raululloh?
4. Bagaimana hadits tentang bid’ah
C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui pengertian sunnah dan bid’ah
2. Mengetahui macam-macam sunnah dan bid’ah
3. Mengetahui bid’ah pada zaman rasul
4. Mengetahui hadits tentang bid’ah
BAB II
PEMBAHASAN
2. Pengertian bid’ah
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu
tanpa ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman.
ِ س َما َواتِ َواأْل َ ْر
ض َّ بَ ِدي ُعال
“Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah/2 : 117
Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh
sebelumnya.
Juga firman Allah.
س ِل ُّ َقُ ْل َما ُك ْنتُبِ ْدعًا ِمن
ُ الر
“Katakanlah : ‘Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-
rasul“. [Al-Ahqaf/46 : 9].
Maksudnya adalah : Aku bukanlah orang yang pertama kali datang
dengan risalah ini dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambanya, bahkan
telah banyak sebelumku dari para rasul yang telah mendahuluiku.
Dan dikatakan juga : “Fulan mengada-adakan bid’ah“, maksudnya :
memulai satu cara yang belum ada sebelumnya.
Dan perbuatan bid’ah itu ada dua bagian :
1. Perbuatan bid’ah dalam adat istiadat (kebiasaan) ; seperti
adanya penemuan-penemuan baru dibidang IPTEK (juga termasuk
didalamnya penyingkapan-penyingkapan ilmu dengan berbagai
macam-macamnya). Ini adalah mubah (diperbolehkan) ; karena asal
dari semua adat istiadat (kebiasaan) adalah mubah.
2. Perbuatan bid’ah di dalam Ad-Dien (Islam) hukumnya haram,
karena yang ada dalam dien itu adalah tauqifi (tidak bisa dirubah-
rubah) ; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru)
di dalam urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka
perbuatannya di tolak (tidak diterima)“. Dan di dalam riwayat lain
disebutkan : “Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan
didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak“.
2. SunnahFi’liyah.
Sunnahfi’liyah adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad Saw. Kualitas sunnahfi’liyah menduduki tingkat
kedua setelah sunnahqauliyah. Sunnahfi’liyah juga dapat maknakan
sunnah Nabi Saw. yang berupa perbuatan Nabi yang diberitakan oleh
para sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain-lain seperti
melaksanakan shalat manasik haji dan lain-lain.
Untuk mengetahui hadis yang termasuk kategori ini, diantaranya
terdapat kata-kata kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina. Contohnya:
a. Hadis tentang tata cara shalat di atas kendaraan.
3. SunnahTaqririyah.
SunnahTaqririyah adalah sunnah yang berupa ketetapan Nabi
Muhammad Saw. terhadap apa yang datang atau dilakukan para
sahabatnya. Dengan kata lain sunnahtaqririyah, yaitu sunnah Nabi
Saw. yang berupa penetapan Nabi Saw. terhadap perbuatan para
sahabat yang diketahui Nabi saw. tidak menegornya atau melarangnya
bahkan Nabi Saw. cenderung mendiamkannya. Beliau membiarkan
atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan para sahabatnya
tanpa memberikan penegasan apakah beliau membenarkan atau
menyalahkannya. Contohnya:
a. Hadis tentang daging dab (sejenis biawak).
4. SunnahHammiyah.
SunnahHammiyah ialah: suatu yang dikehendaki Nabi Saw. tetapi
belum dikerjakan. Sebagian ulama hadis ada yang menambahkan
perincian sunnah tersebut dengan sunnah hammiyah. Karena dalam
diri Nabi saw. terdapat sifat-sifat, keadaan-
keadaan (ahwal) serta himmah (hasrat untuk melakukan sesuatu).
Dalam riwayat disebutkan beberapa sifat yang dimiliki beliau seperti,
“bahwa Nabi saw. selalu bermuka cerah, berperangai halus dan
lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka berteriak, tidak
suka berbicara kotor, tidak suka mencela,..” Juga mengenai sifat
jasmaniah beliau yang dilukiskan oleh sahabat Anas ra. sebagai
berikut:
Dari Rabi’ah bin Abu ‘Abdur Rahman berkata, aku mendengar Anas
bin Malik ra. sedang menceritakan sifat-sifat Nabi saw.,
katanya; “Beliau adalah seorang lakilaki dari suatu kaum yang tidak
tinggi dan juga tidak pendek. Kulitnya terang tidak terlalu putih dan
tidak pula terlalu kecoklatan. Rambut beliau tidak terlalu keriting dan
tidak lurus.” (HR. Bukhari).
Termasuk juga dalam hal ini adalah silsilah dan nama-nama serta
tahun kelahiran beliau. Adapun himmah (hasrat) beliau misalnya
ketika beliau hendak menjalankan puasa pada tanggal 9 ‘Asyura,
sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra:
2. Macam-macam bid’ah
Bid’ah Dalam Ad-Dien (Islam) Ada Dua Macam :
1. Bid’ahqauliyah ‘itiqadiyah : Bid’ah perkataan yang keluar dari
keyakinan, seperti ucapan-ucapan orang Jahmiyah, Mu’tazilah, dan
Rafidhah serta semua firqah-firqah (kelompok-kelompok) yang sesat
sekaligus keyakinan-keyakinan mereka.
2. Bid’ahfil ibadah : Bid’ah dalam ibadah : seperti beribadah kepada
Allah dengan apa yang tidak disyari’atkan oleh Allah : dan bid’ah
dalam ibadah ini ada beberapa bagian yaitu :
a. Bid’ah yang berhubungan dengan pokok-pokok ibadah : yaitu
mengadakan suatu ibadah yang tidak ada dasarnya dalam syari’at
Allah Ta’ala, seperti mengerjakan shalat yang tidak disyari’atkan,
shiyam yang tidak disyari’atkan, atau mengadakan hari-hari besar
yang tidak disyariatkan seperti pesta ulang tahun, kelahiran dan lain
sebagainya.
b. Bid’ah yang bentuknya menambah-nambah terhadap ibadah yang
disyariatkan, seperti menambah rakaat kelima pada shalatDhuhur atau
shalat Ashar.
c. Bid’ah yang terdapat pada sifat pelaksanaan ibadah. Yaitu
menunaikan ibadah yang sifatnya tidak disyari’atkan seperti membaca
dzikir-dzikir yang disyariatkan dengan cara berjama’ah dan suara
yang keras. Juga seperti membebani diri (memberatkan diri) dalam
ibadah sampai keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam
d. Bid’ah yang bentuknya menghususkan suatu ibadah yang
disari’atkan, tapi tidak dikhususkan oleh syari’at yang ada. Seperti
menghususkan hari dan malam nisfuSya’ban (tanggal 15 bulan
Sya’ban) untuk shiyam dan qiyamullail. Memang pada dasarnya
shiyam dan qiyamullail itu di syari’atkan, akan tetapi
pengkhususannya dengan pembatasan waktu memerlukan suatu dalil.
Bid’ah ada dua macam: bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah
terpuji atau populer dengan sebutan bid’ahhasanah adalah setiap
perbuatan baru yang tidak bertentangan dengan syariat. Meskipun
Nabi Muhammad SAW tidak pernah melakukan, tapi bukan berarti
tidak boleh dilakukan. Sementara bid’ah tercela adalah setiap
perbuatan baru yang bertentangan dengan syariat Islam.
:عنرفاعةبنرافعرضياللهعنهقال
،»ُ « َس ِم َعاللهُلِ َم ْن َح ِم َده:كنايو ًمانصليوراءالنبيصلىاللهعليهوآلهوسلمفلمارفعرأسهمنالركعةقال
، أَنَا:ال َ فَلَ َّماا ْن، َربَّنَا َولَ َكال َح ْمد َُح ْمدًا َكثِيرًاطَيِّبًا ُمبَا َر ًكافِي ِه:ُقَالَ َرجُلٌ َو َرا َءه
َ َ « َمنِال ُمتَ َكلِّ ُم» ق: قَا َل، َص َرف
لƒُ « َرأَ ْيتُبِضْ َعةً َوثَالَثِينَ َملَ ًكايَ ْبتَ ِدرُونَهَاأَيُّهُ ْميَ ْكتُبُهَاأَ َّو:قَا َل
Hadits ini menjelaskan bahwa lafal yang dibaca sahabat dalam shalat
tersebut tampaknya belum pernah dijelaskan Nabi Muhammad SAW.
Ketika ada sahabat yang membaca doa tersebut Rasulullah tidak
marah dan malah memuji sehingga kita pun boleh mengamalkannya.
Sebab itu, Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan:
واستدلبهعلىجوازإحداثذكرفيالصالةغيرمأثورإذاكانغيرمخالفللمأثور
Dari sini kita dapat menarik pelajaran agar tidak terlalu cepat
menyalahkan amalan yang dilakukan sekelompok orang atas dasar
Rasul tidak pernah melakukan. Karena bisa jadi apa yang dilakukan
itu merujuk pada dalil-dalil umum dalam syariat yang sebetulnya
kalau dikaji tidak bertentangan dengan syariat. Wallahua’lam.
Hadits 1
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ƒَ ƒ ْيƒَالƒ َمƒاƒ َذƒَهƒاƒَنƒم ِرƒْ ƒَأƒىƒِفƒَثƒْح َدƒ َƒأƒ ْنƒَم
دƒٌّ ƒو َرƒَ ƒُهƒَُفƒهƒ ْنƒس ِم
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami
ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut
tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
Hadits 2
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
دƒٌّ رƒَ ƒوƒَ ƒُهƒَفƒاƒَُرنƒ مƒْ ƒَأƒƒ ِهƒ ْيƒَلƒس َع
ƒَ ƒ ْيƒَلƒًالƒ َمƒ َعƒَلƒ ِمƒ َعƒ ْنƒَم
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari
kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)
Hadits 3
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam setiap memulai khutbah
biasanya beliau mengucapkan,
ƒٌةƒَلƒَالƒض ƒْ ƒ ُمƒ ِرƒموƒُ ƒُألƒش ُّرا
َ ƒ ٍةƒ َعƒ ْدƒُِّبƒلƒ ُكƒ َوƒاƒَهƒُتƒاƒَدثƒَ حƒ ƒَ ƒد َوƒٍ ح َّمƒَ مƒُ ƒدىƒَ ƒُهƒدىƒَ ƒُهƒا ْلƒ ُرƒَخ ْيƒ ƒه َوƒِ َّلƒالƒُبƒاƒَكتƒِ ƒِثƒديƒِ ƒحƒَ ƒرا ْلƒَ ƒَخ ْيƒ َّنƒِإƒَفƒْع ُدƒ ƒََّابƒَمƒأ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah
kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam. Sejelek-jelek perkara adalah
(perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang
diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah
kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An Nasa’i,
، ƒِ اهَّللƒُابƒَتƒ ِكƒِيثƒƒ ِدƒ َحƒا ْلƒƒَقƒ َدƒص
َ َƒنَّأƒِ إ، ƒُهƒَلƒَيƒ ِدƒاƒَهƒالƒَفƒ ْلƒِضل ْƒ ُƒيƒ ْنƒ َمƒ َو، ƒُهƒَضلَّل ƒِ مƒُ ƒالƒَفƒَُّهƒللƒاƒ ِدƒ ْهƒَيƒ ْنƒَم
، ƒٌعةƒَ دƒْ ƒِةبƒٍ ƒَدثƒَ حƒ
ƒْ َّ ُمƒلƒ ُكƒ َو، ƒاƒَهƒُتƒاƒَدثƒَ حƒ ƒْ ƒ ُمƒ ِرƒموƒُ ƒُاألƒ َّرƒ َشƒ َو، مƒَ َّسل ƒَ وƒَ ƒ ِهƒ ْيƒَعلƒَ ƒُلَّهƒالƒصلَّى ƒَ ƒ ٍدƒ َّمƒم َحƒُ ƒُديƒْ ƒَهƒِيƒ ْدƒَهƒلƒْ اƒَنƒْح َسƒ َƒأƒَو
ƒِ َّاƒنƒالƒيƒِفƒ ٍةƒَلƒالƒض
رƒ َ َّكلƒُ وƒَ ، ƒٌةƒَلƒضال ƒَ ةƒٍ عƒَ دƒْ ƒَِّبƒلƒ ُكƒَو
“Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang
bisa menyesatkannya. Dan yang disesatkan oleh Allah tidak ada
yang bisa memberi petunjuk padanya. Sesungguhnya sebenar-benar
perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah
petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sejelek-jelek
perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap
(perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap
bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di
neraka” (HR. An Nasa’i no. 1578, dishahihkan oleh Al Albani
dalam Shahih waDha’if Sunan An Nasa’i)
Hadits 4
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ƒِمبƒْ ƒ ُكƒ ْيƒَلƒ َعƒَفƒراƒً ƒيƒِكثƒَ ƒاƒًفƒَالƒِختƒ
ƒْ اƒىƒ َرƒَيƒ َسƒَىفƒ ِدƒ ْعƒَبƒك ْمƒُ ƒم ْنƒِ ƒ ْشƒ ِعƒَيƒم ْنƒَ ƒُنَّهƒِإƒَفƒًيًّاƒŸ شƒِ ƒَبƒ َحƒاƒ ًدƒ ْبƒ َعƒ ْنƒِإƒ َوƒ ِةƒطَّا َعƒوالƒَ ƒم ِعƒْ ƒس َّ ƒوالƒَ ƒلَّ ِهƒالƒوىƒَ ƒ ْقƒَتƒِبƒ ْمƒي ُكƒص ِ ƒُوƒأ
ƒِ وƒُ ُمƒألƒاƒِتƒاƒَدثƒَ ƒحƒْ ƒ ُمƒم َوƒْ ƒَّا ُكƒيƒِوإƒَ ƒ ِذƒوا ِجƒَ َّنƒلƒاƒِابƒƒَهƒ ْيƒَلƒا َعƒض و
ƒَّ ُكƒِنƒإƒَرفƒ ُّƒ ƒ َعƒ َوƒاƒَهƒِبƒواƒƒس ُك َّ ƒ َمƒَتƒَنƒيƒش ِدƒِ ƒ َّراƒلƒاƒَنƒديِّيƒِ ƒم ْهƒَ ƒلƒْ اƒا ِءƒَفƒَخلƒُ ƒلƒْ اƒنَّ ِةƒ ُسƒى َوƒَِّتƒنƒُس
ƒٌةƒَلƒَالƒض
َ ƒ ٍةƒ َعƒ ْدƒِكلَّبƒُ وƒَ ƒٌعةƒَ دƒْ ƒِةبƒٍ ƒَدثƒَ حƒ
ƒْ َّ ُمƒل
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa kepada Allah, tetap
mendengar dan ta’at kepada pemimpin walaupun yang memimpin
kalian adalah seorang budak dari Habasyah. Karena barangsiapa
di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti, dia akan melihat
perselisihan yang banyak. Maka wajib bagi kalian untuk berpegang
pada sunnah-ku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidin yang mereka itu
telah diberi petunjuk. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah
ia dengan gigi geraham kalian. Jauhilah dengan perkara (agama)
yang diada-adakan karena setiap perkara (agama) yang diada-
adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR.
At Tirmidzi no. 2676. ia berkata: “hadits ini hasan shahih”)
Hadits 5
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
َ ِّكلƒُ ƒع ْنƒَ ƒَةƒََّوبƒْ تƒالƒَجبƒَ حƒَ ƒَهƒللƒاƒَنƒِإ
ƒُهƒَعتƒَ دƒْ ƒِعبƒْ دƒَ ƒَيƒحتَّىƒَ ةƒٍ عƒَ دƒْ ƒِبƒِبƒ ِحƒاƒص
“Sungguh Allah menghalangi taubat dari setiap pelaku
bid’ah sampai ia meninggalkan bid’ahnya” (HR. Ath Thabrani
dalam Al Ausath no.4334. Dishahihkan oleh Al Albani
dalam Shahih At Targhibwa At Tarhib no. 54)
Hadits 6
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
DAFTAR PUSTAKA
https://muslim.or.id/11456-hadits-hadits-tentang-bidah.html
https://almanhaj.or.id/439-pengertian-bidah-macam-macam-bidah-dan-hukum-
hukumnya.html
https://www.bacaanmadani.com/2018/01/pengertian-sunnah-macam-macam-
sunnah.html?m=1
https://islam.nu.or.id/post/read/94518/nabi-muhammad-saw-dan-bidah-sahabatnya-
dalam-shahih-bukhari